Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ANTROPOBIOLOGI

PENYAKIT AKIBAT PENGGOLONGAN DARAH SISTEM RHESUS

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropobiologi

Dosen pengampu: Novianti Retno Utami, M.Pd

Disusun oleh:

1. Novia Nur Inayah 18144900005


2. Thea Yesika Farodhy 18144900011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Harapan penyusun semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.Untuk kedepannya
dapat memperbaiki isi makalah ini agar menjadi lebih baik.

Penyusun menyadari dalam pembuatan makalah masih terbatas pengetahuan


maupun pengalaman dan penyusun yakin masih banyak kekurangan dalam makalah
ini, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makalah tentang Penyakit Akibat Penggolongan Darah Sistem Rhesus ini


untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropobiologi yang diampu oleh Ibu Novianti
Retno Utami, M.Pd. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Yogyakarta, 3 April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................i

Kata Pengantar....................................................................................................ii

Daftar Isi...............................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................2

C. Tujuan Pembahasan............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

A. Penggolongan Darah Sistem Rhesus..................................................3

B. Pengaruh Perbedaan Rhesus Pada Kehamilan....................................5

C. Penyakit Hemolitik Pada Bayi dan Pengobatannya...........................7

D. Upaya Pencegahan Hemolitik Pada Bayi...........................................12

BAB III PENUTUP.............................................................................................13

A. Simpulan.............................................................................................13

B. Saran...................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia memiliki sistem transportasi yang handal, yaitu: darah. Darah adalah
cairan penting yang membawa oksigen dari paru-paru dan nutrisi-nutrisi dari organ-
organ pencernaan ke sel-sel. Darah juga membawa CO2 ke paru-paru dan zat-zat
yang tidak dibutuhkan ke ginjal. Fungsi lainya yaitu untuk melawan interaksi,
mengatur suhu tubuh serta mengkoordinasikan aktifitas jaringan tubuh. Bagian
utama dari darah adalah plasma, yang meliputi 55% dari darah dan sisanya adalah
elemen –elemen gabungan yang terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit. Rata – rata jumlah darah pada orang dewasa adalah sekitar 5% - 7% dari
berat badan.
Darah manusia memiliki sifat-sifat unik yang disebabkan oleh faktor genetis
selama ribuan tahun. Sifat-sifat unik tersebut tidak dapat dibedakan dengan dilihat
oleh kasat mata, maupun oleh mikroskop, oleh karena itu, digunakan cairan kimia
untuk membantu memberikan semacam reaksi kimia yang merubah penampakan
fisiknya, sehingga didapat image yang dapat dibedakan antara masing-masing
golongan darah. Untuk memperoleh image itu dilakukan preprocessing sehingga
dapat lebih mudah dibaca dan dilakukan proses komputer.
Seperti yang diketahui, golongan darah terbagi menjadi 4 yaitu A, B, AB dan
O. Penggolongan ini sangat penting untuk kepentingan transfusi darah, dimana
tidak semua golongan darah dapat saling menjadi donor ataupun resipien
(penerima). Pembagian golongan darah tidak lepas dari jasa besar seorang ilmuwan
berkebangsaan Austria, bernama Karl Landsteiner. Ia lahir di Wina, Austria 14
Juni 1868, anak seorang doktor hukum dan jurnalis terkenal yang meninggal sejak
Karl berusia 6 tahun. Landsteiner menikah dengan Helen Wlasto pada 1916.
Penemuannya mengenai klasifikasi golongan darah A,B, AB, dan O
menghantarkannya meraih nobel di bidang kedokteran tahun 1930. Kemudian,
Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli (kolega Landsteiner) menemukan
golongan darah AB.

1
Penggolongan darah dibedakan menjadi dua, golongan darah sistem A, B,
AB, O dan golongan darah rhesus, sehingga dalam penggolongannya ada 8
golongan darah, yaitu, A+, B+, AB+, O+, A-, B-, AB-, dan O-. Bersama dengan
sistem golongan darah ABO, sistem Rhesus (Rh) juga penting dalam transfusi
darah. Perbedaan utama antara sistem ABO dan sistem Rhesus adalah sebagai
berikut: Pada sistem ABO, aglutinin bertanggung jawab atas timbulnya reaksi
transfusi yang terjadi secara spontan, sedangkan pada sistem Rhesus, reaksi
aglutinin spontan hampir tak pernah terjadi.

Ibu hamil dengan rhesus negatif akan mengalami banyak masalah ketika ibu
tersebut tidak menyadari rhesus darah yang dimilikinya. Janin yang dikandungnya
akan memiliki rhesus positif, ketika darah janin bercampur dalam darah ibu, maka
tubuh ibu akan membentuk antibodi. Antibodi ibu akan merusak sel darah merah
janin, yang mengakibatkan janin mengalami eritoblastosis fetalis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana penggolongan darah sistem rhesus?


2. Bagaimana pengaruh perbedaan rhesus pada kehamilan?
3. Bagaimana penyakit hemolitik pada bayi dan pengobatannya ?
4. Bagaimana upaya pencegahan hemolitik pada bayi?

C. Tujuan Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah
agar mahasiswa mengetahui penggolongan darah berdasarkan sistem rhesus,
pengaruh perbedaan rhesus pada kehamilan, penyakit hemolitik pada bayi dan
pengobatannya, serta upaya pencegahan hemolitik pada bayi.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. PENGGOLONGAN DARAH SISTEM RHESUS

Penggolongan darah dibedakan menjadi dua, golongan darah sistem A, B,


AB, O dan golongan darah rhesus, sehingga dalam penggolongannya ada 8
golongan darah, yaitu, A+, B+, AB+, O+, A-, B-, AB-, dan O-. Penelitian tentang
rhesus dilakukan sejak tahun 1940 oleh Landsteiner dan Wiener. Mereka
menggunakan darah kera rhesus atau Macaca mulata untuk percobaannya. Hasilnya
disebut dengan istilah rhesus ini dan ternyata juga berlaku pada darah manusia.

Rhesus atau faktor rhesus adalah kadar protein khusus (antigen D) pada
permukaan sel darah merah. Tidak semua orang memiliki protein pada permukaan
sel darah merahnya. Seseorang yang sel darah merahnya terdapat protein tersebut
berarti dinyatakan memiliki rhesus positif (Rh+). Jika seseorang tidak memiliki
protein tersebut pada sel darah merahnya, berarti dinyatakan memiliki rhesus
negatif (Rh-).

Golongan darah rhesus negatif hanya dapat menerima transfusi darah dari
golongan darah rhesus negatif pula, jika mendapat transfusi darah dari rhesus
positif akan mengalami ketidakcocokan rhesus yang menimbulkan berbagai
permasalahan kesehatan terutama pada wanita hamil dan resiko kesehatan pada
janin yang dikandungnya. Darah rhesus negatif seakan menjadi hal yang
membingungkan dan membuat khawatir para pemiliknya, dan orang yang
membutuhkan transfusi darah rhesus negatif.

3
Sistem rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih banyak
perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi
antigeniknya. Darah rhesus negatif adalah darah langka, dimana pemilik darah ini
hanya berjumlah kurang dari 1% dari seluruh penduduk Indonesia. Penduduk
Indonesia pun tidak semuanya mengetahui golongan darahnya dan golongan
rhesusnya. Sehingga, menambah sulit dan menambah rasa khawatir dalam
memenuhi kebutuhan darah rhesus negatif.

Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada
eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak
mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan
antigen-D, dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak
seperti pada ABO sistem dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B
akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem
Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu eksposure apakah itu dari
transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang
terkuat bila dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya.

Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml
secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif
(D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan
darah ABO nya sama. Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat
molekul 160.000, daya endap (sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan
dapat ditemukan selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu
dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam
sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis.

Rhesus darah bukanlah suatu penyakit, dan tidak akan mengganggu kesehatan
seseorang. Rhesus darah akan berpengaruh ketika akan melakukan transfusi darah,
karena darah rhesus negatif akan menolak darah rhesus positif. Tidak hanya itu,
pengetahuan yang kurang dari calon ibu mengenai rhesus bisa berbahaya untuk
janin selama kehamilan.

4
B. PENGARUH PERBEDAAN RHESUS PADA KEHAMILAN

Setiap manusia memiliki golongan darah yang berbeda: A, B, AB, O. Setiap


golongan darah tersebut kembali diklasifikasikan berdasarkan kandungan protein
yang bernama rhesus (Rh). Sebenarnya, faktor rhesus tidak berimbas langsung pada
kesehatan. Akan tetapi, rhesus sangat berpengaruh pada ibu hamil. Bila seorang ibu
yang memiliki rhesus negatif (Rh-) mengandung bayi yang memiliki rhesus positif
(Rh+), maka ada resiko yang terjadi pada janin, terutama pada kehamilan kedua
dan seterusnya.

sumber: Hipwee

Seorang laki-laki yang memiliki rhesus positif (Rh+) menikah dengan


perempuan yang memiliki rhesus negatif (Rh-) maka bisa dinamakan pernikahan
beda rhesus. Ketidak samaan rhesus ini bisa jadi cikal bakal ketidakcocokan rhesus
yang sangat berbahaya bagi janin selama kehamilan. Jika ayah memiliki rhesus
positif dan ibu memiliki rhesus negatif, maka janin yang dikandung ibu akan
memiliki rhesus positif.

Ketidakcocokan rhesus ibu dan janin biasa disebut inkompatibilitas Rh.


Ketika ibu memiliki Rh- dan janin Rh+, maka tubuh ibu akan mengenali Rh+
tersebut sebagai sesuatu yang asing di tubuh ibu. Ini berarti jika sel darah dari janin
bertemu dengan sel darah ibu, maka sistem imunitas ibu akan memproduksi
antibodi untuk melawan sel darah Rh+. Antibodi adalah bagian dari sistem imunitas
yang melawan “benda asing” pada tubuh.

5
Proses yang terjadi pada ibu hamil setelah darah ibu yang Rh- bercampur atau
bertemu dengan darah janin yang Rh+ disebut sensitasi Rh. Biasanya , proses ini
terjadi selama kehamilan atau proses kelahiran, ketika kedua darah ibu dan janin
bercampur. Pada kehamilan pertama, Rh sensitisasi tidak terjadi, karena darah ibu
belum terpapar dengan darah janin, dan tubuh ibu belum membentuk antibodi atau
antibodi yang terbentuk belum cukup untuk menghancurkan sel darah merah janin.
Pada kondisi berbeda yaitu ketika ibu dengan Rh- pernah mendapatkan transfusi
darah dari pendonor Rh+, maka tubuh ibu akan membentuk antibodi permanen.

Permasalahan akan terjadi pada kehamilan berikutnya dengan janin Rh+.


Selama kehamilan itu, antibodi ibu melewati plasenta untuk melawan sel-sel Rh+ di
tubuh bayi. Antibodi ibu menghancurkan sel-sel darah merah yang menyebabkan
bayi menjadi sakit. Kejadian ini disebut eritroblastosis fetalis selama kehamilan.
Pada bayi baru lahir, kondisi ini disebut penyakit hemolitik pada bayi baru lahir.

C. PENYAKIT HEMOLITIK PADA BAYI DAN PENGOBATANNYA

6
Hemolitik pada bayi yang baru lahir (Hemolytic Disease Of The Newborn)
disebut juga eritroblastosis fetalis adalah penyakit anemia hemolitik akut yang
disebabkan oleh anti-D. Adapun pengertian lainnya mengenai HDN yaitu proses
penghancuran sel darah merah bayi yang berpotensi mengancam nyawa janin atau
bayi yang baru lahir.

Pada saat ibu hamil, dalam beberapa insiden, sel darah merah janin dapat
masuk ke dalam peredaran darah ibu yang disebut foeto maternal microtransfusion.
Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada sel darah merah janin,
maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun antibodi tipe
Imunoglobulin G yang terbentuk dapat melewati plasenta dan masuk ke peredaran
darah janin, sehingga sel-sel darah merah janin akan diselimuti dengan antibodi
tersebut dan terjadi hemolisis.

Ketika antibodi ibu menyerang sel-sel darah merah janin, sel darah merah
tersebut dipecah dan dihancurkan (hemolisis), hal ini membuat bayi anemia.
Anemia berbahaya karena membatasi kemampuan darah untuk membawa oksigen
ke organ dan jaringan bayi, dan berakibat sebagai berikut:

1. Tubuh bayi merespon hemolisis dengan mencoba untuk membuat sel-sel


darah merah sangat cepat sampai di sumsum tulang, hati, dan limpa. Hal
ini menyebabkan organ-organ tersebut untuk mendapatkan sel-sel darah
lebih besar. Sel-sel darah merah baru yang disebut eritroblastosis, sel darah
tersebut biasanya belum matang sehingga tidak mampu melakukan
pekerjaan sel darah merah yang matang.
2. Sel darah merah pecah dan bilirubin terbentuk. Bayi tidak mampu untuk
menyingkirkan bilirubin dan yang berkembang di dalam darah, jaringan,
dan cairan tubuh bayi lainnya. Ini disebut hiperbilirubinemia. Bilirubin
memiliki pigmen atau pewarna, hal itu menyebabkan menguningnya kulit
dan jaringan bayi. Gejala tersebut disebut penyakit kuning.

7
Komplikasi penyakit hemolitik pada bayi baru lahir dapat berkisar dari ringan
sampai parah. Komplikasi tersebut dapat terjadi baik selama kehamilan maupun
paska kehamilan. Komplikasi yang terjadi selama kehamilan adalah sebagai
berikut:

1. Anemia ringan, hiperbilirubinemia, dan penyakit kuning.


Plasenta membantu menyingkirkan beberapa bilirubin, tetapi tidak semua.
2. Anemia berat dengan pembesaran hati dan limpa.
Ketika organ tersebut dan sumsum tulang tidak dapat mengkompensasi
kerusakan yang cepat dari sel darah merah, hasil anemia berat dan organ
lain yang terpengaruh.
3. Hydrops fetalis
Hal ini terjadi karena organ bayi tidak dapat menangani anemia. Jantung
mulai gagal dan sejumlah besar cairan membangun di jaringan dan organ
bayi. Janin dengan hydrop fetal besar kemungkinan menjadi lahir mati.

8
Komplikasi setelah lahir :
1. Hiperbilirubinemia parah dan penyakit kuning.
Hati bayi tidak dapat menangani sejumlah besar bilirubin yang dihasilkan
dari pemecahan sel darah merah. Hati bayi membesar dan anemia terus.
2. Kerniterus.
Kernikterus adalah bentuk yang paling parah dari hiperbilirubinemia dan
hasil dari penumpukan bilirubin dalam otak. Hal ini dapat menyebabkan
kejang, kerusakan otak, ketulian, dan kematian.

Berikut ini adalah gejala yang paling umum dari penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir. Namun, setiap bayi mungkin mengalami gejala yang berbeda. Gejala
selama kehamilan yang mungkin terjadi yaitu:

1. Dengan amniosentesis, cairan ketuban mungkin memiliki warna kuning


dan mengandung bilirubin.
2. USG janin menunjukkan pembesaran hati, limpa dan penumpukkan cairan
di perut janin, sekitar paru-paru, atau di kulit kepala

Gejala setelah lahir dapat mencakup:

1. Kulit bayi pucat terlihat jelas, karena anemia.

9
2. Bayi mungkin tidak tampak kuning segera setelah lahir, tapi penyakit
kuning dapat berkembang dengan cepat, biasanya dalam waktu 24 jam
sampai 36 jam.
3. Bayi dengan hidrops fetalis memiliki edema berat (pembengkakan) dari
seluruh tubuh dan bayi terlihat sangat pucat. Mereka sering mengalami
kesulitan bernapas.

Pengobatan hemolitik pada bayi baru lahir dapat dilakukan beberapa hal sebagai
berikut ini:

1. Transfusi tukar
Pada transfusi tukar, sejumlah darah bayi akan dikeluarkan dan digantikan
dengan darah segar (dari donor). Transfusi tukar merupakan cara tercepat
untuk menurunkan kadar bilirubin. Bayi mungkin harus melakukan
beberapa kali transfusi tukar, tergantung pada berapa kadar bilirubin yang
masih tersisa di dalam tubuh ibu.

sumber: Google

2. Transfusi intra uterin


Sel darah merah donor ditransfusikan ke Peritonial cavity janin yang
nantinya akan diabsorbsi dan masuk ke dalam sirkulasi darah janin.
Transfusi dilakukan beberapa kali pada kehamilan minggu ke 26-34

10
dengan menggunakan PRC (Packed Red Cell) golongan darah O negatif
sebanyak 50-100 ml.
3. Foto terapi
Dengan bantuan lampu blue violet atau yang lebih efektif yellow green,
dapat menurunkan kadar bilirubin. Foto terapi sifatnya hanya membantu
dan tidak dapat digunakan sebagi terapi tunggal.
4. Plasmapheresis
Plasmapheresis
sebaiknya
dilakukan
setelah
kehamilan 3
bulan pertama
dan dapat
dilakukan setiap
minggu
sebanyak 2-4 liter. Plasmapheresis hanya efektif dan praktis bila kecepatan
produksi antibodi lambat, sehingga titer anti-D tetap rendah dan dapat
bertahan beberapa bulan selama kehamilan.

D. UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT HEMOLITIK PADA BAYI

Hemolitik adalah penyakit yang sangat bisa dicegah. Karena kemajuan dalam
perawatan prenatal, hampir semua wanita dengan Rh darah negatif diidentifikasi
pada awal kehamilan dengan tes darah. Jika seorang ibu Rh negatif dan belum
peka, dia biasanya diberikan obat yang disebut immunoglobulin Rh (RhIg) atau
Rhogam. RhIg ini merupakan produk darah yang khusus dikembangkan yang dapat
dapat mencegah antibodi ibu Rh negatif ini untuk dapat bereaksi terhadap sel Rh
positif.

11
Suntikan Imunoglobulin anti-D harus diberikan pada ibu Rh negatif yang
telah melahirkan bayi Rh positif selambat-lambatnya 72 jam setelah melahirkan.
Standar dosis pemberian anti-D adalah 300 ug. Sebanyak 20 ug anti-D dapat
mengeliminasi kira-kira 30 ml darah janin. Suntikan anti-D diberikan pada ibu
hamil dengan Rh negatif pada kehamilan 28-30 minggu, jika pada minggu ke 24-27
belum terjadi sensitasi dengan Rh positif janin.

Pemeriksaan skrinning allo antibodi ibu sebaiknya dilakukan pada kehamilan


20, 24, 28, 32 minggu dan untuk selanjutnya pemeriksaan dilakukan setiap minggu
sampai melahirkan. Dalam upaya pencegahan dapat juga terjadi kegagalan, jika:

1. Tidak diberikan suntikan immunoglobulin anti-D pada ibu Rh negatif yang


telah melahirkan bayi Rh positif.
2. Tidak diberikan suntikan Imunoglobulin anti-D setelah abortus atau
setelah pemeriksaan amniocentesis.
3. Pemberian immonuglobulin anti-D tidak mencukupi.
4. Sudah terlanjur terjadinya sensitasi oleh sel darah merah janin.

BAB III

PENUTUP

1. Simpulan
Rhesus bukanlah suatu penyakit. Rhesus adalah sistem penggolongan darah
setelah penggolongan darah A, B, AB, O. Seseorang yang sel darah merahnya
mengandung protein dinyatakan memliki rhesus positif (Rh+), sedangkan seseorang
yang sel darah merahnya tidak mengandung protein dinyatakan memiliki rhesus

12
negatif (Rh-). Penelitian tentang rhesus dilakukan oleh Landsteiner dan Wiener
dengan menggunakan darah kera rhesus atau Macaca mulata.
Ibu hamil dengan rhesus negatif dan janin dengan rhesus positif disebut
inkompabilitas Rh atau ketidakcocokan rhesus. Hal ini akan membahayakan janin,
karena ketika sel darah janin (Rh+) bercampur dengan sel darah ibu (Rh-), tubuh
ibu akan membentuk antibodi yang akan merusak sel darah janin, sehingga janin
mengalami anemia.
Gejala klinis yang dialami bayi biasanya terjadi yaitu cairan ketuban
berwarna kuning dan mengandung bilirubin, USG janin menunjukkan pembesaran
hati, limpa dan penumpukkan cairan di perut janin, penyakit kuning, edema berat,
anemia, hyperbilirubinemia. Pengobatan hemolitik pada bayi yang baru lahir
dilakukan dengan cara sebagai berikut, yaitu transfusi tukar, transfusi intra uterin,
foto terapi, plasma pheresis.
Upaya pencegahan dilakukan untuk memperkecil kemungkinan bayi
mengalami hemolitik, yaitu dengan melakukan tes darah atau dengan
menyuntikkan Imunoglobulin anti-D kepada ibu Rh negatif selambat-lambatnya 72
jam setelah melahirkan.

2. Saran
Makalah ini disusun untuk menelaah tentang penyakit yang disebabkan
perbedaan rhesus pada ibu dan bayi. Banyak orang yang belum mengetahui tentang
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir. Hal ini disebabkan oleh minimnya
informasi dan literatur pada buku maupun media elektronik, oleh karena itu, penulis
menyarankan:
1. Hindari pernikahan perempuan Rh- dan laki-laki Rh+, jika pernikahan sudah
terjadi, upayakan untuk memiliki satu anak saja.
2. Memeriksakan darah janin, jika darah ibu sudah diketahui Rh- dan ayah Rh+.
3. Kenali gejala-gejala hemolitik pada bayi baru lahir atau eritoblastosis fetalis.
4. Dalam proses penanganan, harus ada kerja sama yang baik antara penderita,
keluarga, dan dokter ahli penyakit.

13
5. Lebih menyebar luaskan informasi mengenai penyakit hemolitik paa bayi baru
lahir kepada masyarakat dengan memperbanyak informasi baik di media cetak
maupun media elektronik.

14
DAFTAR PUSTAKA

Feri Arosan. Jurnal Riset Kesehatan: Penyakit Hemolitik Pada Bayi Baru Lahir, 5 (2),
2016, 104-111. https://ejournal.poltekkes-smg.ac.id//ojs/index.php/jrk

Novarisma Dwi Irawati. Artikel Ilmiah: Jaringan Sosial Komunitas RNI Dalam
Memenuhi Kebutuhan Darah Rhesus Negatif. Vol. 3 - No. 1 / 2014-01.
https://journal.unair.ac.id. (diakses 2 April 2019, pukul 21:00 WIB).

Margareth. 2018. Masalah Kehamilan Akibat Perbedaan Rhesus Darah Ibu dan Anak.
https://hellosehat.com/kehamilan/perkembangan-janin/masalah-kehamilan-akibat-
perbedaan-rhesus-darah-ibu-dan-anak/amp/ (diakses 3 April 2019, pukul 21:45 WIB)
Audina Galeshita. 2018. 10 Fakta Pentingnya Tahu Tipe Rhesus Darah Kalian, Bukan
Cuma Golongan Darah ABO Doang. https://www.hipwee.com/feature/10-fakta-
pentingnya-tahu-tipe-rhesus-darah-kalian-bukan-cuma-golongan-darah-abo-doang/.
(diakses 3 April 2019, pukul 22:00 WIB)
Jessica.2017.Rhesus.https://kupdf.net/download/rhesus_59d73d6008bbc5e74b434d5d_pd
f. (diakses 3 April 2019, pukul 22.15 WIB)

15

Anda mungkin juga menyukai