Disusun Oleh :
NPM. 220112180099
Menurut (Budhiarta,2017), secara fungsional sirosis hati dibagi menjadi dua yaitu :
a. Sirosis Hati Kompensata, adalah sirosis hati yang belum menunjukkan gejala
klinis Sering disebut dengan Laten Sirosis Hati. Pada sirosis kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Stadium awal sirosis sering tanpa
gejala sehingga kadang ditemukan secara tidak sengaja saat pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain.
b. Sirosis Hati Dekompensata yaitu sirosis hati yang menunjukkan gejala-gejala
yang jelas. Dikenal dengan Active Sirosis Hati, dan stadium ini biasanya
gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
F. Patofisiologi
Menurut Lusianah dan Suratun (2016) faktor penyebab kerusakan hati
menimbulkan respon inflamasi pada jaringan hepar, manifestasi lanjut sebagian
disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi
sirkulasi portal. Semua organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal
dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah
yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah :
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul
varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah,
sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah
muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului
rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak
akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga
perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya
varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari
76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh
pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi
lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum.
Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah
sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini
disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul
sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-
lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan
berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses
detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam
sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea.
Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas
beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi
urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk
postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi
adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita
sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi yang sering
timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia,
pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis,
perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Smeltzer & Bare (2001), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada pasien dengan sirosis hati yaitu:
1) Radiologi
Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
2) Esofagoskopi
Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
3) USG
4) Angiografi
Untuk mengukur tekanan vena porta.
5) Biopsi Hati
Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
6) Partografi Transhepatik Perkutaneus
Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
7) Pemeriksaan Darah lengkap
Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan SDM dan
anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia
mungkin ada sebagai akibat hiperplenisme.
• Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia),
dan trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang
rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis
hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >500-1.000
berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati
primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium
untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar
dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan
penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde
chlangiopancreatography (ERCP).
I. Palliative Care
a. Definisi Palliative Care
Menurut WHO, palliative care merupakan pendekatan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi
masalah yang berkaitan dengan masalah yang mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan menghentikan penderitaan dengan identifikasi dan penilaian
dini, penangnanan nyeri dan masalah lainnya, seperti fisik, psikologis, sosial
dan spiritual (WHO, 2017).
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien
dan keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi,
mencegah, dan menghilangkan penderitaan. Perawatan paliatif mencangkup
seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses
informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative
Care, 2013).
b. Prinsip Palliative Care
Palliative care secara umum merupakan sebuah hal penting dan bagian yang
tidak terpisahkan dari praktek klinis dengan mengikuti prinsip:
Membuat pasien dan keluarga mengerti bahwa proses hidup dan mati
adalah sesuatu yang wajar
Tidak bermaksud untuk mempercepat atau menunda kematian
Budhiarta, D. (2017). Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati Dengan Varises
Esofagus Di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. Intisari Sains Medis 2017,
Volume 8, Number 1: 19-23 P-ISSN: 2503-3638, E-ISSN: 2089-9084
Cohen, J.,& Deliens. (2012). A Public Health Perspective on End of Life Care. Oxford
Universoty Press. The European Journal of Public Health Vol.23, No.1
Lusianah, I. E. D., & Suratun. (2016). Prosedur Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (2002). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Sjaifoellah, Noer. (2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi III. Jakarta: FKUI.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Sutadi, S. (2003). Sirosis Hepatis. USU Digital Library.
Tarigan, P. (2001). Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 1 Ed. 3 Sirosis Hati. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Widjaja, F. dan Karjadi, (2011). Pencegahan Perdarahan Berulang pada Pasien Sirosis Hati. J
Indon Med Assoc, 61: 417–424.