PENDAHULUAN
lokasi tersebut?
3. Apa akibat yang ditimbulkan dari pencemaran suara dalam jangka waktu lama
suara bagi praktikan adalah untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah
pencemaraan ligkungan tentang pencemaran suara dan penunjang media belajar baik
dikelas maupun dilapangan. Manfaat bagi pembaca dan masyarakat adalah sebagai
sumber wawasan tambahan megenai pencemaran suara terhadap kesehatan tubuh
serta sebagai sumber referensi penelitian mengenai pencemaran suara di Kota
Pontianak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kebisingan berasal dari kata bising yang artinya semua bunyi yang mengalihkan
perhatian, mengganggu, atau berbahaya bagi kegiatan seharihari, bising umumnya
didefinisikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dan juga dapat menyebabkan
polusi lingkungan.(Davis Cornwell.1998).
Suara adalah sensasi atau rasa yang dihasilkan oleh organ pendengaran manusia
ketika gelombang-gelombang suara dibentuk di udara sekeliling manusia melalui
getaran yang diterimanya. Gelombang suara merupakan gelombang longitudinal yang
terdengar sebagai bunyi bila masuk ke telinga berada pada frekuensi 20 – 20.000 Hz
atau disebut jangkauan suara yang dapat didengar.
Kebisingan lalu lintas berasal dari suara yang dihasilkan dari kendaraan
bermotor,terutama dari mesin kendaraan, knalpot, serta akibat interaksi antara roda
dengan jalan.Kendaraan berat (truk, bus) dan mobil penumpang merupakan sumber
kebisingan utama di jalan raya.Secara garis besar strategi pengendalian bising dibagi
menjadi tiga elemen yaitu pengendalian terhadap sumber bising, pengendalian
terhadap jalur bising dan pengendalian terhadap penerima bising.
4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum Pencemaran Lingkungan “Pengukuran
Kebisingan di Beberapa Jalan di Kota Pontianak, Kalimantan Barat” ini sebagai
berikut.
Tabel 4.1.1 Hasil Pengukuran Kebisingan pada Siang Hari (LS)
No. Lokasi Nilai Kebisingan (dBA)
1. Jalan Gajah Mada 73,24
2. Jalan Tanjungpura 78,08
3. Bundaran Digulis 77,47
Kebisingan yang terjadi dijalan raya merupakan kebisingan yang tidak tetap
dan mempunyai periode yang terputus-putus (unsteady noise). Intensitas bunyi
diantara ketiga lokasi pengambilan sampel suara hampir sama yaitu 72 dB dengan
perbedaan angka yang tipis yaitu 0,1 dB antara lokasi pertama dan ketiga (72,46 dB)
dengan lokasi yang kedua (72,36 dB). Menurut Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No.48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, intensitas
bunyi yang diperbolehkan untuk fasilitas umum seperti jalan raya adalah 60 dB
melebihi angka tersebut berarti termasuk polusi suara. Sedangkan intensitas bunyi
sebesar >70 dB melebihi batas maksimum tingkat kebisingan suara yang boleh
didengar dan hanya boleh terpapar dibawah 7 jam per harinya. Hal ini menunjukkan
bahwa tiga lokasi tersebut mengalami pencemaran suara yang melebihi baku tingkat
kebisingan yang telah ditetapkan (Handoko, 2004).
Polusi suara berakibat buruk bagi kesehatan terutama untuk pendengaran.
Kebisingan >70 dB dapat menyebabkan hipertensi sedangkan >90 dB dapat membuat
otot menjadi tegang dan stress (Regnault, 1990). Normalnya manusia dapat
mendengar suara dengan intensitas bunyi 0-25 dB. apabila terjadi peningkatan
pendengaran 26-40 dB maka dipastikan seseorang tersebut menderita tuli ringan, jika
peningkatan pendengaran mencapai 41-60 dB disebut tuli sedang,
peningkatan pendengaran pada 61-90 dB disebut tuli berat, dan >90 dB
disebut tuli sangat berat. Pemanfaatan alat-alat yang menggunakan mesin yang
berbunyi bising maupun penggunaan gadget yang menunjang penggunaan earphone
yang langsung mengenai gendang telinga meningkatkan resiko terhadap pencemaran
suara. Tingkat kebisingan di daerah perkotaan yang dipadati bangunan perumahan,
kantor, pusat perbelanjaan, serta pabrik-pabrik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah perkampungan yang tingkat pembangunannya masih belum berkembang.
Selain itu kebisingan di jalan lalu lintas yang padat kendaraan, belum lagi suara tv,
suara hewan peliharaan maupun pembangunan proyek yang berada didekat daerah
pemukiman juga tinggi terlebih jika kawasan hijau dan perhutanan kota minim
sehingga tidak ada yang menjadi peredam kebisingan. Secara garis besar strategi
pengendalian bising dibagi menjadi tiga elemen yaitu pengendalian terhadap sumber
bising, pengendalian terhadap jalur bising dan pengendalian terhadap penerima bising
(Djalante, 2010).
Walaupun masalah polusi suara kurang begitu familiar dimasyarakat tetapi hal
ini memerlukan perhatian yang serius, karena pola hidup sehat tidak hanya
bergantung dari kebersihan makanan dan tempat tinggal saja. Polusi suara memang
tidak langsung memberikan efek negativ yang signifikan. Namun hal tersebut tetaplah
menjadi penyumbang kerusakan kesehatan tubuh apabila terpapar dalam waktu yang
lama. Beberapa gejala yang ditimbulkan akibat berlama-lama berada di lokasi yang
terpapar suara bising adalah berkurangnya pendengaran akibat bising sementara (efek
jangka pendek) seperti kenaikan ambang pendengaran sementara, apabila suara bising
berakhir maka pendengaran akan kembali normal. Selain itu faktor yang
mempengaruhi kebisingan adalah intensitas dan frekuensi bising, lama pemaparan
dan lama waktu istirahat dari pemaparan, tipe bising dan kepekaan individual.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pencemaran lingkungan tentang pencemaran
suara di tiga lokasi perempatan dijalan raya simpang Gadjah Mada, Bundaran di
Gulis, dan di jalan Tanjungpura disimpulkan
bahwa:
1. Intensitas bunyi yang terjadi sebesar 81,01 dB dan melebihi baku mutu kebisingan
yang tertera di Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.48 tahun 1996
Tentang Baku Tingkat Kebisingan yakni untuk fasilitas umum seperti jalan raya
adalah 60 dB sehingga ketiga lokasi tersebut termasuk kedalam area yang
mengalami polusi suara.
2. Diantara ketiga lokasi tersebut tingkat pencemaran suara yang terjadi hampir sama
besarnya yakni 78,98 dB.
3. Permasalahan polusi suara memang tidak begitu memberikan dampak signifikan
terhadap kesehatan tubuh secara langsung. Terapar dalam jangka waktu yang
sebentar dapat menimbulkan efek jangka pendek seperti kenaikan ambang
pendengaran sementara, apabila suara bising berakhir maka pendengaran akan
kembali normal. Namun apabila terpapar dalam waktu yang lama maka akan
berakibat fatal terhadap gangguan pola tidur, gangguan pencernaan, peningkatan
nilai ambang pendengaran, hipertensi bahkan tubuh mengalami stress.
5.2 Saran
Saran untuk praktikum lapangan pencemaran lingkungan tentang pencemaran
suara selanjutnya adalah dalam pemilihan lokasi pengambilan suara dapat juga
dilakukan di tempat-tempat umum yang rentan terpapar polusi suara dalam jangka
waktu yang kontinyu (steady noise) seperti di beberapa lokasi perbelanjaan mall
(tempat bermain anak-anak, super market, bioskop, kafe dan lain sebagainya).
Daftar Pustaka
Djalante, S, 2010, Analisis Tingkat Kebisingan di Jalan Raya Yang Menggunakan
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APIL), Jurnal SMARTek, Volume 8 No.
4: 280-300
Doelle L.L. (1993). Akustik Lingkungan (Lea Prasetio). Jakarta : Penerbit Erlangga
Feidihal. 2007. Tingkat Kebisingan dan Pengaruhnya terhadap Mahasiswa di Bengkel
Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang. Jurnal Teknik Mesin. Vol. 4 No.
1 : (31-41). Juni 2007. ISSN: 1829-8958
Handoko, S, 2004, Kebisingan dan Pengaruhnya Pada Lingkungan Hidup, Jurnal
FKIP UNLA, Volume 2 No. 2
Menteri Lingkungan Hidup, 1996, Kep-48/MENKLH/1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan Peruntukan Kawasan/Lingkungan
Regnault, MA, 1990, The Decibel Inferno, WHO
Suriatmadja, A, 1999, Ilmu Lingkungan, ITB, Bandung
Yadat T., (2014) Studi Power Level Kebisingan Kendaraan Ringan di Kota Makassar.
Universitas Hasanuddin Makassar, Makassar
Wardika, K., Suparsa, G.P., Priyantha, D.M. 2012. Analisis Kebisingan Lalulintas
pada Ruas Jalan Arteri
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN
PENCEMARAN SUARA
PENGUKURAN TINGKAT PENCEMARAN SUARA DI JALAN RAYA
PUSAT KOTA PONTIANAK KALIMANTAN BARAT
DISUSUN OLEH:
Emilia Kontesa H1041151078
DOSEN PENGAMPU:
DIAH WULANDARI ROUSDY, S.Si., M.Sc
TRI RIMA SETYAWATI, S.Si., M.Si