Anda di halaman 1dari 6

Muhammad Nuril Fahmi, 13615011

Hurricane Florence dan Perubahan Iklim

Siklon tropis merupakan siklon yang terjadi di daerah tropis (23.5 LU-23.5 LS). Siklon
merupakan salah satu fenomena alam berupa daerah tekanan rendah dimana anginnya mengalir
berputar dengan arah berlawanan jarum jam di bumi bagian utara dan searah jarum jam pada
bumi bagian selatan. Net radiation pada daerah tropis memiliki nilai positif yang paling besar
sehingga temperatur permukaan cenderung tinggi dan menyebabkan pemanasan udara
diatasnya. Udara yang panas densitasnya akan turun dan bergerak keatas. Udara yang bergerak
keatas menyebabkan atmosfer menjadi tidak stabil (konvergen) dan dapat menjadi gangguan.

“The hurricanes. . . used to come every seven years, or every five years, but they have
become more frequent following the settlement of the Antilles.”

—Jean Baptiste Du Terte

Menurut beberapa referensi, frekuensi kejadian siklon tropis makin sering dari tahun ke tahun.
Hal ini diduga berhubungan erat dengan perubahan iklim akibat aktivitas antropogenik
manusia. Namun terdapat banyak perdebatan tentang hal ini.

Salah satu contoh siklon tropis yang beberapa waktu yang lalu adalah Hurricane
Florence. Siklon tersebut terjadi di wilayah samudra Atlantik Utara menuju wilayah Amerika
Serikat bagian Timur dan terjadi pada tanggal 31 Agustus 2018 – 18 September 2018 (gangguan
tropis – berakhirnya siklon tersebut di darat atau landfall).

Gambar 1. Kemungkinan kekuatan angin dari Hurricane Florence

Penyebab terjadinya siklon tropis berbeda dengan siklon lainnya seperti siklon mid-
latitude yang memiliki siklus hidup dan disebabkan pertemuan front dingin dan front panas
(struktur frontal). Berikut ini adalah syarat-syarat terjadinya siklon tropis
Muhammad Nuril Fahmi, 13615011

1. Temperatur permukaan laut sebesar minimal 26.5°C dengan kedalaman minimal 50


meter yang menyebabkan pemanasan atmosfer diatasnya sehingga menjadi tidak
stabil dan menjadi thunderstorm.
2. Pendinginan udara yang cepat terhadap ketinggian sehingga menyebabkan
pelepasan panas (kondensasi) yang menjadi daya untuk siklon tropis
3. Kelembaban tinggi pada troposfer rendah menengah mengakibatkan gangguan
berkembang
4. Windshear yang kecil menjaga daya pada sistem sirkulasi badai
5. Lokasi lintang lebih dari 5° atau 555km dari equator untuk mendapatkan gaya
coriolis yang cukup untuk membuat sirkulasi
6. Gangguan sistem cuaca yang telah ada seperti thunderstorm.

Gambar 2. Rekam Jejak Hurriccane Florence

Sedangkan tahap pembentukan siklon tropis yaitu

1. Gangguan Tropis (Tropical Disturbance) berupa kumpulan beberapa sistem


thunderstorm dengan kecepatan angin kurang dari 20 knot
2. Depresi Tropis berupa kumpulan thunderstorm yang lebih teratur dengan kecepatan
angin 20-34 knot
3. Badai Tropis merupakan sistem yang berotasi (belum terbentuk “mata”) dengan
kecepatan angin 35-64 knot. Pada fase ini badai diberi nama.
4. Siklon Tropis berupa sistem yang berotasi dengan terbentuknya mata siklon dengan
kecepatan angin melebihi 64 knot.
Muhammad Nuril Fahmi, 13615011

Gambar 3. Rekam waktu perkembangan Hurricane Florence

Terjadinya siklon tropis juga diduga diakibatkan pemanasan global yang memengaruhi
tingginya temperatur air laut. Tingginya temperatur laut menyebabkan konvergensi atmosfer
diatasnya sehingga dapat mempercepat terbentuknya gangguan tropis. Namun, tidak semua
gangguang tropis berkembang dan berakhir menjadi siklon tropis. Hal tersebut bergantung pada
besar dan kestabilan syarat-syarat pembentukan siklon tropis yang telah disebutkan
sebelumnya.

Berikut ini adalah bahaya dari siklon tropis, khususnya Hurricane Florence

1. Angin kencang disebabkan oleh pusaran udara yang mengalir dari tekanan rendah
ke tekanan tinggi. Energi pertumbuhan badai didapatkan dari penguapan lautan yang
konvergen dan terjaga selama wind shear rendah. Seiring dengan bertambahnya
angin, maka permukaan laut makin “kasar” dan menyebabkan permukaan semakin
konvergen.

Gambar 4.
Pada Hurricane Florence, diameter siklon mencapai 804.7 km (500 miles).
Besarnya diameter siklon mengakibatkan kerusakan pada area yang luas. Tekanan
Muhammad Nuril Fahmi, 13615011

terendah pada siklon tersebut yaitu 943 mb dimana kekuatan tersebut tidak umum
untuk posisi latitude tersebut jika dibandingkan Hurricane Sandy sebesar 940 mb
dengan posisi lebih utara.
2. Inland Flooding terjadi apabila siklon tropis bergerak ke darat sehingga
menyebabkan friksi pada permukaan bertambah (konvergen, udara naik bertambah).
Namun sirkulasi akan berhenti karena syarat terjadinya siklon tropis tidak
teerpenuhi, sehingga membentuk awan Cumulunimbus dengan curah hujan uang
tinggi. Jika sistem tersebut bergerak lebih lambat, maka bahaya banjir akan lebih
besar karena akan turun di satu titik terpusat. Resiko hujan lebat menjadi bahaya
sampai beberapa hari setelah siklon tropis selesai. Curah hujan pada Hurricane
Florence juga berbahaya. Menurut prediksi NOAA potensi hujan akibat siklon
tersebut sebesar 2-3 feet (60,96 – 91,44 cm) di daerah pesisir pantai North Carolina
dan 1-2 feet (30,48 – 60,96 cm) di daerah South Carolina dan sekitarnya. Angka
tersebut tergolong hujan dengan kategori “violent”. Tingginya prediksi curah hujan
dikarenakan model prediksi jalur Hurricane Florence yang tidak biasa
(unprecedented/remarkable/never seen before). Hal tersebut juga terjadi pada hasil
prediksi beberapa model lain.
3. Storm Surge adalah peristiwa naiknya permukaan laut akibat adanya siklon. Siklon
mendorong sejumlah air dalam massa yang besar di depannya. Kenaikan permuakan
terserbut dapat mencapai 7 meter. Hurricane Florence mengakibatkan kenaikan
permukaan maksimal air laut sekitar 4 meter di beberapa area.

Perubahan iklim diduga menjadi latar belakang dari kejadian-kejadian siklon tropis
tersebut. Penentuan perubahan iklim membutuhkan waktu observasi yang sangat lama yaitu
rekaman minimal 30 tahun. Beberapa jurnal dan artikel yang membahas tentang keterkaitan
antara kenaikan temperatur bumi dengan frekuensi siklon tropis di North Atlantic membantah
bahwa frekuensi siklon tropis meningkat dari tahun ke tahun. Hasil uji kecocokan menunjukkan
bahwa meningkatnya temperatur bumi tidak mempengaruhi jumlah frekuensi dari siklon tropis,
bahkan berbanding terbalik pada grafik landfall yang trend-nya menurun (data landfall
dianggap lebih baik daripada data siklon tropis pada masa lampau).

Penyebab utama meningkatnya frekuensi siklon tropis adalah perkembangan metode


observasi untuk mengukur berbagai jenis storm yang ada. Panjangnya waktu yang dibutuhkan
untuk mengukur perubahan iklim membutuhkan rekaman data siklon tropis yang banyak agar
dapat diambil kesimpulan mengenai keterkaitannya. Hal tersebut dibatasi oleh kemampuan
Muhammad Nuril Fahmi, 13615011

menusia untuk mendeteksi siklon tropis yang telah terjadi pada masa lalu dan dalam selang
waktu yang panjang. Maka dari itu, peningkatan temperatur belum dapat disimpulkan menjadi
latar belakang dari meningkatnya frekuensi siklon tropis.

Gambar 5.

Selain itu pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa puncak terjadinya siklon tropis terbanyak
sekitar tanggal 10 September. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hurricane Florence termasuk
siklon tropis yang terjadi saat aktivitas sistem tropis sedang tinggi karena kondisi tersebut
menguntungkan untuk siklon tropis (Sea Surface Temperature tinggi, udara lembab dan wind
shear rendah). Pada tanggal 10 September 2018, terdapat sembilan siklon tropis yang telah
diberi nama. Musim siklon tropis akan terjadi sampai 30 November 2018. NOAA
memprediksikan bahwa pada tahun ini aktivitas siklon tropis berada diatas rata-rata karena
kondisi cuaca El-Nino dan La-Nina.

Pengurangan dampak kerugian dari siklon tropis dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti

a. riset mengenai prediksi siklon tropis


b. studi evakuasi dan prosedur emergency
c. manajemen perkembangan penduduk,
d. peningkatan aturan bangunan
e. wetland management

Pada akhirnya, beberapa hal yang baru terjadi pada Hurricane Florence merupakan
gambaran dari lingkungan masa depan yang mungkin belum kita ketahui interaksinya. Koreksi
dari pemodelan siklon tropis semakin besar karena banyaknya hal yang berinteraksi dalam
sistem cuaca.
Muhammad Nuril Fahmi, 13615011

Referensi

https://web.archive.org/web/20090827030639/http://www.aoml.noaa.gov/hrd/tcfaq/A15.html
diakses pada 10 Oktober 2018

https://weather.com/storms/hurricane-central/AL062018 diakses pada 9 Oktober 2018

https://www.forbes.com/sites/marshallshepherd/2018/09/12/the-meteorological-strangeness-
of-hurricane-florence/ diakses pada 9 Oktober 2018

https://web.archive.org/web/20120114162401/http://www.metoffice.gov.uk/media/pdf/4/1/No
._03_-_Water_in_the_Atmosphere.pdf diakses pada 10 Oktober 2018

https://www.gfdl.noaa.gov/historical-atlantic-hurricane-and-tropical-storm-records/ diakses
pada 10 Oktober 2018

https://www.livescience.com/24380-hurricane-sandy-status-data.html diakses pada 10 Oktober


2018

https://www.accuweather.com/en/outdoor-articles/outdoor-living/inland-flooding-a-deadly-
threa/64401 diakses pada 10 Oktober 2018

https://www.accuweather.com/en/weather-glossary/hurricanes-and-inland-flooding/16699795
diakses pada 10 Oktober 2018

https://www.nationalgeographic.com/environment/2018/09/news-hurricane-florence-east-
coast/ diakses pada 10 Oktober 2018

Dupe, L. Z. (2018). Siklon [PowerPoint slides].

Dupe, L. Z. (2018). Sirkulasi Atmosfer [PowerPoint slides].

Dupe, L. Z. (2018). Tropical Cyclone [PowerPoint slides].

Dupe, L. Z. (2018). Front[PowerPoint slides].

Anda mungkin juga menyukai