Anda di halaman 1dari 122

BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN

1.1. TINJAUAN KEBIJAKAN BERDASARKAN PP NO. 13 TH. 2017


TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL
Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang
nasional; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor; penetapan lokasi dan fungsi
ruang untuk investasi; penataan ruang kawasan strategis nasional; dan penataan
ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Oleh karena itu, RTRWN disusun dengan memperhatikan dinamika
pembangunan yang berkembang, antara lain, tantangan globalisasi, otonomi dan
aspirasi daerah, keseimbangan perkembangan antara Kawasan Barat Indonesia
dengan Kawasan Timur Indonesia, kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang rentan terhadap bencana, dampak pemanasan global,
pengembangan potensi kelautan dan pesisir, pemanfaatan ruang kota pantai,
penanganan kawasan perbatasan negara, dan peran teknologi dalam
memanfaatkan ruang.
Untuk mengantisipasi dinamika pembangunan tersebut, upaya
pembangunan nasional juga harus ditingkatkan melalui perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh
pikiran dan sumber daya dapat diarahkan secara berhasil guna dan berdaya
guna. Salah satu hal penting yang dibutuhkan untuk mencapai maksud tersebut
adalah peningkatan keterpaduan dan keserasian pembangunan di segala bidang
pembangunan, yang secara spasial dirumuskan dalam RTRWN.
Penggunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional,
optimal, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya,
dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, memperkuat
struktur ekonomi yang memberikan efek pengganda yang maksimum terhadap
pengembangan industri pengolahan dan jasa dengan tetap memperhatikan

1
kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup serta keanekaragaman
hayati guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Sehubungan
dengan itu, RTRWN yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional merupakan matra spasial dalam pembangunan nasional yang
mencakup pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan pelestarian
lingkungan hidup dapat dilakukan secara aman, tertib, efektif, dan efisien.
RTRWN memadukan dan menyerasikan tata guna tanah, tata guna udara,
tata guna air, dan tata guna sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata
lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan
perkembangan kependudukan yang serasi dan disusun melalui pendekatan
wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Untuk itu, penyusunan RTRWN ini didasarkan pada upaya untuk mewujudkan
tujuan penataan ruang wilayah nasional, antara lain, meliputi perwujudan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan serta
perwujudan keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah, yang
diterjemahkan dalam kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan
pola ruang wilayah nasional. Struktur ruang wilayah nasional mencakup sistem
pusat perkotaan nasional, sistem jaringan transportasi nasional, sistem jaringan
energi nasional, sistem jaringan telekomunikasi nasional, dan system jaringan
sumber daya air. Pola ruang wilayah nasional mencakup kawasan lindung dan
kawasan budi daya termasuk kawasan andalan dengan sector unggulan yang
prospektif dikembangkan serta kawasan strategis nasional.
Selain rencana pengembangan struktur ruang dan pola ruang, RTRWN juga
menetapkan kriteria penetapan struktur ruang, pola ruang, kawasan andalan,
dan kawasan strategis nasional; arahan pemanfaatan ruang yang merupakan
indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; serta arahan
pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas indikasi arahan peraturan
zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, dan arahan sanksi.
Secara substansial rencana tata ruang pulau/kepulauan dan kawasan
strategis nasional sangat berkaitan erat dengan RTRWN karena merupakan
kewenangan Pemerintah dan perangkat untuk mengoperasionalkannya. Oleh
karena itu, penetapan Peraturan Pemerintah ini mencakup pula penetapan
kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf
d Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

2
1.1.1. Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasional
Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan
perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan
dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang; pemanfaatan
sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat; keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah;
keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan pertahanan dan
keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut ditempuh kebijakan dan strategi
penataan ruang wilayah nasional yang meliputi kebijakan dan strategi
pengembangan struktur ruang dan pola ruang.
1.1.1.1. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang
Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi: peningkatan akses
pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata
dan berhierarki; serta peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang
terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.
Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah meliputi: a) menjaga dan mewujudkan
keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya; b)
mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani
oleh pusat pertumbuhan; c) mengembangkan pusat pertumbuhan kota
maritim yang berkelanjutan; d) mendorong kawasan perkotaan dan pusat
pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan
wilayah di sekitarnya; e) mengembangkan pelayanan kawasan perkotaan
yang mendukung sektor unggulan sebagai kota industri, wisata, dan maritim
secara berkelanjutan; dan f) mengembangkan kota dan kawasan perkotaan
baru secara holistik dan terintegrasi, inklusif, serta berkelanjutan.

3
Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana meliputi: a) meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan
mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara; b)
mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan
terisolasi; c) meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi
terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan
sistem penyediaan tenaga listrik; d) meningkatkan infrastruktur minyak dan
gas bumi nasional yang optimal; dan e) meningkatkan kualitas jaringan
prasarana dan mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air.

1.1.1.2. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang


Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi kebijakan dan
strategi pengembangan, pemanfaatan, dan pengelolaan kawasan lindung;
kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya; dan kebijakan dan
strategi pengembangan kawasan strategi nasional.
 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Lindung
Kebijakan pengembangan, pemanfaatan, dan pengelolaan kawasan
lindung meliputi: a) pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi
lingkungan hidup; dan b) pencegahan dampak negatif kegiatan manusia
yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
Sedangkan strategi untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian
fungsi lingkungan hidup meliputi: a) menetapkan kawasan lindung di
ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;
b) mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam wilayah, meliputi: 1)
Pulau Sumatera dengan luas paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari
luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi, karakter, dan fungsi
ekosistemnya serta tersebar secara proporsional; 2) Pulau Jawa Bali
dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau tersebut
sesuai dengan kondisi, karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar
secara proporsional; 3) Pulau Kalimantan dengan luas paling sedikit 45%
(empat puluh lima persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi,
karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar secara proporsional; 4)
Pulau Sulawesi dengan luas paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari
luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi, karakter, dan fungsi
ekosistemnya serta tersebar secara proporsional; 5) Pulau Papua dengan

4
luas paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) dari luas pulau tersebut
sesuai dengan kondisi, karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar
secara proporsional; 6) Kepulauan Maluku dengan luas paling sedikit 30%
(tiga puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi,
karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar secara proporsional; dan
7) Kepulauan Nusa Tenggara dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi, karakter, dan
fungsi ekosistemnya serta tersebar secara proporsional; c) mengembalikan
dan meningkatkan fungsi kawasan lindung akibat pengembangan kegiatan
budi daya dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan
ekosistem wilayah; d) mengendalikan pemanfaatan dan penggunaan
kawasan yang berpotensi mengganggu fungsi lindung; dan e)
mewujudkan, memelihara, dan meningkatkan fungsi kawasan lindung
dalam rangka meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.
Strategi untuk pencegahan dampak negatif kegiatan manusia
yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup meliputi: a)
menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup; b) melindungi dan meningkatkan kemampuan
lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif
yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; c) melindungi
dan meningkatkan kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap
zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya; d)
mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak
langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang
pembangunan yang berkelanjutan; e) mengendalikan pemanfaatan
sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan
generasi masa kini dan generasi masa depan; f) mengelola sumber
daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara
bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya; dan g)
mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi

5
bencana di kawasan rawan bencana dan kawasan risiko perubahan
iklim.
 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
Kebijakan pengembangan kawasan budi daya meliputi: a)
perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar
kegiatan budi daya; dan b) pengendalian perkembangan kegiatan
budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
Strategi untuk perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan
keterkaitan antarkegiatan budi daya meliputi: a) menetapkan
kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional untuk
pemanfaatan sumber daya alam di ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi secara sinergis untuk
mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah; b)
mengembangkan kegiatan budi daya unggulan di dalam kawasan
beserta prasarana secara sinergis dan berkelanjutan untuk
mendorong pengembangan perekonomian kawasan dan wilayah
sekitarnya; c) mengembangkan kegiatan budi daya untuk menunjang
aspek politik, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu
pengetahuan dan teknologi; d) menetapkan, memanfaatkan,
mengembangkan, dan mempertahankan kawasan pertanian pangan
berkelanjutan untuk mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan
kedaulatan pangan; e) mengembangkan pulau-pulau kecil sebagai
sentra ekonomi wilayah yang berbasis kelautan dan perikanan yang
berdaya saing dan berkelanjutan; f) mengelola kekayaan sumber
daya kelautan di wilayah perairan, wilayah yurisdiksi, laut lepas, dan
wilayah dasar laut internasional untuk kedaulatan ekonomi nasional;
dan g) mengembangkan pemanfaatan ruang udara nasional sebagai
aset pembangunan dengan tetap menjaga fungsi pertahanan dan
keamanan serta keselamatan penerbangan.
Strategi untuk pengendalian perkembangan kegiatan budidaya
agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan
meliputi: a) membatasi dan mengendalikan perkembangan kegiatan
budi daya terbangun di kawasan rawan bencana dan risiko tinggi
bencana serta dampak perubahan iklim untuk meminimalkan potensi

6
kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana dan
perubahan iklim; b) mengembangkan perkotaan metropolitan dan
kota besar dengan mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara
vertikal dan kompak; c) mengembangkan ruang terbuka hijau dengan
luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan
perkotaan; d) membatasi perkembangan kawasan terbangun di
kawasan metropolitan dan kota besar untuk mempertahankan tingkat
pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta
mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya; e)
mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan
keberadaan pulau-pulau kecil; f) membatasi dan mengendalikan
kegiatan budi daya pada lokasi yang memiliki nilai konservasi tinggi;
g) menetapkan lokasi rusak dan tercemar untuk dipulihkan; h)
mengendalikan keseimbangan daya dukung dan daya tampung
lingkungan di kota sedang sebagai kawasan perkotaan penyangga
arus urbanisasi desa ke kota; i) mengendalikan perubahan
peruntukan kawasan hutan untuk alokasi lahan pembangunan bagi
sektor non kehutanan dengan mempertimbangkan kualitas
lingkungan, karakter sumber daya alam, fungsi ekologi, dan
kebutuhan lahan untuk pembangunan secara berkelanjutan; j)
mendorong pembangunan hutan rakyat untuk mendukung kecukupan
tutupan hutan khususnya bagi wilayah daerah aliran sungai atau
pulau yang tutupan hutannya kurang dari 30% (tiga puluh persen);
dan k) mengembangkan kegiatan budidaya dengan memperhatikan
bioekoregion yang merupakan bentang alam yang berada di dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai.
 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Strategis
Nasional
Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional meliputi:
a) pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan
ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan
dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan
keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional;
b) peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan

7
negara; c) pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam
pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien, dan
mampu bersaing dalam perekonomian internasional; d) pemanfaatan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat; e) pelestarian dan
peningkatan sosial dan budaya bangsa; f) pelestarian dan
peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan
dunia, cagar biosfer, dan ramsar; dan g) pengembangan kawasan
tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan
antarkawasan.
Strategi untuk pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup meliputi: a) menetapkan kawasan strategis
nasional berfungsi lindung; b) mencegah pemanfaatan ruang di
kawasan strategis nasional yang berpotensi mengurangi fungsi
lindung kawasan; c) membatasi pemanfaatan ruang di sekitar
kawasan strategis nasional yang berpotensi mengurangi fungsi
lindung kawasan; d) membatasi pengembangan prasarana dan
sarana di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional yang dapat
memicu perkembangan kegiatan budi daya; e) mengembangkan
kegiatan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis
nasional yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan
kawasan lindung dengan kawasan budi daya terbangun; dan f)
merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak
pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar
kawasan strategis nasional.
Strategi untuk peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan
dan keamanan negara meliputi: a) menetapkan kawasan strategis
nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan; b)
mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di dalam dan di
sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan
dan keamanan; dan c) mengembangkan kawasan lindung dan/atau
kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis
nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan
strategis nasional dengan kawasan budi daya terbangun.

8
Strategi untuk pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan
dalam pengembangan perekonomian nasional meliputi: a)
mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber daya
alam dan kegiatan budi daya unggulan sebagai penggerak utama
pengembangan wilayah; b) menciptakan iklim investasi yang
kondusif; c) mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak
melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan; d) mengelola
dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak menurunkan kualitas
lingkungan hidup dan efisiensi kawasan; e). mengintensifkan promosi
peluang investasi; dan f) meningkatkan pelayanan prasarana dan
sarana penunjang kegiatan ekonomi.
Strategi untuk pemanfaatan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi secara optimal meliputi: a) mengembangkan kegiatan
penunjang dan/atau kegiatan turunan dari pemanfaatan sumber daya
dan/atau teknologi tinggi; b) meningkatkan keterkaitan kegiatan
pemanfaatan sumberdaya dan/atau teknologi tinggi dengan kegiatan
penunjang dan/atau turunannya; dan c) mencegah dampak negatif
pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi terhadap
fungsi lingkungan hidup, dan keselamatan masyarakat.
Strategi untuk pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya
bangsa meliputi: a) meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai
budaya yang mencerminkan jati diri bangsa yang berbudi luhur; b)
mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan
masyarakat; dan c) melestarikan situs warisan budaya bangsa.
Strategi untuk pelestarian dan peningkatan nilai kawasan yang
ditetapkan sebagai warisan dunia meliputi: a) melestarikan keaslian
fisik serta mempertahankan keseimbangan ekosistemnya; b)
meningkatkan kepariwisataan nasional; c) mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan d) melestarikan keberlanjutan
lingkungan hidup.
Strategi untuk pengembangan kawasan tertinggal meliputi: a)
memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan;
b) membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan
tertinggal dan pusat pertumbuhan wilayah; c) mengembangkan
prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat; d)

9
meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan; dan e)
meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia dalam
pengelolaan kegiatan ekonomi.

1.1.2. Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional


Rencana struktur ruang wilayah nasional meliputi: a) sistem perkotaan
nasional; b) sistem jaringan transportasi nasional; c) sistem jaringan energi
nasional; d) sistem jaringan telekomunikasi nasional; dan e) sistem jaringan
sumber daya air. Sistem perkotaan nasional terdiri atas PKN, PKW, dan PKL.
PKN, PKW, dan PKL dapat berupa: a) kawasan megapolitan; b) kawasan
metropolitan; c) kawasan perkotaan besar; d) kawasan perkotaan sedang; atau
e) kawasan perkotaan kecil. Selain sistem perkotaan nasional tersebut juga
dikembangkan PKSN untuk mendorong perkembangan kawasan perbatasan
negara.
Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Pusat Kegiatan
Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan
skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Sedangkan Pusat Kegiatan
Strategis Nasional (PKSN) adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk
mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara.
PKN ditetapkan dengan kriteria: a) kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang
menuju kawasan internasional; b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang
melayani beberapa provinsi; c) kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani
beberapa provinsi; dan/atau d) kawasan perkotaan yang berada di pesisir yang
berfungsi atau berpotensi sebagai pelabuhan hub internasional dan pintu
gerbang ekspor hasil kegiatan kelautan dan perikanan.
PKW ditetapkan dengan kriteria: a) kawasan perkotaan yang berfungsi
atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung
PKN; b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat
kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa

10
kabupaten; c) kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul
transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan/atau d)
kawasan perkotaan yang berada di pesisir yang berfungsi atau berpotensi
mendukung ekonomi kelautan nasional.
PKL ditetapkan dengan kriteria: a) kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala
kabupaten atau beberapa kecamatan; b) kawasan perkotaan yang berfungsi atau
berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau
beberapa kecamatan; dan/atau c) kawasan perkotaan yang berada di pesisir
berfungsi atau berpotensi mendukung ekonomi kelautan lokal.
PKSN ditetapkan dengan kriteria: a) pusat perkotaan yang berpotensi
sebagai pos pemeriksaan lintas batas dan berfungsi sebagai pintu gerbang
internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga; dan b) pusat
perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan
wilayah sekitarnya; dan/atau c) pusat perkotaan yang merupakan pusat
pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di
sekitarnya.
Kawasan megapolitan merupakan kawasan yang ditetapkan dengan
kriteria memiliki 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang mempunyai
hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem. Kawasan metropolitan
merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan dengan kriteria: a) memiliki
jumlah penduduk >= 1.000.000 jiwa; b) terdiri atas satu kawasan perkotaan inti
dan beberapa kawasan perkotaan di sekitarnya yang membentuk satu kesatuan
pusat perkotaan; dan c) terdapat keterkaitan fungsi antarkawasan perkotaan
dalam satu sistem metropolitan. Kawasan perkotaan besar merupakan kawasan
perkotaan yang ditetapkan dengan kriteria jumlah penduduk >500.000 jiwa.
Kawasan perkotaan sedang merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan
dengan kriteria jumlah penduduk >100.000 - 500.000 jiwa. Kawasan perkotaan
kecil merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan dengan kriteria jumlah
penduduk > 50.000 - 100.000 jiwa.
1.1.3. Sistem Jaringan Transportasi Nasional
Sistem jaringan transportasi nasional terdiri atas: a) sistem jaringan
transportasi darat; b) sistem jaringan transportasi laut; dan c) sistem jaringan
transportasi udara. Sistem jaringan transportasi darat terdiri atas jaringan jalan
nasional, jaringan jalur kereta api, dan jaringan transportasi sungai, danau, dan

11
penyeberangan. Sistem jaringan transportasi laut terdiri atas tatanan
kepelabuhanan dan alur pelayaran. Sistem jaringan transportasi udara terdiri
atas tatanan kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan.
Jaringan jalan nasional terdiri atas jaringan jalan arteri primer, jaringan
jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, jaringan jalan
strategis nasional, dan jalan tol. Jaringan jalan arteri primer dikembangkan
secara menerus dan berhierarki berdasarkan kesatuan sistem orientasi untuk
menghubungkan: a) antar-PKN; b) antara PKN dan PKW; dan/atau c) PKN
dan/atau PKW dengan bandar udara pengumpul skala pelayanan
primer/sekunder/tersier dan pelabuhan utama/pengumpul. Jaringan jalan kolektor
primer dikembangkan untuk menghubungkan antara PKN dan PKL, antar-PKW,
serta antara PKW dan PKL. Jaringan jalan strategis nasional dikembangkan untuk
menghubungkan: a) antar-PKSN dalam satu kawasan perbatasan negara; b)
antara PKSN dan pusat kegiatan lainnya; dan c) PKN dan/atau PKW dengan
kawasan strategis nasional. Jalan tol dikembangkan untuk mempercepat
perwujudan jaringan jalan bebas hambatan sebagai bagian dari jaringan jalan
nasional.
Jaringan jalan nasional mencakup pula jembatan atau terowongan
antarpulau serta jembatan atau terowongan antarnegara. Jembatan atau
terowongan antarpulau dikembangkan untuk menghubungkan arus lalu lintas
antarpulau. Jembatan atau terowongan antarnegara dikembangkan untuk
menghubungkan arus lalu lintas dengan negara tetangga.
Jaringan jalur kereta api terdiri atas: a) jaringan jalur kereta api umum; dan
b) jaringan jalur kereta api khusus. Jaringan jalur kereta api umum terdiri atas: a)
jaringan jalur kereta api antarkota; dan b) jaringan jalur kereta api perkotaan.
Jaringan jalur kereta api antarkota dikembangkan untuk menghubungkan: a) PKN
dengan pusat kegiatan di negara tetangga; b) antar-PKN; c) PKW dengan PKN;
atau d) antar-PKW. Jaringan jalur kereta api perkotaan dikembangkan untuk: a)
menghubungkan kawasan perkotaan dengan bandar udara pengumpul skala
pelayanan primer/sekunder/tersier dan pelabuhan utama/pengumpul; dan b)
mendukung aksesibilitas di kawasan perkotaan.
Jaringan transportasi sungai dan danau terdiri atas: a) pelabuhan sungai
dan pelabuhan danau; dan b) alur pelayaran untuk kegiatan angkutan sungai dan
alur pelayaran untuk kegiatan angkutan danau. Jaringan transportasi
penyeberangan terdiri atas pelabuhan penyeberangan dan lintas penyeberangan.

12
Pelabuhan penyeberangan terdiri atas: a) pelabuhan penyeberangan lintas
antarprovinsi dan antarnegara; b) pelabuhan penyeberangan lintas
antarkabupaten/kota; dan c) pelabuhan penyeberangan lintas dalam
kabupaten/kota. Lintas penyeberangan terdiri atas: a) lintas penyeberangan
antarprovinsi yang menghubungkan antarjaringan jalan nasional dan
antarjaringan jalur kereta api antarprovinsi; b) lintas penyeberangan antar
negara yang menghubungkan antarjaringan jalan pada kawasan perbatasan; c)
lintas penyeberangan lintas kabupaten/kota yang menghubungkan antarjaringan
jalan provinsi dan jaringan jalur kereta api dalam provinsi; dan d) lintas
pelabuhan penyeberangan dalam kabupaten/kota yang menghubungkan
antarjaringan jalan kabupaten/kota dan jaringan jalur kereta api dalam
kabupaten/kota. Lintas penyeberangan membentuk jaringan penyeberangan
sabuk utara, sabuk tengah, sabuk selatan, dan penghubung sabuk dalam wilayah
nasional.
Tatanan kepelabuhanan terdiri atas pelabuhan umum dan pelabuhan
khusus. Pelabuhan umum terdiri atas pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul,
pelabuhan pengumpan regional, dan pelabuhan pengumpan lokal. Pelabuhan
utama dikembangkan untuk: a) melayani kegiatan pelayaran dan alih muat peti
kemas angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah besar; b)
menjangkau wilayah pelayanan sangat luas; dan c) menjadi simpul jaringan
transportasi laut internasional. Pelabuhan pengumpul dikembangkan untuk: a)
melayani kegiatan pelayaran dan alih muat peti kemas angkutan laut nasional
dan internasional dalam jumlah menengah; b) menjangkau wilayah pelayanan
menengah; dan c) memiliki fungsi sebagai simpul jaringan transportasi laut
nasional. Pelabuhan pengumpan regional dikembangkan untuk: a) melayani
kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan laut nasional dan regional, pelayaran
rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah menengah; dan b)
menjangkau wilayah pelayanan menengah. Pelabuhan pengumpan lokal
dikembangkan untuk: a) melayani kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan
laut lokal dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis
dalam jumlah kecil; dan b) menjangkau wilayah pelayanan terbatas. Pelabuhan
khusus dikembangkan untuk menunjang pengembangan kegiatan atau fungsi
tertentu. Pelabuhan khusus dapat dialihkan fungsinya menjadi pelabuhan umum
dengan memperhatikan sistem transportasi laut.

13
Alur pelayaran terdiri atas alur pelayaran di laut dan alur pelayaran di
sungai dan danau. Alur pelayaran di laut sebagaimana terdiri atas: a) alur
pelayaran umum dan perlintasan; dan b) alur pelayaran masuk pelabuhan. Alur
pelayaran di laut memiliki Alur Laut Kepulauan Indonesia. Alur pelayaran sungai
dan danau terdiri atas: a) alur pelayaran sungai; dan b) alur pelayaran danau.
Alur Laut Kepulauan Indonesia ditetapkan berdasarkan kriteria yang berlaku
secara internasional dan peraturan perundang-undangan.
Tatanan kebandarudaraan terdiri atas bandar udara umum bandar udara
khusus. Bandar udara umum terdiri atas: a) bandar udara pengumpul skala
pelayanan primer; b) bandar udara pengumpul skala pelayanan sekunder; c)
bandar udara pengumpul skala pelayanan tersier; dan d) bandar udara
pengumpan. Bandar udara khusus dikembangkan untuk menunjang
pengembangan kegiatan tertentu dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan di bidang kebandarudaraan.
Ruang udara untuk penerbangan terdiri atas: a) ruang udara di atas
bandar udara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar udara; b)
ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk operasi
penerbangan; dan c) ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan.
Ruang udara untuk penerbangan dimanfaatkan dengan mempertimbangkan
pemanfaatan ruang udara bagi pertahanan dan keamanan negara.
Jaringan jalan arteri primer ditetapkan dengan kriteria: a) menghubungkan
antar-PKN, antara PKN dan PKW, dan/atau PKN/PKW dengan bandar udara
pengumpul skala pelayanan primer/sekunder/tersier dan pelabuhan
utama/pengumpul; b) berupa jalan umum yang melayani angkutan; c) melayani
perjalanan jarak jauh; d) memungkinkan untuk lalu lintas dengan kecepatan rata-
rata tinggi; dan e) membatasi jumlah jalan masuk secara berdaya guna. Jaringan
jalan kolektor primer ditetapkan dengan kriteria: a) menghubungkan antar-PKW
dan antara PKW dan PKL; b) berupa jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan; c) melayani perjalanan jarak sedang; d) memungkinkan untuk lalu
lintas dengan kecepatan rata-rata sedang; dan e) membatasi jumlah jalan
masuk. Kriteria jaringan jalan strategis nasional dan jaringan jalan tol ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jaringan jalur kereta api ditetapkan dengan kriteria menghubungkan
antara PKN dan pusat kegiatan di negara tetangga, antar-PKN, PKW dengan PKN,
atau antar-PKW. Jaringan jalur kereta api ditetapkan dengan kriteria

14
menghubungkan kawasan perkotaan dengan bandar udara pengumpul skala
pelayanan primer/sekunder/tersier dan pelabuhan utama/pengumpul atau
mendukung aksesibilitas di kawasan perkotaan metropolitan.
Pelabuhan sungai dan pelabuhan danau ditetapkan dengan kriteria: a)
berdekatan dengan kawasan permukiman penduduk; b) terintegrasi dengan
sistem jaringan transportasi darat lainnya; dan c) berada di luar kawasan
lindung. Pelabuhan penyeberangan ditetapkan dengan kriteria: a) berada di
lokasi yang menghubungkan dengan pelabuhan penyeberangan lain pada jarak
terpendek yang memiliki nilai ekonomis; dan b) berada di luar kawasan lindung.
Pelabuhan sungai, danau, dan penyeberangan mempertimbangkan faktor
keamanan dan keselamatan penumpang serta pertahanan dan keamanan
negara.
Pelabuhan utama ditetapkan dengan kriteria: a) berhadapan langsung
dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia dan/atau jalur pelayaran internasional; b)
bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN dalam sistem
transportasi antarnegara; c) berfungsi sebagai simpul utama pendukung
pengembangan produksi kawasan andalan ke pasar internasional; dan d) berada
di luar kawasan lindung. Pelabuhan pengumpul ditetapkan dengan kriteria: a)
merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN dalam sistem
transportasi antarprovinsi; b) berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran
produk kawasan andalan ke pasar nasional; c) memberikan akses bagi
pengembangan pulau-pulau kecil dan kawasan andalan laut, termasuk
pengembangan kawasan tertinggal; d) berada di luar kawasan lindung.
Pelabuhan pengumpan regional ditetapkan dengan kriteria: a) merupakan bagian
dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN atau PKW dalam sistem
transportasi antarprovinsi; b) berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran
produk kawasan andalan ke pasar regional; c) memberikan akses bagi
pengembangan kawasan andalan laut, kawasan pedalaman sungai, dan pulau-
pulau kecil, termasuk pengembangan kawasan tertinggal; d) berada di luar
kawasan lindung. Pelabuhan pengumpan lokal ditetapkan dengan kriteria: a)
merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW atau PKL
dalam sistem transportasi antarkabupaten/kota dalam satu provinsi; b) berfungsi
sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan budi daya di sekitarnya
ke pasar lokal; c) berada di luar kawasan lindung; dan d) dapat melayani
pelayaran rakyat.

15
Bandar udara pengumpul skala pelayanan primer ditetapkan dengan
kriteria: a) merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN;
dan b) melayani penumpang dengan jumlah paling sedikit 5.000.000 (lima juta)
orang per tahun. Bandar udara pengumpul skala pelayanan sekunder ditetapkan
dengan kriteria: a) merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi
pelayanan PKN; dan b) melayani penumpang dengan jumlah antara 1.000.000
(satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang per tahun. Bandar udara
pengumpul skala pelayanan tersier ditetapkan dengan kriteria: a) merupakan
bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN atau PKW terdekat; dan
b) melayani penumpang dengan jumlah antara 500.000 (lima ratus ribu) sampai
dengan 1.000.000 (satu juta) orang per tahun.

1.1.4. Sistem Jaringan Energi Nasional


Sistem jaringan energi nasional terdiri atas: a) jaringan infrastruktur
minyak dan gas bumi; dan b) jaringan infrastruktur ketenagalistrikan. Jaringan
infrastruktur ketenagalistrikan merupakan segala hal yang berkaitan dengan: a)
Infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana pendukungnya; dan b)
Infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana pendukungnya. Jaringan
infrastruktur pembangkitan tenaga listrik merupakan segala hal yang berkaitan
dengan pembangkit, jetty, sarana pernyimpanan bahan bakar, sarana
pengolahan hasil pembakaran, travo step up, dan pergundangan. Jaringan
infrastruktur penyaluran tenaga listrik merupakan segala hal yang berkaitan
dengan transmisi tenaga listrik, gardu induk, distribusi tenaga listrik, dan gardu
hubung.
Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi dikembangkan untuk: a)
menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas produksi ke kilang pengolahan
dan/atau tempat penyimpanan; atau b) menyalurkan minyak dan gas bumi dari
kilang pengolahan atau tempat penyimpanan ke konsumen.
Pembangunan jaringan infrastruktur ketenagalistrikan dilaksanakan untuk
memenuhi penyediaan tenaga listrik sesuai kebutuhan yang mampu mendukung
kegiatan perekonomian. Pembangunan jaringan transmisi tenaga listrik
dilaksanakan untuk menyalurkan tenaga listrik antarsistem dengan
menggunakan kawat saluran udara, kabel bawah tanah, dan/atau kabel laut.
Gardu induk yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari transmisi tenaga

16
listrik untuk mendistribusikan listrik tersebar secara merata di seluruh wilayah
kabupaten/kota.
Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi ditetapkan dengan kriteria: a)
adanya fasilitas produksi minyak dan gas bumi, fasilitas pengolahan dan/atau
penyimpanan, serta konsumen yang terintegrasi dengan fasilitas tersebut; dan b)
berfungsi sebagai pendukung sistem pasokan energi nasional.
Infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana pendukungnya
ditetapkan dengan kriteria: a) mendukung ketersediaan pasokan tenaga listrik
untuk kepentingan umum di kawasan perkotaan, perdesaan hingga kawasan
terisolasi; b) mendukung pengembangan kawasan perdesaan, pulau-pulau kecil,
dan kawasan terisolasi; c) mendukung pemanfaatan teknologi baru untuk
menghasilkan sumber energi yang mampu mengurangi ketergantungan terhadap
energi tak terbarukan; d) berada pada kawasan dan/atau di luar kawasan yang
memiliki potensi sumber daya energi; dan e) berada pada lokasi yang aman
terhadap kegiatan lain dengan memperhatikan jarak bebas dan jarak aman.
Infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana pendukungnya
ditetapkan dengan kriteria: a) mendukung ketersediaan pasokan tenaga listrik
untuk kepentingan umum di kawasan perkotaan, perdesaan, hingga kawasan
terisolasi; b) mendukung pengembangan kawasan perdesaan, pulau-pulau kecil,
dan kawasan terisolasi; c) melintasi kawasan permukiman, wilayah sungai, laut,
hutan, persawahan, perkebunan, dan jalur transportasi; d) berada pada lokasi
yang aman terhadap kegiatan lain dengan memperhatikan persyaratan ruang
bebas dan jarak aman; e) merupakan media penyaluran tenaga listrik adalah
kawat saluran udara, kabel bawah laut, dan kabel bawah tanah; dan f)
menyalurkan tenaga listrik berkapasitas besar dengan tegangan nominal lebih
dari 35 (tiga puluh lima) kilo Volt.

1.1.5. Sistem Jaringan Telekomunikasi Nasional


Sistem jaringan telekomunikasi nasional terdiri atas jaringan terestrial dan
jaringan satelit. Jaringan terestrial dikembangkan secara berkesinambungan
untuk menyediakan pelayanan telekomunikasi di seluruh wilayah nasional.
Jaringan satelit dikembangkan untuk melengkapi system jaringan telekomunikasi
nasional melalui satelit komunikasi dan stasiun bumi.
Jaringan terestrial ditetapkan dengan kriteria: a) menghubungkan
antarpusat perkotaan nasional; b) menghubungkan pusat perkotaan nasional

17
dengan pusat kegiatan di negara lain; c) mendukung pengembangan kawasan
andalan; atau d) mendukung kegiatan berskala internasional. Jaringan satelit
ditetapkan dengan kriteria ketersediaan orbit satelit dan frekuensi radio yang
telah terdaftar pada Perhimpunan Telekomunikasi Internasional.

1.1.6. Sistem Jaringan Sumberdaya Air


Sistem jaringan sumber daya air merupakan sistem sumberdaya air pada
setiap wilayah sungai dan cekungan air tanah. Wilayah sungai meliputi wilayah
sungai lintas negara, wilayah sungai lintas provinsi, dan wilayah sungai strategis
nasional. Cekungan air tanah meliputi cekungan air tanah lintas Negara dan
lintas provinsi. Arahan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai lintas negara,
wilayah sungai lintas provinsi, dan wilayah sungai strategis nasional
memperhatikan pola pengelolaan sumber daya air. Wilayah sungai dan cekungan
air tanah lintas Negara ditetapkan dengan kriteria melayani kawasan perbatasan
negara atau melintasi batas negara. Wilayah sungai dan cekungan air tanah
lintas provinsi ditetapkan dengan kriteria melintasi dua atau lebih provinsi.
Wilayah sungai strategis nasional ditetapkan dengan kriteria: a) melayani
kawasan strategis nasional, PKN, atau kawasan andalan; b) melayani paling
sedikit 1 (satu) daerah irigasi yang >= 10.000 ha; dan/atau c) memiliki dampak
negatif akibat daya rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi yang
mengakibatkan tingkat kerugian ekonomi paling sedikit 1% dari produk domestik
regional bruto (PDRB) provinsi.

1.1.7. Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional


Rencana pola ruang wilayah nasional terdiri atas kawasan lindung nasional
dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional.
1.1.7.1. Kawasan Lindung Nasional
Kawasan lindung nasional terdiri atas: a) kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya; b) kawasan perlindungan
setempat;
c) kawasan konservasi; d) kawasan lindung geologi; dan e) kawasan lindung
lainnya.
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
terdiri atas: a) kawasan hutan lindung; b) kawasan gambut; dan c) kawasan
resapan air. Kawasan perlindungan setempat terdiri atas: a) sempadan pantai; b)

18
sempadan sungai; c) kawasan sekitar danau atau waduk; dan d) ruang terbuka
hijau kota. Kawasan konservasi terdiri atas: a) kawasan suaka alam, yang terdiri
atas suaka margasatwa, suaka margasatwa laut, cagar alam, dan cagar alam
laut; b) kawasan pelestarian alam, yang terdiri atas taman nasional, taman
nasional laut, taman hutan raya, taman wisata alam, dan taman wisata alam
laut; c) kawasan taman buru; dan d) kawasan konservasi di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, yang terdiri atas: 1) kawasan konservasi pesisir dan pulau-
pulau kecil yang meliputi suaka pesisir, suaka pulau kecil, taman pesisir, dan
taman pulau kecil; 2) kawasan konservasi maritim yang meliputi daerah
perlindungan adat maritim dan daerah perlindungan budaya maritim; dan 3)
kawasan konservasi perairan. Kawasan lindung geologi terdiri atas: a) kawasan
cagar alam geologi; dan b) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air
tanah. Kawasan lindung lainnya terdiri atas: a) cagar biosfer; b) ramsar; c) cagar
budaya; d) kawasan perlindungan plasma nutfah; e) kawasan pengungsian
satwa; dan f) kawasan ekosistem mangrove.
Kawasan cagar alam geologi terdiri atas: a) kawasan keunikan batuan dan
fosil;
b) kawasan keunikan bentang alam; dan c) kawasan keunikan proses geologi.
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah terdiri atas: a)
kawasan imbuhan air tanah; dan b) sempadan mata air.
Kawasan hutan lindung ditetapkan dengan kriteria: a) kawasan hutan
dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan yang jumlah
hasil perkalian bobotnya sama dengan 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih;
b) kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit 40% (empat
puluh persen); c) kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit
2.000 (dua ribu) meter di atas permukaan laut; atau d) kawasan hutan yang
mempunyai tanah sangat peka terhadap erosi dengan kelerengan di atas lebih
dari 15% (lima belas persen). Kawasan gambut ditetapkan dengan kriteria: a)
berupa kubah gambut; dan b) ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang
terdapat di hulu sungai atau rawa. Kawasan resapan air ditetapkan dengan
kriteria kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air
hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan.
Sempadan pantai ditetapkan dengan kriteria: a. daratan sepanjang tepian
laut dengan jarak paling sedikit 100 m dari titik pasang air laut tertinggi ke arah
darat; atau b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik

19
pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan
kondisi fisik pantai. Sempadan sungai ditetapkan dengan kriteria: a. daratan
sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar minimla 5 m dari kaki tanggul
sebelah luar; b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 m dari tepi sungai; dan c.
daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan
permukiman dengan lebar paling sedikit 50 m dari tepi sungai.
Kawasan sekitar danau atau waduk ditetapkan dengan kriteria: a. daratan
dengan jarak 50 – 100 m dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi; atau b.
daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional
terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk. Ruang terbuka hijau kota
ditetapkan dengan kriteria: a. lahan dengan luas >= 2.500 m2, b. berbentuk
satu hamparan, berbentuk jalur, atau kombinasi dari bentuk satu hamparan dan
jalur; dan c. didominasi komunitas tumbuhan.
Kawasan suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut ditetapkan
dengan kriteria: a) merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu
jenis satwa langkadan/atau hampir punah; b) memiliki keanekaragaman satwa
yang tinggi; c) merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran
tertentu; atau d) memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang
bersangkutan.
Cagar alam dan cagar alam laut ditetapkan dengan kriteria: a) memiliki
keanekaragaman jenis tumbuhan dan/atau satwa liar yang tergabung dalam
suatu tipe ekosistem; b) memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit
penyusunnya; c) mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan maupun satwa liar
yang secara fisik masih asli dan belum terganggu; d) mempunyai luas yang
cukup dan bentuk tertentu yang dapat menunjang pengelolaan secara efektif dan
menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami; e) mempunyai ciri khas
potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya
memerlukan upaya konservasi; dan/atau f) terdapat komunitas tumbuhan
dan/atau satwa beserta ekosistemnya yang langka dan/atau keberadaannya
terancam punah.
Taman nasional dan taman nasional laut ditetapkan dengan kriteria: a)
mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis
secara alami; b) memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan
unik yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik; c) memiliki satu

20
atau beberapa ekosistem yang masih utuh; dan d) merupakan wilayah yang
dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona
lainnya sesuai dengan keperluan.
Taman hutan raya ditetapkan dengan kriteria: a) merupakan wilayah
dengan ciri khas baik asli maupun buatan pada wilayah yang ekosistemnya
masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya sudah berubah; b) memiliki
keindahan alam dan/atau gejala alam; dan c) mempunyai luas wilayah yang
memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa.
Taman wisata alam dan taman wisata alam laut ditetapkan dengan
kriteria:ma) mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau bentang
alam, gejala alam, serta formasi geologi yang unik; b) mempunyai luas yang
cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik alam untuk
dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; dan c) kondisi lingkungan di
sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.
Taman buru ditetapkan dengan kriteria: a) memiliki luas yang cukup dan
tidak membahayakan untuk kegiatan berburu; dan b) terdapat satwa buru yang
dikembangbiakkan yang memungkinkan perburuan secara teratur dan
berkesinambungan dengan mengutamakan segi aspek rekreasi, olahraga, dan
kelestarian satwa.
Kawasan suaka pesisir atau suaka pulau kecil ditetapkan dengan kriteria:
a) merupakan wilayah pesisir atau pulau kecil yang menjadi tempat hidup dan
berkembang biaknya suatu jenis atau sumber daya alam hayati yang khas, unik,
langka, dan dikhawatirkan akan punah, dan/atau merupakan tempat kehidupan
bagi jenis biota migrasi tertentu yang keberadaannya memerlukan upaya
perlindungan, dan/atau pelestarian; b) mempunyai keterwakilan dari satu atau
beberapa ekosistem di wilayah pesisir atau pulau kecil yang masih asli dan/atau
alami; c) mempunyai luas wilayah pesisir atau pulau kecil yang cukup untuk
menjamin kelangsungan habitat jenis sumber daya ikan yang perlu dilakukan
upaya konservasi dan dapat dikelola secara efektif; dan d) mempunyai kondisi
fisik wilayah pesisir atau pulau kecil yang rentan terhadap perubahan dan/atau
mampu mengurangi dampak bencana.
Kawasan taman pesisir atau taman pulau kecil ditetapkan dengan kriteria:
a) merupakan wilayah pesisir atau pulau kecil yang mempunyai daya tarik
sumber daya alam hayati, formasi geologi, dan/atau gejala alam yang dapat
dikembangkan untuk kepentingan pemanfaatan pengembangan ilmu

21
pengetahuan, penelitian, pendidikan dan peningkatan kesadaran konservasi
sumber daya alam hayati, wisata bahari, serta rekreasi; b) mempunyai luas
wilayah pesisir atau pulau kecil yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi
dan daya tarik serta pengelolaan pesisir yang berkelanjutan; dan c) kondisi
lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan wisata bahari dan
rekreasi.
Kawasan daerah perlindungan adat maritim ditetapkan dengan kriteria: a)
wilayah pesisir dan/atau pulau kecil yang memiliki kesatuan masyarakat hukum
adat dan/atau kearifan lokal, hak tradisional, dan lembaga adat yang masih
berlaku; b) mempunyai aturan lokal/kesepakatan adat masyarakat yang
diberlakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan; dan c.tidak bertentangan
dengan hukum nasional.
Kawasan daerah perlindungan budaya maritim ditetapkan dengan kriteria:
a) tempat tenggelamnya kapal yang mempunyai nilai arkeologi-historis khusus;
b) situs sejarah kemaritiman yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan dan budaya yang perlu dilindungi bagi tujuan pelestarian dan
pemanfaatan guna memajukan kebudayaan nasional; dan c.tempat ritual
keagamaan atau adat.
Kawasan konservasi perairan ditetapkan dengan kriteria: a) perairan laut
nasional dan perairan kawasan strategis nasional yang mempunyai daya tarik
sumberdaya alam hayati, formasi geologi, dan/atau gejala alam yang dapat
dikembangkan untuk kepentingan pemanfaatan pengembangan ilmu
pengetahuan, penelitian, pendidikan, dan peningkatan kesadaran konservasi
sumberdaya alam hayati; b) perairan laut nasional dan perairan kawasan
strategis nasional yang mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian
potensi dan daya tarik serta pengelolaan sumber daya hayati yang
berkelanjutan; c) perairan laut daerah yang mempunyai daya tarik sumber daya
alam hayati, formasi geologi, dan/atau gejala alam yang dapat dikembangkan
untuk kepentingan pemanfaatan pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian,
pendidikan, dan peningkatan kesadaran konservasi sumberdaya alam hayati; dan
d) perairan laut daerah yang mempunyai luas yang cukup untuk menjamin
kelestarian potensi dan daya tarik serta pengelolaan sumber daya hayati yang
berkelanjutan.
Cagar biosfer ditetapkan dengan kriteria: a) memiliki keterwakilan
ekosistem yang masih alami, kawasan yang sudah mengalami degradasi,

22
mengalami modifikasi, atau kawasan binaan; b) memiliki komunitas alam yang
unik, langka, dan indah; c) merupakan bentang alam yang cukup luas yang
mencerminkan interaksi antara komunitas alam dengan manusia beserta
kegiatannya secara harmonis; atau d) berupa tempat bagi pemantauan
perubahan ekologi melalui penelitian dan pendidikan.
Ramsar ditetapkan dengan kriteria: a) berupa lahan basah baik yang
bersifat alami atau mendekati alami yang mewakili langka atau unit yang sesuai
dengan biogeografisnya; b) mendukung spesies rentan, langka, hampir langka,
atau ekologi komunitas yang terancam; c) mendukung keanekaragaman populasi
satwa dan/atau flora di wilayah biogeografisnya; atau d) merupakan tempat
perlindungan bagi satwa dan/atau flora saat melewati masa kritis dalam
hidupnya.
Kawasan cagar budaya ditetapkan dengan kriteria sebagai satuan ruang
geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya
berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
Kawasan perlindungan plasma nutfah ditetapkan dengan kriteria: a)
memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses
pertumbuhannya; dan b) memiliki luas tertentu yang memungkinkan
kelangsungan proses pertumbuhan jenis plasma nutfah.
Kawasan pengungsian satwa ditetapkan dengan kriteria: a) merupakan
tempat kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut;
b.merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa; dan c) memiliki luas tertentu
yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta
berkembangbiaknya satwa.
Kawasan ekosistem mangrove ditetapkan dengan kriteria koridor di
sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit 130 (seratus tiga puluh) kali nilai
rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan, diukur dari garis
air surut terendah ke arah darat.
Kawasan keunikan batuan dan fosil ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki
keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai laboratorium alam; b. memiliki
batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa lampau (fosil); c.
memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi; d. memiliki tipe geologi unik; atau
e. memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi masa lalu.
Kawasan keunikan bentang alam ditetapkan dengan kriteria: a.memiliki bentang
alam gumuk pasir pantai; b. memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera,

23
maar, leher vulkanik, dan gumuk vulkanik; c. memiliki bentang alam goa; d.
memiliki bentang alam ngarai/lembah; e. memiliki bentang alam kubah; atau f.
memiliki bentang alam karst. Kawasan keunikan proses geologi ditetapkan
dengan kriteria: a. kawasan poton atau lumpur vulkanik; b. kawasan dengan
kemunculan sumber api alami; atau c. kawasan dengan kemunculan solfatara,
fumaroia, dan/atau geyser.
Kawasan imbuhan air tanah ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki jenis
fisik batuan dengan kemampuan meluluskan air dengan jumlah yang berarti; b.
memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau; c. memiliki hubungan
hidrogeologis yang menerus dengan daerah lepasan; dan/atau d. memiliki muka
air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi daripada muka air tanah yang
tertekan. Kawasan sempadan mata air ditetapkan dengan kriteria: a. daratan di
sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan fungsi
mata air; dan b. wilayah dengan jarak paling sedikit 200 (dua ratus) meter dari
mata air.
1.1.7.2. Kawasan Budidaya yang Memiliki Nilai Strategis Nasional
Kawasan budi daya terdiri atas: a. kawasan peruntukan hutan produksi; b.
kawasan peruntukan hutan rakyat; c. kawasan peruntukan pertanian; d. kawasan
peruntukan perikanan; e. kawasan peruntukan pertambangan; f. kawasan
peruntukan panas bumi; g. kawasan peruntukan industri; h. kawasan peruntukan
pariwisata; i. kawasan peruntukan permukiman; dan/atau j. kawasan peruntukan
lainnya.
Kawasan peruntukan hutan produksi merupakan kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Kawasan peruntukan hutan
produksi ditetapkan dengan kriteria memiliki faktor kemiringan lereng, jenis
tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah skor paling besar 174 (seratus tujuh
puluh empat).
Kawasan peruntukan hutan rakyat ditetapkan dengan kriteria kawasan
yang dapat diusahakan sebagai hutan oleh orang pada tanah yang dibebani hak
milik.
Kawasan peruntukan pertanian terdiri atas: a) kawasan tanaman pangan;
b) kawasan hortikultura; c) kawasan perkebunan; dan/atau d) kawasan
peternakan. Kawasan peruntukan pertanian ditetapkan dengan kriteria: a)
memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian; b)
ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan; c) mewujudkan

24
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional; dan/atau d) dapat
dikembangkan sesuai dengan ketersediaan infrastruktur dasar.
Kawasan peruntukan perikanan ditetapkan dengan kriteria: a. wilayah
yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budi daya, dan industri
pengolahan hasil perikanan; dan/atau b. tidak mengganggu kelestarian
lingkungan hidup.
Kawasan peruntukan pertambangan yang memiliki nilai strategis nasional
terdiri atas pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi.
Kawasan peruntukan pertambangan ditetapkan dengan kriteria: a) memiliki
sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan
peta/data geologi; b) merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk
pemusatan kegiatan pertambangan secara berkelanjutan; dan/atau c)
merupakan bagian proses upaya merubah kekuatan ekonomi potensial menjadi
kekuatan ekonomi riil.
Kawasan peruntukan panas bumi ditetapkan dengan kriteria: a) memiliki
sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan
bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak
dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi; dan b) merupakan wilayah
yang dapat dimanfaatkan untuk pemanfaatan langsung panas bumi dan
pemanfaatan tidak langsung panas bumi.
Kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan kriteria: a. berupa
wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri; b. tidak mengganggu
kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan/atau c. tidak mengubah lahan produktif.
Kawasan peruntukan pariwisata ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki objek
dengan daya tarik wisata; dan/atau b. mendukung upaya pelestarian budaya,
keindahan alam, dan lingkungan.
Kawasan peruntukan permukiman ditetapkan dengan kriteria: a. berada di
luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana; b. memiliki
akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar kawasan; dan/atau c. memiliki
kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas pendukung.
Kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional ditetapkan
sebagai kawasan andalan. Nilai strategis nasional meliputi kemampuan kawasan
untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta
mendorong pemerataan perkembangan wilayah. Kawasan andalan terdiri atas
kawasan andalan darat dan kawasan andalan laut. Kawasan andalan darat terdiri

25
atas kawasan andalan berkembang dan kawasan andalan prospektif
berkembang.
Kawasan andalan berkembang ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki
paling sedikit 3 (tiga) kawasan perkotaan; b. memiliki kontribusi terhadap produk
domestik bruto >= 0,25%; c. memiliki jumlah penduduk >= 3% dari jumlah
penduduk provinsi; d. memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut
dan/atau bandar udara, prasarana listrik, telekomunikasi, dan air baku, serta
fasilitas penunjang kegiatan ekonomi kawasan; dan e. memiliki sektor unggulan
yang sudah berkembang dan/atau sudah ada minat investasi.
Kawasan andalan prospektif berkembang ditetapkan dengan kriteria: a.
memiliki paling sedikit 1 (satu) kawasan perkotaan; b. memiliki kontribusi
terhadap produk domestik bruto >= 0,05%; c. memiliki laju pertumbuhan
ekonomi >= 4% per tahun; d. memiliki jumlah penduduk >= 0,5% dari jumlah
penduduk provinsi; e. memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut,
dan prasarana lainnya yang belum memadai; dan f. memiliki sektor unggulan
yang potensial untuk dikembangkan. Kawasan andalan laut ditetapkan dengan
kriteria: a. memiliki sumber daya kelautan; b. memiliki pusat pengolahan hasil
laut; dan c. memiliki akses menuju pasar nasional atau internasional.
Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan:
a. pertahanan dan keamanan; b. pertumbuhan ekonomi; c. sosial dan budaya; d.
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; dan/atau e. fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan ditetapkan dengan kriteria: a. diperuntukkan bagi kepentingan
pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi
nasional; b. diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah
pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah
uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan; atau
c. merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang
berbatasan langsung dengan Negara tetangga dan/atau laut lepas.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi
ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; b.
memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi
nasional; c. memiliki potensi ekspor; d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas
penunjang kegiatan ekonomi; e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan

26
teknologi tinggi; f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan
nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; g. berfungsi
untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka
mewujudkan ketahanan energi nasional; atau h. ditetapkan untuk mempercepat
pertumbuhan kawasan tertinggal.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan budaya
ditetapkan dengan kriteria: a.merupakan warisan budaya dunia; b.merupakan
tempat pelestarian dan pengembangan cagar budaya beserta adat istiadatnya
atau budaya, serta nilai kemasyarakatan; dan/atau c.merupakan tempat
peningkatan kualitas warisan budaya.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi ditetapkan dengan kriteria: a.
diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan
antariksa, serta tenaga atom dan nuklir; b. memiliki sumber daya alam strategis
nasional; c. berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa;
d. berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau e.
berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.
Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria: a. merupakan tempat
perlindungan keanekaragaman hayati; b. merupakan aset nasional berupa
kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau
fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi
dan/atau dilestarikan; c. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air
yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara; d. memberikan
perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; e. menuntut prioritas tinggi
peningkatan kualitas lingkungan hidup; f. rawan bencana alam nasional; atau g.
sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas
terhadap kelangsungan kehidupan.

1.1.8. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional


Pemanfaatan ruang wilayah nasional berpedoman pada rencana struktur
ruang dan pola ruang. Pemanfaatan ruang wilayah nasional dilaksanakan melalui
penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan
pendanaannya. Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun

27
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Program pemanfaatan
ruang disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan. Pendanaan
program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta, dan/atau
kerja sama pendanaan. Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

1.1.9. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional


Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
nasional. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas: a. indikasi arahan
peraturan zonasi sistem nasional; b. arahan perizinan; c. arahan pemberian
insentif dan disinsentif; dan d. arahan sanksi. Indikasi arahan peraturan zonasi
sistem nasional digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah
kabupaten/kota dalam menyusun peraturan zonasi.
Indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional meliputi indikasi arahan
peraturan zonasi untuk struktur ruang dan pola ruang, yang terdiri atas: a.
sistem perkotaan nasional; b. sistem jaringan transportasi nasional; c. sistem
jaringan energi nasional; d. sistem jaringan telekomunikasi nasional; e. sistem
jaringan sumber daya air; f. kawasan lindung nasional; dan g. kawasan budi
daya.
Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem perkotaan nasional dan
jaringan prasarana nasional disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan
ruang di sekitar jaringan prasarana nasional untuk mendukung berfungsinya
sistem perkotaan nasional dan jaringan prasarana nasional; b. ketentuan
pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan terhadap
berfungsinya sistem perkotaan nasional dan jaringan prasarana nasional; dan c.
pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu fungsi sistem
perkotaan nasional dan jaringan prasarana nasional.
Peraturan zonasi untuk PKN disusun dengan memperhatikan: a.
pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional
dan nasional yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang
sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; dan b. pengembangan fungsi
kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dengan tingkat intensitas

28
pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi yang kecenderungan
pengembangan ruangnya ke arah vertikal.
Peraturan zonasi untuk PKW disusun dengan memperhatikan: a.
pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala provinsi yang
didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan
kegiatan ekonomi yang dilayaninya; dan b. pengembangan fungsi kawasan
perkotaan sebagai pusat permukiman dengan tingkat intensitas pemanfaatan
ruang menengah yang kecenderungan pengembangan ruangnya ke arah
horizontal dikendalikan.
Peraturan zonasi untuk PKL disusun dengan memperhatikan pemanfaatan
ruang untuk kegiatan ekonomi berskala kabupaten/kota yang didukung dengan
fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang
dilayaninya.
Peraturan zonasi untuk PKSN disusun dengan memperhatikan: a.
pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan yang berdaya saing,
pertahanan, pusat promosi investasi dan pemasaran, serta pintu gerbang
internasional dengan fasilitas kepabeanan, imigrasi, karantina, dan keamanan;
dan b. pemanfaatan untuk kegiatan kerja sama militer dengan negara lain secara
terbatas dengan memperhatikan kondisi fisik lingkungan dan sosial budaya
masyarakat.
Peraturan zonasi untuk jaringan jalan nasional disusun dengan
memperhatikan: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan nasional dengan
tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi; b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi
lindung di sepanjang sisi jalan nasional; dan c. penetapan garis sempadan
bangunan di sisi jalan nasional yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan
jalan.
Peraturan zonasi untuk jaringan jalur kereta api disusun dengan
memperhatikan: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api
dilakukan dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang
kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; b. ketentuan pelarangan
pemanfaatan ruang pengawasan jalur kereta api yang dapat mengganggu
kepentingan operasi dan keselamatan transportasi perkeretaapian; c.
pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak lingkungan akibat
lalu lintas kereta api di sepanjang jalur kereta api; d. pembatasan jumlah

29
perlintasan sebidang antara jaringan jalur kereta api dan jalan; dan e. penetapan
garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan memperhatikan
dampak lingkungan dan kebutuhan pengembangan jaringan jalur kereta api.
Peraturan zonasi untuk jaringan transportasi sungai, danau, dan
penyeberangan disusun dengan memperhatikan: a. keselamatan dan keamanan
pelayaran; b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas
perairan yang berdampak pada keberadaan alur pelayaran sungai, danau, dan
penyeberangan; c. ketentuan pelarangan kegiatan di bawah perairan yang
berdampak pada keberadaan alur pelayaran sungai, danau, dan penyeberangan;
dan d. pembatasan pemanfaatan perairan yang berdampak pada keberadaan
alur pelayaran sungai, danau, dan penyeberangan. Pemanfaatan ruang di dalam
dan di sekitar pelabuhan sungai, danau, dan penyeberangan harus
memperhatikan kebutuhan ruang untuk operasional dan pengembangan
kawasan pelabuhan.
Peraturan zonasi untuk pelabuhan umum disusun dengan memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan
kawasan pelabuhan; b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di
atas badan air yang berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut; dan c.
pembatasan pemanfaatan ruang di dalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan
dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan harus mendapatkan izin sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan zonasi untuk alur pelayaran disusun dengan memperhatikan: a.
pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran dibatasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. pemanfaatan ruang
pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitar badan air di sepanjang alur
pelayaran dilakukan dengan tidak mengganggu aktivitas pelayaran.
Peraturan zonasi untuk bandar udara umum disusun dengan
memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional Bandar
udara; b. pemanfaatan ruang di sekitar bandar udara sesuai dengan kebutuhan
pengembangan bandar udara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan c. batas-batas Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan dan
batas-batas kawasan kebisingan. Peraturan zonasi untuk ruang udara untuk
penerbangan disusun dengan memperhatikan pembatasan pemanfaatan ruang
udara yang digunakan untuk penerbangan agar tidak mengganggu sistem

30
operasional penerbangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
perundangan.
Peraturan zonasi untuk jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi
disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar jaringan
infrastruktur minyak dan gas bumi harus memperhitungkan aspek keamanan dan
keselamatan kawasan di sekitarnya. Peraturan zonasi untuk pembangkitan
tenaga listrik disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar
pembangkitan listrik harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain.
Peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik disusun dengan
memperhatikan ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang
jalur transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi disusun dengan
memperhatikan pemanfaatan ruang untuk penempatan stasiun bumi dan menara
pemancar telekomunikasi yang memperhitungkan aspek keamanan dan
keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya.
Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air pada wilayah
sungai disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang pada kawasan di
sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi
lindung kawasan; dan b. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas
Negara dan lintas provinsi secara selaras dengan pemanfaatan ruang pada
wilayah sungai di negara/provinsi yang berbatasan.
Peraturan zonasi untuk kawasan lindung dan kawasan budi daya disusun
dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan pendidikan dan
penelitian tanpa mengubah bentang alam; b. ketentuan pelarangan pemanfaatan
ruang yang membahayakan keselamatan umum; c. pembatasan pemanfaatan
ruang di sekitar kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana
alam; dan d. pembatasan pemanfaatan ruang yang menurunkan kualitas fungsi
lingkungan.
Peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung disusun dengan
memperhatikan: a) pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengurangi
fungsi lindung; b) ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi
mengurangi fungsi lindung; c) pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan
budidaya hanya diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap, tidak
mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat; d)
pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan latihan militer tanpa mengurangi

31
fungsi kawasan hutan dan tutupan vegetasi; dan e) pemanfaatan hutan lindung
dan penggunaan kawasan hutan lindung untuk keperluan di luar sektor
kehutanan yang diperoleh melalui izin pinjam pakai kawasan hutan atau
mekanisme lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang kehutanan.
Peraturan zonasi untuk kawasan gambut disusun dengan memperhatikan:
a) pemanfaatan ruang untuk wisata alam, penelitian dan pengembangan, ilmu
pengetahuan, dan/atau jasa lingkungan tanpa merubah bentang alam; b)
ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi merubah tata air dan
ekosistem unik; c) pengendalian material sedimen yang masuk ke kawasan
gambut melalui badan air; dan d) penanggulangan terhadap kerusakan
ekosistem gambut.
Peraturan zonasi untuk kawasan resapan air disusun dengan
memperhatikan: a) pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budi daya
tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air
hujan; b) penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang
sudah ada; dan c) penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan
budi daya terbangun yang diajukan izinnya.
Peraturan zonasi untuk sempadan pantai disusun dengan memperhatikan:
a) pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; b) pengembangan struktur
alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi; c) pemanfaatan untuk
pelabuhan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan;
d) pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi
pantai, pelabuhan, bandar udara, dan pembangkitan tenaga listrik. e) ketentuan
pelarangan bangunan selain yang dimaksud dalam huruf d; dan f.ketentuan
pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis,
dan estetika kawasan.
Peraturan zonasi untuk sempadan sungai dan kawasan sekitar
danau/waduk disusun dengan memperhatikan: a) pemanfaatan ruang untuk
ruang terbuka hijau; b) pemanfaatan untuk pelabuhan yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan; c) ketentuan pelarangan pendirian
bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air,
pemanfaatan air, dan/atau pelabuhan; d) pendirian bangunan dibatasi hanya
untuk menunjang fungsi taman rekreasi dan/atau pelabuhan; dan e) penetapan
lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

32
Peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau disusun dengan
memperhatikan: a) pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi; b) pendirian
bangunan dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan
fasilitas umum lainnya; dan c) kegiatan pelarangan pendirian bangunan
permanen.
Peraturan zonasi untuk cagar alam, cagar alam laut, suaka margasatwa,
dan suaka margasatwa laut disusun dengan memperhatikan: a) pemanfaatan
ruang untuk wisata alam, penelitian dan pengembangan, serta ilmu
pengetahuan; b) pemanfaatan ruang untuk penyimpanan atau penyerapan
karbon, pemanfaatan air, energi air, energi panas, energi angin, serta
pemanfaatan sumber plasma nutfah; c) ketentuan pelarangan kegiatan selain
yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b; d) pendirian bangunan dibatasi hanya
untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud diatas dan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan e) ketentuan
pelarangan terhadap penanaman flora dan pelepasan satwa yang bukan
merupakan flora dan satwa endemik kawasan.
Peraturan zonasi untuk taman nasional dan taman nasional laut disusun
dengan memperhatikan: a) pemanfaatan ruang untuk wisata alam, penelitian
dan pengembangan, serta ilmu pengetahuan; b) pemanfaatan ruang untuk
penyimpanan atau penyerapan karbon, pemanfaatan air, energi air, energi
panas, dan energi angin; c) pemanfaatan ruang untuk pemanfaatan sumber
plasma nutfah sebagai penunjang budi daya dan pemanfaatan tumbuhan, satwa
liar, serta koleksi keanekaragaman hayati; d) pemanfaatan tradisional oleh
masyarakat setempat; e) ketentuan pelarangan kegiatan budi daya di zona inti;
dan f) ketentuan pelarangan kegiatan budi daya yang berpotensi mengurangi
tutupan vegetasi atau terumbu karang di zona penyangga.
Peraturan zonasi untuk taman hutan raya disusun dengan memperhatikan:
a) pemanfaatan ruang untuk wisata alam, penelitian dan pengembangan, serta
ilmu pengetahuan; b) pemanfaatan ruang untuk penyimpanan atau penyerapan
karbon, pemanfataan air, energi air, energi panas, dan energi angin; c)
pemanfaatan ruang untuk pemanfaatan sumber plasma nutfah sebagai
penunjang budi daya dan pemanfaatan tumbuhan, satwa liar, serta koleksi
keanekaragaman hayati; d) pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat;
e) pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan f) ketentuan

33
pelarangan kegiatan selain yang dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf
d.
Peraturan zonasi untuk taman wisata alam dan taman wisata alam laut
disusun dengan memperhatikan: a) pemanfaatan ruang untuk wisata alam,
penelitian dan pengembangan, serta ilmu pengetahuan; b) pemanfaatan ruang
untuk penyimpanan atau penyerapan karbon, pemanfataan air, energi air, energi
panas, dan energi angin; c) pemanfaatan ruang untuk pemanfaatan sumber
plasma nutfah sebagai penunjang budi daya dan pemanfaatan tumbuhan, satwa
liar, serta koleksi keanekaragaman hayati; d) pemanfaatan tradisional oleh
masyarakat setempat; e) pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang
kegiatan sebagaimana dimaksud diatas dan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan f) ketentuan pelarangan kegiatan
selain yang dimaksud diatas.
Peraturan zonasi untuk taman buru disusun dengan memperhatikan: a)
pemanfaatan ruang untuk kegiatan perburuan secara terkendali; b) penangkaran
dan pengembangbiakan satwa untuk perburuan; c) ketentuan pelarangan
perburuan satwa yang tidak ditetapkan sebagai buruan; dan d) penerapan
standar keselamatan bagi pemburu dan masyarakat di sekitarnya.
Peraturan zonasi untuk kawasan konservasi di pesisir dan pulau-pulau kecil
disusun dengan memperhatikan: a) pemanfaatan ruang untuk perlindungan
mutlak habitat dan populasi ikan, serta alur migrasi biota laut, perlindungan
ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan, perlindungan
situs budaya/adat tradisional, penelitian serta pengembangan, dan/atau
pendidikan; b) pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang
kegiatan pariwisata dan rekreasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pada
zona yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan c) ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud diatas.
Peraturan zonasi untuk kawasan konservasi maritim disusun dengan
memperhatikan: a) pemanfaatan ruang untuk perlindungan dan pelestarian adat
dan budaya maritim, pendidikan, penelitian, pariwisata, dan rekreasi; b)
pendirian bangunan yang mendukung pengelolaan kawasan konservasi maritim
pada zona yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan c) ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud diatas.
Peraturan zonasi untuk kawasan konservasi perairan disusun dengan
memperhatikan: a) pemanfaatan ruang untuk penangkapan ikan, budidaya ikan,

34
pariwisata alam perairan, dan penelitian dan pendidikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; b) pendirian bangunan di perairan
kawasan konservasi perairan untuk mendukung penangkapan ikan, budidaya
ikan, pariwisata alam perairan, dan penelitian dan pendidikan pada zona yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c)
ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud diatas.
Peraturan zonasi untuk cagar biosfer disusun dengan memperhatikan: a)
pemanfaatan untuk pariwisata tanpa mengubah bentang alam; b) pembatasan
pemanfaatan sumber daya alam; dan c) pengendalian kegiatan budi daya yang
dapat merubah bentang alam dan ekosistem. Peraturan zonasi untuk ramsar
disusun dengan memperhatikan peraturan zonasi untuk kawasan lindung.
Peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya disusun dengan
memperhatikan: a) pemanfaatan untuk pariwisata, penelitian dan
pengembangan, serta ilmu pengetahuan; dan b) ketentuan pelarangan kegiatan
dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan.
Peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan plasma nutfah disusun
dengan memperhatikan: a) pemanfaatan untuk wisata alam tanpa mengubah
bentang alam; b) pelestarian flora, fauna, dan ekosistem unik kawasan; dan c)
pembatasan pemanfaatan sumber daya alam.
Peraturan zonasi untuk kawasan pengungsian satwa disusun dengan
memperhatikan: a) pemanfaatan untuk wisata alam tanpa mengubah bentang
alam; b) pelestarian flora dan fauna endemik kawasan; dan c) pembatasan
pemanfaatan sumber daya alam.
Peraturan zonasi untuk kawasan ekosistem mangrove disusun dengan
memperhatikan: a) pemanfaatan ruang untuk wisata alam, penelitian dan
pengembangan, serta ilmu pengetahuan; b) ketentuan pelarangan pemanfaatan
kayu mangrove; dan c) ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah,
mengurangi luas, dan/atau mencemari ekosistem mangrove.
Peraturan zonasi untuk kawasan keunikan batuan dan fosil disusun dengan
memperhatikan: a. pemanfaatan untuk pariwisata tanpa mengubah bentang
alam; b. ketentuan pelarangan kegiatan pemanfaatan batuan; dan c. kegiatan
penggalian dibatasi hanya untuk penelitian arkeologi dan geologi. Peraturan
zonasi untuk kawasan keunikan bentang alam disusun dengan memperhatikan
pemanfaatannya bagi pelindungan bentang alam yang memiliki ciri langka

35
dan/atau bersifat indah untuk pengembangan ilmu pengetahuan, budaya,
dan/atau pariwisata.
Peraturan zonasi untuk kawasan keunikan proses geologi disusun dengan
memperhatikan pemanfaatannya bagi pelindungan kawasan yang memiki ciri
langka berupa proses geologi tertentu untuk pengembangan ilmu pengetahuan
dan/atau pariwisata.
Peraturan zonasi untuk kawasan imbuhan air tanah disusun dengan
memperhatikan: a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budi daya
tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air
hujan; b. penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang
sudah ada; dan c. penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan
budi daya terbangun yang diajukan izinnya.
Peraturan zonasi untuk kawasan sempadan mata air disusun dengan
memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; dan b.
pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air.
Peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi disusun dengan
memperhatikan: a) pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga
kestabilan neraca sumber daya kehutanan; b) pemanfaatan kawasan hutan
produksi untuk pembangunan infrastruktur dan bangunan lain yang mendukung
pengelolaan hutan, sesuai dengan mekanisme ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang kehutanan; dan c) penggunaan kawasan hutan produksi
untuk kepentingan di luar sektor kehutanan diperoleh melalui izin pinjam pakai
kawasan hutan.
Peraturan zonasi untuk kawasan hutan rakyat disusun dengan
memperhatikan: a) pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga
kestabilan neraca sumber daya kehutanan; b) pemanfaatan ruang budi daya
hutan rakyat untuk permukiman dan/atau usaha budi daya lainnya dalam satu
kesatuan pengelolaan yang terpadu; dan c) pemanfaatan ruang lainnya dalam
kawasan hutan rakyat mengikuti mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kehutanan.
Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian disusun dengan
memperhatikan: a) pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan
kepadatan rendah; b) ketentuan pelarangan alih fungsi lahan pertanian pangan
berkelanjutan menjadi kawasan dan/atau fungsi lain kecuali untuk kepentingan
umum; dan c) ketentuan pelarangan alih fungsi lahan pertanian pangan

36
berkelanjutan kecuali untuk kepentingan umum dan/atau karena bencana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan perikanan disusun dengan
memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan/atau
nelayan dengan kepadatan rendah; b. pemanfaatan ruang untuk kawasan
pemijahan dan/atau kawasan sabuk hijau; dan c. pemanfaatan sumber daya
perikanan agar tidak melebihi potensi lestari.
Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertambangan disusun
dengan memperhatikan: a) pengaturan pendirian bangunan agar tidak
mengganggu fungsi alur pelayaran yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan; b) pengaturan kawasan tambang berdasarkan
keseimbangan antara biaya dan manfaat serta keseimbangan antara risiko dan
manfaat; c) pengaturan bangunan lain di sekitar instalasi dan peralatan kegiatan
pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya sesuai dengan kepentingan
daerah; dan d) pengaturan kawasan tambang dengan memanfaatkan kawasan
karst sesuai daya dukung ekosistem karst.
Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan panas bumi disusun dengan
memperhatikan: a) pemanfaatan untuk pengusahaan panas bumi dilakukan
berdasarkan prinsip konservasi dan keberlanjutan; dan b) ketentuan pelarangan
alih fungsi lahan menjadi lahan budi daya selain pengusahaan panas bumi yang
meliputi kegiatan survey pendahuluan, eksplorasi, eksploitasi, dan pemanfaatan.
Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industri disusun dengan
memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai
dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan
sumber daya manusia di wilayah sekitarnya; dan b. pembatasan pembangunan
perumahan baru sekitar kawasan peruntukan industri.
Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata disusun dengan
memperhatikan: a. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai
daya dukung dan daya tampung lingkungan; b. perlindungan terhadap situs
peninggalan kebudayaan masa lampau; c. pembatasan pendirian bangunan
hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata; dan d. ketentuan pelarangan
pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c.
Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman disusun dengan
memperhatikan: a. penetapan amplop bangunan; b. penetapan tema arsitektur

37
bangunan; c. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; dan d.
penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan

Gambar 01. Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional


Gambar BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN-1. Peta Rencana
Struktur Ruang Wilayah Nasional

38
Tabel 2.1- . Sistem Perkotaan Nasional yang berada di Wilayah Provinsi
Sulawesi Tengah
PKN PKW PKSN
Palu (II/C/1) Poso (II/C/3), Luwuk (II/C/1), Buol Tolitoli (II/A/1)
(II/C/1), Kolonedale
(II/C/1), Tolitoli (II/C/1), Banawa
(II/C/1)
Keterangan:
I – IV:Tahapan Pengembangan
A : Percepatan Pengembangan kota-kota utama kawasan Perbatasan
A/1 : Pengembangan/Peningkatan fungsi
A/2 : Pengembangan Baru
A/3 : Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi
B : Mendorong Pengembangan Kota-Kota Sentra Produksi
C : Revitalisasi dan Percepatan Pengembangan Kota-Kota Pusat Pertumbuhan
Nasonal
C/1 : Pengembangan/Peningkatan fungsi
C/2 : Pengembangan Baru
C/3 : Revitalisasi kota-kota yang telah berfungsi
D : Pengendalian Kota-kota Berbasis Mitigasi Bencana
D/1 : Rehabilitasi kota akibat bencana alam
D/2 : Pengendalian perkembangan kota-kota berbasis Mitigasi Bencana

Tabel 2.1- . Jalan Bebas Hambatan yang berada di Wilayah


Provinsi Sulawesi Tengah
Antar Kota
1. Pantoloan – Palu (II/6)
2. Molosipat – Kasimbar (III/6)
3. Kasimbar – Tobali (III/6)
4. Tobali – Poso (III/6)
5. Poso – Tindantana (III/6)
Keterangan:
I – IV : Tahapan Pengembangan
6 : Pengembangan Jaringan Jalan Bebas Hambatan

Tabel 2.1- . Pelabuhan Sebagai Simpul Transportasi Laut


Nasional yang berada di Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah
39
Pelabuhan Utama Pelabuhan Pengumpul
1. Palu/Pantoloan (Provinsi Sulawesi 1. Donggala (Provinsi Sulawesi Tengah)
Tengah) (II/1) (II/3)
2. Toli-toli (Provinsi Sulawesi Tengah)
(II/3)
3. Pagimana (Provinsi Sulawesi Tengah)
(II/3)
4. Luwuk (Provinsi Sulawesi Tengah)
(II/3)
5. Tangkiang (Provinsi Sulawesi Tengah)
(II/3)
6. Banggai (Provinsi Sulawesi Tengah)
(II/3)
7. Wani (Provinsi Sulawesi Tengah) (II/3)
8. Kolonedale (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/3)
9. Poso (Provinsi Sulawesi Tengah) (II/3)
Pelabuhan Angkutan Barang
1. Parigi/Toboli (Provinsi
Sulawesi Tengah) (II/1)
2. Pagimana (Provinsi
Sulawesi Tengah) (II/1)
3. Luwuk (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/1)
4. Salakan (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/1)
5. Taipa (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/1)
6. Toli-toli (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/1)
7. Banggai (Provinsi
Sulawesi Tengah) (II/1)
8. Wakai (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/1)
9. Ampana (Provinsi
Sulawesi Tengah) (II/1)
10. Kolonedale (Provinsi
Sulawesi Tengah) (II/1)
11. Baturube (Provinsi
Sulawesi Tengah) (II/1)
12. Pasokan (Provinsi
Sulawesi Tengah) (II/2)
13. Pulau Unauna (Provinsi
Sulawesi Tengah) (II/2)
14. Kebone (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/2)
15. Pulau Bangkurung
(Provinsi Sulawesi Tengah) (II/2)
16. Sabang (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/6)

40
Pelabuhan Utama Pelabuhan Pengumpul
17. Kabonga (Provinsi
Sulawesi Tengah) (II/6)
18. Poso (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/6)
19. Menui (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/6)
20. Dolong (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/6)
21. Lafeu (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/6)
22. Balantak (Provinsi
Sulawesi Tengah) (II/6)
23. Tobing (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/6)

Keterangan:
II – IV : Tahapan Pengembangan
1 : Pemantapan Pelabuhan Utama
2 : Pengembangan Pelabuhan Utama
3 : Pemantapan Pelabuhan Pengumpul
6 : Pengembangan Pelabuhan Angkutan Penyeberangan

Tabel 2.1- . Kawasan Andalan di Provinsi Sulawesi Tengah


N Kawasan Andalan Sektor
o Unggulan
1 Kawasan Poso dan Sekitarnya - pertanian
- (IV/A/2) - perikanan
- (III/F/2) - pariwisata
- (II/E/1) - perkebunan
- (II/B/2) - industri
- (III/D/2)
2 Kawasan Toli-toli dan Sekitarnya - pertambangan
- (II/C/2) - perkebunan
- (II/B/2) - perikanan
- (III/F/2) - pertanian
- (III/A/2) - pariwisata
- (III/E/2)
3 Kawasan Kolonedale dan Sekitarnya - pertanian
- (III/A/2) - perikanan
- (II/F/2) - pariwisata
- (III/E/2) - perkebunan
- (II/B/2) - agroindustri

41
- (II/D/2) - pertambangan
- (III/C/2) - industri
4 Kawasan Palu dan Sekitarnya - pertambangan
- (II/C/2) - perikanan
- (II/F/2) - industri
- (II/D/2) - pertanian
- (II/A/2) - perkebunan
- (III/B/2) - pariwisata
- (II/E/2) - panas bumi
- (II/1/3)
5 Kawasan Andalan Laut Tomini dan - perikanan
Sekitarnya - pariwisata
- (II/F/2) - industri
- (II/E/2) - pertambangan
- (II/D/2)
- (II/C/2)
6 Kawasan Andalan Laut Teluk Tolo-Kep. - perikanan
Banggai dan Sekitarnya - pariwisata
- (II/F/2)
- (III/E/2)
Keterangan:
I – IV :Tahapan Pengembangan
A : Pengembangan dan Pengendalian Kawasan Andalan untuk Sektor Pertanian
A/1 : Pengendalian Kawasan Andalan untuk Pertanian Pangan Abadi
A/2 : Pengembangan Kawasan Andalan untuk Pertanian
B : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Andalan untuk Perkebunan
B/1 : Rehabilitasi Kawasan Andalan untuk Perkebunan
B/2 : Pengembangan Kawasan Andalan untuk Perkebunan
C : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Andalan untuk sektor Pertambangan
C/1 : Rehabilitasi Kawasan Andalan untuk Pertambangan
C/2 : Pengembangan Kawasan Andalan untuk Pertambangan
D : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Andalan untuk industri pengolahan
D/1 : Rehabilitasi Kawasan Andalan untuk Industri Pengolahan
D/2 : Pengembangan Kawasan Andalan untuk Industri Pengolahan
E : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Andalan untuk sektor Pariwisata
E/1 : Rehabilitasi Kawasan Andalan untuk Pariwisata
E/2 : Pengembangan Kawasan Andalan untuk Pariwisata
F : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Andalan untuk sektor Perikanan
F/1 : Rehabilitasi Kawasan Andalan untuk Perikanan
F/2 : Pengembangan Kawasan Andalan untuk Perikanan
G : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Andalan untuk sektor Kelautan
G/1 : Rehabilitasi Kawasan Andalan untuk Kelautan
G/2 : Pengembangan Kawasan Andalan untuk Kelautan
H : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Andalan untuk Kehutanan
H/1 : Rehabilitasi Kawasan Andalan untuk Kehutanan
H/2 : Pengembangan Kawasan Andalan untuk Kehutanan
I : Pengembangan dan Pengendalian Kawasan Andalan untuk Sektor Panas Bumi
II/1 : Pengendalian Kawasan Andalan untuk Panas Bumi
Il/2 : Pengembangan Kawasan Andalan untuk Panas Bumi

42
J : Pengembangan dan Pengendalian Kawasan Andalan untuk Sektor Minyak dan
Gas Bumi
J/1 : Pengendalian Kawasan Andalan untuk Minyak dan Gas Bumi
J/2 : Pengembangan Kawasan Andalan untuk Minyak dan Gas Bumi
K : Pengembangan dan Pengendalian Kawaban Andalan untuk Sektor Perdagangan
dan Jasa
K/1 : Pengendalian Kawasan Andalan untuk Perdagangan dan Jasa
K/2 : Pengembangan Kawasan Andalan untuk Perdagangan dan Jasa

Tabel 2.1- . Bandar Udara sebagai Simpul Transportasi Nasional


Pengumpul Sekunder Pengumpul Tersier
1. Mutiara (Provinsi Sulawesi Tengah) 1. Syukuran Aminuddin Amir
(II/3) (Provinsi Sulawesi Tengah) (III/5)
Keterangan:
I – IV : Tahapan Pengembangan
3 : Pemantapan Bandar Udara Pengumpul Sekunder
5 : Pemantapan Bandar Udara Pengumpul Tersier

Tabel 2.1- . Jaringan Infrastruktur Pembangkitan Tenaga


Listrik di Provinsi Sulawesi Tengah
Pembangkitan Tenaga Listrik
1. Pembangkitan Tenaga Listrik di
Kabupaten Donggala (II/1)
2. Pembangkitan Tenaga Listrik di
Kabupaten Banggai (II/1)
3. Pembangkitan Tenaga Listrik di Kota
Palu (II/1)
4. Pembangkitan Tenaga Listrik di
Kabupaten Banggai Kepulauan (II/1)
5. Pembangkitan Tenaga Listrik di
Kabupaten Tojo Una Una (II/1)
6. Pembangkitan Tenaga Listrik di
Kabupaten Poso (III/ 1)
7. Pembangkitan Tenaga Listrik di
Kabupaten Parigi Moutong (III/1)
8. Pembangkitan Tenaga Listrik di
Kabupaten Toli-Toli (III/1)
Keterangan:
II-IV : Tahapan Pengembangan
1 : Pengembangan Pembangkitan Tenaga Listrik
2 : Peningkatan Kapasitas Pembangkitan Tenaga Listrik

Tabel 2.1- . Wilayah Sungai yang melintasi Provinsi Sulawesi


Tengah

43
N Wilayah Sungai Provinsi Keterangan
o
1 Randangan (II-IV/A/1) Gorontalo – Sulawesi Lintas Provinsi
Tengah
2 Palu – Lariang (II-IV/A/1) Sulawesi Tengah – Lintas Provinsi
Sulawesi Selatan –
Sulawesi Barat
3 Parigi – Poso (II-IV/A/1) Sulawesi Tengah – Lintas Provinsi
Sulawesi Selatan
4 Kalukku – Karama (II- Sulawesi Barat – Lintas Provinsi
IV/A/1) Sulawesi
Tengah – Sulawesi
Selatan
5 Lasolo – Konaweha (II- Sulawesi Tenggara – Lintas Provinsi
IV/A/1) Sulawesi Tengah
Keterangan:
I – IV : Tahapan Pengembangan
A : Perwujudan Sistem Jaringan SDA
A/1 : Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan SDA, dan Pengendalian Daya
Rusak Air

Gambar 02. Peta Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional

Gambar BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN-2. Peta Pola


Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional

44
Tabel 2.1- . Kawasan Lindung Nasional yang berada di Wilayah Provinsi Sulawesi
Tengah
No Kawasan Lindung
1 Suaka Margasatwa Tanjung Santigi (I/B/2)
2 Suaka Margasatwa Pati Pati (II/B/2)
3 Suaka Margasatwa Lombuyan I/II (II/B/2)
4 Suaka Margasatwa Bakiriang (II/B/2)
5 Suaka Margasatwa Pinjan/Tanjung Matop (II/B/2)
6 Suaka Margasatwa Pulau Dolangan (II/B/2)
7 Cagar Alam Morowali (II/B/3)
8 Cagar Alam Pangi Binangga (II/B/3)
9 Cagar Alam Pamona (II/B/3)
10 Cagar Alam Gunung Tinombala (II/B/3)
11 Cagar Alam Gunung Sojol (II/B/3)
12 Cagar Alam Gunung Dako (II/B/3)
13 Cagar Alam Tanjung Api (II/B/3)
14 Taman Nasional Lore Lindu (II/A/4)
15 Taman Nasional Laut Kepulauan Togean (II/A/4)
16 Taman Hutan Raya Sulawesi Tengah (III/B/5)
17 Taman Wisata Alam Bancea (II/B/6)
18 Taman Wisata Alam Wera (II/B/6)
19 Taman Wisata Alam Pulau Pasoso (II/B/6)
20 Taman Wisata Alam Pulau Tokobae (II/B/6)
21 Taman Buru Landusa Tomata (II/F)

Keterangan:
I – IV:Tahapan Pengembangan
A : Rehabilitasi dan Pemantapan Fungsi Kawasan Lindung Nasional
A/1 : Suaka Alam Laut
A/2 : Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut
A/3 : Cagar Alam dan Cagar Alam Laut
A/4 : Taman Nasional dan Taman Nasional Laut
A/5 : Taman Hutan Raya
A/6 : Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut
B : Pengembangan Pengelolaan Kawasan Lindung Nasional
B/1 : Suaka Alam Laut
B/2 : Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut
B/3 : Cagar Alam dan Cagar Alam Laut
B/4 : Taman Nasional dan Taman Nasional Laut
B/5 : Taman Hutan Raya
B/6 : Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut
C : Rehabilitasi dan Pemantapan Fungsi Kawasan Hutan Lindung Nasional
C/1 : Kawasan Resapan Air
D : Pengembangan Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Nasional
E : Rehabilitasi dan Pemantapan Fungsi Kawasan Taman Buru Nasional
F : Pengembangan Pengelolaan Kawasan Taman Buru Nasional

45
Tabel 2.1- Kawasan Strategis Nasional di Provinsi Sulawesi
Tengah
No Kawasan Strategis Nasional
1 Kawasan Palapas (Provinsi Sulawesi Tengah) (II/A/2)
2 Kawasan Kritis Lingkungan Balingara (Provinsi Sulawesi
Tengah) (II/B/1)
3 Kawasan Kritis Lingkungan Buol-Lambunu (Provinsi
Sulawesi Tengah) (II/B/1)
Keterangan :
I-IV : Tahapan Pengembangan
A :Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dengan
Sudut Kepentingan Ekonomi
A/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan
A/2 : Pengembangan/ Peningkatan Kualitas Kawasan
B : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dengan
Sudut Kepentingan Lingkungan Hidup
B/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan
B/2 : Pengembangan/ Peningkatan Kualitas Kawasan
C :Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dengan
Sudut Kepentingan Sosial Budaya
C/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan
C/2 : Pengembangan/Peningkatan Kualitas Kawasan
D : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dengan
Sudut Kepentingan Pendayagunaan Sumberdaya Alam dan Teknologi
Tinggi
D/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan
D /2 : Pengembangan/Peningkatan Kualitas Kawasan
E : Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Dengan
Sudut Kepentingan Pertahanan dan Keamanan
E/1 : Rehabilitasi/Revitalisasi Kawasan
Dl 2 : Pengembangan/Peningkatan Kualitas Kawasan

1.2. TINJAUAN KEBIJAKAN BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN RI


NOMOR 88 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG PULAU
SULAWESI
RTR Pulau Sulawesi berperan sebagai alat untuk mensinergikan aspek-
aspek yang menjadi kepentingan Nasional yang direncanakan dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional dengan aspek-aspek yang menjadi kepentingan
daerah yang direncanakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. RTR Pulau Sulawesi berlaku
sebagai acuan untuk : a. Keterpaduan pemanfaatan ruang lintas wilayah Provinsi,
Kabupaten dan Kota di Pulau Sulawesi; b. Penyusunan rencana tata ruang

46
wilayah provinsi, kabupaten, kota dan kawasan; c. Perumusan program
pemanfaatan ruang yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
swasta, dan masyarakat; d. Pengendalian pemanfaatan ruang yang
diselenggarakan di seluruh wilayah Pulau Sulawesi. RTR Pulau Sulawesi berfungsi
untuk memberikan dasar pencapaian keterpaduan, keserasian dan keterkaitan
ruang lintas wilayah provinsi dan lintas sektor sebagai suatu kesatuan dalam
rangka mengoptimalkan pemanfaatan ruang.

1.2.1. Tujuan Penataan Ruang Pulau Sulawesi


RTR Pulau Sulawesi disusun dengan tujuan berikut :
a. pusat pengembangan ekonomi kelautan berbasis keberlanjutan pemanfaatan
sumber daya kelautan dan konservasi laut;
b. lumbung pangan padi nasional di bagian selatan Pulau Sulawesi dan lumbung
pangan jagung nasional di bagian utara Pulau Sulawesi;
c. pusat perkebunan kakao berbasis bisnis di bagian tengah Pulau Sulawesi;
d. pusat pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi
di Pulau Sulawesi;
e. pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata,
serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan
pameran (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition/MICE);
f. kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang
negara yang berbatasan dengan Negara Filipina dan Negara Malaysia dengan
memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan, pertahanan dan keamanan
negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup;
g. jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antar
wilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah;
h. kawasan perkotaan nasional yang berbasis mitigasi dan adaptasi bencana;
dan
i. kelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sulawesi sesuai dengan
kondisi ekosistemnya.

1.2.2. Kebijakan Penataan Ruang Pulau Sulawesi


1. Kebijakan untuk mewujudkan pusat pengembangan ekonomi
kelautan berbasis keberlanjutan pemanfaatan sumber daya kelautan dan

47
konservasi laut meliputi: a) pengembangan kawasan perkotaan nasional
sebagai pusat pengembangan perikanan berbasis mitigasi dan adaptasi
dampak pemanasan global; b) pengembangan kawasan minapolitan dengan
memperhatikan potensi lestari; dan c) pelestarian kawasan konservasi laut
yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi.
2. Kebijakan untuk mewujudkan lumbung pangan padi nasional di
bagian selatan Pulau Sulawesi dan lumbung pangan jagung nasional di bagian
utara Pulau Sulawesi meliputi: a) pengembangan sentra pertanian tanaman
pangan padi dan jagung yang didukung dengan industri pengolahan dan
industri jasa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional; b)
pengembangan jaringan prasarana sumber daya air untuk meningkatkan
luasan lahan pertanian tanaman pangan padi dan jagung; dan c)
pemertahanan kawasan peruntukan pertanian pangan berkelanjutan.
3. Kebijakan untuk mewujudkan pusat perkebunan kakao
berbasis bisnis di bagian tengah Pulau Sulawesi meliputi: a) pengembangan
kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industry pengolahan dan industri
jasa hasil perkebunan kakao yang bernilai tambah tinggi dan ramah
lingkungan; dan b) pengembangan sentra-sentra perkebunan kakao dengan
prinsip pembangunan berkelanjutan.
4. Kebijakan untuk mewujudkan pusat pertambangan mineral,
aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi di Pulau Sulawesi meliputi: a)
pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan
pertambangan mineral berupa nikel serta minyak dan gas bumi yang ramah
lingkungan; dan b) pengembangan kawasan peruntukan pertambangan
mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
5. Kebijakan untuk mewujudkan pusat pariwisata cagar budaya
dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan,
perjalanan insentif, konferensi, dan pameran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf e meliputi: a) pengembangan kawasan perkotaan nasional
sebagai pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, serta
penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;
dan b) pengembangan kawasan peruntukan pariwisata cagar budaya dan ilmu
pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan,
perjalanan insentif, konferensi, dan pameran.

48
6. Kebijakan untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara
sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang berbatasan dengan
Negara Filipina dan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonisan
aspek kedaulatan, pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan
masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf f meliputi: a) pengembangan kawasan perbatasan negara
dengan pendekatan kesejahteraan, pertahanan dan keamanan negara, serta
lingkungan hidup; dan b) pemertahanan eksistensi 14 (empat belas) pulau
kecil terluar yang meliputi Pulau Lingian, Pulau Salando, Pulau Dolangan,
Pulau Bangkit (Bongkil), Pulau Mantewaru, Pulau Makalehi, Pulau Kawalusu,
Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Batu Bawaikang, Pulau Miangas, Pulau
Marampit, Pulau Intata, dan Pulau Kakarutan sebagai titik-titik garis pangkal
kepulauan Indonesia.
7. Kebijakan untuk mewujudkan jaringan transportasi antarmoda
yang dapat meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta
membuka keterisolasian wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf
g meliputi: a) pengembangan jaringan transportasi yang terpadu untuk
meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi, dan daya saing ekonomi
wilayah; dan b) pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan
aksesibilitas kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi,
termasuk pulau-pulau kecil.
8. Kebijakan untuk mewujudkan kawasan perkotaan nasional
yang berbasis mitigasi dan adaptasi bencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf h meliputi: a) pengendalian perkembangan kawasan perkotaan
dan wilayah pesisir yang rawan bencana; dan b) pengembangan prasarana
dan sarana perkotaan pada kawasan rawan bencana.
9. Kebijakan untuk mewujudkan kelestarian kawasan berfungsi
lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40% (empat puluh
persen) dari luas pulau Sulawesi sesuai dengan kondisi ekosistemnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i meliputi: a) pemantapan
kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang
terdegradasi; b) pengendalian kegiatan budi daya yang berpotensi
mengganggu kawasan berfungsi lindung; dan c) pengembangan koridor
ekosistem antarkawasan berfungsi konservasi.

49
1.2.3. Strategi Pemanfaatan Ruang
Strategi pemanfaatan ruang Pulau Sulawesi diwujudkan dalam RTR Pulau
Sulawesi (yang akan difokuskan pada Provinsi Sulawesi Tengah) yang berisi : a.
Strategi operasionalisasi perwujudan struktur ruang; dan b. Strategi
operasionalisasi perwujudan pola ruang; Strategi perwujudan struktur ruang
mencakup a) sistem perkotaan nasional; b) sistem jaringan transportasi nasional;
c) sistem jaringan energi nasional; d) sistem jaringan telekomunikasi nasional;
dan e) sistem jaringan sumber daya air. Strategi perwujudan pola ruang
mencakup : a) kawasan lindung nasional; dan b) kawasan budi daya yang
memiliki nilai strategis nasional.
Strategi perwujudan rencana tata ruang dituangkan dalam indikasi
program pembangunan. Indikasi program pembangunan menurut prioritas
penanganannya diklasifikasikan ke dalam indikasi program pembangunan
prioritas tinggi, prioritas sedang, dan prioritas rendah. Indikasi program
pembangunan prioritas tinggi dilaksanakan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
pertama. Indikasi program pembangunan prioritas sedang dan prioritas rendah
dapat dilaksanakan setelah jangka waktu 5 (lima) tahun pertama.

1.2.4. Strategi Operasional Perwujudan Struktur Ruang di Provinsi


Sulawesi Tengah
Berikut adalah stratregi operasional perwujudan struktur ruang di
Kabupaten Sulawesi Tengah, yaitu meliputi :
1.2.4.1. Strategi Sistem Perkotaan Nasional di Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi operasionalisasi perwujudan Sistem Perkotaan Nasional di Provinsi
Sulawesi Tengah meliputi :
a. Pengendalian perkembangan fisik PKN dan PKW untuk mempertahankan luas
lahan pertanian di PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung,
PKN Palu, PKN Kawasan Perkotaan Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar
(Mamminasata), PKN Kendari, PKW Isimu, PKW Kuandang, PKW Tomohon, PKW
Tondano, PKW Poso, PKW Buol, PKW Kolonedale, PKW Toli-toli, PKW
Pangkajene, PKW Jeneponto, PKW Palopo, PKW Watampone, PKW Bulukumba,
PKW Barru, PKW Pare-pare, dan PKW Majene.
b. Pengendalian perkembangan PKN dan PKW yang menjalar (urban sprawl)
meliputi PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN

50
Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKN Palu, PKN Kendari, PKW Donggala,
PKW Pare-pare, dan PKW Mamuju.
c. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil
perikanan yang didukung oleh pengelolaan limbah industri terpadu sebagai
pusat pengembangan industri pengolahan hasil perikanan di PKN Gorontalo,
PKN Palu, PKN Kendari, PKW Tilamuta, PKW Poso, PKW Luwuk, PKW Buol, PKW
Toli-toli, PKW Pangkajene, PKW Jeneponto, PKW Watampone, PKW Bulukumba,
PKW Barru, PKW Pare-pare, PKW Majene, dan PKW Raha.
d. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan dan industri
jasa hasil pertanian tanaman pangan padi dan jagung, serta sebagai pusat
industri pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kakao yang bernilai
tambah tinggi dan ramah lingkungan meliputi yaitu berupa pusat industri
pengolahan hasil perkebunan dan industri jasa hasil perkebunan kakao di PKN
Palu, PKW Kotamobagu, PKW Poso, PKW Buol, PKW Kolonedale, PKW Palopo,
PKW Majene, PKW Pasangkayu, PKW Unaaha, dan PKW Lasolo.
e. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat industri pengolahan hasil
pertambangan mineral berupa nikel serta minyak dan gas bumi yang ramah
lingkungan meliputi: a) pusat industri pengolahan hasil pertambangan nikel di
PKN Kendari, PKW Kolonedale, PKW Lasolo, dan PKW Kolaka; dan b) pusat
industri pengolahan hasil pertambangan minyak dan gas bumi di PKN
Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKW Luwuk, dan PKW Mamuju.
f. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu
pengetahuan, bahari, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi, dan pameran meliputi: a) pusat pariwisata bahari di PKN
Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Palu, PKN Kawasan
Perkotaan Mamminasata, PKN Kendari, PKW Tilamuta, PKW Luwuk, PKW
Pangkajene, PKW Jeneponto, PKW Majene, PKW Lasolo, dan PKW Bau-Bau; dan
b) pusat penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan
pameran di PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN Palu,
PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, dan PKN Kendari.
g. Pengembangan PKN, PKW, dan PKSN berbasis mitigasi dan adaptasi bencana
meliputi: a) kawasan perkotaan berbasis mitigasi dan adaptasi bencana
gempa bumi di PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan Manado-Bitung, PKN
Palu, PKW Isimu, PKW Kuandang, PKW Tilamuta, PKW Poso, PKW Luwuk, PKW
Toli-toli, PKW Donggala, PKW Palopo, PKW Mamuju, PKW Majene, dan PKW

51
Pasangkayu; b) kawasan perkotaan berbasis mitigasi dan adaptasi bencana
tsunami di kawasan perkotaan PKN Gorontalo, PKN Kawasan Perkotaan
Manado-Bitung, PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata, PKW Kuandang, PKW
Tondano, PKW Tolitoli, PKW Luwuk, PKW Donggala, PKW Jeneponto, PKW
Majene, PKW Bulukumba, PKW Mamuju, PKSN Melonguane, dan PKSN Tahuna.
1.2.4.2. Strategi Sistem Jaringan Transportasi Nasional di Provinsi
Sulawesi Tengah
Strategi operasionalisasi perwujudan sistem jaringan transportasi nasional
meliputi a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan transportasi
laut; dan c. sistem jaringan transportasi udara. Strategi operasionalisasi
perwujudan sistem jaringan transportasi darat meliputi : a. jaringan jalan
nasional; b. jaringan jalur kereta api nasional; dan c. jaringan transportasi danau
dan penyeberangan. Strategi operasionalisasi perwujudan sistem jaringan
transportasi laut meliputi : a. tatanan kepelabuhan; dan b. alur pelayaran.
Strategi operasionalisasi perwujudan sistem jaringan transportasi udara meliputi:
a. tatanan kebandarudaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan.
Jaringan Jalan Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan jaringan jalan nasional di Provinsi
Sulawesi Tengah meliputi:
a. Pengembangan dan pemantapan jaringan jalan arteri primer, kolektor primer,
dan strategis nasional pada Jaringan Jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi,
Jaringan Jalan Lintas Timur Pulau Sulawesi, Jaringan Jalan Lintas Tengah Pulau
Sulawesi, dan jaringan jalan pengumpan Pulau Sulawesi secara bertahap,
untuk meningkatkan keterkaitan antarkawasan perkotaan nasional dan
mendorong perekonomian di Pulau Sulawesi berupa : a) jaringan jalan arteri
primer pada jaringan Jalan Lintas Barat Pulau Sulawesi yang menghubungkan
Pantolan – Palu; b) jaringan jalan kolektor primer pada Jaringan Jalan Lintas
Barat Pulau Sulawesi yang menghubungkan Palu-Donggala-Surumana-Pasang
Kayu-Baras-Karossa-Topoyo-Barakang-Kaluku-Mamuju; c) jaringan jalan arteri
primer pada Jaringan Jalan Lintas Timur Pulau Sulawesi yang menghubungkan
Gorontalo-Limboto-Isimu-Paguyaman-Tabulo-Marisa-Lemito-Molosipat-
Lambunu-Mepanga-Tinombo-Kasimbar-Ampibabo-Toboli-Parigi-Tolai-Sausu-
Tumora-Tambarana-Poso; d) jaringan jalan kolektor primer pada Jaringan Jalan
Lintas Timur Pulau Sulawesi yang menghubungkan Poso-Talogu-Malei-Uekuli-
Marowo-Ampana-Balingara-Bunta-agimana-Biak-Luwuk.

52
b. Peningkatan fungsi jaringan jalan nasional untuk mendukung kegiatan
ekonomi meliputi: a. jaringan jalan kolektor primer yang menghubungkan
Palu-Donggala-Pasangkayu- Mamuju menjadi jaringan jalan arteri primer; dan
b. jaringan jalan strategis nasional yang menghubungkan Baturube-Luwuk
menjadi jaringan jalan kolektor primer, sebagai bagian dari jalan lintas timur.
c. Pengembangan jaringan jalan nasional untuk menghubungkan kawasan
perkotaan nasional dengan pelabuhan dan/atau bandar udara meliputi: a)
jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan PKN Palu dengan Pelabuhan
Pantoloan dan Bandar Udara Mutiara; b) jaringan jalan arteri primer yang
menghubungkan PKW Donggala dengan Pelabuhan Donggala; c) jaringan
jalan arteri primer yang menghubungkan PKW Toli-toli dengan Pelabuhan Toli-
toli; d) jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan PKW Luwuk dengan
Bandar Udara Sukran Amir (Bubung);
d. Pengembangan jaringan jalan nasional yang terpadu dengan jaringan
transportasi lainnya untuk mendorong perekonomian meliputi jaringan jalan
nasional yang terpadu dengan: a) Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Soekarno-
Hatta (Makassar), Pelabuhan Gorontalo, Pelabuhan Donggala, Pelabuhan
Pantoloan, Pelabuhan Belang-belang, Pelabuhan Toli-toli, dan Pelabuhan Pare-
pare; dan b) Bandar Udara Sam Ratulangi, Bandar Udara Sultan Hassanuddin,
Bandar Udara Djalaludin, Bandar Udara Wolter Monginsidi, Bandar Udara
Mutiara, Bandar Udara Tampa Padang, Bandar Udara Melonguane, dan Bandar
Udara Sukran Amir (Bubung).
e. Pengembangan dan pemantapan jaringan jalan bebas hambatan serta
pengendalian pembangunan pintu masuk/pintu keluar jalan bebas hambatan
untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jasa koleksi dan distribusi berupa
jaringan jalan bebas hambatan antarkota yang menghubungkan: Pantoloan-
Palu; Tobali-Poso; dan Poso-Tindantana.
Jaringan Jalur Kereta Api
Strategi operasionalisasi perwujudan jaringan jalur kereta api di Provinsi
Sulawesi Tengah meliputi:
a. Pengembangan jaringan jalur kereta api antarkota Jaringan
Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Utara, Jaringan Jalur
Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Barat, dan Jaringan Jalur Kereta
Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi: a. Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau

53
Sulawesi Bagian Utara yang menghubungkan Bitung-Gorontalo-Tilamuta-
Marisa-Kasimbar-Tobali-Palu; b. Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau
Sulawesi Bagian Barat yang menghubungkan Palu-Donggala-Pasangkayu-
Mamuju-Majene- Pare-pare-Barru-Pangkajene-Maros-Makassar-Sungguminasa-
Takalar-Bulukumba-Watampone-Pare-pare; dan c. Jaringan Jalur Kereta Api
Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan yang menghubungkan Palu-Poso-
Malili-Kolaka-Unaaha-Kendari dan Malili-Masamba-Palopo-Belopa-Pare-pare.
b. Pengembangan jaringan jalur kereta api antarkota yang
terpadu dengan jaringan transportasi lainnya untuk menunjang kegiatan
ekonomi berdaya saing, membuka keterisolasian wilayah, dan meningkatkan
keterkaitan antarwilayah meliputi : Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau
Sulawesi Bagian Utara, Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi
Bagian Barat, dan Jaringan Jalur Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian
Selatan yang terpadu dengan: a) Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Pantoloan,
Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar), Pelabuhan Gorontalo, Pelabuhan
Donggala, Pelabuhan Pare-pare, dan Pelabuhan Belang-belang; dan b) Bandar
Udara Sam Ratulangi, Bandar Udara Sultan Hassanuddin, Bandar Udara
Djalaludin, Bandar Udara Wolter Monginsidi, Bandar Udara Mutiara, dan
Bandar Udara Tampa Padang.
Jaringan Transportasi Danau dan Penyebrangan
Strategi operasionalisasi perwujudan jaringan transportasi danau dan
penyebrangan di Provinsi Sulawesi Tengah meliputi:
a. Pengembangan jaringan transportasi danau untuk
meningkatkan keterkaitan antarwilayah sekitarnya meliputi pengembangan
jaringan transportasi danau di Danau Tempe Kabupaten Wajo), Danau Limboto
(Kabupaten Gorontalo), Danau Tondano (Kabupaten Minahasa Selatan), Danau
Poso (Kabupaten Poso), dan Danau Matano (Kabupaten Luwu Timur).
b. Pengembangan lintas penyeberangan untuk membuka
keterisolasian wilayah, meningkatkan keterkaitan antarprovinsi di Pulau
Sulawesi, antarprovinsi di Pulau Sulawesi dengan provinsi di luar Pulau
Sulawesi, dan antarnegara meliputi: 1) Lintas penyeberangan antarprovinsi di
Pulau Sulawesi yang menghubungkan: a) Gorontalo-Pagimana, Kolaka-Bau-
bau-Kendari-Luwuk-Gorontalo-Bitung/Manado-Siau-Tahuna-Melonguane, yang
membentuk jaringan penyeberanganpenghubung sabuk; b) Pagimana-Poso-
Parigi-Moutong-Marisa-Tilamuta-Gorontalo-Molibagu-Bitung; 2) lintas

54
penyeberangan antarprovinsi di Pulau Sulawesi dengan provinsi di luar Pulau
Sulawesi yang menghubungkan: a) Bitung-Ternate di Kepulauan Maluku dan
Tarakan di Pulau Kalimantan-Tolitoli, yang membentuk jaringan
penyeberangan sabuk utara; b) Batulicin di Pulau Kalimantan-Barru, Kendari-
Luwuk-Sanana di Kepulauan Maluku, yang membentuk jaringan
penyeberangan sabuk tengah; c) Banggai-Pulau Taliabu di Kepulauan Maluku;
dan d) Toli-toli-Kariangau di Pulau Kalimantan.
Tatanan Kepelabuhan
Strategi operasionalisasi perwujudan tatanan kepelabuhan di Provinsi
Sulawesi Tengah meliputi:
a. Pengembangan dan pemantapan pelabuhan untuk
meningkatkan akses kawasan perkotaan nasional sebagai pusat
pengembangan kawasan andalan menuju tujuan pemasaran produk
unggulan, baik ke kawasan subregional ASEAN, Asia Pasifik, maupun kawasan
internasional lainnya dilakukan di: a) Pelabuhan Pantoloan sebagai pelabuhan
utama yang merupakan prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN Palu
sebagai pusat pengembangan Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya,
Kawasan Andalan Poso dan Sekitarnya, dan Kawasan Andalan Kolonedale dan
Sekitarnya; b) Pelabuhan Donggala sebagai pelabuhan pengumpul yang
merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW Donggala
sebagai pusat pengembangan dari Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya; c)
Pelabuhan Toli-toli sebagai pelabuhan pengumpul yang merupakan prasarana
penunjang fungsi pelayanan PKW Toli-toli sebagai pusat pengembangan
Kawasan Andalan Toli-toli dan Sekitarnya;
b. Pengembangan akses dan jasa kepelabuhanan di sepanjang
Alur Laut Kepulauan Indonesia dilakukan di Pelabuhan Bitung, Pelabuhan
Soekarno-Hatta (Makassar), Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Donggala,
Pelabuhan Toli-toli, Pelabuhan Pare-pare, dan Pelabuhan Belang-belang.
c. Pemanfaatan bersama pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpul guna kepentingan pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan di Pelabuhan Bitung,
Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar), Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan
Gorontalo, Pelabuhan Donggala, Pelabuhan Toli-toli, Pelabuhan Pare-pare, dan
Pelabuhan Belangbelang.
Alur Pelayaran

55
Strategi operasionalisasi perwujudan alur pelayaran di Provinsi Sulawesi
Tengah meliputi:
a. Pengembangan alur pelayaran yang menghubungkan
antarpelabuhan meliputi jaringan pelayaran yang menghubungkan Pelabuhan
Bitung, Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar), Pelabuhan Pantoloan,
Pelabuhan Donggala, Pelabuhan Gorontalo, Pelabuhan Toli-toli, Pelabuhan
Pare-pare, dan Pelabuhan Belang-belang.
b. Pengembangan sarana bantu navigasi pelayaran pada
kawasan konservasi perairan yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi
dilakukan di: Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Togean dan Pulau Batudaka
(Teluk Tomini), Taman Wisata Alam Laut Telok Lasolo Laut Banda) Taman
Wisata Alam Laut Kepulauan Padamarang (Teluk Bone), Taman Wisata Alam
Laut Selat Tiworo (Laut Banda), Taman Wisata Alam Laut Liwutongkidi Buton
(Laut Banda), Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang/Taman Wisata
Alam Laut Kepulauan Kapoposang (Selat Makassar).
Kebandarudaraan
Strategi operasionalisasi perwujudan kebandarudaraan di Provinsi Sulawesi
Tengah meliputi:
a. Pengembangan dan pemantapan bandar udara yang terpadu
dengan system jaringan transportasi darat meliputi : a) Bandar Udara Mutiara
sebagai bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder yang
terpadu dengan jaringan jalan lintas Barat Pulau Sulawesi, Jaringan Jalur
Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Selatan dan Jaringan Jalur
Kereta Api Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Barat; b) Bandar Udara Sukran
Amir (Bubung) sebagai bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan
tersier yang terpadu dengan jaringan jalan lintas Timur Pulau Sulawesi.
b. Pemanfaatan bersama bandar udara guna kepentingan
pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d dilakukan di Bandar Udara Sultan Hassanuddin, Bandar Udara Sam
Ratulangi, Bandar Udara Djalaludin, Bandar Udara Mutiara, Bandar Udara
Wolter Monginsidi, Bandar Udara Tampa Padang, Bandar Udara Melonguane,
dan Bandar Udara Sukran Amir (Bubung).
Ruang Udara untuk Penerbangan
Strategi operasionalisasi perwujudan ruang udara untuk penerbangan di
Provinsi Sulawesi Tengah meliputi:

56
a. Pengendalian kegiatan budi daya di sekitar bandar udara yang
digunakan untuk operasi penerbangan dilakukan di sekitar Bandar Udara
Sultan Hassanuddin, Bandar Udara Sam Ratulangi, Bandar Udara Djalaludin,
Bandar Udara Mutiara, Bandar Udara Wolter Monginsidi, Bandar Udara Tampa
Padang, Bandar Udara Melonguane, dan Bandar Udara Sukran Amir (Bubung).
b. Pemanfaatan bersama ruang udara untuk penerbangan guna
kepentingan pertahanan dan keamanan negara dilakukan pada ruang udara
di Bandar Udara Sultan Hassanuddin, Bandar Udara Sam Ratulangi, Bandar
Udara Djalaludin, Bandar Udara Mutiara, Bandar Udara Wolter Monginsidi,
Bandar Udara Tampa Padang, Bandar Udara Melonguane, dan Bandar Udara
Sukran Amir (Bubung).
1.2.4.3. Strategi Sistem Jaringan Energi di Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi operasionalisasi perwujudan sistem jaringan energi nasional
terdiri atas strategi operasionalisasi perwujudan: a. jaringan pipa minyak dan gas
bumi; b. pembangkit tenaga listrik; dan c. jaringan transmisi tenaga listrik.
Jaringan Pipa Minyak dan Gas Bumi
Strategi operasionalisasi perwujudan jaringan pipa minyak dan gas bumi di
Provinsi Sulawesi Tengah berupa pengembangan jaringan pipa transmisi dan
distribusi minyak dan gas bumi untuk melayani kawasan andalan dan sistem
perkotaan nasional meliputi: a. jaringan pipa transmisi dan distribusi minyak dan
gas bumi Sengkang-Pare-pare-Makassar-Makale-Palopo-Malili-Donggi-Pomala
untuk melayani Kawasan Andalan Kolonedale dan Sekitarnya, Kawasan Andalan
Perkotaan Mamminasata, Kawasan Andalan Palopo dan Sekitarnya, Kawasan
Andalan Pare-pare dan Sekitarnya, dan Kawasan Andalan Mowedang/Kolaka; dan
jaringan pipa transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi Sengkang-Pare-pare-
Makassar-Makale-Palopo-Malili-Donggi-Pomala untuk melayani PKN Kawasan
Perkotaan Mamminasata, PKW Kolonedale, PKW Pangkajene, PKW Palopo, PKW
Pare-pare, PKW Barru, PKW Luwuk, dan PKW Kolaka.
Pembangkit Tenaga Listrik
Strategi operasionalisasi perwujudan pembangkit tenaga listrik di Provinsi
Sulawesi Tengah berupa pengembangan pembangkit tenaga listrik dengan
kapasitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di kawasan perkotaan
nasional dan kawasan andalan yaitu meliputi:

57
a) pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Bili-Bili (Kabupaten Sungguminasa), PLTA
Bonto-batu (Kabupaten Enrekang), PLTA Sulewana 1 (Kabupaten Poso), PLTA
Sulewana 2 (Kabupaten Poso), dan PLTA Sulewana 3 (Kabupaten Poso);
b) pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) Barru (Kabupaten Barru), PLTG Palu
(Kota Palu), PLTG Batusitanduk (Kabupaten Luwu), dan PLTG Lobong
(Kabupaten Bolaang Mongondow);
c) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Barru (Kabupaten Barru), PLTU Tello
(Kota Makassar), PLTU Palu (Kota Palu), PLTU Bone (Kabupaten Bone) dan
PLTU Anggrek (Kabupaten Gorontalo Utara);
d) pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lahendong 4-6 (Kota Tomohon),
PLTP Gunung Ambang (Kota Kotamobagu), PLTP Tompaso (Kota Tomohon),
PLTP Sulili (Kabupaten Enrekang), PLTP Bora (Kabupaten Parigi Moutong), PLTP
Merana/Masaingi (Kabupaten Donggala), PLTP Kotamobagu 1-4 (Kabupaten
Bolaang Mongondow dan Kabupaten Minahasa Selatan), PLTP Pulu
(Kabupaten Donggala), PLTP Lompio (Kabupaten Banggai Kepulauan), PLTP
Pararra (Kabupaten Luwu Utara), PLTP Bituang (Kabupaten Tana Toraja), PLTP
Sangalla (Kabupaten Tana Toraja), PLTP Mangolo (Kabupaten Kolaka), PLTP
Laenia (Kabupaten Konawe Selatan), dan PLTP Kabungka-Wening (Kabupaten
Buton); dan
e) pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTM) Hangahanga I (Kota Palu), PLTM
Kalumpang (Kabupaten Banggai), PLTM Lobong (Kabupaten Bolaang
Mongondow), PLTM Sansarino 1 (Kabupaten Tojo Una-una), PLTM Batusitanduk
(Kabupaten Luwu), PLTM Kadundung 1 (Kabupaten Tana Toraja), PLTM
Palangka 1, PLTM Rante Bala 1 (Kabupaten Luwu), PLTM Sambilando 1, PLTM
Usu Malili 1 (Kabupaten Luwu Timur), dan PLTM Mongango 1 (Kabupaten
Gorontalo).
Jaringan Transmisi Tenaga Listrik
Strategi operasionalisasi perwujudan jaringan transmisi tenaga listrik di
Provinsi Sulawesi Tengah meliputi:
a. Pengembangan Jaringan Transmisi Sulawesi Bagian Selatan untuk melayani
kawasanperkotaan nasional dan kawasan andalan di bagian selatan Pulau
Sulawesi, yaitu jaringan transmisi pengumpan tenaga listrik Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) Bau-bau-Raha dan SUTT Lasolo-Kendari-Unaaha-
Kolaka-Kolonedale-Poso.

58
b. Pengembangan Jaringan Transmisi Sulawesi Bagian Utara untuk melayani
kawasan perkotaan nasional dan kawasan andalan di bagian utara Pulau
Sulawesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi jaringan
transmisi pengumpan tenaga listrik SUTT Poso-Palu-Donggala-Pasangkayu,
SUTT Wotu-Poso-Balingara-Luwuk, SUTT Palu-Toli-toli-Buol-Tilamuta-Isimu-
Kuandang, dan SUTT Isimu-Kotamobagu-Lolak-Piogar-Tomohon-Bitung-Manado.
1.2.4.4. Strategi Sistem Jaringan Listrik di Provinsi Sulawesi Tengah
Strategi operasionalisasi perwujudan sistem jaringan telekomunikasi
nasional terdiri atas strategi operasionalisasi perwujudan: a. jaringan terestrial;
dan b. jaringan satelit.
Jaringan Terestial
Strategi operasionalisasi perwujudan jaringan terestial di Provinsi Sulawesi
Tengah meliputi:
a. Pengembangan Jaringan Pelayanan Pusat Pertumbuhan di
Pantai Barat Sulawesi yang menghubungkan PKW Buol-PKW Toli-toli-PKN Palu-
PKW Donggala-PKW Pasang Kayu dan PKW Mamuju-PKW Majene-PKW Pare-
pare-PKW Barru-PKW Maros-PKN Kawasan Perkotaan Mamminasata-PKW
Jeneponto-PKW Bulukumba, serta Kawasan Andalan Toli-toli dan sekitarnya,
serta Kawasan Andalan Palu dan sekitarnya, Kawasan Andalan Mamuju dan
Sekitarnya, Kawasan Andalan Pare-pare dan Sekitarnya, Kawasan Andalan
Mamminasata, dan Kawasan Andalan Bulukumba-Watampone;
b. Pengembangan Jaringan Pelayanan Pengumpan (Feeder)
Sulawesi Tengah-Sulawesi Tenggara yang menghubungkan PKN Palu-PKW
Poso-PKW Luwuk-PKW Kolonedale-PKW Kolaka-PKN Kendari-PKW Lasolo, serta
Kawasan Andalan Toli-toli dan sekitarnya, serta Kawasan Andalan Palu dan
sekitarnya, Kawasan Andalan Poso dan sekitarnya, Kawasan Andalan
Kolonedale dan sekitarnya, Kawasan Andalan Asesolo/Kendari, dan Kawasan
Andalan Mowedang/Kolaka; dan
c. Pengembangan Jaringan Pelayanan Pulau-Pulau Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Tenggara yang melayani Pulau Buton, Pulau Muna, Pulau
Banggai, dan Pulau Togean.
Jaringan Satelit
Strategi operasionalisasi perwujudan jaringan satelit di Provinsi Sulawesi
Tengah meliputi berupa pengembangan jaringan telekomunikasi berbasis satelit
untuk membuka kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi,

59
termasuk pulau-pulau kecil dilakukan Pulau Lingian, Pulau Salando, Pulau
Dolangan, Pulau Bangkit (Bongkil), Pulau Mantewaru, Pulau Makalehi, Pulau
Kawalusu, Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Batu Bawaikang, Pulau Miangas,
Pulau Marampit, Pulau Intata, dan Pulau Kakarutan, Pulau Salando, Pulau
Dolangan, Pulau Banggai, Pulau Bunaken, dan Pulau Togean.
1.2.4.5. Strategi Sistem Jaringan Sumber Daya Air di Provinsi Sulawesi
Tengah
Strategi operasionalisasi perwujudan sistem jaringan sumber daya air
terdiri atas strategi operasionalisasi perwujudan: a. sumber air; dan b. prasarana
sumber daya air. Sumber air dibagi menjadi beberapa meliputi : a)
mendayagunakan sumber air berbasis pada wilayah sungai (WS); b)
merehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) kritis; c) mengendalikan pemanfaatan
ruang pada kawasan imbuhan air tanah dan pelepasan air tanah pada daerah
cekungan air tanah (CAT);
Sumber Air
Strategi operasionalisasi perwujudan sumber air di Provinsi Sulawesi Tengah
meliputi :
a. Sumber Air pada WS Strategis Nasional di Provinsi Sulawesi Tengah meliputi:
a) WS Parigi-Poso (Provinsi Sulawesi Tengah) yang melayani PKW Poso dan
Kawasan Andalan Poso dan Sekitarnya; dan b) WS Laa-Tambalako (Provinsi
Sulawesi Tengah) yang melayani PKW Kolonedale;
a. Sumber Air pada WS Strategis Lintas Provinsi yang melewati
Provinsi Sulawesi Tengah meliputi: a) WS Randangan (Provinsi Gorontalo-
Provinsi Sulawesi Tengah) yang melayani Kawasan Andalan Marisa; b) WS
Kaluku-Karama (Provinsi Sulawesi Barat-Provinsi Sulawesi Tengah) yang
melayani PKW Mamuju dan PKW Majene, serta Kawasan Andalan Mamuju dan
Sekitarnya; c) WS Pompengan-Lorena dan WS Sadang (Provinsi Sulawesi
Selatan-Provinsi Sulawesi Tengah-Provinsi Sulawesi Tenggara) yang melayani
PKW Palopo serta Kawasan Andalan Palopo dan Sekitarnya; dan d) WS Lasolo-
Sampara (Provinsi Sulawesi Tenggara-Provinsi Sulawesi Selatan- Provinsi
Sulawesi Tengah) yang melayani PKN Kendari dan PKW Lasolo, serta Kawasan
Andalan Asesolo/Kendari.
b. Sumber Air Rehabilitasi DAS kritis di Provinsi Sulawesi Tengah
meliputi : a) DAS Poso dan DAS Kwandang di WS Parigi-Poso; b) DAS Lariang

60
dan DAS Palu di WS Palu-Lariang; c) DAS Maraja dan DAS Taipa di WS
Lambunu-Buol;
c. Sumber Air Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan
imbuhan air tanah dan pelepasan air tanah pada daerah CAT di Provinsi
Sulawesi Tengah meliputi : a) CAT Papajato yang berada di Kabupaten
Pohuwotu dan Kabupaten Parigi Moutong; b) CAT Pasangkayu yang berada di
Kabupaten Dongala dan Kabupaten Mamuju Utara; dan c) CAT Wasopote yang
berada di Kabupaten Morowali dan Kabupaten Luwu Timur.
Prasarana Sumber Daya Air
Strategi operasionalisasi perwujudan prasarana sumber daya air di Provinsi
Sulawesi Tengah meliputi :
d. Pemeliharaan dan peningkatan jaringan irigasi teknis pada
daerah irigasi (DI) untuk meningkatkan luasan lahan pertanian pangan di
Provinsi Sulawesi Tengah yaitu pada DI Gumbasa, DI Mentawa, DI Singkoyo, DI
Sinorang Ombolu, DI Lambunu, dan DI Sausu Atas yang melayani Kawasan
Andalan Palu dan Sekitarnya;
e. Pengembangan prasarana dan sarana air baku untuk kawasan
perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau
kecil di Provinsi Sulawesi Tengah dilakukan di Pulau Lingian, Pulau Mantewaru,
Pulau Makalehi, Pulau Kawalusu, Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Miangas,
Pulau Marampit, Pulau Kakarutan, Pulau Intata, Pulau Salando, Pulau
Dolangan, Pulau Banggai, Pulau Bunaken, dan Pulau Togean.

1.2.5. Strategi Operasional Perwujudan Pola Ruang di Provinsi Sulawesi


Tengah
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan lindung nasional meliputi :a)
kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; b)
kawasan perlindungan setempat; c) kawasan suaka alam, kawasan pelestarian
alam, dan cagar budaya; d) kawasan rawan bencana alam; e) kawasan lindung
geologi; dan f) kawasan lindung lainnya.
Kawasan yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan
Bawahannya
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya di Provinsi Sulawesi Tengah
meliputi :

61
a. Rehabilitasi kawasan hutan lindung yang mengalami
degradasi, serta pemertahanan dan peningkatan luasan kawasan hutan
lindung yang bervegetasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dilakukan di Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pahuwato,
Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten
Buol, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Donggala,
Kabupaten Poso, Kabupaten Tojounauna, Kabupaten Banggai, Kabupaten
Banggai Kepulauan, Kabupaten Morewali, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu
Timur, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Tana Toraja, KabupatenEnrekang,
Kabupaten Sidenrengrapang, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Barru,
Kabupaten Takalar, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Pangkajene, Kabupaten
Kepulauan Maros, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju
Utara, Kabupaten Mamasa, Kabupaten Majene, Kabupaten Polewali Mamasa,
Kabupaten Muna, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka
Utara, dan Kabupaten Konawe Selatan.
b. Rehabilitasi kawasan resapan air yang terdegradasi, serta
pemertahanan fungsi lahan dan pengendalian alih fungsi lahan kawasan
resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan di CAT
Bone (Kabupaten Bolaang Mongondow-Kabupaten Gorontalo), CAT Papajato
(Kabupaten Pohuwato-Kabupaten Toli-toli), CAT Pasangkayu (Kabupaten
Mamuju Utara-Kabupaten Donggala), CAT Wasopote (Kabupaten Morowali-
Kabupaten Luwu Timur), dan CAT Lelewolo (Kabupaten Luwu Timur-Kabupaten
Kolaka Utara).
Kawasan Perlindungan Setempat
Kawasan perlindungan setempat meliputi : a) sempadan pantai; b)
sempadan sungai; dan c) kawasan sekitar danau atau waduk.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan perlindungan setempat di Provinsi
Sulawesi Tengah meliputi :
Pengendalian pemanfaatan ruang pada sempadan pantai di kawasan
perkotaan nasional yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak fungsi
sempadan pantai di Provinsi Sulawesi Tengah dilakukan pada sempadan pantai di
PKN Gorontalo, PKN Perkotaan Manado-Bitung, PKN Perkotaan Mamminasata, PKN
Kendari, PKW Tilamuta, PKW Jeneponto, PKW Watampone, PKW Pare-pare, PKW
Luwuk, PKW Bulukumba, PKW Raha, dan PKW Bau-bau.

62
Pengendalian pemanfaatan ruang pada sempadan sungai yang berpotensi
mengganggu dan/atau merusak fungsi sempadan sungai di Provinsi Sulawesi
Tengah meliputi: a) sempadan Sungai Parigi, Sungai Poso, Sungai Tompis, Sungai
Bambalemo, Sungai Podi, Sungai Dolago, dan Sungai Tindaki WS Parigi-Poso
(Provinsi Sulawesi Tengah); b) sempadanSungai Laa, Sungai Salato, Sungai
Morowali, dan Sungai Bahonbelu pada WS Laa-Tambalako (Provinsi Sulawesi
Tengah); c) sempadan Sungai Lambunu, Sungai Buol, Sungai Lobu, Sungai
Salumpaga, Sungai Ogoamas, dan Sungai Sioyong pada WS Lambunu-Buol
(Provinsi Sulawesi Tengah); d) sempadan Sungai Moutong, Sungai Molosipat,
Sungai Papayato, Sungai Milango, Sungai Vatadaa, Sungai Luguse, Sungai
Lemito, Sungai Dunga, Sungai Tialudi, Sungai Randangan, dan Sungai Malongo
pada WS Randangan (Provinsi Gorontalo- Provinsi Sulawesi Tengah); e)
sempadanSungai Karama, Sungai Budong-budong, dan Sungai Camba pada WS
Kaluku-Karama (Provinsi Sulawesi Barat-Provinsi Sulawesi Tengah);
Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan sekitar danau atau waduk
yang berpotensi mengganggu dan/atau merusak kawasan sekitar, di Provinsi
Sulawesi Tengah terdapat di kawasan sekitar Danau Tempe (Kabupaten Wajo),
Danau Limboto (Kabupaten Gorontalo), Danau Tondano (Kabupaten Minahasa
Selatan), Danau Poso (Kabupaten Poso), dan Danau Matano (Kabupaten Luwu
Timur).
Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya
Kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan cagar budaya
meliputi : kawasan suaka alam laut; a) suaka margasatwa; b) cagar alam; c)
kawasan pantai berhutan bakau; d) taman nasional dan taman nasional laut; e)
taman hutan raya; f) taman wisata alam dan taman wisata alam laut; dan g)
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Berikut adalah strategi
pelestarian kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya yang
didalamnya termuat lokasi di Provinsi Sulawesi Tengah.
a. merehabilitasi fungsi taman nasional, taman nasional laut,
dan taman wisata alam laut, pada Provinsi Sulawesi Tengah terdapat di Taman
Nasional Bogani Nani Wartabone (Kabupaten Bolaang Mongondow- Kabupaten
Gorontalo), Taman Nasional Lore Lindu (Kabupaten Donggala- Kabupaten
Poso), Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (Kabupaten Kendari- Kabupaten
Kolaka), dan Taman Nasional Bantimurung-Bulusarawung (Kabupaten Maros-
Kabupaten Pangkajene Kepulauan);

63
b. mengembangkan pengelolaan kawasan yang memiliki
keanekaragaman tumbuhan dan satwa pada suaka margasatwa, cagar alam,
taman nasional laut, taman hutan raya, dan taman wisata alam, pada Provinsi
Sulawesi Tengah terdapat di : a) Suaka Margasatwa Gunung Manembo-nembo
(Kabupaten Minahasa Selatan), Suaka Margasatwa Karakelang Utara-Selatan
(Kabupaten Talaud), Suaka Margasatwa Buton Utara (Kabupaten Buton),
Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo (Kabupaten Konawe Selatan), Suaka
Margasatwa Tanjung Peropa (Kabupaten Konawe Selatan), Suaka Margasatwa
Lambusango (Kabupaten Buton), Suaka Margasatwa Tanjung Santigi
(Kabupaten Parigi Mountong), Suaka Margasatwa Mampie Lampoko
(Kabupaten Poliwali Mamasa), Suaka Margasatwa Komara (Kabupaten Gowa),
Suaka Margasatwa Pati Pati (Kabupaten Banggai), Suaka Margasatwa
Lombuyan I/II (Kabupaten Banggai), Suaka Margasatwa Bangkiriang
(Kabupaten Banggai), Suaka Margasatwa Pinjan/Tanjung Matop (Kabupaten
Toli- toli), dan Suaka Margasatwa Nantu (Kabupaten Boalemo dan Kabupaten
Gorontalo); b) Cagar Alam Gunung Ambang (Kabupaten Bolaang Mongondow),
Cagar Alam Dua Saudara (Kabupaten Minahasa Utara), Cagar Alam Tangkoko
Batuangus (Kabupaten Minahasa Utara), Cagar Alam Morowali (Kabupaten
Tojo Una-una dan Kabupaten Morowali), Cagar Alam Pangi Binangga
(Kabupaten Parigi Moutong), Cagar Alam Pamona (Kabupaten Buol, Kabupaten
Toli-toli, dan Kabupaten Donggala), Cagar Alam Gunung Tinombala
(Kabupaten Toli-toli), Cagar Alam Gunung Sojol (Kabupaten Toli-toli, Kabupaten
Sigi, dan Kabupaten Parigi Moutong), Cagar Alam Gunung Dako (Kabupaten
Toli-toli), Cagar Alam Tanjung Api (Kabupaten Tojo Una-una), Cagar Alam
Faruhumpenai (Kabupaten Luwu Timur), Cagar Alam Kalaena (Kabupaten
Luwu Timur), Cagar Alam Panua (Kabupaten Pohuwato), dan Cagar Alam
Tanjung Panjang (Kabupaten Pohuwato); c) Taman Nasional Laut Kepulauan
Banggai (Kabupaten Banggai Kepulauan); d) Taman Hutan Raya Murhum
(Kabupaten Konawe), Taman Hutan Raya Poboya Paneki (Palu) (Kabupaten
Donggala dan Kabupaten Sigi), dan Taman Hutan Raya Bontobahari
(Kabupaten Bulukumba); dan, e) Taman Wisata Alam Bancea (Kabupaten
Poso), Taman Wisata Alam Mangolo (Kabupaten Kolaka), Taman Wisata Alam
Danau Matano (Kabupaten Luwu Timur), Taman Wisata Alam Danau Mahalona
(Kabupaten Luwu Timur), Taman Wisata Alam Dana Towuti (Kabupaten Luwu
Timur), Taman Wisata Alam Malino (Kabupaten Gowa), Taman Wisata Alam

64
Cani Sirenrang (Kabupaten Maros), dan Taman Wisata Alam Lejja (Kabupaten
Soppeng).
c. mempertahankan kawasan pantai berhutan bakau di wilayah
pesisir untuk perlindungan pantai dari abrasi dan kelestarian biota laut
dilakukan di wilayah pesisir Teluk Tolo, Teluk Bone, Teluk Donggala, Teluk
Tomini, wilayah pesisir selatan dan utara Sulawesi Utara, wilayah pesisir barat
dan timur Sulawesi Selatan, wilayah pesisir barat Sulawesi Tengah, dan
wilayah pesisir utara dan timur Sulawesi Tenggara.
Kawasan Rawan Bencana Alam
Kawasan rawan bencana alam meliputi : a) kawasan rawan gelombang
pasang; dan kawasan rawan banjir. Strategi operasionalisasi perwujudan
pengendalian kawasan rawan bencana alam meliputi: a) mengendalikan
perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana alam;
dan b) menyelenggarakan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui
penetapan lokasi dan jalur evakuasi bencana, pembangunan sarana pemantauan
bencana, serta penetapan standar bangunan gedung yang sesuai dengan
karakteristik, jenis, dan ancaman bencana.
Kawasan Lindung Geologi
Kawasan lindung geologi meliputi a) kawasan cagar alam geologi; b)
kawasan rawan bencana alam geologi; dan c) kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap air tanah. Kawasan cagar alam geologi meliputi: a)
kawasan keunikan batuan dan fosil; b) kawasan keunikan bentang alam; dan c)
kawasan keunikan proses geologi. Kawasan rawan bencana alam geologi meliputi
: a) kawasan rawan letusan gunung berapi; b) kawasan rawan gempa bumi; c)
kawasan rawan gerakan tanah; d) kawasan rawan tsunami; dan d) kawasan
rawan abrasi. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah
berupa kawasan imbuhan air tanah.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan lindung geologi berupa
cagar alam geologi di Provinsi Sulawesi Tengah berupa : a) Pemertahanan fungsi
kawasan cagar alam geologi yang memiliki keunikan bentang alam dilakukan
pada kawasan karst Maros-Pangkep (Kabupaten Maros dan Kabupaten
Pangkajene Kepulauan), Wawolesea (Kabupaten Konawe Utara), Soppeng-
Bulukumba (Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Bulukumba), Wakatobi
(Kabupaten Wakatobi), Pulau Buton (Kabupaten Buton), Kendari (Kabupaten
Kendari), Kolaka-Kolaka Utara (Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka Utara),

65
Malili (Luwu Timur), Bangai-Bangai Kepulauan (Kabupaten Banggai dan
Kabupaten Banggai Kepulauan), Tojo Una-una (Kabupaten Tojo Una-una), Majene
(Kabupaten Majene), Pulau Selayar (Kabupaten Selayar), Tana Toraja (Kabupaten
Tana Toraja), Morowali (Kabupaten Morowali), Luwu Timur-Poso (Kabupaten Luwu
Timur-Poso), Jeneponto (Kabupaten Jeneponto), dan Gorontalo (Kabupaten
Gorontalo); b) Pelestarian kawasan cagar alam geologi yang memiliki keunikan
proses geologi berupa kemunculan solfatara dan fumaroia sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf c dilakukan di Gunung Awu (Kabupaten Kepulauan
Sangihe), Gunung Banua Wuhu (Kabupaten Kepulauan Sangihe), Gunung
Karakelang (Kabupaten Kepulauan Talaud), Gunung Ruang (Kabupaten Kepulauan
Sangihe), Gunung Tangkoko (Kota Bitung), Gunung Mahawu (Kota Tomohon),
Gunung Lokon-Empung (Kota Tomohon), Gunung Soputan (Kabupaten Minahasa
Selatan), dan Gunung Colo (Kabupaten Tojo Una-una).
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan lindung berupa kawasan
rawan bencana alam geologi berupa pengendalian pengembangan kegiatan budi
daya terbangun pada kawasan rawan bencana alam geologi dan
penyelenggaraan upaya mitigasi dan adaptasi bencana melalui penetapan lokasi
dan jalur evakuasi bencana, pembangunan sarana pemantauan bencana, serta
penetapan standard bangunan gedung untuk mengurangi dampak akibat
bencana alam geologi dilakukan di :
a) kawasan rawan letusan gunung berapi di Gunung Awu (Kabupaten Kepulauan
Sangihe), Gunung Banua Wuhu (Kabupaten Kepulauan Sangihe), Gunung
Karakelang (Kabupaten Kepulauan Talaud), Gunung Ruang (Kabupaten
Kepulauan Sangihe), Gunung Tangkoko (Kota Bitung), Gunung Mahawu (Kota
Tomohon), Gunung Lokon-Empung (Kota Tomohon), Gunung Soputan
(Kabupaten Minahasa Selatan), dan Gunung Colo (Kabupaten Tojo Una-una);
b) kawasan rawan gempa bumi di Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo,
Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Boalemo,
Kabupaten Bone Bolango, Kota Manado, Kabupaten Sangihe, Kabupaten
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Kepulauan Talaud, Kota Bitung, Kabupaten
Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kota
Palu, Kota Poso, Kabupaten Poso, Buol, Kota Toli-toli, Kabupaten Toli-toli, Kota
Donggala, Kabupaten Donggala, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai
Kepulauan, Kabupaten Morowali, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Tojo
Una-una, dan Kabupaten Luwu Timur;

66
c) kawasan rawan tsunami di Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara,
Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro,
Kota Bitung, Kota Manado, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa
Tenggara, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Palu, Kabupaten Luwuk, Kota Toli-
toli, Kabupaten Donggala, Kabupaten Tojo Una-una, Kota Makassar, Kabupaten
Jeneponto, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Selayar, Kabupaten
Mamuju,Kabupaten Majene, Kota Bau-bau, Kota Kendari, dan Teluk Tomini; dan
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan lindung berupa kawasan
imbuhan air tanah yaitu dengan pengendalian perkembangan kegiatan budi daya
terbangun pada kawasan imbuhan air tanah dilakukan pada kawasan imbuhan
air tanah di CAT Bone (Kabupaten Bolaang Mongondow-Kabupaten Gorontalo),
CAT Papajato (Kabupaten Pohuwato-Kabupaten Toli-toli), CAT Pasangkayu
(Kabupaten Mamuju Utara-Kabupaten Donggala), CAT Wasopote (Kabupaten
Morowali-Kabupaten Luwu Timur), dan CAT Lelewolo (Kabupaten Luwu Timur-
Kabupaten Kolaka Utara).
Kawasan Lindung Lainnya
Kawasan lindung lainnya terdiri atas : a) ramsar; b) taman buru; c)
terumbu karang; dan d) koridor ekosistem. Strategi operasionalisasi perwujudan
pengelolaan kawasan lindung lainnya meliputi:
a. Pemertahanan dan pelestarian terumbu karang serta
pencegahan sedimentasi pada kawasan muara sungai yang dapat
mengganggu kelestarian ekosistem di wilayah segitiga terumbu karang
dilakukan di perairan Teluk Tomini, Kepulauan Banggai, Teluk Tolo, Teluk Bone,
Kepulauan Tukangbesi (Wakatobi), Selat Makassar, dan Laut Sulawesi.
b. Pemertahanan dan pelestarian koridor ekosistem, serta
peningkatan fungsi koridor ekosistem dilakukan di perairan Teluk Tomini, Laut
Sulawesi, Kepulauan Banggai, dan Laut Banda.
c. Pengembangan dan pengelolaan kawasan taman buru untuk
kegiatan perburuan satwa secara terkendali dilakukan di Taman Buru Landusa
Tomata (Kabupaten Morowali), Taman Buru Padang Mata Osu (Kabupaten
Kolaka), Taman Buru Komara (Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto),
dan Taman Buru Bangkala (Kabupaten Jeneponto).
Kawasan Budi Daya yang Memiliki Nilai Strategis Nasional
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan budi daya yang memiliki
nilai strategis nasional terdiri atas : a) kawasan peruntukan hutan; b) kawasan

67
peruntukan pertanian; c) kawasan peruntukan perikanan; d) kawasan peruntukan
pertambangan; e) kawasan peruntukan industri; f) kawasan peruntukan
pariwisata; dan g) kawasan peruntukan permukiman.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan hutan
berupa:
a. Pengendalian perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan
peruntukan hutan sebagai upaya untuk mewujudkan kawasan berfungsi
lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40% (empat puluh
persen) dari luas Pulau Sulawesi sesuai dengan kondisi ekosistemnya
dilakukan di Kabupaten Buol, Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi Moutong,
Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten
Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan.
b. Pengembangan kawasan peruntukan hutan untuk
memproduksi hasil hutan dengan menjamin keberlangsungan fungsi produksi,
ekologi, dan sosial dilakukan di Kabupaten Buol, Kabupaten Sigi, Kabupaten
Parigi Moutong, Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Tojo Una-
una, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan.
c. Peningkatan keterkaitan antara kawasan peruntukan hutan
dan kawasan perkotaan nasional yang berfungsi sebagai pusat industri
pengolahan hasil hutan meliputi: a) kawasan peruntukan hutan di Kabupaten
Buol, Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Donggala, dan
Kabupaten Poso dengan PKN Palu; b) kawasan peruntukan hutan di Kabupaten
Tojo Una-una, Kabupaten Banggai, dan Kabupaten Banggai Kepulauan dengan
PKW Luwuk;
d. Pengendalian perkembangan kawasan peruntukan hutan yang
berpotensi mengganggu fungsi kawasan konservasi dilakukan di Kabupaten
Buol, Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Donggala,
Kabupaten Poso, Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Banggai, Kabupaten
Banggai Kepulauan.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan pertanian
meliputi:
a. Pemertahanan dan pengembangan kawasan peruntukan
pertanian pangan berkelanjutan yang didukung dengan industri pengolahan
dan industri jasa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional dilakukan di
Kota Palu, Kabupaten Poso, Kabupaten Parigi Montong, Kabupaten Buol,

68
Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Donggala, Kabupaten Talabosa, Kabupaten
Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan.
b. Pengendalian perkembangan kawasan peruntukan pertanian
yang berada di sekitar kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi
dilakukan di Kota Palu, Kabupaten Poso, Kabupaten Buol, Kabupaten Toli-toli,
Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Montong, Kabupaten Talabosa,
Kabupaten Morowali, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan.
c. Pengembangan kawasan peruntukan perkebunan yang
didukung dengan industri pengolahan dan industri jasa yang ramah
lingkungan dilakukan di Kota Palu, Kabupaten Donggala.
d. Pengembangan kawasan pertanian hortikultura untuk
meningkatkan daya saing hortikultura dilakukan di Kabupaten Donggala, Kota
Palu, Kabupaten Mamuju, dan Kabupaten Mamuju Utara.
e. Pengembangan kawasan peruntukan peternakan berbasis
agrobisnis dilakukan di Kabupaten Parigi Moutong.
f. Pengembangan kawasan untuk kegiatan pertanian, kegiatan
industry pengolahan dan industri jasa hasil pertanian, permukiman, serta
jaringan prasarana dan sarana dilakukan pada sentra pertanian tanaman
pangan padi untuk ketahanan pangan nasional di Kawasan Andalan Toli-toli,
dan Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya;
g. Peningkatan keterkaitan pusat kegiatan pertanian dengan
kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan
yang terhubung dengan pelabuhan dilakukan pada:
1. Kawasan Andalan Toli-toli dan Sekitarnya dengan PKW Toli-toli, yang
terhubung dengan Pelabuhan Toli-toli; dan
2. Kawasan Andalan Poso dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Palu dan
Sekitarnya, Kawasan Andalan Kolonedale dan Sekitarnya dengan PKN Palu,
PKW Poso, dan PKW Kolonedale, yang terhubung dengan Pelabuhan
Pantoloan;
h. Pengembangan kawasan untuk kegiatan perkebunan,
kegiatan industry pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan,
permukiman, serta jaringan prasarana dan sarana dilakukan pada Kawasan
Andalan Poso dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Toli-toli dan Sekitarnya,
Kawasan Andalan Kolonedale dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Palu dan
Sekitarnya.

69
i. Peningkatan keterkaitan pusat kegiatan perkebunan dengan
kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan
yang terhubung dengan pelabuhan dilakukan pada:
1. Kawasan Andalan Poso dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Kolonedale dan
Sekitarnya, serta Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya, dengan PKN Palu,
PKW Poso, dan PKW Kolonedale, yang terhubung dengan Pelabuhan
Pantoloan;
2. Kawasan Andalan Toli-toli dan Sekitarnya dengan PKW Toli-toli, yang
terhubung dengan Pelabuhan Toli-toli;
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan perikanan
a. Pengembangan kegiatan perikanan budi daya dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dilakukan
di Kabupaten Buol, Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Donggala, Kabupaten Tojo
Una-una.
b. Pengembangan kawasan minapolitan berbasis masyarakat
dilakukan di Kabupaten Donggala, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten
Tojo Unauna, Kabupaten Banggai, Kabupaten Parigi Moutong.
c. Pengembangan kawasan untuk kegiatan perikanan, kegiatan
industry pengolahan perikanan, permukiman, dan jaringan prasarana dan
sarana dilakukan pada Kawasan Andalan Poso dan Sekitarnya, Kawasan
Andalan Toli-toli dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Kolonedale dan Sekitarnya,
Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya.
d. Peningkatan keterkaitan pusat kegiatan perikanan dengan
kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan andalan
yang terhubung dengan pelabuhan dan/atau bandar udara meliputi Kawasan
Andalan Laut Tomini dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Poso dan Sekitarnya,
Kawasan Andalan Toli-toli dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Kolonedale dan
Sekitarnya, Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya, serta Kawasan Andalan
Laut Teluk Tolo-Kepulauan Banggai dan Sekitarnya dengan PKN Palu, PKW
Poso, PKW Luwuk, PKW Donggala, dan PKW Toli-toli, yang terhubung dengan
Pelabuhan Pantoloan, Pelabuhan Donggala, Pelabuhan Toli-toli, Bandar Udara
Mutiara, dan/atau Bandar Udara Bubung;
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan
pertambangan

70
a. kawasan pertambangan nikel di Kabupaten Banggai, dan
Kabupaten Morowali;
b. kawasan pertambangan emas di Kota Palu, dan Kabupaten
Toli-toli,
c. Kabupaten Luwu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi
Moutong; dan
d. kawasan pertambangan mineral lainnya di Kabupaten Buol,
Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten
Luwu Utara, Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Banggai, Kabupaten
Enrekang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Kabupaten Morowali.
e. Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan panas
bumi dilakukan di Tompaso (Kabupaten Minahasa), Bora (Kabupaten
Donggala), Sulili (Kabupaten Pinrang), Merana/Masaingi (Kabupaten
Donggala), Pulu (Kabupaten Sidenreng Rappang), Lompio (Kabupaten
Donggala).
f. Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan minyak
dan gas bumi yang didukung oleh industri pengolahan yang berdaya saing
dan ramah lingkungan dilakukan di Kabupaten Poso, Kabupaten Tojo Unauna,
Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Donggala.
g. Pengembangan kawasan untuk kegiatan eksploitasi tambang,
kegiatan industri pengolahan, lokasi pembuangan tailing dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, serta
jaringan prasarana dan sarana dilakukan di Kawasan Andalan Toli-toli dan
Sekitarnya, Kawasan Andalan Kolonedale dan Sekitarnya, Kawasan Andalan
Palu dan Sekitarnya.
h. Peningkatan keterkaitan pusat kegiatan pertambangan
dengan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan kawasan
andalan yang terhubung dengan pelabuhan meliputi Kawasan Andalan Toli-toli
dan Sekitarnya dengan PKW Toli-toli, yang terhubung dengan Pelabuhan Toli-
toli.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan industri
a. Pengembangan kawasan peruntukan industri pengolahan
komoditas unggulan kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang
ramah lingkungan dilakukan di Kota Poso, Kota Luwuk, Kota Buol, Kota
Kolonedale, Kota Toli-toli.

71
b. Pengembangan kawasan peruntukan industri pengolahan
lanjutan yang berteknologi tinggi, padat modal, berdaya saing, dan ramah
lingkungan dengan didukung pengelolaan limbah industri terpadu dilakukan
Kota Palu.
c. Pengembangan kawasan untuk kegiatan industri dan
permukiman, serta jaringan prasarana dan sarana dilakukan di Kawasan
Andalan Poso dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Kolonedale dan Sekitarnya,
Kawasan Andalan Palu dan Sekitarnya.
d. Peningkatan keterkaitan antarpusat kegiatan industri dan
keterkaitan pusat kegiatan industri dengan kawasan perkotaan nasional
sebagai pusat pengembangan kawasan andalan yang terhubung dengan
pelabuhan atau bandar udara meliputi Kawasan Andalan Poso dan Sekitarnya,
Kawasan Andalan Kolonedale dan Sekitarnya, serta Kawasan Andalan Palu dan
Sekitarnya dengan PKN Palu, PKW Poso, dan PKW Kolonedale, yang terhubung
dengan Pelabuhan Pantoloan dan/atau Bandar Udara Mutiara.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan pariwisata
a. Pengembangan kawasan peruntukan pariwisata bahari yang didukung
ketersediaan prasarana dan sarana pariwisata dilakukan di Taman Nasional
Laut Kepulauan Banggai (Kabupaten Banggai Kepulauan).
b. Pengembangan kawasan peruntukan ekowisata yang didukung prasarana dan
sarana pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan
pada:
1. Suaka Margasatwa Pati Pati (Kabupaten Banggai), Suaka Margasatwa
Lombuyan I/II (Kabupaten Banggai), Suaka Margasatwa Bangkiriang
(Kabupaten Banggai), dan Suaka Margasatwa Pinjan/Tanjung Matop
(Kabupaten Toli- toli);
2. Taman Nasional Lore Lindu (Kabupaten Donggala- Kabupaten Poso;
3. Taman Hutan Raya Poboya Paneki Palu (Kabupaten Donggala dan Kabupaten
Sigi); dan
4. Taman Wisata Alam Bancea (Kabupaten Poso).
c. Pengembangan penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi,
dan pameran yang didukung ketersediaan prasarana dan sarana pariwisata
dilakukan di Kota Gorontalo, Kawasan Perkotaan Kota Palu.
d. Pengembangan dan rehabilitasi kawasan untuk kegiatan pariwisata berbasis
cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, penyelenggaraan

72
pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran, kegiatan pendukung
pariwisata, permukiman, serta jaringan prasarana dan sarana meliputi
Rehabilitasi kawasan andalan di Kawasan Andalan Poso dan Sekitarnya.
e. Peningkatan keterkaitan pusat pariwisata dengan kawasan perkotaan nasional
sebagai pusat pengembangan kawasan andalan yang terlayani pelabuhan
dan/atau bandar udara meliputi keterkaitan antara Kawasan Andalan Poso dan
Sekitarnya, Kawasan Andalan Toli- toli dan Sekitarnya, Kawasan Andalan Palu
dan Sekitarnya, serta Kawasan Andalan Laut Tomini dan Sekitarnya, dengan
PKN Palu yang terlayani Pelabuhan Pantoloan dan/atau Bandar Udara Mutiara.
Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan peruntukan
parmukiman
a. Pengembangan kawasan peruntukan permukiman di kawasan perkotaan
yang didukung oleh sistem jaringan prasarana perkotaan dilakukan di Kota
Poso, Kota Luwuk, Kota Buol, Kota Kolonedale, Kota Toli-toli, Kota Donggala.
b. Pengembangan kawasan peruntukan permukiman dengan prinsip mitigasi
bencana untuk meminimalkan potensi kerugian akibat bencana dilakukan di:
1. kawasan peruntukan permukiman pada kawasan rawan gempa bumi di
Kota Palu, Kota Poso, Kabupaten Poso, Buol, Kota Toli-toli, Kabupaten Toli-
toli, Kota Donggala, Kabupaten Donggala, Kabupaten Banggai Kabupaten
Banggai Kepulauan, Kabupaten Morowali, Kabupaten Parigi Moutong, dan
Kabupaten Tojo Una-una;
2. kawasan peruntukan permukiman pada kawasan rawan tsunami di Kota
Palu, Kabupaten Luwuk, Kota Toli-toli, Kabupaten Toli-toli, Kota Donggala,
Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Tojo Una-una; dan
3. kawasan peruntukan permukiman pada kawasan rawan abrasi di
sepanjang wilayah pesisir Pulau Sulawesi.
c. Pengembangan kawasan peruntukan permukiman di kawasan perbatasan
negara untuk mendukung kawasan perbatasan negara termasuk pulaupulau
kecil terluar sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara dilakukan di
Tahuna di Pulau Lingian di Kabupaten Toli-toli.
1.2.6. Strategi Pengelolaan Ruang Kawasan Lindung
Strategi pengelolaan ruang kawasan lindung meliputi :
a. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan
pada kawasan bawahannya yang terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan
bergambut, kawasan resapan air dan kawasan mangrove;

73
b. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan
setempat yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar
danau dan waduk serta kawasan sekitar mata air;
c. Strategi pengelolaan n ruang pada kawasan suaka alam, pelestarian alam dan
cagar budaya;
d. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan rawan bencana lingkungan.
Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan
pada kawasan bawahannya meliputi upaya untuk :
a. Mempertahankan dan merehabilitasi keberadaan hutan lindung sebagai hutan
dengan tutupan vegetasi tetap sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir,
dan longsor;
b. Mempertahankan dan merehabilitasi keberadaan hutan lindung agar
kesuburan tanah pada hutan lindung dan daerah sekitarnya dapat terpelihara;
c. Melindungi ekosistem bergambut yang khas serta mengkonservasi cadangan
air tanah;
d. Memberikan ruang yang memadai bagi peresapan air hujan pada zona-zona
resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan
penanggulangan banjir;
e. Mempertahankan dan merehabilitasi kawasan mangrove sebagai ekosistem
esensial pada kawasan pesisir untuk pengendalian pencemaran, perlindungan
pantai dari abrasi, dan menjamin terus berlangsungnya reproduksi biota laut.
Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan perlindungan
setempat meliputi upaya untuk :
a. Melindungi kawasan pantai dari gangguan kegiatan yang mengganggu
kelestarian fungsi pantai;
b. Melindungi sungai dari kegiatan budidaya penduduk yang dapat mengganggu
dan/atau merusak kualitas air sungai, kondisi fisik bantaran sungai dan dasar
sungai, serta mengamankan aliran sungai;
c. Melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu
dan/atau merusak kualitas air danau serta kelestarian fungsi danau/waduk.
Strategi pengelolaan ruang pada kawasan suaka alam, pelestarian alam
dan cagar budaya meliputi upaya untuk :
a. Melestarikan cagar alam dan cagar alam laut beserta segenap flora dan
ekosistem didalamnya yang tergolong unik dan atau langka sehingga proses
alami yang terjadi senantiasa dalam keadaan stabil;

74
b. Melestarikan suaka margasatwa dengan segenap fauna yang tergolong unik
dan atau langka, serta komunitas biotik dan unsur fisik lingkungan lainnya;
c. Melestarikan Taman Nasional dan Taman Nasional Laut dengan segenap
kekhasan dan keindahan ekosistemnya yang penting secara nasional maupun
internasional untuk tujuan keilmuan, pendidikan, dan pariwisata ;
d. Melestarikan kawasan Taman Hutan Raya dengan segenap kekhasan
ekosistemnya.
e. Melestarikan taman wisata, taman wisata laut, dan taman buru dengan
segenap keunikan alam dan ekosistemnya yang alami sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan rekreasi dan pariwisata;
f. Melestarikan cagar budaya yang berisikan benda-benda bersejarah
peninggalan masa lalu, dan atau segenap adat istiadat, kebiasaan, tradisi
setempat, unsur alam lainnya yang unik;
Strategi pengelolaan ruang pada kawasan rawan bencana lingkungan
meliputi upaya untuk :
a. Mengurangi resiko gangguan dan ancaman langsung maupun tidak langsung
dari terjadinya bencana lingkungan;
b. Melindungi asset-asset sosial ekonomi masyarakat yang berupa prasarana,
permukiman, dan kawasan budidaya dari gangguan dan ancaman bencana
lingkungan;
c. Menyelenggarakan tindakan preventif dalam penanganan bencana alam
berdasarkan siklus bencana melalui upaya mitigasi bencana, pengawasan
terhadap pelaksanaan rencana tata ruang, kesiapsiagaan masyarakat yang
berada di kawasan rawan bencana, tanggap darurat, pemulihan dan
pembangunan kembali pasca bencana;
d. Menyiapkan peta bencana lingkungan perlu dijadikan acuan dalam
pengembangan wilayah provinsi, kabupaten, dan kota;
e. Melakukan penelitian dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dalam
rangka penetapan kawasan rawan bencana lingkungan dan wilayah
pengaruhnya.
1.2.7. Strategi Pengelolaan Ruang Kawasan Budidaya
Strategi pengelolaan ruang kawasan budidaya meliputi :
a. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan andalan;
b. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan andalan laut;

75
c. Strategi pengelolaan ruang pada kawasan yang perlu mendapatkan perhatian
khusus.
Strategi pengelolaan ruang pada kawasan andalan meliputi upaya untuk :
a. Mengembangkan kawasan andalan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
wilayah;
b. Memantapkan keterkaitan antar kota sebagai pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi kawasan;
c. Meningkatkan nilai tambah hasil-hasil produksi kawasan melalui
pengembangan industri maritim, agroindustri, manufaktur, dan petrokimia;
d. Meningkatkan intensitas dan perluasan jangkauan promosi investasi kawasan,
baik melalui kerjasama ekonomi bilateral, kerjasama ekonomi sub regional
segitiga pertumbuhan Bruinei-Indonesia-Malaysia-Philipina, maupun
kerjasama ekonomi internasional lainnya;
e. Meningkatkan fungsi dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana kawasan;
f. Meningkatkan aksesibilitas antar kota di dalam kawasan dan ke tujuan-tujuan
pemasaran melalui keterpaduan pengembangan sistem transportasi antar
moda;
g. Mengurangi tingkat dampak pengembangan kawasan terhadap lingkungan
sekitar;
h. Menciptakan iklim investasi yang kondusif pada kawasan-kawasan andalan.
Strategi pengelolaan ruang pada kawasan andalan laut meliputi upaya
untuk :
a. Mengembangkan potensi sumberdaya kelautan secara optimal dengan
memperhatikan prinsip-prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan;
b. Mengembangkan pusat pengolahan hasil produksi kelautan untuk
meningkatkan nilai tambahnya termasuk pengembangan pelabuhan khusus
untuk mendukung kegiatan ekspor-impor;
c. Meningkatkan aksesibilitas dari kawasan andalan laut ke kota-kota di wilayah
pesisir dan tujuan-tujuan pemasaran melalui pembangunan prasarana dan
sarana transportasi;
d. Mengurangi dampak negatif bagi pengembangan kawasan andalan laut
terhadap kawasan lindung di sekitarnya;
e. Mengembangkan potensi dan fungsi pulau-pulau kecil atau gugus pulau
sebagai pendorong kegiatan ekonomi lokal, regional dan nasional melalui
pengembangan investasi, khususnya pada bidang pariwisata bahari.

76
Dalam pengelolaan ruang pada kawasan budidaya di Pulau Sulawesi,
kawasan yang perlu mendapatkan perhatian khusus meliputi:
a. Kawasan Teluk Tomini, Teluk Bone dan Teluk Tolo
b. Kawasan Karst
c. Kawasan Perbatasan Lintas Wilayah Provinsi
d. Kawasan Takabonerate, Wakatobi dan Bimindo
e. Kawasan Perbatasan Negara
1.2.8. Indikasi Program Strategis
Indikasi Program Strategis yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah
provinsi disusun dengan mengacu pada RTR Pulau Sulawesi. Penyusunan indikasi
program strategis dilaksanakan sesuai dengan sistem dan mekanisme
perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Indikasi Program Strategis
Pulau Sulawesi dijabarkan lebih lanjut ke dalam program
Departemen/Badan/Lembaga/Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai
dengan lingkup kewenangan masing-masing.
Indikasi program pembangunan sistem jaringan jalan di Pulau Sulawesi
menurut prioritas penanganannya meliputi:
a. Pembangunan jaringan Jalan Lintas Timur dengan prioritas tinggi yang
menghubungkan kota-kota : Poso – Uekuli – Ampana – Pagimana – Luwuk –
Batui – Toili – Baturube - Kolonodale – Bungku – Asera – Andowia – Kendari –
Unaaha – Raterate – Kolaka – Lasusua – Malili – Wotu ; Kendari – Tinanggea –
Kasipute – Pomala - Kolaka; Bitung – Kema – Modayag – Pinolosian – Molibagu.
b. Pembangunan jaringan Jalan Lintas Barat dengan prioritas sedang yang
menghubungkan kota-kota : Kwandang – Tolinggula - Buol – Tolitoli – Ogotua –
Pantoloan – Palu – Donggala – Pasangkayu – Mamuju – Majene – Polewali –
Pinrang – Parepare – Barru – Pangkajene – Maros – Makassar – Sungguminasa
– Takalar – Jeneponto – Bantaeng - Bulukumba;
c. Pembangunan jaringan Jalan Lintas Tengah dengan prioritas sedang yang
menghubungkan kota-kota : Bitung – Likupang – Wori - Manado – Amurang –
Kwandang – Isimu – Paguyaman – Marisa – Molosipat – Mepanga – Tobali –
Poso – Wotu – Palopo – Tarumpakae – Sengkang – Watampone – Sinjai –
Bulukumba;
d. Pembangunan jaringan jalan pengumpan dengan prioritas sedang yang
menghubungkan jaringan jalan Lintas Barat, Lintas Tengah dan Lintas Timur,
serta menghubungkan kota-kota : Tumpaan – Kawangkoan – Tomohon –

77
Tondano – Airmadidi, Tondano – Kombi – Kema – Bitung, Tanawangko –
Tomohon – Manado, Amurang – Tompaso Baru – Modoinding – Modayag –
Kotamobagu, Isimu – Limboto – Gorontalo – Suwawa – Gorontalo, Kolonodale –
Tomata – Tentena, Mepanga – Basi, Tobali – Tawaeli, Polewali – Mamasa –
Makale, Parepare – Pangkajene – Tarumpakae, Pinrang – Rappang – Enrekang –
Makale – Palopo, Maros – Watampone – Bajoe, Bulukumba – Bira, dan
Pamatata – Patumbukang.
e. Pembangunan jaringan jalan lingkar Pulau Karakelang dan lingkar Pulau
Sangihe.
Indikasi program pembangunan sistem jaringan jalur kereta api di Pulau
Sulawesi menurut prioritas penanganannya meliputi :
a. Pembangunan sistem jaringan dengan prioritas tinggi pada jalur-jalur :
Manado – Bitung, Gorontalo – Bitung, dan Makassar – Parepare;
b. Pembangunan sistem jaringan dengan prioritas sedang pada jalur-jalur : Palu –
Poso, Palu - Mamuju - Pare Pare, Makassar – Takalar – Bulukumba, dan Kendari
– Kolaka;
c. Pembangunan sistem jaringan dengan prioritas rendah pada jalur-jalur
Bulukumba – Bajoe – Palopo – Poso, Gorontalo – Marisa – Palu, Parepare –
Bajoe, Kolaka – Poso, Manado – Wori – Likupang, dan Manado – Amurang –
Inobonto - Kotamobagu;
d. Pembangunan sistem jaringan dengan prioritas tinggi pada kawasan
perkotaan metropolitan Makassar – Maros - Sungguminasa –Takalar serta
Manado dan sekitarnya.
Indikasi program pembangunan sistem jaringan transportasi sungai,
danau, dan penyeberangan meliputi :
a. Mengembangkan jaringan transportasi danau di Danau Tempe, Danau Towuti,
dan Danau Matano;
b. Mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan lintas antar
provinsi dalam lingkup internal Sulawesi yang menghubungkan kota-kota :
antara Sulawesi Tenggara dengan Sulawesi Selatan meliputi jalur Lasusua -
Siwa, Bajoe - Kolaka, Baubau – Bulukumba, Baubau – Bira, Tondasi -
Bulukumba ; antara Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara meliputi jalur
Luwuk – Kendari; antara Sulawesi Utara - Gorontalo hingga Sulawesi Tengah
meliputi jalur Bitung - Luwuk dan Pagimana – Poso – Parigi – Moutong –
Gorontalo - Molibagu - Bitung;

78
c. Mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan lintas antar
kabupaten/kota dalam provinsi yang menghubungkan kota-kota : Bulukumba -
Selayar, Bira – Pamatata, Tinanggea - Raha - Baubau, Kendari - Torobulu –
Tampo - Raha – Baubau – Wanci - Tomia, Luwuk-Kepulauan Banggai, Bitung –
Lembeh, Manado dan Bitung dengan Kepulauan Sangihe-Talaud meliputi jalur
Likupang – Tagulandang – Siau – Panaru – Melonguane – Salibabu - Kabaruan.
d. Mengarahkan pengembangan simpul jaringan penyeberangan lintas antar
provinsi dengan eksternal Pulau Sulawesi yang menghubungkan kota-kota
dengan interaksi kuat meliputi : antara Sulawesi Selatan - Kalimantan Timur
meliputi jalur Mamuju - Balikpapan; antara Sulawesi Selatan - Nusa Tenggara
Timur meliputi jalur Selayar - Reo; antara Sulawesi Selatan - Nusa Tenggara
Barat – Jawa Timur meliputi Takalar - Bima - Gresik; antara Sulawesi Selatan –
Kalimantan Selatan meliputi jalur Barru - Batulicin; antara Sulawesi Tenggara -
Maluku meliputi jalur Baubau – Buru - Ambon; antara Sulawesi Tenggara –
Nusa Tenggara Timur meliputi jalur Tondoyono - Baturube; antara Sulawesi
Utara - Maluku Utara meliputi jalur Bitung -Ternate dan jalur Melonguane –
Morotai ; serta antara Sulawesi Tengah dengan Kalimantan Timur meliputi
jalur Taipa – Balikpapan dan Tolitoli – Tarakan.
Indikasi program pembangunan jaringan prasarana pelabuhan laut sebagai
bagian dari sistem jaringan transportasi laut menurut prioritas penanganannya
meliputi:
a. Pelabuhan Internasional Pantoloan, Anggrek, Bitung dan Makassar dengan
prioritas tinggi;
b. Pelabuhan Nasional di Gorontalo, Tilamuta, Kwandang, Tahuna, Manado,
Tagulandang, Labuhan Uki, Kolonodale, Baubau, Kendari, Donggala, Tolitoli,
Banggai, Luwuk, Poso, Kolaka, Pagimana, Ampana, Malili, Barru, Parepare,
Bajoe, Bulukumba, Palopo, Mamuju, Selayar, dan Sinjai dengan prioritas
sedang;
c. Pelabuhan Regional di Tabulo, Siau, Likupang, Beo, Lirung, Amurang, Majene,
Belangbelang, Jeneponto, Siwa, Buol, Lasalimu, Keledupa, Parigi, Raha, Tomia,
dan Lokodidi dengan prioritas sedang.
Indikasi program pembangunan sistem jaringan transportasi udara sebagai
bagian dari tatanan kebandarudaraan nasional menurut prioritas penanganannya
meliputi:

79
a. Bandar udara pusat penyebaran dengan skala pelayanan primer di
Hasanuddin - Makassar dan Sam Ratulangi - Manado dengan prioritas tinggi;
b. Bandar udara pusat penyebaran dengan skala pelayanan sekunder di
Jalaloeddin - Gorontalo, Mutiara - Palu, dan Wolter Monginsidi - Kendari
dengan prioritas tinggi;
c. Bandar udara pusat penyebaran dengan skala pelayanan tersier di
Melonguane di Kepulauan Talaud dan Bubung – Luwuk dengan prioritas
sedang;
d. Bandar udara bukan pusat penyebaran di Naha - Tahuna, Miangas – Talaud,
Lalos - Tolitoli, Kasiguncu - Poso, Pagogul - Buol, Malili, Pongtiku – Tana Toraja,
Soroako, Tampa Padang - Mamuju, Andi Jemma - Masamba, H.Aroepala -
Benteng, Pongaluku - Motaha, Beto Ambari - Baubau, Pomalaa - Kolaka,
Maranggo - Tomia, dan Sugimanuru - Raha dengan prioritas sedang.
Indikasi program pembangunan sistem jaringan prasarana energi dan
tenaga listrik meliputi :
a. Peningkatan kapasitas tenaga listrik untuk Sistem Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Sistem Gorontalo, Sistem Sulawesi Selatan dan Sistem Sulawesi
Tenggara dengan pengembangan: PLTA, PLTM, PLTG Gas Alam, PLTP, PLTU
Batu Bara dan PLTD sesuai dengan prioritasnya di beberapa daerah;
b. Peningkatan kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik tersebut untuk sistem
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Tenggara diikuti dengan pengembangan jaringan Transmisi, Gardu Induk dan
Jaringan Distribusi untuk menyalurkan daya dari pusat-pusat pembangkit ke
pusat-pusat beban;
c. Pengembangan jaringan terisolasi pada pulau-pulau kecil atau gugus pulau
serta daerah terpencil dengan sistem pembangkit mikrohidro, tenaga surya,
tenaga angin, dan tenaga diesel.
Indikasi program pembangunan sistem pengelolaan sumber daya air
menurut prioritas penanganannya meliputi :
a. Sungai/Wilayah Sungai dengan prioritas tinggi pada Wilayah Sungai
Ranowangko– Tondano, Wilayah Sungai Jeneberang, Sungai Limboto - Wilayah
Sungai Bolango– Bone, Wilayah Sungai Saddang, dan Wilayah Sungai
Walanae–Cenranae;
b. Sungai/Wilayah Sungai dengan prioritas sedang pada Wilayah Sungai Paleang
– Roraya, Wilayah Sungai Kaluku-Karama, Wilayah Sungai Paguyaman–

80
Randangan, Wilayah Sungai Pompengan–Kalaena–Larona, dan Wilayah Sungai
Lambunu–Bual;
c. Sungai/Wilayah Sungai dengan prioritas rendah pada :, Wilayah Sungai
Lasolo– Sampara, dan Wilayah Sungai Toari–Susua;
d. Penerapan konsep “Satu Sungai, Satu Rencana, Satu Pengelolaan Terpadu”
dari hulu hingga hilir;
e. Pembangunan bendungan-bendungan baru dan embung-embung besar
dengan prioritas tinggi di Kabupaten Kendari yang meliputi Bendungan
Unaaha, Lapoa, Makufa, Wadongo, dan Lakara; di Kabupaten Donggala yang
meliputi Bendungan Janja dan Bojawa; Larona di Kab. Palopo; dan Gilirang di
Wajo ; di Kabupaten Soppeng yang meliputi Bendungan Padangeng, Lawo dan
Walimpong; Pamakulu di Kabupaten Takalar; Kelara-Karaloe di Kabupaten
Jeneponto ; di Kabupaten Tana Toraja; di Kabupaten Polewali; di Kabupaten
Mamasa ; di Kabupaten Polewali ; di Kabupaten Minahasa Utara yang meliputi
Bendungan Sawangan dan Kuwil ; Ranoyapo di Kabupaten Minahasa Selatan ;
di Kabupaten Bolaang Mongondow yang melputi Bendungan Dumoga, Ayong,
Sangkup, dan Ollot; serta di Kabupaten Talaud yang meliputi Bendungan Lua
dan Lalue.
f. Pemeliharaan bendungan-bendungan yang meliputi Bendungan Tinondo di
Kabupaten Kendari; Batubesi di Kabupaten Kolaka; Larona di Kabupaten Luwu
Timur; Bendungan Torout, Kasinggolan, dan Dumagin di Kabupaten Bolaang
Mongondow, Bendungan Kalola di Kabupaten Wajo, Salomekko di Kabupaten
Bone dan Bendungan Bilibili di Kabupaten Gowa;
g. Perlindungan daerah tangkapan air, sempadan sungai, sempadan waduk dan
danau dari pemanfaatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
h. Pemeliharaan, peningkatan dan perluasan jaringan irigasi teknis pada
kawasan sentra pangan nasional meliputi kawasan pertanian tanaman
pangan, yang meliputi kawasan Dumoga-Kotamobagu dsk, Gorontalo,
Kolonodale dsk, Palopo dsk, Parepare dsk, Bulukumba dsk, dan Watampone
dsk;
i. Penyediaan air baku untuk mendukung pengembangan kawasan budidaya di
Pulau Sulawesi untuk kawasan budidaya perkebunan, peternakan, perikanan
tambak, dan perikanan tangkap sesuai dengan komoditas unggulan masing-
masing wilayah.

81
j. Penghutanan kembali kawasan lindung pada hulu danau-danau kritis di
Sulawesi, meliputi Danau Tondano, Danau Limboto, Danau Tempe, Danau
Towuti, Danau Poso dan Danau Moat;
k. Pengendalian pencemaran sungai dan air permukaan lain secara ketat yang
bersumber dari kegiatan permukiman perkotaan, pertanian, industri,
pertambangan, dan kegiatan pariwisata.
Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan
perlindungan pada kawasan bawahannya meliputi upaya untuk :
a. Mencegah terjadinya erosi dan atau sedimentasi pada kota-kota atau
kawasan-kawasan budidaya khususnya yang berada pada kelerengan terjal;
b. Mengendalikan luasan hutan lindung Pulau Sulawesi yang meliputi sebesar
5.531.643 ha dengan rincian 251.400 ha di Provinsi Sulawesi Utara, 1.489.923
ha di Provinsi Sulawesi Tengah, 1.944.416 ha di Provinsi Sulawesi Selatan,
1.350.600 ha di Sulawesi Tenggara dan 495.304 ha di Provinsi Gorontalo;
c. Melakukan penelitian dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dalam
rangka penetapan kawasan bergambut;
d. Mempertahankan dan merehabilitasi keberadaan zona-zona resapan tinggi di
Pulau Sulawesi yang mencakup Puncak G. Lompobatang, Peg. Quarles dengan
puncakpuncak G. Rantemario, G. Sinjai, G. Paroreang, G. Gandadiwata, G.
Kambuno, G. Kabinturu, dan G. Baleasa di Sulawesi Selatan; Peg.
Tangkeleboke, Peg. Mengkoka, dan Peg. Abuki di Sulawesi Tenggara; Peg.
Balantak, Peg. Balingara, Peg. Batui, Peg. Pompangeo, Peg. Fennema, Peg.
Takolekayu, dan setempat di Puncak-puncak gunung antara lain G.
Porekaitimbu, G. Sidole, G. Toipe, G. Sonjol, G. Ogoamas, G. Dampal, G.
Tomini, G. Tinombala, G. Malino, G. Salat, G. Dako, G. Kolonodale, dan G.
Airterang di Sulawesi Tengah; Peg. Paleleh yang tediri dari puncak G. Ali, G.
Tentolomantinan dan G. Pentolo, serta Puncak G. Baliyohuto dan G. Gambuta
di Gorontalo; Peg. Lembeh, Peg. Lembean, Peg. Kaweng, Peg. Wiau, Peg.
Soan, Peg. Duasaudara, Peg. Lengkoan, Peg. Tompaso, Peg. Masarang, Peg.
Mahawu, Peg. Lolongbulan, Peg. Sinonsayang, Peg. Ponosakan, Peg. Salebabu,
Peg. Kabaruan, Peg. Karakelang, Peg. Mobugayon, Peg. Bumbungan, Peg.
Pinolosian, Peg. Sang Tombolang, dan Peg. Buludaweketan dengan puncak-
puncaknya adalah G. Poniki, G. Matabulewa, G. Soputan, G. Lokon, G. Tumpa,
G. Ambang, G. Manimporok, G. Sahendarumang, dan G. Klabat serta

82
beberapa pulau antara lain Puncak G. Awu di Pulau Sangihe yang seluruhnya
berada di Sulawesi Utara;
e. Merehabilitasi dan meningkatkan keberadaan kawasan mangrove di Pulau
Sulawesi yang meliputi : wilayah pesisir Teluk Tolo, Teluk Bone, Teluk
Donggala, Teluk Tomini, pesisir selatan dan utara Sulawesi Utara, pesisir barat
dan timur Sulawesi Selatan, pesisir barat Sulawesi Tengah, dan pesisir Utara
dan Timur Sulawesi Tenggara.
Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan yang memberikan
perlindungan pada kawasan setempat meliputi :
a. Menetapkan kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar
danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air sebagai kawasan berfungsi
lindung pada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan Rencana Tata
Ruang Kawasan;
b. Mengelola kawasan sekitar danau secara bijaksana dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan agar proses
pendangkalan danau-danau kritis dapat dicegah, yang mencakup Danau
Tondano, Danau Limboto, Danau Poso, Danau Towuti, Danau Matano, Danau
Moat, dan Danau Tempe;
Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan yang suaka alam,
pelestarian alam dan cagar budaya :
a. Mengelola Cagar Alam yang meliputi: CA Karaenta (1.000 ha), CA Pegunungan
Faruhumpenai (90.000 ha), CA Bulu Saraung (5.690 ha), CA Bantimurung
(1.000 ha), CA Kalaena (110 ha), CA Ponda-Ponda (77,22 ha), CA Tanjung Api
(4.246 ha), CA Morowali (209.400 ha), CA Pangi Binanga (6.000 ha), CA
Gunung Tinombala (37.106,12 ha), CA Gunung Sojol (64.448,71 ha), CA
Pamona (35.000 ha), CA Napabalano (9 ha), CA Lamedae (635,16 ha), CA
Kakinauwe (810 ha), CA Mas Popaya Raja (160 ha), CA Tanggale (112,50 ha),
CA Panua (45.575 ha), CA Dua Saudara (4.299 ha), CA Tangkoko Batuangus
(3.196 ha), CA Gunung Lokon (100 ha), CA Gunung Ambang (8.638 ha).
b. Mengelola Suaka Margasatwa yang meliputi: SM Lampoko Mampie (2.000 ha),
SM Bontobahari (4.000 ha), SM Komara (1.500 ha), SM Pati-pati (3.103,79 ha),
SM Lombuyan I/II (3.069 ha), SM Dolangan (462 ha), SM Bakiriang (12.500
ha), SM Pinjam/Tanjung Matop (1.612,50 ha), SM Pulau Pasoso (5000 ha), SM
Tanjung Santigi (3.500 ha), SM Tanjung Amolengo (605 ha), SM Buton Utara

83
(82.000 ha), SM Tanjung Batikolo (4.016 ha), SM Lambusongo (28.510 ha), SM
Tanjung Peropa (38.000 ha), SM Nantu (31.215 ha), SM Gunung Manembo-
nembo (6.500 ha), dan SM Gunung Manembo Nembo (6.500 ha)
c. Mengelola Taman Nasional yang meliputi: TN Lore Lindu (217.991,18 ha), TN
Rawa Aopa Watumohai (105.194 ha), TN Bogani Nani Wartabone (287.115
ha), dan TN Bantimurung-Bulusarawung (43.750 ha);
d. Mengelola Taman Nasional Laut yang meliputi: TNL Taka Bone Rate (530.765
ha), TNL Kepulauan Wakatobi (1.390.000 ha), TNL Kepulauan Banggai dan TNL
Bunaken (89.065 ha).
e. Mengelola Taman Hutan Raya yang meliputi: THR Pabuya Paniki (14.035 ha),
THR Palu (8.100 ha), dan THR Murhun (7.877 ha).
f. Mengelola Taman Wisata yang meliputi: TW Danau Matano dan Mahalona
(30.000 ha), TW Danau Towuti (65.000 ha), TW Goa Patunuang (1.500 ha), TW
Malino (3.500 ha), TW Sidrap (246,25 ha), Nanggala III (500 ha), TW Cani
Sirenrang (3.125 ha), TW Leija (1.265 ha), TW Air Terjun Wera (250 ha), TW
Mangolo (5.200 ha), TW Tirta Rimba (488 ha), TW Pulau Padamarang (36.000
ha), TW Batu Angus (635 ha), TW Amam Kapoposang (50.000 ha), dan TW
Batu Putih (615 ha).
g. Mengelola Taman Wisata Laut yang meliputi: TWL Kapoposang (50.000 ha),
TWL Takabonerate ( 530.765 ha), TWL Kepulauan Togean (100.000 ha), TWL
Pulau Tosale (5.000 ha), TWL Pulau Peleng (17.462 ha), dan TWL Teluk Lasoso
(81.800 ha); TWL Laut Buton (48.800 ha).
h. Mengelola Taman Buru yang meliputi: TB Komara (4.610 ha), TB Landusa
Tomata (5.000 ha), TB Padang Mata Osu (8.000 ha), TB Karakelang Utara dan
Selatan (24.669 ha), dan TB Padang Mata Osu (8.000)
i. Mengelola Cagar Budaya yang meliputi : kawasan Rawa Aopa Watumohai,
kawasan Tana Toraja, kawasan Suku Kajang, kawasan Karst Maros – Pangkep,
kawasan Pinabetengan/Bukit Kasih Kanonang Minahasa dan cagar budaya
lainnya.
j. Mengelola Suaka Margasatwa Laut yang meliputi: Suaka Margasatwa Laut
Pulaupulau Tiga (42.000 ha)
Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan rawan bencana
lingkungan meliputi :
a. Pengendalian perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari
bencana gempa bumi terutama di wilayah tengah Pulau Sulawesi yakni pada

84
kawasan antara kota Pinrang – Polewali - Mamasa, Mamuju – Majene - Tana
Toraja – Enrekang - Luwu di Sulawesi Selatan, kota Poso-Palu-Teluk Tomini di
Sulawesi Tengah; pada kawasan antara Pantai Toli-Toli dan Limboto; dan pada
kawasan Danau Tondano di Sulawesi Utara;
b. Pengendalian perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari
bencana alam Tsunami terutama di daerah pesisir barat Sulawesi Selatan
yang meliputi kawasan antara Pinrang – Polewali - Majene - Mamuju; kawasan
pesisir barat Sulawesi Tengah meliputi Teluk Palu, Donggala, dan Tolitoli;
kawasan pesisir utara Sulawesi Utara meliputi kawasan Sangihe-Talaud dan
kawasan sepanjang Manado – Amurang – Inobonto – Bintauna ; serta kawasan
pesisir selatan Sulawesi Tenggara;
c. Pengendalian perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari
bencana letusan gunung api di sekitar 18 gunung api yang terdapat di Pulau
Sulawesi yang meliputi gunung api pada sekitar kawasan Kepulauan Sangihe-
Talaud, Kota Bitung, Kota Tomohon, kota-kota di kawasan Minahasa dan
Minahasa Selatan, kepulauan Una-Una, dan Kabupaten Bolaang Mongondow;
d. Pengendalian perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari
bencana gerakan tanah atau longsor terutama di lereng kaki Gunung
Lompobatang bagian utara, Luwu, Mamuju, Tana Toraja, Enrekang, Polewali,
Mamasa, Majene, Sidenreng-Rappang, Soppeng, Barru, Sinjai, Bone; Tomohon
di sekitar Gunung Lokon; Airmadidi di sekitar Gunung Api Klabat; dan di
bagian selatan antara Gunung Soputan dan Danau Tondano;
e. Pengendalian perkembangan kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari
bencana kenaikan muka air laut terutama di kawasan pesisir Barat Sulawesi
Selatan serta di kawasan pesisir Utara dan Selatan Sulawesi Utara.
Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan andalan menurut
prioritas penanganannya meliputi :
a. Pengembangan Kawasan andalan Parepare dsk, Manado – Bitung dsk, Batui
dsk, Buton dsk, dan Gorontalo-Paguyaman-Kwandang dsk dengan prioritas
tinggi;
b. Pengembangan Kawasan andalan Palu dsk, Makassar dsk, Ladongi dsk,
Dumoga – Kotamobagu dsk, Palopo dsk, dan Marisa dsk dengan prioritas
sedang; c. Pengembangan Kawasan andalan Kendari dsk, Toli-toli dsk,
Kolonodale dsk, Bulukumba dsk, Watampone dsk, Mamuju dsk, dan Poso dsk
dengan prioritas rendah.

85
Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan andalan laut menurut
prioritas penanganannya meliputi :
a. Pengembangan Kawasan andalan laut Kapoposang dsk, Takabonerate dsk,
Bunaken dsk, Tiworo dsk, dan Teluk Tomini dsk dengan prioritas tinggi;
b. Pengembangan Kawasan andalan laut Teluk Tolo dsk, Teluk Bone dsk, Lasolo
dsk, Batutoli dsk, dan Selat Makassar dsk dengan prioritas sedang.
Pengembangan potensi dan fungsi pulau-pulau kecil atau gugus pulau
diprioritaskan penanganannya pada: Kepulauan Banggai, Kepulauan Togean,
Kepulauan Selayar, Kepulauan Wakatobi, Kepulauan Spermonde, Kepulauan
Sangihe, Kepulauan Talaud dan Kepulauan di Minahasa Utara.
Pengembangan potensi dan fungsi pulau-pulau kecil atau gugus pulau
yang tidak berpenghuni untuk pengembangan kegiatan pariwisata bahari
diarahkan di Kepulauan Pangkajene Kepulauan dan Kepulauan Wakatobi.
Indikasi program pengelolaan ruang pada Kawasan Teluk Tomini, Teluk
Bone, dan Teluk Tolo meliputi:
a. Menjaga kelestarian ekosistem khas Teluk Tomini, Teluk Bone, dan Teluk Tolo
dari ancaman dampak pemanfaatan potensi sumberdaya alam di dalamnya;
b. Mengembangkan kawasan perikanan terpadu sesuai dengan program-
program prioritas daerah
c. Mengembangkan kawasan-kawasan pariwisata terpadu yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana yang bertaraf internasional di Kepulauan
Togean;
d. Mengembangkan pola-pola kerjasama pembangunan lintas wilayah provinsi
yang saling menguntungkan melalui pembentukan badan kerjasama khusus.
Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan karst meliputi:
a. Mempertahankan Kawasan Karst Maros di Sulawesi Selatan dan Wawolesea di
Sulawesi Tenggara sebagai kawasan penyimpan cadangan air tanah;
b. Memanfaatkan potensi ekonomi kawasan karst secara terbatas tanpa
merusak fungsinya secara keseluruhan;
c. Mengembangkan kawasan karst sebagai obyek wisata budaya, serta flora dan
fauna khas yang bernilai ekologi tinggi.
Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan perbatasan lintas
wilayah provinsi meliputi :
a. Memaduserasikan rencana tata ruang pada kawasan perbatasan tersebut
melalui penyusunan Rencana Detail Tata Ruang kawasan perbatasan, yakni

86
agar potensi konflik pemanfaatan ruang lintas wilayah provinsi dapat
dihindarkan;
b. Mengembangkan pola-pola kerjasama pembangunan lintas wilayah provinsi
yang saling menguntungkan;
c. Menangani kawasan perbatasan lintas wilayah provinsi, yakni antara Provinsi
Sulawesi Utara dengan Gorontalo, Gorontalo dengan Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tengah dengan Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan dengan Sulawesi
Tenggara, serta antara Sulawesi Tengah dengan Sulawesi Tenggara.
Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan Takabonerate,
Wakatobi dan Bimindo meliputi :
a. Mengembangkan potensi kawasan sebagai pusat kegiatan pariwisata alam
dan bahari dengan tetap memperhatikan kelestarian ekosistem khas secara
berkelanjutan.
b. Mengembangkan kawasan-kawasan pariwisata alam dan bahari terpadu yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang bertaraf internasional
Indikasi program pengelolaan ruang pada kawasan perbatasan negara
meliputi:
a. Meningkatkan akses menuju kota-kota pesisir pada pulau-pulau pada kawasan
perbatasan yang menjadi orientasi utama pada wilayah NKRI;
b. Mengembangkan pelayanan penunjang kegiatan perdagangan internasional,
baik berskala kecil hingga besar;
c. Memanfaatkan ALKI untuk kepentingan pertahanan dan perdagangan
internasional;
d. Menegaskan garis batas laut dan rambu-rambu pelayaran untuk menjamin
kepastian hukum laut;
e. Meningkatkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan sosial–ekonomi
masyarakat, khususnya untuk permukiman nelayan;
f. Menerapkan insentif dan disinsentif untuk pengembangan kawasan
perbatasan yang meliputi pembebasan pajak untuk investor, kemudahan
perizinan, dan bentuk-bantuk lain yang sah berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku.
Kawasan perbatasan antar negara meliputi meliputi: wilayah perairan Laut
Sulawesi dan perairan Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan
Talaud yang langsung berbatasan dengan Philipina, termasuk penanganan kota-

87
kota pesisir, yaitu: Tahuna, Melonguane, Beo, Tamako, Lirung, Rainis, Mangaran,
Essang, Enemawira, Miangas, dan Marore.
Pulau-pulau kecil pada kawasan perbatasan negara yang menjadi sasaran
prioritas program antara lain P. Miangas, P. Kawio, P. Batubawaikang, P.
Kakorotan, P. Matutuang, P. Kawaluso, P. Karatung, P. Intata, P. Marore, P.
Marampit, dan pulau-pulau lain di sekitarnya.

88
Gambar 03. Peta Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi
Gambar BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN-3. Peta Rencana Tata
Ruang Pulau Sulawesi

89
Gambar 04. Peta Pola Pemenfaatan Ruang Pulau Sulawesi 2023
Gambar BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN-4. Peta Pola
Pemenfaatan Ruang Pulau Sulawesi 2023

1.3. TINJAUAN KEBIJAKAN BERDASARKAN RENCANA PEMBANGUNAN


JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI TAHUN 2005 – 2025
1.3.1. Visi dan Misi Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
1.3.1.1. VISI
Pembangunan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah kurun waktu 2005–2025
dilaksanakan dengan visi yang didasarkan pada kondisi, potensi, hasil
90
pembangunan yang telah dicapai, masalah dan isu pokok pembangunan serta
tantangan, kendala dan peluang pembangunan yang dihadapi, maka dirumuskan
visi sebagai berikut :

“Sulawesi Tengah Yang MAJU, MANDIRI, SEJAHTERA, DAN


BERKEADILAN”

Rangkaian kata – kata kunci dalam visi ini dapat dibentuk menjadi satu
akronim “JURI TERADIL”.
Juri Teradil memberi makna bahwa dalam mewujudkan tujuan
pembangunan yang memberi maslahat bagi masyarakat Sulawesi Tengah
dibutuhkan tidak hanya sekedar kecerdasan tetapi kearifan dan sifat bijaksana,
dengan demikian menunjukan bahwa pembangunan di Sulawesi Tengah harus
dituntun oleh kemampuan dan kejernihan hati nurani atau moralitas yang prima
dari setiap individu dan masyarakat Sulawesi Tengah.
Visi pembangunan Sulawesi Tengah ini mengandung pengertian yang luas
dan menggambarkan cita – cita seluruh masyarakat Sulawesi Tengah dalam
kurun waktu 25 tahun mendatang. Dengan menghayati dan mengamalkan
makna Juri Teradil diharapkan Sulawesi Tengah menjadi perintis dalam
mewujudkan tuntutan reformasi yang sudah terangkum dalam visi Sulawesi
Tengah ini.
Gambaran yang akan dicapai dalam masa jangka panjang dalam Juri
Teradil tersebut adalah :
Maju ; adalah terbuka dengan hal yang baru dan nilai – nilai baru. Selalu
menginginkan peningkatan, pertumbuhan dan pengembangan, berorientasi
kemasa depan, tidak mudah terpuaskan dengan kondisi yang ada, selalu
terdorong mencari hal – hal yang baru dan berpandangan luas.
Mandiri ; adalah tidak tergantung pada sesuatu, ketergantungan terhadap
sesuatu tidak sampai menjadi kendala dan selalu berusaha mencari jalan
keluar, mempunyai kemampuan, prakarsa dan motivasi, inovatif, mempunyai
rasa percaya diri, mampu mengelola dan mengembangkan potensi yang
dimiliki.
Sejahtera ; adalah kondisi kehidupan yang memadai dari segi ekonomi,
aman sentosa dan makmur, terlepas dari segala macam hambatan, gangguan
dan kesulitan hidup, masyarakat hidup rukun dan penuh kebersamaan dan

91
kekeluargaan, saling mengamankan, mewujudkan kesenangan hidup
bersama.
Berkeadilan ; adalah sifat, perbuatan, perlakuan yang adil, pengakuan dan
mempertahankan hak – hak masyarakat, memberikan perlakuan yang sama
dihadapan hukum dan mampu menentukan mana yang benar dan mana yang
salah, tidak sewenang – wenang, menghargai dan menghormati supremasi
hukum dan HAM diatas segala – galanya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
1.3.1.2. MISI
Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan serangkaian misi
pembangunan Propinsi Sulawesi Tengah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
Melalui : penyediaan kebutuhan dan mutu pelayanan dasar social yang
memadai untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat,
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mampu
menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik
teknologi maju maupun teknologi tepat guna yang bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan dan kualitas masyarakat.
2. Meningkatkan kualitas lingkungan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Dalam wujud menciptakan dan memelihara suasana kehidupan yang rukun,
aman dan tenteram antar sesama manusia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, manusia dan lingkungan hidupnya dan manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa, memiliki etika dan moralitas sesuai dengan
nilai – nilai keagamaan, pancasila dan nilai – nilai budaya lokal dan bangsa
guna meneguhkan komitmen menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3. Meningkatkan ketahanan ekonomi daerah
Melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara arif dan bijaksana sebagai
potensi yang memberi kekuatan pada dinamika perekonomian daerah yang
pada gilirannya meningkatkan kemampuan keuangan daerah guna
membelanjai kegiatan pembangunan daerah serta memberi maslahat yang
merata dan adil bagi masyarakat, serta didukung oleh kondisi prasarana fisik
wilayah yang memadai tanpa menafikan keselarasan pembangunan yang
ramah terhadap kelestarian lingkungan, mengatasi dan terus mencegah

92
kesenjangan tingkat kehidupan masyarakat yang dapat berakibat pada
ketertinggalan, pengangguran dan kemiskinan di pedesaan dan perkotaan.
4. Meningkatkan kualitas kelembagaan pemerintah, kelembagaan
politik, sosial budaya, keagamaan dan kemasyarakatan lainnya.
Meningkatkan kualitas nilai – nilai hakiki berdemokrasi dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berwujud suasana kehidupan politik yang
beretika dan bermoral sesuai dengan nilai agama, nilai budaya bangsa dan
hakekat demokrasi, menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM, bebas dari
praktek penyimpangan KKN dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, pembinaan kehidupan beragama untuk meningkatkan kualitas
keamanan dan ketaqwaan individu dan masyarakat, menjunjung dan
memberi apresiasi pengembangan tata nilai budaya dan kearifan lokal serta
budaya bangsa, serta terus menguatkan pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah dengan memantapkan pemberdayaan dan peningkatan
peranserta masyarakat dalam pembangunan daerah, meningkatkan kualitas
sumberdaya aparatur pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah dalam
mengemban tugas dan fungsi serta tanggungjawabnya dalam
penyelenggaraan fungsi – fungsi pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
dan pelayanan masyarakat.
5. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang berkelanjutan
Menata kembali kondisi lingkungan hidup yang menunjukan kecenderungan
penurunan kualitas, meliputi lahan kritis, kerusakan hutan lindung,
menipisnya luas hutan mengrove, kerusakan kawasan pantai dan terumbu
karang, meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat, mencegah dampak
negative pengelolaan sumberdaya alam berupa pencemaran dan degradasi
lingkungan hidup, mengintegrasikan pengelolaan sumberdaya alam dengan
kelestarian lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah yang
berkelanjutan, menserasikan pemanfaatan fungsi tata ruang meliputi tanah,
air, udara dan sumberdaya daya alam dengan sektor – sektor perekonomian
termasuk system pemukiman, prasarana dan sarana wilayah secara terpadu
sehingga memenuhi asas konservasi, efesiensi dan harmoni yang menjadi
asas dalam perencanaan tata ruang.

93
1.3.2. Arah, Tahapan dan Prioritas Pembangunan Daerah Provinsi
1.3.2.1. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
Secara umum, arah pembangunan jangka panjang Sulawesi Tengah adalah
peningkatan kualitas SDM, yang dilakukan melalui peningkatan akses,
pemerataan, relevansi, dan mutu pelayanan sosial dasar, termasuk pendidikan
dan kesehatan, peningkatan kualitas dan daya saing tenaga kerja, peningkatan
kualitas kehidupan dan kerukunan kehidupan umat beragama, sering diupayakan
dengan pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, serta penataan
persebaran dan mobilitas penduduk, yang mengikuti pembangunan wilayah dan
sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, untuk mencapai
terwujudnya masyarakat Sulawesi Tengah yang sehat, cerdas, produktif dan
berahlak mulia.
1. Pembangunan SDM memiliki peran yang sangat
penting dalam mewujudkan Masyarakat yang maju, damai, sejahtera, dan
mandiri sehingga mampu berdaya saing dalam era globalisasi dengan daerah
lainnya. Dalam kaitan itu, pembangunan SDM diarahkan pada peningkatan
kualitas SDM Sulawesi Tengah yang ditandai dengan meningkatnya IPM.
2. Pengendalian laju pertumbuhan Penduduk
diarahkan pada peningkatan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi yang terjangkau, bermutu dan efektif menuju terbentuknya
keluarga kecil yang berkualitas serta Penataan administrasi kependudukan
untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang
berkelanjutan, dan mendorong terakomodasinya hak – hak penduduk.
3. Pembangunan pendidikan dan kesehatan
merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas SDM dan perannya sangat
penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat
kemiskinan, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesejahteraannya dengan
berlandaskan pada norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
tanpa diskriminasi
4. Peningkatan akses dan pemerataan pelayanan
pendidikan yang bermutu dan terjangkau dengan memperhatikan penduduk
miskin, melalui peningkatan pelayanan pendidikan prasekolah dalam rangka
meningkatkan tumbuh kembang anak dan meningkatkan kesiapan anak untuk
mengikuti pendidikan persekolahan, pelaksanaan program Wajib Belajar
Pendidikan 12 Tahun sebagai kelanjutan Wajib Belajar 9 Tahun, dan

94
peningkatan pelayanan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, serta
pemenuhan kebutuhan belajar dan perbaikan tingkat, melalui penyediaan
pelayanan yang merata dan berkeadilan terhadap pendidikan berkelanjutan,
yang didukung oleh penyediaan informasi pendidikan yang akurat dan tepat
waktu, serta pemantapan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya
pendidikan untuk semua dan sepanjang hayat.
5. Peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan
dan pelatihan yang mampu merespon globalisasi dan kebutuhan
pembangunan nasional dan Daerah dalam rangka meningkatkan daya saing,
melalui pengembangan kurikulum pendidikan yang dapat melayani
keberagaman peserta didik, jenis, dan jalur pendidikan, serta kebutuhan
pasar kerja dan pembangunan wilayah, peningkatan kualitas dan
profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, penyediaan
sarana pendidikan yang bermutu, peningkatan pengabdian pada masyarakat.
6. Pengembangan minat membaca guna
membangun masyarakat pembelajar dan kritis demi terwujudnya bangsa
yang cerdas dan maju.
7. Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat
melalui perbaikan perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan kualitas gizi
penduduk terutama bayi, balita, ibu hamil, dan perempuan dewasa, yang
didukung oleh pengembangan tenaga kesehatan guna menunjang
peningkatan jumlah, mutu, dan penyebaran yang merata sesuai dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan.
8. Peningkatan kualitas hidup seluruh masyarakat
dengan memberikan perhatian khusus bagi anak, remaja, pemuda,
perempuan, keluarga serta masyarakat miskin di berbagai bidang
pembangunan, yang didukung oleh sistem hukum dan perlindungan sosial
yang responsif.
9. Peningkatan akses dan partisipasi pembudayaan
dan peningkatan prestasi olahraga yang berprinsip pada kesetaraan dan
keadilan gender.
10. Peningkatan kualitas tenaga kerja melalui
perubahan orientasi pengelolaan pelatihan dan pemberian dukungan bagi
program pelatihan yang strategis, untuk mencapai efektivitas SDM, dan

95
memenuhi struktur kebutuhan tenaga kerja yang diharapkan oleh lapangan
kerja yang berorientasi pada potensi daerah.
11. Penyediaan tenaga kerja terampil dan
profesional melalui penyetaraan kualitas baku standar kompetensi tenaga
kerja, untuk memenuhi sistem standar sertifikasi international dalam era
global.
12. Peningkatan kualitas kehidupan dan kerukunan
hidup inter dan antar-umat beragama menuju terwujudnya manusia yang
berahlak mulia, melalui peningkatan pelayanan termasuk pemberian fasilitas
kemudahan umat dalam menjalankan ibadahnya, peningkatan kualitas
pendidikan agama, dan peningkatan peran serta masyarakat dalam
pembangunan agama.
13. Pengelolaan pembangunan sumberdaya aparatur
yang menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas dan transparansi, yang
melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan dan
pengawasaannya, serta menerapkan sistem pembiayaan yang berprinsip
pada pemerataan dan keadlian.
14. Peningkatan pengelolaan data dan informasi
serta penerapan dan pengembangan IPTEK.
1.3.2.2. Meningkatkan kualitas lingkungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara
Kondisi sosial, ekonomi dan budaya serta suku, agama dan ras yang
beragam memerlukan kemampuan pertahanan wilayah yang kuat untuk
menjamin tetap tegaknya NKRI. Adanya gangguan keamanan dalam berbagai
variasi kejahatan dan potensi konflik horizontal membuat masyarakat resah dan
tidak aman. Terjaminnya keamanan dan rasa aman merupakan syarat mutlak
bagi terlaksananya pembangunan di Sulawesi Tengah.
1. Pembangunan sistem keamanan diarahkan untuk profesionalisme aparat
keamanan beserta institusi terkait dan meningkatkan peranserta masyarakat
dalam rangka mewujudkan terjaminnya keamanan dan ketertiban
masyarakat, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat.
2. Pengembangan dinamika masyarakat ke arah kehidupan yang
memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam membela
negara, perlindungan masyarakat dan pelayanan kemanusiaan serta

96
membina harmonisasi heterogenitas masyarakat sebagai potensi budaya
daerah dan nasional guna menjaga keutuhan NKRI.
1.3.2.3. Meningkatkan ketahanan ekonomi daerah
Upaya peningkatan ketahanan ekonomi daerah diperlukan guna
penanggulangan kemiskinan yang diarahkan untuk menumbuhkan dan
mendorong rasa tanggungjawab bersama pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha sehingga jumlah masyarakat miskin yang ada pada tahun 2005 sejumlah
527.500 jiwa atau 21,80% dapat diturunkan hingga dibawah 15 % pada tahun
2025. Harapan itu dapat dicapai melalui :
1. Perluasan kesempatan kerja yang diarahkan untuk mendorong pasar kerja
yang fleksibel agar tercipta sebanyak mungkin lapangan pekerjaan formal
serta peningkatan pelayanan publik dan penyediaan sarana prasarana dalam
rangka pemberdayaan ekonomi rakyat.
2. Perlindungan sosial bagi keluarga miskin yang berada di wilayah terpencil
melalui pelayanan kebutuhan dasar.
3. Penguatan koordinasi dan jaringan kerja guna mengoptimalkan kemitraan
antara pemerintah swasta dan masyarakat dalam rangka penanggulangan
kemiskinan.
4. Perekonomian dikembangkan melalui pengembangan potensi dan produk
lokal dengan mekanisme pasar yang berdasarkan persaingan sehat yang
memperhatikan nilai-nilai keadilan serta kepentingan sosial sehingga terjamin
kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja bagi seluruh
masyarakat.
5. Peranan pemerintah yang efektif dan optimal sebagai fasilitator sekaligus
katalisator pembangunan diupayakan di dalam berbagai tingkat, guna
menjaga kelangsungan mekanisme pasar melalui pengembangan institusi
pasar sesuai dinamika kebutuhan, pengembangan kerangka regulasi yang
non diskriminatif, serta perbaikan subsidi dan insentif yang sesuai sasaran.
6. Daya saing daerah perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan dengan
bertumpu pada daya dukung lahan dan lingkungan melalui peningkatan
produktivitas dan inovasi yang dikelola secara berkelanjutan melalui
perbaikan kemampuan sumberdaya manusia, terciptanya penguasaan dan
penerapan teknologi, serta dukungan stabilitas ekonomi dan penyediaan
infrastruktur fisik dan ekonomi yang seluruhnya diarahkan bagi terwujudnya
keunggulan kompetetif berdasarkan keunggulan komparatif yang disesuaikan

97
dengan kompetensi dan keunggulan di setiap daerah, baik pada sektor
pertanian dalam arti luas, kelautan, kehutanan, pertambangan, pariwisata,
maupun pada sektor industri dan jasa.
7. Pembangunan industri dikelola dengan pengembangan jaringan rumpun
industri yang sehat dan kompetitif melalui penguatan fondasi ekonomi mikro
secara terarah dengan pola kebijakan yang tidak terdistorsi terhadap
mekanisme pasar seperti penyediaan infrastruktur, ekonomi dan teknologi
yang responsif. Selanjutnya pengembangan jaringan rumpun industri perlu
didorong untuk membuka akses yang sama terhadap kesempatan kerja dan
berusaha bagi kompetensi lokal dan regional.
8. Dalam rangka memperkuat daya saing, kebijakan industri perlu
diintegrasikan dengan kebijakan perdagangan dan investasi karena
kepentingannya yang saling terkait. Sementara itu kepentingan investasi
adalah untuk menggairahkan iklim usaha melalui kemudahan berbagai
regulasi terkait serta pengembangan berbagai paket insentif yang dirumuskan
secara efektif dan selaras dengan arah peningkatan daya saing dan produk-
produk unggulan daerah.
9. Dalam rangka memperbesar sekaligus memperkuat basis produksi secara
nasional, proses industrialisasi perlu mendorong peningkatan nilai tambah
kegiatan sektor primer terutama sektor pertanian dalam arti luas, kelautan
dan pertambangan agar mampu bersaing di pasar lokal dan internasional.
Kepentingan ini menduduki peranan yang strategis karena berkenaan dengan
kehidupan dan penghidupan sebagian besar masyarakat, berkaitan erat
dengan perkuatan ketahanan pangan secara nasional, merupakan
sumberdaya alam, serta memiliki rantai keterkaitan nilai tambah yang besar
di masa yang akan datang.
10.Pengembangan UKM dan Koperasi diarahkan untuk berkembang menjadi
pelaku, ekonomi yang berkeunggulan kompetitif melalui perkuatan
kewirausahaan dan peningkatan produktivitas yang didukung dengan upaya
peningkatan adaptasi terhadap kebutuhan pasar, pemanfaatan hasil inovasi
dan penerapan teknologi. Pengembangan UKM menjadi bagian integral di
dalam perubahan struktur yang sejalan dengan modernisasi agribisnis dan
agroindustri, khususnya yang mendukung ketahanan pangan, serta perkuatan
basis produksi dan daya saing industri, antara lain melalui pola
pengembangan klaster, percepatan alih teknologi, dan peningkatan kualitas

98
SDM. Sementara itu, pengembangan usaha mikro menjadi pilihan strategis
untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan. Koperasi
berkembang semakin luas menjadi wahana yang efektif dalam menciptakan
efisiensi kolektif para anggota koperasi.
11.Ketahanan pangan ditingkatkan dengan perluasan produksi dalam negeri
untuk kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab
bersama antara pemerintah di segala tingkatan bersama masyarakat.
Peranan pemerintah dari tingkat pusat sampai pada pemerintah daerah
adalah memfasilitasi dan menyelenggarakan peraturan, pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan terhadap kesediaan pangan.
12.Ketahanan pangan diperkuat dengan meningkatkan ketersediaan pangan,
menjaga stabilitas penyediaan bahan pangan, serta meningkatkan akses
rumah tangga untuk memperoleh pangan. Dalam kaitan itu ditingkatkan
produksi pangan multi komoditas dari dalam negeri berdasarkan keungggulan
komparatif dan kompetitifnya, efektivitas dan efisiensi distribusi pangan,
akses masyarakat terhadap bahan pengan, kemampuan penyediaan pangan,
kemampuan penyediaan cadangan pangan, pengetahuan masyarakat tentang
pengadaan gizi.
13.Sumber-sumber air dikelola dengan prinsip “One river one management and
consolidated planning” (Suatu daerah aliran sungai dikelola oleh satu unit
pengelola dan tidak berdasarkan batas-batas administrasi). Dengan
memperhatikan berbagai kepentingan di sepanjang Daerah Aliran Sungai dari
hulu hingga hilir sehingga terjadi keseimbangan kepentingan antar sektor,
antar instansi pusat, antar wilayah propinsi, antar wilayah kabupaten/kota
dan wilayah sungai, yang akhirnya dapat mewujudkan senergi antara pihak-
pihak yangberkepentingan (stakeholders) dan mencegah konflik horizontal
dan vertikal.
14.Pengembangan sungai dan Daerah Aliran Sungai dilakukan dengan
menurunkan tingkat sedimentasi sungai, menstabilkan kapasitas pengaliran
air sungai dan bangunan pengendali banjir, mengurangi perbedaan aliran
dasar sungai musim kemarau dan musim hujan, menjaga dan menstabilkan
kualitas dan kuantitas air di hulu dan di hilir, memperbaiki daerah tangkapan
air (catchment area), menjadikan pengendali sedimen, menyediakan waduk-

99
waduk kecil untuk memenuhi kebutuhan air wilayah setempat pada daerah-
daerah rawan kekeringan untuk memenuhi kebutuhan air bersih maupun
irigasi, membangun pengendali daya rusak air di pantai.
15.Fungsi air sebagai sosial goods (kebutuhan sosial) dan economic goods
(kebutuhan Ekonomi) diseimbangkan melalui pengelolaan yang efisien,
efektif, berkeadilan, berkelanjutan sehingga dapat menjamin kebutuhan
pokok hidup dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
16.Peningkatan pembangunan daerah untuk mengurangi kesenjangan kualitas
hidup dan kesejahteraan masyarakat antar-daerah maka peningkatan
pembangunan daerah diprioritaskan pada daerah-daerah yang belum
berkembang. Pengelolaan pembangunan daerah ini didasarkan pada 3
strategi pembangunan wilayah :
a. Pengembangan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh, yaitu
wilayah-wilayah yang memiliki potensi sumber daya dan atau memiliki
sumber daya tinggi dan atau lokasi strategis.
b. Pengembangan wilayah-wilayah strategis tertinggal, yaitu wilayah-wilayah
yang miskin sumber daya atau memiliki wilayah geografis yang terisolir.
c. Pengembangan wilayah-wilayah perbatasan.
17.Pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan pada terselenggaranya
:
a. Pembangunan perumahan yang berkelanjutan, memadai, layak, dan
terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana-
sarana pemukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara
profesional, kredibel, mandiri dan efisien.
b. Terselenggaranya pembangunan perumahan dan prasarana-sarana
permukiman yang mandiri, mampu membangkitkan potensi pembiayaan
yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan lapangan
kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan.
c. Terselenggaranya pembangunan perumahan dan prasaranan-sarana
permukiman yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan
hidup.
18.Upaya perluasan kesempatan kerja diarahkan untuk mendorong pasar kerja
yang fleksibel, termasuk upaya penurunan biaya ekonomi tinggi agar tercipta
sebanyak mungkin lapangan pekerjaan formal, tanpa merugikan pekerjaan
informal disamping itu memfasilitasi agar pekerja dapat berpindah dari
pekerjaan yang rendah produktivitasnya ke pekerjaan yang lebih tinggi

100
produktivitasnya. Dengan demikian, pekerja yang masih bekerja dipekerjaan
yang rendah produktivitasnya dapat meningkatkan kesejahteraannya.
19.Pembangunan kepariwisataan dikembangkan untuk mendorong kegiatan
ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal serta perluasan
kesempatan kerja.
20.Pembangunan transportasi di masa mendatang diarahkan untuk :
a. Meningkatkan transaksi perdagangan sebagai sumber pergerakan orang,
barang dan jasa.
b. Menciptakan tataran transportasi yang efektif dan efesien melalui
pembangunan prasarana dan sarana sehingga kualitas pelayanan, harga
yang murah / terjangkau dan tepat waktu dapat dicapai.
c. Mendorong seluruh stake holders untuk berpartisipasi dalam penyediaan
pelayanan mulai dari tahap perencanaan, pembangunan, dan
pengoperasiannya.
d. Menghilangkan segala macam bentuk monopoli agar dapat memberikan
alternatif pilihan bagi pengguna jasa.
e. Mempercepat proses terwujudnya keberpihakan pemerintah sebagai
regulator dalam pelayanan kepada masyarakat.
f. Menyatukan persepsi dan langkah para pelaku penyedia jasa, transportasi
dalam konteks global servis.
21.Pembangunan ketenagalistrikan diarahkan pada penyediaan tenaga listrik
yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dengan melakukan
peningkatan kapasitas pembangkit melalui rehabilitasi dan repowering
pembangkit yang telah ada maupun pembangunan pembangkit baru yang
diarahkan pada peningkatan efisiensi, penggunaan bahan bakar yang lebih
murah. Sistem jaringan transmisi dan distribusi ditingkatan kualitas dan
jangkauannya agar mampu menunjang penyediaan tenaga listrik yang handal
melalui pembangunan sistem transmisi yang teriintegrasi dengan kapasitas
yang memadai, serta pengembangan system jaringan distribusi yang berbasis
teknologi informasi.
22.Restrukturisasi industri ketenagalistrikan dilanjutkan dengan menerapkan
mekanisme pasar dan rasionalisme tarif listrik dalam upaya mendorong
partisipasi swasta.
23.Pembangunan energi diarahkan pada penyediaan dan pemanfaatan sumber
energi; peningkatan prasarana dan sarana produksi; peningkatan fungsi
kelembagaan; peningkatan mutu SDM dan penguasaan teknologi; serta

101
peningkatan peran masyarakat dan kepedulian terhadap lingkungan dalam
pemanfaatan energi.
24.Pembangunan telematika diarahkan dengan :
a. Menciptakan leadership dalam penyelenggaraan telematika yang mampu
memberikan arahan jelas bagi pengembangan sektor pembangunan.
b. Mengoptimalkan dan mensinergikan pembangunan dan pemanfaatan
prasarana telekomunikasi dalam penyelenggaraan telematika guna
menciptakan efisiensi termasuk efisiensi investasi yang pada akhirnya
akan menentukan harga/biaya layanan yang dibebankan kepada
masyarakat pengguna.
c. Meningkatkan pengetahuan dan awereness masyarakat terhadap potensi
pemanfaatan telematika.
1.3.2.4. Meningkatkan kualitas kelembagaan pemerintah daerah, kelembagaan
politik, sosial budaya, keagamaan dan masyarakat lainnya
Upaya menciptakan kualitas kelembagaan pemerintah daerah,
kelembagaan politik sosial budaya, keagamaan dan lainnya, supremasi hukum
dan penegakan HAM sesuai kewenangan yang dimiliki oleh daerah harus
ditegakkan dan dilaksanakan melalui pembangunan hukum terutama yang
terkait dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dengan
senantiasa memperhatikan norma dan standar Hak Asasi Manusia.
1. Pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.
Pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan,
pembangunan dan pelayanan publik tidak semata-mata pada pemerintah
(government) atau negara (state), tetapi melibatkan seluruh elemen baik di
dalam intern birokrasi maupun dil luar birokrasi publik. Karena itu
pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya sebatas pelaksanaan desentralisasi
kepada birokrasi pemerintahan daerah, melainkan secara operasional
menyentuh pelaksanaan desentralisasi kepada masyarakat melalui
partisipasi, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
2. Partisipasi masyarakat yaitu keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pembangunan daerah. Transparansi dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah lebih mengarah pada kejelasan mekanisme formulasi
dan implementasi kebijakan, program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh
pemerintah. Sedangkan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah tidak terbatas pada laporan pertanggungjawaban saja tetapi

102
mencakup juga kemudahan masyarakat untuk mendapatkan berbagai
informasi, dan sebagai kontrol dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik.
3. Untuk mewujudkan partisipasi, transparansi dan akuntablitas dalam
penyelenggaraan pemerintahan, sasarannya adalah meningkatnya
profesionalisme aparatur untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik,
bersih dan berwibawa serta bertanggung jawab; dan menimbulkan rasa
percaya antar pemerintah dan masyarakat
4. Meningkatnya profesionalisme aparatur untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa serta bertanggung jawab.
5. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa serta
bertanggung jawab melalui aparat yang profesional dalam melaksanakan
tugas di bidangnya masing-masing
6. Mewujudkan aparatur yang profesional, dengan meningkatkan Kualitas
Aparatur Negara melalui perbaikan kesejahteraan dan keprofesionalan serta
memberlakukan sistem karier berdasarkan prestasi dengan prinsip
memberikan penghargaan dan sanksi; meningkatkan fungsi dan
keprofesionalan birokrasi dalam melayani masyarakat dan akuntabilitasnya
dalam mengelola pemerintahan secara transparan, bersih dan bebas dari
penyalahgunaan kekuasaan; meningkatkan pengetahuan keahlian,
keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara
profesional dilandasi kepribadian dan etika sesuai dengan kebutuhan
pemerintah; menicptakan aparatur yang mampu berperan sebagai
pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; memantapkan sikap
dan pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan
pemberdayaan masyarakat; menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola
pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan demi
terwujudnya kepemerintahan yang baik.
7. Pembangunan hukum diarahkan untuk mendukung terwujudnya suasana yang
kondusif dalam berbagai aspek pembangunan yang berkelanjutan,
meningkatkan kesadaran hukum serta penegakan dan perlindungan hak-hak
masyarakat. Pembangunan hukum juga diarahkan untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi serta mampu menangani dan
menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang terkait KKN. Dalam
pembangunan hukum senantiasa memperhatikan kearifan lokal atau kaidah
yang berkembang dan dipatuhi oleh masyarakat.
8. Pembangunan hukum juga diikuti pula dengan penegakkan Hak Asasi Manusia
(HAM) yang dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah

103
Daerah dan Pemerintah Pusat. Pembangunan hukum di daerah diarahkan
pada inventarisasi Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang tidak
sesuai lagi dan menyusun Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
sesuai dengan perkembangan masyarakat kepentingan umum dan Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi dengan melibatkan komponen yang
terkait termasuk anggota masyarakat.
9. Dalam pembangunan hukum perlu memperhatikan kearifan lokal yang
berkembang dan dipatuhi oleh masyarakat. Kearifan lokal, adat istiadat dan
norma yang berlaku dan dipatuhi oleh masyarakat perlu didata/diteliti serta
dibina dan diberdayakan untuk menunjang pembangunan daerah.
10.Pendataan/penelitian hukum adat didahului dengan penguatan dan legitimasi
melalui pengakuan terhadap komunitas masyarakat yang menganut adat
istiadat dan norma tertentu selama masih hidup dan berkembang dalam
suatu wilayah.
11.Untuk menciptakan masyarakat yang sadar dan taat terhadap hukum
termasuk Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah perlu mengadakan
Penyuluhan Hukum baik secara tatap muka maupun melalui media cetak dan
media elektronik serta penerbitan bulletin, brosur dan leaflet.
12.Untuk penegakan hukum termasuk Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah diperlukan aparat penegak hukum yang handal termasuk Polisi
Pamong Praja dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
13.Penegakan hukum termasuk Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
perlu dikoordinasikan dengan instansi penegak hukum dan pengawasan
terutama dalam menanggulangi kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang
terdapat di Lingkungan Pemerintah Daerah. Selain itu, perlu koordinasi dalam
penurunan pelanggaran hukum dan kriminalitas.
14.Untuk mewujudkan masyarakat yang berbudaya yang dilandasi etika dan
keimanan, pembangunan dan pengembangan wilayah Sulawesi Tengah
senantiasa dilakukan dengan variasi lingkungan dan budaya daerah masing-
masing yang sejalan dengan nilai-nilai kebangsaan, dan dalam suasana
masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa dan harmonis dengan tidak
mengabaikan perbedaan antar daerah dalam wilayah Sulawesi Tengah,
sehingga diharapkan dapat diwujudkan jati diri masyarakat Sulawesi Tengah
yang tangguh dan kompetitif serta mampu merespon modernisasi secara
positif dan produktif.
15.Propinsi Sulawesi Tengah, selain memiliki beragam budaya, juga memiliki
beragam etnik dan agama. Diakui bahwa, baik etnik maupun agama akan
tetap saling berbeda, baik secara kelembagaan maupun orientasi
104
kehidupannya. Namun, dibalik perbedaan budaya, etnik dan agama, tetap
mengembangkan sejumlah pandangan-pandangan universal melalui wacana
dan dialog serta kelembagaan antar SARA dalam kehidupan sosial budaya
sehingga dapat terwujud harmonisasi sosial antar umat beragama dan etnik
di Sulawesi Tengah.
16.Mewujudkan masyarakat yang tangguh dan kompetitif melalui Peningkatan
kualitas moral, terlebih lagi di masyarakat yang sedang mengalami berbagai
kemajuan dan perubahan global yang semakin kompetitif dewasa ini.
Peningkatan kualitas moral masyarakat diwujudkan melalui peningkatan
kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kualitas fisik jasmaniahnya,
kualitas sikap mental, moral dan attitude-nya, kualitas penalaran dan
pemikirannya, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kualitas
keterampilannya, etos kerja dan produktivitasnya, serta kualitas disiplin
pribadinya.
17.Untuk mewujudkan masyarakat yang tangguh dan kompetitif melalui
peningkatan kualitas moral tersebut, dilaksanakan melalui penguatan
kelembagaan pemerintahan dan kelembagaan sosial kemasyarakatan yang
disesuaikan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
18.Peranan pemerintahan yang efektif dan optimal diwujudkan sebagai
fasilitator, regulator sekaligus sebagai katalisator disertai dengan penyediaan
prasarana dan sarana pendukung terwujudnya masyarakat yang tangguh dan
kompetitif.
19.Peningkatan kualitas keagamaan, pendidikan, dan kesehatan merupakan
motor penggerak peningkatan kualitas moral dalam mewujudkan masyarakat
yang tangguh dan kompetitif.
20.Peranan masyarakat yang efektif dan optimal diwujudkan melalui
keikutsertaan berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan.
21.Mantapnya budaya lokal untuk memperkuat jati diri dan kepribadian
masyarakat. Guna pemberdayaan budaya lokal, jati diri dan kepribadian
masyarakat Sulawesi Tengah, penguatan otonomi daerah merupakan wadah
untuk berekspresi dan mengembangkan budaya lokal, jati diri dan kepribadian
masyarakat. Kultur dan karakteristik masyarakat lokal yang selama ini tidak
dapat teraktualisasikan dengan baik akan dapat diekspresikan dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
22.Penguatan otonomi daerah dalam rangka pemberdayaan budaya lokal, jati diri
dan kepribadian masyarakat dilakukan melalui: sistem organisasi dan tata
kerja; manajemen kerja; orientasi pembangunan; dan proses pengambilan
keputusan.
105
23.Sistem organisasi dan tata kerja disesuaikan dengan keinginan masyarakat
lokal masing-masing. Dengan demikian, daerah berhak untuk membentuk
lembaga atau unit birokrasi baru yang dibutuhkan, dan sekaligus juga berhak
menghapus lembaga atau unit birokrasi yang dipandang tidak fungsional.
Namun kesemuanya disesuaikan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
24.Manajemen kerja partisipatif, yaitu mengajak rakyat untuk ikut serta terlibat
dalam proses-proses yang terjadi dalam birokrasi. Melalui manajemen kerja
partisipasi, masyarakat dijadikan subjek yang memiliki hak-hak sosial dan
politik, bukan hanya objek yang hanya turut pada semua kebijakan
pemerintah. Adanya partisipasi masyarakat akan memperkaya variasi kinerja
birokrasi, sehingga masukan dan gagasan masyarakat akan sangat berharga
memberikan kontribusi kesempurnaan pengambilan dan pelaksanaan
kebijakan. Adanya partisipasi masyarakat akan menyebabkan kepuasan
warga masyarakat karena ikut serta dalam proses-proses penyelenggaraan
pemerintahan serta masyarakat akan merasa ikut memiliki dan ikut
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan otonomi daerah.
25.Orientasi pembangunan dalam pelaksanaan otonomi daerah menjadikan
manusia (masyarakat) sebagai subjek dan objek pembangunan yang utama.
26.Proses pengambilan keputusan tidak boleh dilakukan secara elitis atau hanya
ditentukan oleh orang-orang yang berada di tingkat pimpinan. Semua
pengambilan keputusan hendaknya dapat diusulkan dari bawah (masyarakat)
sedangkan pimpinan hanya melakukan supervisi terhadap usulan yang
disampaikan oleh masyarakat. Karena bagaimanapun, unit terendah dari
birokrasilah yang mengetahui kondisi lapangan sehingga setiap keputusan
sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat.
27.Agama dan etnik merupakan sumber inspirasi dan kekuatan etis yang dapat
memberikan wajah manusiawi terhadap proses pembangunan masyarakat,
sekaligus menjadi sumber keluhuran nilai dan memikul tanggung jawab besar
dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
28.Pembangunan harmonisasi sosial inter dan antar umat beragama diarahkan
untuk memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan
etika dalam pembangunan, membina akhlak mulia, memupuk etos kerja,
menghargai prestasi, dan menjadi kekuatan pendorong guna menjadi
kemajuan dalam pembangunan. Disamping itu, pembangunan agama
diarahkan pula meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dengan
meningkatkan rasa saling percaya dan harmonisasi antar kelompok

106
masyarakat sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh
toleransi, tenggang rasa dan harmonis.
29.Pembangunan sosial etnik, diarahkan untuk pemberdayaan dan penguatan
budaya lokal sekaligus sebagai pembangunan dan pemantapan jati diri
masyarakat Sulawesi Tengah. Pembangunan etnik dilakukan melalui
tranformasi, revitalisasi dan reaktualisasi tata nilai budaya lokal yang
mempunyai potensi unggul dan menerapkan nilai-nilai modern yang
membangun.
1.3.2.5. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang berkelanjutan
1. Sebagai basis pembangunan daerah, pemanfaatan sumberdaya alam yang
terbarukan seperti hutan, pertanian, perikanan, dan perairan dilakukan secara
rasional, optimal, dan efisien, serta harus dipelihara dan ditingkatkan
kualitasnya. Pengelolaan sumberdaya alam terbarukan saat ini sudah berada
dalam kondisi kritis, diarahkan pada pemanfaatan seperti jasa lingkungan,
agar sumberdaya alam tersebut memiliki nilai sebagaimana mestinya (tidak
ander valued) serta memiliki waktu yang cukup untuk direhabilitasi. Hasil
atau pendapatan yang berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam diarahkan
untuk diinvestasikan kembali guna menumbuhkembangkan upaya pemulihan,
rehabilitasi dan pencadangan untuk kepentingan generasi sekarang maupun
generasi mendatang.
2. Sumberdaya alam yang tidak terbarukan, seperti bahan tambang, mineral
dan sumberdaya energi, dikelola dan dimanfaatkan dengan diimbangi upaya
reklamasi dan pencarian sumber alternatif atau bahan subtitusi yang
terbarukan dan yang lebih ramah lingkungan. Hasil atau pendapatan yang
diperoleh dari kelompok sumberdaya alam ini diarahkan untuk percepatan
pertumbuhan ekonomi dengan diinvestasikan pada sektor-sektor lain yang
produktif dan untuk upaya rehabilitasi, penyelamatan dan konservasi
kawasan tertentu, serta untuk memperkuat pendanaan dalam rangka
pencarian sumber-sumber alam alternatif.
3. Efektivitas pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup diarahkan
pada peningkatan nilai tambah produk-produk sumberdaya alam, menjadi
acuan bagi pengembangan industri yang berbasis sumberdaya alam, dan
tetap menekankan pada pemeliharaan sumberdaya alam yang ada sekaligus
meningkatkan kualitas dan kuantitasnya. Disamping itu juga diarahkan untuk
membangun keberlanjutan bagi seluruh bidang dan tidak lagi berlandaskan
pada peningkatan pertumbuhan ekeonomi semata-mata, tetapi juga
107
keberpihakan kepada aspek sosial dan lingkungan demi keberlanjutan
pembangunan. Perhatian khusus ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat
lokal agar mereka dapat menikmati hasil dari pemanfaatan sumberdaya alam
yang berlokasi di daerahnya.
4. Pemanfaatan sumberdaya alam terbarukan yang terutama digunakan untuk
mendukung industrialisasi dan infrastruktur harus ditingkatkan efisiensi dan
daya saingnya, guna menurunkan tingkat eksplotasi sumberdaya alam yang
tidak dapat pulih, dan mengurangi ketergantungan pada sumberdaya alam
lokal yang tingkat kerusakannya sudah parah. Perhatian khusus diberikan
pada pemanfaatan sumberdaya alam yang masih mempunyai potensi besar
untuk dikembangkan, seperti sumberdaya laut, sehingga terjadi
keseimbangan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang ada, antara
daratan dan lautan. Pemanfaatan sumberdaya kelautan harus diikuti dengan
dukungan kebijakan nasional, inovasi teknologi dan peningkatan kualitas
sumberdaya manusia.
5. Pembangunan ekonomi diarahkan pada kegiatan yang ramah lingkungan
sehingga pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan dapat dikendalikan,
serta diarahkan pula pada pengembangan ekonomi yang lebih memanfaatkan
jasa lingkungan. Pemulihan dan rehabilitasi kondisi lingkungan hidup
diprioritaskan pada upaya untuk meningkatkan daya dukung lingkungan
dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
6. Sumberdaya alam dikembangkan dan dimanfaatkan dengan memperhatikan
kebijakan otonomi daerah terutama dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat umum, mengembangkan wilayah strategis dan
cepat tumbuh, serta memperkuat kapasitas dan komitmen daerah untuk
mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Peningkatan partisipasi
masyarakat akan pentingnya pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup dilakukan melalui pemberdayaan terhadap berbagai institusi sosial dan
ekonomi di tingkat lokal, serta pengakuan terhadap hak-hak adat sumberdaya
alam.
7. Sumberdaya alam dikembangkan dan dimanfaatkan dengan memperhatikan
aspek keamanan, kemakmuran, guna mencegah serta mengatasi berbagai
krisis dan konflik ditengah masyarakat yang diakibatkan oleh persaingan atas
pemanfaatannya serta permasalahan sosial lainnya.

108
8. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan
ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan pencegakan hukum lingkungan
yang adil dan tegas; sistem politik yang kredibel dalam mengendalikan
konflik; sumberdaya manusia yang berkualitas perluasan penerapan etika
lingkungan; serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera
didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang
berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi ke dalam kegiatan / proses
produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam
kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial, serta pendidikan
formal pada semua tingkatan.
1.3.3. Peran Pusat Kegiatan Pembangunan yang Mengacu pada
Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Sulawesi Tengah berdasarkan kondisi geografis, dalam penentuan
arah pengembangan pengelolaan ruang berlandaskan pada potensi eksternal
dan internal wilayah sehingga dapat memanfaatkan keunggulan komparatif
dalam sistem wilayah yang ada.
Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah masing masing memiliki
kompotensi yang membedakan antara daerah satu dengan lainnya, untuk itu
dimungkinkan setiap wilayah memanfaatkan peluang sebesar besarnya dan
sekaligus meminimalkan ancaman eksternal dengan (1). menggali kompotensi
inti wilayah (2). Peningkatan kemampuan sumberdaya manusia lokal (3).
Mengembangkan daerah dalam kerangka desentralisasi (4). Menciptakan iklim
investasi dan iklim usaha yang kondusif.
Undang Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan
pelimpahan desentralisasi otonomi kepada pemerintah daerah dan
penyelenggaraan penataan ruang daerah yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan dapat dilaksanakan secara efesien dan efektif dengan peningkatan
kreatifitas dan inovasi daerah dalam mengembangkan kapabilitas untuk
mencapai keunggulan daya saing yang berkelanjutan.
1.3.3.1. Propinsi Sulawesi Tengah dalam Perspektif Internasional
Dalam perspektif Internasional, Propinsi Sulawesi Tengah, khususnya
wilayah Kabupaten Tolitoli, Buol dan Donggala berbatasan langsung dengan
wilayah perdagangan internasional BIMP-EAGA (Brunai Darusalam-Indonesia-
Malaysia-Philipina – East ASEAN Growth Triagle) dalam pengembangan

109
pengelolaan ruang diarahkan pada pemanfaatan jalur perdagangan BIMP-EAGA,
sehingga memberikan pengaruh perekonomian, perdagangan antar wilayah dan
antar pulau serta mengoptimalkan sumberdaya yang ada.
1.3.3.2. Sulawesi Tengah dalam perspektif Nasional dan antar Wilayah.
Pola pengembangan sistem permukiman nasional, arahan pengembangan
sistem permukiman di propinsi Sulawesi Tengah meliputi arahan fungsi kawasan
dalam hubungannya dengan skala pelayanan fasilitas dan wilayah pelayanannya,
terdiri dari 1(satu) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang berfungsi sebagai kota
orde pertama dan 6 (enam) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yaitu Poso dan
sekitarnya, Luwuk dan sekitarnya, Buol dsk, Kolonodale dan sekitarnya, Tolitoli
dan sekitarnya,dan Donggala dan sekitarnya yang berfungsi sebagai kota orde
kedua sedangkan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang berfungsi untuk kota orde
ketiga yaitu Parigi dan sekitarnya, Ampana dan sekitarnya, Salakan dan
sekitarnya, dan Bungku dan sekitarnya selanjutnya kota orde keempat akan
ditetapkan didalam RTRW Propinsi Sulawesi Tengah :
1. Pusat Kegiatan Nasional.
Kota kota sekitar dalam kawasan darat yaitu Palu dengan fungsi Pusat
Kegiatan Nasional (PKN) dengan kriteria:
a. Merupakan ibukota propinsi
b. Merupakan gerbang nasional dan memiliki akses cepat dengan
kota-kota internasional, yang diindikasikan dengan bandara primer dan
pelabuhan primer.
c. Berfungsi sebagai simpul utama jaringan transportasi nasional
yang menghubungkan antara PKN satu dengan PKN lainnya baik lokal,
regional maupun nasional.
d. Berfungsi sebagai pusat pengumpul, produksi dan pemasaran
komoditi unggulan nasional berorientasi eksport dengan memanfaatkan
jaringan jalan lalulintas negara, atau jalur penerbangan nasional sebagai
jalur distribusi.
e. Merupakan pusat lokasi ekonomi nasional yang mempunyai
potensi mendorong pengembangan nasional dan daerah.
f. Memiliki fungsi palayanan jasa-jasa pemerintahan dan jasa-jasa
publik/ kemasyarakatan.
2. Pusat Kegiatan Wilayah

110
Merupakan kota-kota yang berfungsi sebagai pusat pelayanan dan
penghubung transportasi baik antara pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan wilayah maupun antarpusat kegiatan wilayah itu sendiri, selain
berfungsi melayani kabupaten itu sendiri juga sekaligus melayani kabupaten
yang ada di belakangnya.
a. Kawasan Poso dan Sekitarnya
1) Sektor unggulan : Pertanian, Peternakan, dan Pariwisata
2) Kawasan laut yang terkait yaitu Teluk Tomini dan sekitarnya, dengan
sektor unggulan perikanan, kelautan dan pariwisata.
3) Kawasan yang terkait dengan Danau Poso diarahkan untuk
pengembangan pariwisata.
4) Kota dalam kawasan darat yaitu Poso dengan fungsi PKW dan tentena
dengan fungsi PKL.
5) Perkembangan kedepan, selain berfungsi sebagai PKW sekitarnya juga
berfungsi sekaligus melayani wilayah hinterlandnya seperti : Kawasan
Lore dan Kawasan Poso Pesisir.
b. Kawasan Luwuk dan Sekitarnya
1) Sektor unggulan : perkebunan dan peternakan,
pertambangan, perdagangan dan industri
2) Kawasan laut yang terkait dengan Teluk Tolo dan sekitarnya
dengan sektor unggulan perikanan dan pariwisata, kota orientasi Luwuk
3) Kota dalam kawasan darat yaitu Luwuk dengan fungsi PKW,
Bunta dan Ampana dan Banggai Kepulauan dengan fungsi PKL.
4) Kawasan Luwuk dan sekitarnya berkembang dengan pusat
pelayanan wilayah propinsi Sulawesi Tengah di bagian timur,
ketersediaan Pelabuhan Luwuk dan jalan trans Sulawesi dan
perkembangan wilayah hinterland sebagai sentra produksi wilayah
menyebabkan kawasan ini berkembang menjadi salah satu kawasan
yang berpengaruh pada lingkup propinsi dan nasional, dikawasan
Luwuk dan sekitarnya berkembang karena adanya pengaruh dari
perkembangan KAPET (kawasan Andalan Pengembangan Ekonomi
Terpadu) Batui sebagai kawasan strategis nasional, dimana Pelabuhan
Luwuk berfungsi sebagai outlet kawasan yang menunjang kawasan
strategis andalan propinsi Teluk Tolo-Kepulauan Banggai.

111
5) Komoditi unggulan yang dapat dikembangkan guna
peningkatan perekonomian wilayah yaitu pertambangan, perikanan,
perkebunan dan pertanian tanaman pangan.
c. Kawasan Buol dan sekitarnya
1) Sektor unggulan : Perkebunan, Pertambangan, Peternakan,
Pertanian, perikanan dan pariwisata.
2) Memiliki aksesibilitas tinggi sebagai inlet maupun outlet kawasan
hinterlandnya, dimana posisinya tepat berada dijalur BIMP-EAGA.
3) Merupakan pengembangan kawasan terpadu mandiri yang memiliki
aksesibilitas baik darat maupun laut sebagai kawasan pengumpul
produksi sekaligus sebagai pemasarannya untuk pengembangan daya
saing wilayah di pasar global.
d. Kawasan Kolonodale dan Sekitarnya
1) Sektor unggulan : Pertanian, Pertambangan, Perkebunan, dan
perikanan.
2) Kawasan laut yang terkait dengan tolo dan sekitarnya dengan sektor
unggulan perikanan dan pariwisata, kota Kolonadale sebagai orientasi.
3) Kota dalam kawasan darat yaitu Bungku, Tomata, Tokala Atas
dengan fungsi masing masing sebagai PKL.
4) Kondisi geografi yang menyebabkan kawasan ini berfungsi sebagai
pusat pelayanan hinterland yang potensial, tersedianya pelabuhan
Kolonadale dapat dijadikan sebagai outlet kawasan untuk distribusi
produk produk unggulan. Fungsi Kawasan yang semakin penting
memberikan point penting bagi kawasan ini sekaligus menunjang peran
kawasan andalan strategis propinsi Kolonodale.
5) Komoditi unggulan yang dapat dikembangkan guna peningkatan
perekonomian wilayah yaitu pertambangan, perikanan laut,
perkebunan dan pertanian tanaman pangan serta kehutanan.
e. Kawasan Tolitoli dan Sekitarnya
1) Sektor unggulan : Perkebunan, perikanan dan pariwisata
2) Kota dalam kawasan darat Tolitoli berfungsi sebagai PKW dan
Laulalang, Ogotua dan Bangkir berfungsi sebagai PKL.
3) Lokasi yang berbatasan dengan jalur perdagangan bebas BIMP-EAGA,
merupakan peluang pasar yang dapat dijadikan sebagai pusat jalur
utama transportasi dalam menunjang perkembangan perekonomian.

112
Dengan komoditas unggulan yang dapat menjadi produk kawasan
ditunjang dengan sarana dan prasarana.
4) Perkembangan kawasan menunjukan adanya perkembangan
diantaranya, perkembangan kawasan dengan berkembangnya Kawasan
Strategis Andalan Propinsi Tolitoli dan sekitarnya dengan komoditi
unggulan perkebunan, pertanian tanaman pangan, kehutanan dan
perikanan.
f. Kawasan Donggala dan Sekitarnya
1) Sektor unggulan : Pertanian, industri, perikanan kelautan,
dan pertambangan.
2) Kota-kota sekitar dalam kawasan darat yaitu : Donggala
dengan fungsi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dengan kriteria:
a. Berfungsi sebagai simpul jaringan transportasi wilayah untuk
beberapa kabupaten
b. Pusat Penghubung antara PKN dan PKN serta PKN dan PKL Parigi
Moutong
c. Memiliki pelabuhan pengumpan
d. Memiliki fungsi pelayanan jasa pemerintahan dan kemasyarakatan.
3) Banawa sebagai Pusat Kegiatan Wilayah melayani Labuan,
Dolo, Kulawi dan Tambu sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dengan
kriteria:
a. Berfungsi sebagai pusat pengumpul dan pemasaran komoditi
unggulan lokal berorientasi pasar wilayah beberapa kecamatan atau
lokal.
b. Berfungsi sebagai simpul jaringan transportasi lokal
c. Memiliki fungsi pelayanan jasa pemerintahan dan kemasyarakatan
beberapa kecamatan.
4) Berdasarkan pada perkembangan kawasan yang terjadi
maka Donggala dan sekitarnya berkembang menjadi salah satu
kawasan yang berpengaruh baik lingkungan nasional maupun propinsi.
5) Komoditi unggulan yang dapat dikembangkan guna
peningkatan perekonomian wilayah yaitu komoditas minyak bumi
(pertambangan), budidaya ikan kurapu dan rumput laut (perikanan
laut), kakao, kelapa (perkebunan) serta padi dan palawija (pertanian).

113
3. Pusat Kegiatan Lokal
Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala Kabupaten/ Kota atau beberapa kecamatan. PKL di
Propinsi Sulawesi Tengah terdiri dari : Parigi, Ampana, Salakan, dan Bungku.
a. Kawasan Parigi dan Sekitarnya
1) Sektor unggulan : Pertanian, Perkebunan, perikanan dan pariwisata
2) Kota dalam kawasan darat Parigi berfungsi sebagai PKL yang member
aksesibilitas pelayanan pertumbuhan kawasan tumbuh cepat Tolai,
Kasimbar dan Kota Raya.
3) Memilik akses dan asset yang sangat potensial untuk dikembangkan
sebagai pusat cagar budaya yang titik pengembangannya dipusatkan
di Tugu Katulistiwa Desa Sinei yang mempunyai prospek untuk
pengembangan pengkajian dan penelitian astronologi.
4) Perkembangan kawasan menunjukan adanya perkembangan
diantaranya, perkembangan kawasan dengan berkembangnya
pengembangan pariwisata Teluk Tomini Kepulauan Togean dengan
komoditi unggulan perkebunan, pertanian, kehutanan dan perikanan.

b. Kawasan Ampana dan Sekitarnya


1) Sektor unggulan : perkebunan, kehutanan, dan peternakan.
2) Kawasan laut yang terkait dengan Teluk Tomini dan sekitarnya dengan
sektor unggulan perikanan kelautan dan pariwisata.
3) Kota dalam kawasan darat yaitu Ampana dengan fungsi PKL, Wakai,
Popoli’I, Uekuli, Pasokan dan Ampana Tete dengan fungsi sebagai Pusat
Kegiatanm Lokal Kota orde keempat.
4) Kawasan Ampana dan sekitarnya berkembang dengan pusat pelayanan
wilayah propinsi Sulawesi Tengah di bagian timur, ketersediaan
Pelabuhan Ampana dan jalan trans Sulawesi dan perkembangan
wilayah hinterland sebagai sentra produksi wilayah menyebabkan
kawasan ini berkembang menjadi salah satu kawasan yang
berpengaruh pada lingkup propinsi dimana Pelabuhan Ampana
berfungsi sebagai outlet kawasan yang menunjang kawasan strategis
andalan propinsi Teluk Tomini.

114
5) Komoditi unggulan yang dapat dikembangkan guna peningkatan
perekonomian wilayah yaitu pariwisata, perikanan, perkebunan dan
pertanian.

c. Kawasan Salakan dan Sekitarnya


1) Sektor unggulan : Perikanan dan Kelautan, Pariwisata,
pertambangan, Pertanian dan Perkebunan
2) Kawasan laut yang terkait dengan Teluk Tolo dan
sekitarnya dengan sektor unggulan perikanan dan pariwisata.
3) Kota dalam kawasan darat yaitu Salakan dengan fungsi
PKL, menjadi orientasi bagi kota-kota Lipulalango, Liang dan Sambiut.
4) Ketersediaan Pelabuhan Banggai menjadikan
pergerakan dan proses koleksi dan distribusi barang dan manusia
mudah selain itu aksesibilitas ke wilayah eksternal seperti Jakarta,
Surabaya dan kota lainnya dihubungkan dengan transportasi laut.
5) Komoditi unggulan yang dapat dikembangkan guna
peningkatan perekonomian wilayah yaitu pertambangan, perikanan,
perkebunan dan pertanian tanaman pangan.

d. Kawasan Bungku dan Sekitarnya


1) Sektor unggulan : Pertanian, Pertambangan, Perkebunan, dan
perikanan.
2) Kawasan laut yang terkait dengan tolo dan sekitarnya dengan sektor
unggulan perikanan dan pariwisata, kota Bungku sebagai orientasi.
3) Bungku merupakan Pusat pelayanan Lokal social dan ekonomi Kota
Kaleroang dan Ukunambo.
4) Kondisi geografi yang menyebabkan kawasan ini berfungsi sebagai
outlet hasil – hasil perkebunan.
5) Komoditi unggulan yang dapat dikembangkan guna peningkatan
perekonomian wilayah yaitu pertambangan, perikanan laut,
perkebunan dan pertanian serta kehutanan.

1.3.4. Tahapan dan Skala Prioritas


Untuk kesinambungan program dalam mencapai visi dan misi
pembangunan jangka panjang dibutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan

115
menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. Setiap tahapan
dan skala prioritas yang ditetapkan mengacu kepada tahapan dan skala prioritas
rencana pembangunan jangka panjang nasional dan mencerminkan kondisi riel
dan permasalahan daerah yang hendak diselesaikan, dan menjadi skala prioritas
dalam setiap tahapan berbeda-beda, yang dilaksanakan secara
berkesinambungan dari periode ke periode berikutnya dalam rangka
mewujudkan sasaran pokok pembangunan jangka panjang Sulawesi Tengah.

1.3.4.1. Perencanaan Tahun 2005


Sebagai arahan dan pedoman dalam pembangunan Sulawesi Tengah
Tahun 2005, telah dirumuskan Visi Pembangunan yaitu Terwujudnya Tatanan
Masyarakat Madani Melalui Otonomi Daerah Dalam Format Baru Sulawesi Tengah
dengan Misi yaitu Restrukturisasi, Refungsionalisasi, Revitalisasi, Reaktualisasi
dan Reposisi Kelembagaan Pemerintah Daerah, Pemberdayaan Organisasi Politik,
Kemasyarakatan dan LSM, serta Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan sebagai
Jembatan ke Arah Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam rangka Mewujudkan
Tatanan Masyarakat Madani dalam Format Baru Sulawesi Tengah, yang tertuang
dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pola Dasar (POLDAS)
Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2001 - 2006, Peraturan
Daerah Nomor 9 Tahun 2001 tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA)
Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2001 – 2006.
Dalam upaya pencapaian visi dan misi pembangunan daerah sebagai
penjabaran dari Poldas dan Propeda secara konkrit disusun dokumen
perencanaan Rencana Strategis (RENSTRA) Daerah Propinsi Sulawesi Tengah
Tahun 2001 – 2006 yang menjabarkan permasalahan pembangunan daerah serta
indikasi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan secara berencana dan
bertahap melalui sumber pembiayaan APBD sesuai dengan prioritas dan
kebutuhan pembangunan daerah.
Tatanan Masyarakat Madani, atau secara sederhana dapat diartikan
dengan masyarakat yang maju, beradab, mandiri, demokratis yang berlandaskan
moral agama. Kegiatan yang lakukan tahun 2005 adalah berkonotasi pada,
bagian dari pengertian tatanan, yakni membangun interaksi yang saling
menguntungkan menuju satu tujuan yang lebih memberi maslahat, dengan
agenda utama pembangunan Propinsi Sulawesi Tengah; yakni 9 (sembilan)
prioritas pembangunan Sulawesi Tengah, yaitu:

116
1. Reformasi Kelembagaan Pemerintahan Daerah;
2. Peningkatan Layanan Publik;
3. Peningkatan Efisiensi dan Efektifitas Pengelolaan Keuangan Daerah;
4. Pembinaan Persatuan dan Kesatuan.
5. Pembangunan Supremasi Hukum dan HAM.
6. Pengembangan Sumberdaya Manusia;
7. Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan;
8. Pengelolaan SDA Berwawasan Lingkungan;
9. Pengembangan Iklim Investasi dan Pembangunan Interkoneksitas.
Sesuai hasil evaluasi yang termuat dalam Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Gubernur Sulawesi Tengah Periode 2001
– 2006, bahwa melalui prioritas pembangunan telah dilaksanakan 1).
Restrukturisasi, Refungsionalisasi, Revitalisasi, Reaktualisasi dan Reposisi
kelembagaan pemerintah daerah sehingga dapat melakukan pelayanan yang
prima kepada masyarakat guna terwujudnya misi I yaitu Penataan Kelembagaan
Pemerintah Daerah; 2). Meningkatnya keikutsertaa masyarakat melalui
organisasi politik, pemerintah, kemasyarakatan dan LSM berdemokrasi dan
secara proaktif mengawasi kerja dan kinerja pemerintah daerah dalam semangat
keterbukaan dan demokratisasi sebagai indicator pencapaian misi II yaitu
Pemberdayaan terhadap Organisasi Politik, Kemasyarakatan dan LSM. 3).
Pemberdayaan masyarakat, utamanya masyarakat lokal sehingga benar-benar
menjadi subjek pembangunan daerah yang dapat meningkatkan pendapatan
perkapita masyarakat setiap tahunnya merupakan capaian dalam mewujudkan
misi III yaitu Pemberdayaan Ekonomi Rakyat.
Dari gambaran umum capaian tersebut sebagai jembatan menuju visi
yang diamanatkan oleh masyarakat yang perlu di rumuskan keberlanjutan dari
berbagai capaian yang telah di peroleh untuk perencanaan pembangunan
jangka panjang Sulawesi Tengah.

1.3.4.2. RPJMD Ke I (2006 – 2011)


Berdasarkan hasil pembangunan yang telah dicapai dan aspirasi
masyarakat Sulawesi Tengah yang mengacu kepada kondisi tahun sebelumnya
maka skala prioritas yang akan dicapai RPJM – 1 adalah Terciptanya suasana
aman dan damai yang ditandai dengan meningkatnya rasa aman dan damai
serta tidak terjadi lagi konflik antar masyarakat dengan terciptanya harmonisasi
kerukunan antar umat beragama khususnya di daerah konflik.
Terciptanya kondisi daerah dalam suasana aman dan damai sehingga
masyarakat dapat melakukan kegiatan ekonomi. Dengan demikian maka

117
pemberdayaan ekonomi rakyat yang didukung pembangunan infrastruktur dasar
yang menunjang pemberdayaan ekonomi masyarakat dapat meningkatkan
pendapatan perkapita masyarakat Sulawesi Tengah serta penurunan angka
kemiskinan hingga 5 persen.
Disamping itu tingkat kesehatan masyarakat semakin meningkat yang
ditandai dengan menurunnya tingkat kematian bayi dan ibu hamil serta
terjangkaunya pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang disertai dengan
peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, serta tingkat
pendidikan masyarakat cukup tinggi yang ditandai dengan wajib belajar 9 tahun
dan peningkatan angka melek huruf.
Bersamaan dengan hal tersebut Pemerintah daerah diharapkan benar –
benar dapat memberikan pelayanan optimal pada masyarakat sesuai stándar
pelayanan minimal, yang ditandai dengan meningkatnya nilai – nilai keadilan,
demokratis, persamaan hak dan kewajiban serta partisipasi publik dalam
pembangunan semakin tinggi.

1.3.4.3. RPJMD Ke II (2012 – 2017)


Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJMD
Tahap Pertama, RPJMD Tahap Kegua ditujukan untuk lebih memantapkan
penataan di segala bidang dengan menekankan upaya pemberdayaan ekonomi
masyarakat, peningkatan kualitas sumberdaya manusia serta penguatan daya
saing perekonomian daerah.
Meningkatnya rasa aman dan damai diikuti kemampuan daerah dalam
mengelola keragaman (orientasi kelompok, etnik dan agama) yang berpotensi
menimbulkan konflik sosial, diikuti meningkatnya kesadaran dan penegakkan
hukum serta penegakkan hak asasi manusia. yang didukung oleh suasana
berusaha yang kondusif. Di lima tahun kedua RPJPD ini diharapkan dapat
menurunkan angka kemiskinan hingga 10 persen.
Penguatan pembangunan pertanian dan peningkatan pembangunan
kelautan dan sumberdaya alam lainnya secara terpadu terus dilakukan dengan
penyediaan berbagai infrastruktur yang semakin mantap dan lengkap serta
peningkatan dan pengembangan teknologi tepat guna sehingga produktifitas
dapat ditingkatkan.
Peningkatan kesehatan masyarakat terus diupayakan terutama status gizi
masyarakat dengan mengupayakan peran gender dalam lingkungan keluarga

118
disamping tu meningkatnya jumlah angka partisipasi sekolah menengah atas
dengan lulusan siap terjun di dunia usaha.
Pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup
makin berkembang melalui penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran
masyarakat yang ditandai dengan partisipasi aktif masyarakat dalam proses
rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam dan pemeliharaan keanekaragaman
hayati. Kondisi ini didukung oleh peningkatan kualitas perencanan tata ruang,
pemanfaatan serta pengendalian pemanafaatan ruang.
Sulawesi Tengah yang kaya akan budaya yang merupakan modal dasar
bagi pengembangan pembangunan terus di lestarikan dan dikembangkan
sehingga dapat menjadi asset bagi daerah.

1.3.4.4. RPJMD Ke III (2018 – 2023)


Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM
ke-2, RPJM ke-3 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Sulawesi
Tengah di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi
serta penguatan daya saing perekonomian yang didukung oleh suasana aman
dan damai dalam kehidupan masyarakat.
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia ditandai dengan tingkat
pendidikan masyarakat yang cukup tinggi terutama tingkat menengah keatas
dan kejuruan disamping itu pula terbukanya lapangan pekerjaan yang
berimplikasi pada berkurangnya angka pengangguran.
Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan semakin
tinggi sehingga usia harapan hidup turut meningkat, kecukupan gizi serta
hilangnya penyakit seperti TBC, BCG, campak dan polio di masyarakat.
Daya saing perekonomian semakin kuat dan kompetitif dengan penerapan
teknologi terpadu antara industri pengolahan dengan pertanian, kelautan dan
sumber daya alam lainnya secara berkelanjutan; terpenuhinya ketersediaan
infrastruktur yang didukung oleh mantapnya kerja sama pemerintah dan dunia
usaha, makin selarasnya pembangunan pendidikan, ilmu pengetahuan dan
teknologi dan industri serta terlaksananya penataan kelembagaan ekonomi untuk
mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, penguasaan dan penerapan
teknologi oleh masyarakat dalam kegiatan perekonomian.

119
Ketersediaan infrastruktur yang sesuai dengan rencana tata ruang ditandai
oleh mantapnya jaringan infrastruktur transportasi serta berkembangnya
jaringan jalan ke pusat-pusat kegiatan; terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang
handal dan efisien sesuai kebutuhan sehingga elektrifikasi rumah tangga dan
elektrifikasi perdesaan dapat tercapai, terselenggaranya pelayanan pos dan
telematika yang efisien dan modern; terwujudnya konservasi sumber daya air
yang mampu menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya air dan pengembangan
sumber daya air serta terpenuhinya penyediaan air minum untuk memenuhi
kebutuhan dasar masyarakat. Selain itu, pengembangan infrastruktur perdesaan
akan terus dikembangkan, terutama untuk mendukung pembangunan pertanian.
Sejalan dengan itu, pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat
karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan
berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong
terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

1.3.4.5. RPJMD Ke IV (2024 – 2025)


Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM
ke-3, RPJM ke-4 ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Sulawesi Tengah yang,
maju, damai, sejahtera dan mandiri melalui percepatan pembangunan diberbagai
bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh
berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh
SDM berkualitas dan berdaya saing.
Kelembagaan politik dan hukum telah tercipta ditandai dengan
terwujudnya konsolidasi demokrasi yang kokoh dalam berbagai aspek kehidupan
politik serta supremasi hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia;
terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh masyarakat. Kondisi itu didukung
oleh mantapnya ketertiban dan keamanan; terwujudnya tata kepemerintahan
yang baik, bersih dan berwibawa yang berdasarkan hukum, serta birokrasi yang
profesional dan netral; terwujudnya masyarakat sipil, masyarakat politik, dan
masyarakat ekonomi yang mandiri, serta terwujudnya kemandirian dalam
konstelasi regional dan gobal.
Kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat ditunjukkan oleh makin
tinggi dan meratanya tingkat pendapatan masyarakat dengan jangkauan
lembaga jaminan sosial yang lebih menyeluruh; mantapnya sumber daya

120
manusia yang berkualitas dan berdaya saing, antara lain ditandai oleh meningkat
dan meratanya akses, tingkat kualitas, dan relevansi pendidikan seiring dengan
makin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan pendidikan; meningkatnya
kemampuan Iptek; meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat;
meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak;
dan terwujudnya kesetaraan gender; bertahannya kondisi dan penduduk tumbuh
seimbang. Sejalan dengan tingkat kemajuan bangsa, sumber daya manusia
diharapkan berkarakter cerdas, tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral
berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku
manusia dan masyarakat yang beragama, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi luhur, toleran terhadap keberagaman, bergotong royong,
patriotik, dinamis dan berorientasi Iptek. Kesadaran, sikap mental, dan perilaku
masyarakat makin mantap dalam pengelolaan sumber daya alam dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas
kehidupan sehingga masyarakat mampu berperan sebagai penggerak bagi
konsep pembangunan berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.
Struktur perekonomian makin maju dan kokoh ditandai dengan daya saing
perekonomian yang kompetitif dan berkembangnya keterpaduan antara industri,
pertanian, kelautan dan sumber daya alam, dan sektor jasa. Lembaga dan
pranata ekonomi telah tersusun, tertata, serta berfungsi dengan baik.
Kondisi itu didukung oleh keterkaitan antara pelayanan pendidikan, dan
kemampuan Iptek yang makin maju sehingga mendorong perekonomian yang
efisien dan produktivitas yang tinggi; serta berkembangnya usaha dan investasi
dari perusahaan-perusahaan baik dalam negeri maupun modal asing dalam
rangka peningkatan perekonomian daerah. Sejalan dengan itu, pertumbuhan
ekonomi yang semakin berkualitas dan berkesinambungan dapat dicapai
sehingga pendapatan per kapita pada tahun 2025 mencapai kesejahteraan
setara dengan propinsi lainnya berpendapatan menengah dengan tingkat
pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin yang makin rendah. Kondisi
maju dan sejahtera makin terwujud dengan terselenggaranya jaringan
transportasi pos dan telematika yang andal bagi seluruh masyarakat yang
menjangkau seluruh wilayah; tercapainya elektrifikasi perdesaan dan elektrifikasi
rumah tangga; serta terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh

121
sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan
akuntabel sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.
Dalam rangka memantapkan pembangunan yang berkelanjutan,
keanekaragaman hayati dan kekhasan sumber daya alam terus dipelihara dan
dimanfaatkan untuk terus mempertahankan nilai tambah dan daya saing serta
meningkatkan modal pembangunan daerah pada masa yang akan datang.
Dalam mewujudkan kondisi tersebut di atas diperlukan kesinambungan
perencanaan pembangunan pada tahapan selanjutnya yaitu perencanaan
pembangunan jangka panjang tahap II yaitu 2025 – 2045

122

Anda mungkin juga menyukai