Anda di halaman 1dari 13

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

DALAMMODEL PEMBELAJARAN TERINTEGRASI

Putri Dwi Sundari, Parno, dan Sentot Kusairi


Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang
email: putridwisundari@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa pada model siklus
belajar 5E terintegrasi peer instruction dalam materi suhu dan kalor. Penelitian mixed-method
dengan desain embedded experimental ini melibatkan 33 siswa kelas X di SMA Negeri di
Sidoarjo. Instrumen penelitian terdiri dari instrumen perlakuan dan instrumen pengukuran.
Instrumen perlakuan terdiri dari silabus, RPP, dan LKS. Instrumen pengukuran terdiri dari
tes kemampuan berpikir kritis, lembar panduan wawancara, dan lembar catatan lapangan.
Instrumen penelitian tes berupa 8 soal uraian tes yang dikembangkan berdasarkan indikator
berpikir kritis yang dikemukakan oleh Ennis dengan reliabilitas 0,72. Data kuantitatif
kemampuan berpikir kritis siswa dianalisis menggunakan paired t-test. Data kualitatif
dianalisis dengan melakukan reduksi terhadap hasil wawancara siswa. Hasil penelitian
menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor meningkat setelah
mengikuti pembelajaran siklus belajar 5E terintegrasi peer instruction. Siswa sudah mampu
dalam membangun keterampilan dasar, memberikan penjelasan sederhana, mengatur strategi
dan taktik, membuat penjelasan lebih lanjut, dan masih kurang mampu dalam membuat
kesimpulan dari permasalahan fisika yang disajikan.
Kata kunci: kemampuan berpikir kritis, suhu dan kalor, model 5E, peer instruction

STUDENTS’ CRITICAL THINKING ABILITY


IN INTEGRATED LEARNING MODEL

Abstract
This study was aimed at analyzing the students’ critical thinking skills in the integrated
5E peer instruction learning cycle in temperature and heat material. This mixed-method
research with embedded experimental design involved 33 students of class X in Sidoarjo
state high school. The research instrument consists of treatment instruments and measurement
instruments. The treatment instrument consists of syllabus, lesson plan, and student
worksheet. The measurement instrument consisted of critical thinking skills tests, interview
guide sheets and field notes. The test research instrument was in the form of 8 test questions
developed based on critical thinking indicators proposed by Ennis with a reliability of 0.72.
The quantitative data on students’ critical thinking skills were analyzed using paired t-test,
while qualitative data were analyzed by reducing the results of student interviews. The results
show that the students’ critical thinking skill in the temperature and heat materials increased
after following the peer instruction integrated 5E learning cycle. The students have been able
to build basic skills, provide simple explanations, organize strategies and tactics, make further
explanations and are still unable to make conclusions from the physics problems presented.
Keywords: critical thinking skills, heat and temperature, 5E model, peer instruction

348
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...

PENDAHULUAN tindakan dan menganalisis argumen


Berpikir kritis merupakan salah satu (Sundari, Parno, & Kusairi, 2016, p. 405).
kemampuan yang dibutuhkan siswa untuk Dari 132 siswa yang diuji, diperoleh nilai
mengahadapi permasalahan masa depan. rata-rata 37 dari nilai maksimal 100. Jika
Pendidikan memiliki peranan penting dikelompokkan berdasarkan kategori yang
dalam menghasilkan output yang mampu dikemukakan oleh Ennis (2011), siswa
berpikir kritis (Lai, 2011, p. 4), termasuk belum mampu memberikan penjelasan
pendidikan fisika (Akarsu, Bayram, sederhana dan mengatur strategi dan taktik.
Slisko, & Cruz, 2013). Salah satu tujuan Rahmawati, Hidayat, dan Rahayu (2016)
pendidikan fisika adalah mengembangkan menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan
kemampuan berpikir kritis siswa (Akarsu berpikir kritis siswa pada masing-masing
et al., 2013). Kemampuan berpikir kritis kategori masih rendah. Kategori tersebut
tidak hanya berperan dalam kesuksesan adalah memberikan penjelasan sederhana,
siswa selama pendidikan, tetapi juga saat membangun keterampilan dasar, membuat
menempati dunia kerja dan konteks sosial kesimpulan, memberikan penjelasan lebih
lainnya (Birjandi & Bagherkazemi, 2010). lanjut, dan mengatur strategi dan taktik.
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir Penelitian Zhou, Wang, dan Yao (2007) juga
kritis mampu menghadapi globalisasi dan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
persaingan dalam bidang pendidikan yang kritis siswa SMA masih rendah.
terus berkembang. Rendahnya kemampuan berpikir kritis
Berpikir kritis termasuk kemampuan siswa terjadi karena kurangnya penguasaan
berpikir tingkat tinggi. Berpikir kritis konsep dan tingkat kompleksitas materi
merupakan cara berpikir rasional dan pembelajaran. Suhu dan kalor merupakan
reflektif yang memfokuskan pada pengam- salah satu materi yang sulit dihadapi siswa
bilan keputusan yang diyakini (Ennis, dan guru dalam pembelajaran fisika (Setyadi
2011). Berpikir rasional berarti memiliki & Komalasari, 2013). Guru menyampaikan
keyakinan dan pandangan yang didukung informasi yang bersifat teoritik tanpa
oleh bukti yang tepat, relevan dan melibatkan siswa untuk menemukan
terpercaya. Cara berpikir reflektif berarti konsep suhu dan kalor tersebut. Materi suhu
mempertimbangkan segala sesuatu secara dan kalor lebih mudah dipahami apabila
tepat, teliti dan hati-hati sebelum mengambil penyampaian konsep dikaitkan dengan
keputusan. Kemampuan berpikir kritis pengalaman sehari-hari siswa (Hafizah,
siswa dalam fisika meliputi kemampuan Hidayat, & Muhardjito, 2014).
untuk mengidentifikasi kesalahan dalam Kemampuan berpikir kritis yang
pernyataan fisika, mengidentifikasi rendah berdampak pada pretasi belajar
kesalahan asumsi dan informasi yang fisika siswa. Salah satu penyebab
digunakan untuk menyelesaikan masalah, rendahnya prestasi belajar fisika siswa
dan membuat keputusan yang tepat (Rabari, adalah strategi pembelajaran yang
Indoshi, & Okwach, 2011). diterapkan guru (Oladejo, Olosunde,
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan Ojebisi, & Isola, 2011; Fatimah, Kartika,
penulis menunjukkan bahwa kemampuan & Niyartama, 2012). Siswa mengklaim
berpikir kritis siswa pada pelajaran fisika bahwa fisika merupakan pelajaran yang
masih rendah. Rendahnya kemampuan sulit, tidak relevan, dan membosankan
berpikir kritis siswa terlihat pada indikator (Checkley, 2010, p. 98). Kurangnya
merumuskan masalah, memutuskan suatu minat dan motivasi dalam mempelajari

349
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360

fisika akan menghambat perkembangan memperoleh konsep fisika melalui kegiatan


kemampuan berpikir kritis siswa. Siswa ilmiah (Akinwumi & Bello, 2015). Terlepas
membutuhkan keterampilan berpikir dari banyaknya fase pada siklus belajar,
kritis dan logis dalam menyelesaikan 5E dipilih dalam penelitian ini karena
permasalahan fisika. Kebanyakan siswa siklus belajar 5E paling banyak digunakan
mengalami kesulitan dalam berpikir kritis dalam pendidikan sains (Bunterm et al.,
dan logis, sehingga siswa hanya menghafal 2014). Siklus belajar 5E terdiri dari fase
konsep dan persamaan fisika (Koes, engagement, exploration, explanation,
Kusairi, & Muhardjito, 2015). Siswa juga elaboration, dan evaluation (Akinwumi &
mengalami kesulitan mengaplikasikan Bello, 2015).
konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari Model siklus belajar 5E efektif di-
(Putra & Sudarti, 2015). Dalam rangka terapkan di kelas. Beberapa penelitian
membantu siswa untuk mengembangkan sebelumnya menyebutkan bahwa siklus
pengetahuan fisika yang terintegrasi, guru belajar 5E meningkatkan prestasi belajar
perlu menerapkan pembelajaran yang dapat sains (Hanuscin & Lee, 2008), khususnya
menghubungkan konsep-konsep fisika pelajaran fisika (Hasret & Necati, 2006,
dengan fenomena nyata yang terjadi (Fortus, p. 30). Selain itu, siklus belajar 5E juga
Adams, Krajcik, dan Reise, 2015). Tetapi, meningkatkan pemahaman konseptual
sebagian besar guru berpendapat bahwa siswa (Bilgin et al., 2013; Hokkanen, 2011,
kemampuan berpikir kritis dapat diajarkan p. 33), meningkatkan retensi siswa terhadap
secara implisit melalui pembelajaran yang konsep fisika (Akinwumi & Bello, 2015),
menyediakan konten dan informasi konsep mendorong siswa untuk berpikir kreatif
bagi siswa (Cahyarini, Rahayu, & Yahmin, dan kritis, meningkatkan keterampilan
2016). Kenyataannya, pembelajaran yang proses sains, mengembangkan keterampilan
seperti ini belum mampu mengembangkan bernalar, dan mengembangkan sikap positif
kemampuan berpikir kritis siswa (Redhana terhadap ilmu pengetahuan (Soomro,
& Liliasari, 2008; Putra & Sudarti, 2015). Qaisrani, & Uqaili, 2011; Hokkanen,
Siswa hanya mengingat informasi yang 2011, p. 33). Namun kekurangannya,
diberikan guru saat menyelesaikan tugas- guru membu-tuhkan tenaga bantuan yang
tugas, sehingga pembelajaran menjadi lebih banyak dalam melaksanakan siklus
kurang efektif dan kurang mengembangkan belajar (Wena, 2011). Diskusi kelompok
kemampuan berpikir kritis siswa (Cahyarini siswa selama pembelajaran dapat dijadikan
dkk., 2016). Guru perlu menggunakan alternatif bantuan dalam pengolahan kelas
model pembelajaran yang dapat membantu untuk memperkuat pemahaman konsep
siswa menghubungkan pengalaman siswa siswa dan mendorong siswa untuk belajar
di kelas dengan pengalaman sehari-hari satu sama lain (Zhang, Ding,& Mazur, 2017,
di masyarakat (Akinwumi & Bello, 2015). p. 2).
Salah satu model pembelajaran yang Diskusi kelompok memiliki efek positif
dapat menghubungkan pengalaman siswa bagi pembelajaran siswa. Diskusi kelompok
di kelas dengan pengalaman sehari-hari di siswa selama pembelajaran termasuk
masyarakat adalah siklus belajar. Siklus implementasi peer instruction (Zhang et
belajar menempatkan siswa sebagai pusat al., 2017, p. 3). Di dalam peer instruction
pembelajaran (Bilgin, Coskun, & Aktas, terdapat penugasan pre-class reading
2013). Selama pembelajaran, siswa akan (Scott & Maier, 2010, p. 43-55). Pemberian
mendapatkan pengalaman konkret dalam penugasan pre-class reading dapat mem-

350
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...

bantu meningkatkan pengetahuan awal Pembelajaran yang menggabungkan


siswa, sehingga siswa dapat menggunakan sisi positif dari model siklus belajar 5E
pengetahuan tersebut untuk berpartisipasi dan peer instruction belum banyak di-
aktif dalam diskusi selama pembelajaran. lakukan. Berdasarkan uraian yang telah
Siswa yang membekali diri secara baik pada dikemukakan, peneliti ingin menganalisis
penugasan pre-class reading mampu secara kemampuan berpikir kritis siswa yang
efektif menilai kemampuan diri sendiri, mengikuti pembelajaran menggunakan
meningkatkan minat pada pembelajaran dan model siklus belajar terintegrasi peer
memperoleh pengetahuan yang mendalam instruction pada materi suhu dan kalor.
(Young, 2013).
Peer instruction melibatkan siswa METODE
secara aktif selama pembelajaran. Mazur Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri
dan Watkin (Scott & Maier, 2010, p. 39) 1 Krian Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa
menjelaskan bahwa peer instruction me- Timur pada Semester Genap Tahun Pelajaran
rupakan salah satu pembelajaran interaktif 2016/2017. Subjek penelitian adalah siswa
yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa kelas X MIPA 6 yang terdiri dari 33 siswa
dan mengatasi kesulitan siswa terhadap yaitu 20 siswa perempuan dan 13 siswa
materi pembelajaran. Peer instruction laki-laki. Penelitian ini meng-gunakan
efektif dapat meningkatkan efikasi-diri mixed-method dengan desain embedded
siswa selama pembelajaran (Miller, Schell, experimental seperti pada Gambar 1.
Ho, Lukoff, & Mazur, 2015). Selain Instrumen penelitian terdiri dari instru-
itu, peer instruction juga efektif dalam men perlakuan dan instrumen pengukuran.
meningkatkan kemampuan berpikir kritis Instrumen perlakuan terdiri dari silabus,
siswa (Butchart, Handfield, & Restall, 2009). RPP, dan LKS. Intrumen pengukuran
Peer instruction meningkatkan pemahaman terdiri dari tes kemampuan berpikir kritis,
siswa selama diskusi (Smith et al., 2009). lembar panduan wawancara dan lembar
Hal ini menunjukkan bahwa konstruksi catatan lapangan. RPP dikembangkan
pengetahuan siswa dalam kegiatan diskusi sesuai model siklus belajar 5E terintegrasi
mengarah pada peningkatkan performan peer instruction. Tes kemampuan berpikir
semua anggota kelompok diskusi (Perez, kritis terdiri dari 8 indikator berpikir
Strauss, Downey, Galbraith, Jeanne,& kritis oleh Ennis (2011) yang dibedakan
Cooper, 2010). menjadi 5 kategori kemampuan berpikir

Gambar 1. Desain Penelitian

Keterangan: Adaptasi Crewell dan Clark (2007, p. 68)

351
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360

kritis siswa. Instrumen tes kemampuan melihat pengaruh pembelajaran terhadap


berpikir kritis terdiri dari atas 8 soal kemampuan berpikir kritis siswa. Analisis
uraian. Sebaran butir soal kemampuan data kualitatif kemampuan berpikir kritis
berpikir kritis disajikan pda Tabel 1. Hasil dilakukan dengan mentranskrip hasil
validasi menyatakan bahwa instrumen yang wawancara siswa untuk melihat lebih dalam
digunakan valid. Kemudian instrumen tes capaian kemampuan berpikir kritis siswa.
kemampuan berpikir kritis diuji coba untuk
mengetahui validitas dan reliabilitas. Hasil HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
uji coba menunjukkan bahwa instrumen tes Kemampuan berpikir kritis siswa
kemampuan berpikir kritis adalah valid dan diukur dari hasil pretest dan posttest. Hasil
reliabel (r=0,72). Kegiatan pembelajaran di analisis deskriptif kemampuan berpikir
observasi oleh dua orang pengamat. kritis disajikan pada Tabel 2.
Analisis data kuantitatif kemampuan Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat
berpikir kritis dianalisis menggunakan perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa
paired t-test untuk melihat perbedaan sebelum dan sesudah mengikuti siklus
kemampuan berpikir kritis siswa sebelum belajar 5E terintegrasi peer instruction
dan setelah mengikuti pembelajaran, N-Gain pada materi suhu dan kalor. Sebelum
untuk melihat peningkatan kemampuan intervensi, kemampuan berpikir kritis siswa
berpikir kritis siswa, dan d-effect size untuk di tes terlebih dahulu. Dari hasil pretest

Tabel 1
Sebaran Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis
Nomor
Kategori Kemampuan Berpikir Kritis Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Soal
Memberikan penjelasan sederhana Fokus pada pertanyaan 7
Menganalisis argumen 2
Menanyakan dan menjawab pertanyaan 8
Membangun keterampilan dasar Menilai hasil pengamatan 5
Membuat kesimpulan Melakukan deduksi 3
Melakukan induksi 4
Membuat penjelasan lebih lanjut Mendefinisikan istilah 6
Mengatur strategi dan taktik Memutuskan suatu tindakan 1

Tabel 2
Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Unsur-unsur Statistik Pretest Posttest
N 33 33
X 42,33 73,67
28,13 46,88
59,38 90,63
X X
post pre 31,34
SD 8,01 8,34

352
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...

diperoleh nilai rata-rata sebesar 42,33, dapat dengan hasil wawancara dengan beberapa
disimpulkan bahwa kemampuan berpikir siswa yang menyatakan bahwa dengan
kritis siswa masih rendah. Hal ini sejalan mengerjakan pre-class reading, siswa dapat
dengan temuan Rahmawati dkk. (2016) yang meningkatkan pemahaman konsepnya
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir dan lebih siap mengikuti pembelajaran
kritis siswa rendah pada seluruh kategori fisika di kelas. Siswa ditempatkan sebagai
kemampuan berpikir kritis. Selanjutnya pusat pembelajaran (Bilgin et al., 2013).
diterapkan pembelajaran siklus belajar Guru tidak menginformasikan konsep,
5E terintegrasi peer instruction selama 4 melainkan guru menyampaikan pertanyaan-
kali pertemuan. Lalu setelah intervensi, pertanyaan sehingga membantu siswa
kemampuan berpikir kritis siswa dites membangun makna dari sebuah konsep
kembali. Nilai rata-rata kemampuan berpikir melalui pengalaman, pengamatan dan data
kritis siswa pada posttest meningkat. yang siswa miliki (Marek, 2008, p. 65).
Sebelum melakukan uji beda ber- Selama pembelajaran siswa masih
pasangan (paired t-test), nilai pretest dan mengalami kendala. Salah satu kendala
posttest diuji normalitas dan homogenitas tersebut adalah siswa kesulitan merumuskan
terlebih dahulu. Hasil uji normalitas dan hipotesis. Kesulitan siswa dalam membuat
homogenitas nilai pretest dan posttest ke- hipotesis terlihat jelas pada pertemuan
mampuan berpikir kritis siswa menunjukkan pertama. Penelitian Faridah dan Rohaida
bahwa data normal dan homogen. (2014) menemukan bahwa siswa mengalami
Hasil uji beda berpasangan (paired kesulitan dalam membuat hipotesis sebelum
t-tes) diperoleh nilai sig (p-value) sebesar melakukan eksperimen. Penelusuran lebih
0,000. Nilai sig (p-value) yang diperoleh lanjut melalui wawancara dengan siswa
lebih kecil daripada 0,05 yang berarti menemukan beberapa penyebab siswa
terdapat perbedaan signifikan pada nilai mengalami kesulitan dalam merumuskan
pretest dan posttest kemampuan berpikir hipotesis, di antaranya: siswa belum
kritis siswa. Peningkatan rata-rata nilai familiar dengan istilah hipotesis; siswa
pretest ke nilai posttest siswa terlihat dari sulit membedakan antara variabel terikat,
perhitungan average N-Gain yang diperoleh bebas dan kontrol; siswa mengatakan
sebesar 0,543. Peningkatan rata-rata nilai bahwa hipotesis dibuat setelah eksperimen;
pretest dan posttest siswa berada pada dan siswa belum menyadari pentingnya
kategori sedang. Besar pengaruh model merumuskan hipotesis. Peneliti berupaya
pembelajaran yang diterapkan berdasarkan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam
hasil perhitungan effect size (d) diperoleh merumuskan hipotesis untuk pertemuan
sebesar 3,83 (efek kuat). selanjutnya dengan cara mencoba menjelas-
Model siklus belajar 5E terintegrasi kan perbedaan antara variabel terikat,
peer instruction memberikan kesempatan bebas, dan kontrol. Selain itu, peneliti
bagi siswa untuk terlibat aktif sebelum dan juga memberikan pemahaman tentang
selama tahapan pembelajaran. Sebelum pentingnya merumuskan hipotesis yang
pembelajaran siswa dibekali dengan merupakan bagian dari aktivitas ilmiah.
penugasan pre-class reading. Melalui pe- Penting bagi siswa untuk mengetahui
ngerjaan pre-class reading, siswa dapat bahwa merumuskan hipotesis merupakan
menilai kemampuan dirinya sendiri selama komponen penting dalam pembelajaran
proses pembelajaran (de Macedo Lemos, sains dan kualitas rumusan hipotesis yang
Rocha, & Menezes, 2016). Hal ini sejalan dibuat siswa bergantung pada pemahaman

353
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360

siswa tersebut terhadap konsep-konsep siswa untuk melatih sistem intelektual


ilmiah (Faridah & Rohaida, 2014). dan meningkatkan kemampuan berpikir
Siswa memperoleh fakta-fakta ilmiah kritis siswa (Budprom, Suksringam, &
melalui diskusi dengan teman sebaya, bukan Singsriwo, 2010).
fakta-fakta ilmiah yang diinformasikan oleh Kemampuan bepikir kritis siswa dibeda-
guru seperti yang terjadi pada pembelajaran kan menjadi 5 kategori yaitu memberikan
konvensional. Meskipun tidak semua penjelasan sederhana, membangun keteram-
konsep yang diperoleh berasal dari diskusi pilan dasar, membuat kesimpulan, membuat
kelompok, namun selama diskusi siswa penjelasan lebih lanjut dan mengatur strategi
berusaha menghubungan pengetahuan dan taktik. Kategori pertama “memberikan
sebelumnya dengan konsep baru yang penjelasan sederhana” terdiri dari tiga soal
diperoleh melalui proses berpikir. Kegiatan uraian. Salah satu soal yang diberikan
diskusi akan terasa produktif ketika siswa pada kategori ini adalah kemampuan siswa
yang awalnya sama-sama tidak mengetahui dalam menganalis argumen. Diberikan lima
konsep yang benar, kemudian melakukan jenis zat yang memiliki koefisien muai zat
diskusi sehingga memperoleh konsep yang yang berbeda-beda, siswa diminta untuk
benar (Smith et al., 2009). Ditambah lagi menganalisis pengaruh koefisien muai zat
dengan penjelasan guru yang meningkatkan terhadap besar pemuaian. Jawaban siswa
pemahaman konsep siswa (Smith, Wood, dapat dilihat pada Gambar 2. Sebanyak
Krauter, & Knight, 2011). 73% siswa sudah menjawab benar. Siswa
Upaya memecahkan masalah akan lebih sudah memahami hubungan koefisien muai
baik melalui diskusi kelompok dibanding- zat dengan besar pemuaian. Semakin besar
kan secara individual (Ikhwanuddin, Jaedun, koefisien muai zat tersebut semakin besar
& Purwantoro, 2010). Selama pembelajaran, pula pemuaiannya. Berikut hasil wawancara
siswa tertantang untuk memecahkan ma- siswa nomor 20 yang menyatakan:
salah melalui kegiatan diskusi (Cahyarini “Pada saat praktikum memanaskan
dkk., 2016). Hasil wawancara dengan air dan alkohol bersamaan dan dalam
siswa menyatakan bahwa siswa menyukai selang waktu yang sama, didapatkan
kegiatan pembelajaran dengan model siklus bahwa alkohol memuai lebih besar
belajar 5E terintegrasi peer instruction. daripada air. Dari hasil percobaan, saat
Siswa merasa termotivasi dan tertantang itu saya bersama kelompok menyimpul-
selama mengikuti pembelajaran. Motivasi kan bahwa alkohol memuai lebih besar
belajar yang tinggi akan membantu karena dipengaruhi koefisien muai
perkembangan kemampuan berpikir alkohol. Sama halnya dengan soal
kritis siswa (Dehghani, Sani, Pakmehr, & nomor 2, semakin besar koefisien muai
Malekzadeh, 2011). Setiap fase dalam siklus zatnya semakin besar pula pemuaian-
belajar memberikan kesempatan kepada nya. Koefisien muai zat dan besar

Gambar 2. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 2

354
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...

pemuaian memiliki hubungan yang berikan jawaban yang benar pada saat
sebanding”. posttest. Jawaban siswa terkait persoalan
yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 3.
Kemampuan dalam memberikan Peningkatan persentase kemampuan
penjelasan sederhana terkait dengan ke- siswa dalam membangun keterampilan dasar
mampuan memfokuskan pikiran pada paling tinggi dibandingkan kategori kemam-
masalah atau isu-isu tertentu. Untuk mampu puan berpikir kritis lainnya. Hal ini karena
memberikan penjelasan sederhana, siswa selama pembelajaran kemampuan siswa
harus menggunakan informasi-informasi dalam menilai hasil pengamatan dilatihkan
yang telah mereka dapatkan dari pengetahuan pada fase exploration. Selama pelaksanaan
sebelumnya untuk menyelesaikan per- fase exploration, siswa berkesempatan
masalahan yang diberikan. Penting bagi merancang, menguji, menilai, menganalisis,
siswa untuk melatihkan kemampuan berpikir dan menyimpulkan hasil eksperimen yang
kritis secara bertahap mulai dari kebiasaan dilakukan. Kegiatan eksperimen berbasis
untuk bertanya. Melalui kebiasaan bertanya penyelidikan akan membantu siswa
akan membantu siswa untuk mampu membangun pemahaman konsep secara
mendalami semua bidang pengetahuan mandiri. Eksperimen berdasarkan penye-
(Leicester & Taylor, 2010, p. 8). lidikan dapat mengem-bangkan pemahaman
Kategori kedua “membangun keteram- konsep siswa sekaligus kemampuan berpikir
pilan dasar” terdiri dari satu soal uraian kritis siswa (Parappilly, Siddiqui, Zadnik,
dengan indikator menilai hasil pengamatan. Shapter, & Schmidt, 2013). Hasil wawancara
Pada kategori ini siswa diberi persoalan dengan siswa juga menunjukkan bahwa fase
untuk menentukan kalor jenis logam yang paling disukai adalah fase exploration.
berdasarkan data-data yang telah diberikan. Melalui kegiatan pengamatan dan analisis
Siswa menerapkan konsep asas Black data selama fase exploration, siswa mampu
untuk menyelesaikan soal. Siswa sudah membangun makna dari sebuah konsep yang
memahami bahwa benda bersuhu tinggi diperoleh (Marek, 2008, p. 65).
akan melepas kalor dan benda bersuhu Kategori ketiga “membuat kesimpulan”
rendah akan menyerap kalor dalam jumlah terdiri dari dua soal uraian. Salah satu soal
yang sama (Kruatong, Sung-on, Singh, & yang diberikan pada kategori ini adalah ke-
Jones, 2006). Sebanyak 97% siswa mem- mampuan siswa dalam melakukan induksi.

Gambar 3. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 5

355
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360

Siswa diminta untuk menentukan antara atas batang logam yang dipanaskan
bola pejal dan bola berongga perunggu dapat meleleh meskipun tidak langsung
identik manakah yang akan lebih dulu berada di atas api. Dari pengamatan
dingin setelah dipanaskan hingga pening- tersebut, berarti kalor berpindah
katan suhu yang sama. Sebanyak 56% siswa melalui batang logam. Sama halnya
menjawab bola berongga akan lebih dulu dengan soal nomor 6 yang menyajikan
dingin. Salah satu jawaban siswa pada soal kasus batang logam yang salah satu
nomor 4 disajikan pada Gambar 4. ujungnya dipanaskan. Tangan Seno
Peningkatan persentase kemampuan ikut merasakan panas karena kalor
membuat kesimpulan dari pretest ke posttest merambat melalui ujung batang logam
diperoleh sebesar 10%. Peningkatan ini yang dipanaskan hingga ke ujung
termasuk yang paling kecil dibanding batang logam yang dipegang Seno”.
dengan kategori kemampuan berpikir kritis
lainnya. Hasil ini sejalan dengan teori Peningkatan kemampuan siswa dalam
perkembangan Piaget (Slavin, 2005, p. membuat penjelasan lebih lanjut sebesar
52) yang menyebutkan bahwa usia siswa 26% setelah mengikuti pembelajaran.
SMA berada pada tahap perkembangan Kemampuan membuat penjelasan lebih
operasional formal. Siswa sudah mampu lanjut menjadi faktor penting untuk memu-
berpikir abstrak dan logis dan menggunakan tuskan apa yang harus dipercaya dan
kemampuan berpikirnya dalam menarik dilakukan (McLean, 2005). Sebagai contoh,
kesimpulan. Sehingga peningkatan yang seorang yang memiliki kemampuan berpikir
diperoleh pun tidak terlalu signifikan. kritis pada kategori ini akan menolak
Kategori keempat “membuat pen- asumsi-asumsi yang tidak sesuai dan
jelasan lebih lanjut” terdiri dari satu soal mencari asumsi yang baru dalam menyikapi
uraian. Persoalan yang diberikan terkait permasalahan.
perpindahan kalor. Siswa diminta men- Kategori kelima “mengatur strategi dan
definisikan proses perpindahan kalor yang taktik” terdiri dari satu soal uraian dengan
terjadi dari sebuah batang yang salah satu indikator memutuskan suatu tindakan. Pada
ujungnya dipanaskan. Sebanyak 74% siswa kategori ini siswa diberi permasalahan
menjawab bahwa proses perpindahan kalor terkait pengaruh kenaikan suhu terhadap
yang terjadi adalah secara konduksi. Hal ini ukuran benda. Siswa diminta menentukan
diperkuat dengan hasil wawancara siswa jalan keluar permasalahan dari sebuah bola
nomor 24 yang menyatakan: logam yang tidak dapat melewati cincin
“Perpindahan kalor yang terjadi logam seperti semula setelah dipanaskan.
adalah konduksi. Saat praktikum Peningkatan persentase kemampuan siswa
saya dapat melihat secara langsung dalam memutuskan suatu tindakan sebelum
bahwa mentega yang diletakkan di dan sesudah pembelajaran sebesar 22%. Se-

Gambar 4. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 4

356
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...

Gambar 5. Jawaban Siswa pada Soal Nomor 1

banyak 83% jawaban siswa terkait persoalan (2012, p. 38). Peer instruction dapat
di atas sudah benar. Jawaban siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dilihat pada Gambar 5. siswa (Butchart et al., 2009). Mengingat
Berdasarkan jawaban di atas, siswa pentingnya kemampuan berpikir kritis
sudah bisa memutuskan tindakan yang bagi siswa, guru dapat menerapkan siklus
tepat untuk menyelesaikan persoalan yang belajar 5E terintegrasi peer instruction
diberikan. Siswa sudah mengetahui hubungan dalam rangka melatih dan mengambangkan
kenaikan suhu dengan ukuran benda. Saat kemampuan berpikir kritis khususnya pada
wawancara, siswa juga menyatakan bahwa pelajaran fisika.
ketika benda dipanaskan jarak antar atom
didalam benda semakin jauh, dapat dikatakan SIMPULAN
jika ukuran benda membesar atau mengalami Berdasarkan hasil analisis data yang
pemuaian. Kemampuan mengatur strategi dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat
dan taktik merupakan tingkatan paling tinggi disimpulkan bahwa penerapan model siklus
dalam berpikir kritis. Selama pembelajaran belajar 5E terintegrasi peer instruction
kemampuan siswa dalam memutuskan suatu dapat meningkatkan kemampuan berpikir
tindakan dilatih pada fase engagement. kritis siswa kelas X MIA 6 SMA Negeri 1
Pemberian pertanyaan-pertanyaan arah- Krian Sidoarjo pada materi suhu dan kalor.
an sebelum siswa memutuskan suatu
tindakan memberikan dampak positif DAFTAR PUSTAKA
dalam perkembangan kemampuan berpikir Akarsu, B., Bayram, K., Slisko, J., &
kritis siswa sehingga membantu siswa Cruz, A. C. (2013). Understanding
membangun makna dari sebuah konsep elementary students’ argumentation
(Marek, 2008, p. 65). skills through discrepant event
Secara umum, kemampuan berpikir “marbles in jar”. International Journal
kritis siswa meningkat pada semua katego-ri of Scientific Research in Education,
setelah mengikuti siklus belajar 5E terinte- 6(3), 221-232.
grasi peer instruction. Hal ini menunjukkan Akinwumi, M. O., & Bello, T. O. (2015).
bahwa pembelajaran siklus belajar 5E Relative effectiveness of learning
terintegrasi peer instruction lebih efektif cycle model and inquiry-teaching
dalam meningkatkan kemampuan berpikir approaches in improving students’
kritis siswa. Efektivitas model siklus belajar learning outcomes in physics. Journal
5E dalam meningkatkan kemampuan of Education and Human Development,
berpikir kritis siswa (Cahyarini dkk., 4(3), 169-180.
2016; Budprom et al., 2010; Sulistyowati, Bilgin, I., Coskun, H., & Aktas, I. (2013).
Suyatno, & Poedjiastoeti, 2014; Hagerman The effect of 5E learning cycle on

357
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360

mental ability of elementary students. Methods Research. California: Sage


Journal of Baltic Science Education, Publication, Inc.
12(5), 592-607. de Macedo Lemos, W., Rocha, H., &
Birjandi, P., & Bagherkazemi, M. (2010). Menezes, C. (2016). Adoption of
The relationship between Iranian EFL just-in-time teaching, peer instruction
teachers’ critical thinking ability and and problem-based learning–impacts
their professional success. English on engineering students performance.
Language Teaching, 3(2), 135-145. International Journal on Active
Budprom, W., Suksringam, P., & Singsriwo, Learning, 1(1), 89-98.
A. (2010). Effects of learning Hanuscin, D. L., & Lee, M. H. (2008).
environmental education using the Using a learning cycle approach to
5E-learning cycle with multiple teaching the learning cycle to pre-
inteligences and teacher’s handbook service elementary teachers. Journal
approaches on learning achievement, of Elementary Science Education, Vol.
basic science process skilss, and 20(2), 51-66.
critical thinking of grade 9 students. Dehghani, M., Sani, H. J., Pakmehr, H.,
Pakistan Journal of Social Sciences, & Malekzadeh, A. (2011, March).
7(3), 200-204. Relationship between students critical
Bunterm, T., Lee, K., Ng Lan Kong, thinking and self-efficacy belifs in
J., Srikoon, S., Vangpoomyai, P., Ferdowsi University of Mashhad,
Rattanavongsa, J., & Rachahoon, G. Iran. Procedia Social and Behavioral
(2014). Do different levels of inquiry Sciences, 15(2011), 2952–2955.
lead to different learning outcomes? Ennis, R. (2011, May). The nature of
A comparison between guided and critical thinking: An outline of critical
structured inquiry. International thinking dispositions and abilities.
Journal of Science Education, 36(12), Paper dipresentasikan pada the Sixth
1937-1959. International Conference on Thinking
Butchart, S., Handfield, T., & Restall, G. at MIT. Cambridge.
(2009). Using Peer instruction to teach Facione, P. A. (2013). Critical Thinking:
philosophy, logic and critical thinking. What It Is and Why It Counts .
Teaching Philosophy, 32(1), 1-40. California: Insight Assessment.
Cahyarini, A., S. Rahayu., & Yahmin. Faridah, B. D., & Rohaida, M. S. (2014).
(2016). The effect of 5E learning How do primary school students
cycle instructional model using socio- acquire the skill of making hypothesis.
scientific issues (SSI) learning context The Malaysian Online Journal of
on students’ critical thinking. Jurnal Educational Science, 2(2), 20-26.
Pendidikan IPA Indonesia, 5(2), 222- Fatimah, S., Kartika, I., dan Niyartama,
229. T. F. (2012). Pembelajaran Fisika
Checkley, D. (2010). High school students' Menggunakan Model Cooperative
perceptions of physics (Doctoral Learning ditinjau dari Prestasi Belajar
dissertation). Faculty of Education, Siswa. Jurnal Kependidikan, 42 (1),
University of Lethbridge, Lethbridge, 1-6.
Alta. Fortus, D., Adams, L. M. S., Krajcik, J., &
Cresswell, J. W. dan Clark, P. (2007). Reise, B. (2015). Assessing the role
Designing and Conducting Mixed of curriculum coherence in student

358
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...

learning about energy. Journal of Marek, E. A. (2008). Why the learning


Research in Science Teaching, 52(10), cycle? Journal of Elementary Science
1408-1425. Education, 20(3), 63-69.
Hafizah, E., Arif, H., & Muhardjito. McLean, C. (2005). Evaluating critical
(2014). Pengaruh model pembelajaran thinking skills: two conceptualizations.
anchored instruction terhadap pe- Journal of Distance Education, 20(2),
nguasaan konsep dan kemampuan 1-20.
pemecahan masalah fisika siswa kelas Miller, K., Schell, J., Ho, A., Lukoff, B., &
X. Jurnal Fisika Indonesia, 52(18), Mazur, E. (2015). Response switching
8-12. and self-efficacy in Peer Instruction
Hagerman, C. L. (2012). Effects of the classrooms. Physical Review Special
5E learning cycle on student content Topics-Physics Education Research,
comprehension and scientific literacy 11(1), 010104.
(Thesis). Montana State University. Oladejo, M. A., Olosunde, G. R., Ojebisi, A.
Montana. O., & Isola, O. M. (2011). Instructional
Hasret, N, & Necati, Y. (2006). The materials and students’ academic
effectiveness of learning cycle model achievement in physics: Some policy
to increase students’ achievement in implications. European Journal of
physics laboratory. Journal of Turkish Humanities and Social Sciences, 2(1),
Science Education, 3(2), 28-30. 112-126.
Ikhwanuddin, Jaedun, A., & Purwantoro, Parappilly, M., Siddiqui, S., Zadnik, M.,
D. (2010). Problem solving dalam pem- Shapter, J., & Schmidt, L. (2013). An
belajaran fisika untuk meningkatkan ke- inquiry-based approach to laboratory
mampuan mahasiswa berpikir analitis. experiences: Investigating students'
Jurnal Kependidikan, 40(2), 215-230. ways of active learning. International
Koes, H. S., Kusairi, S., & Muhardjito. Journal of Innovation in Science and
(2015, Oktober). The effects of Mathematics Education, 21(5), 42-53.
scaffoldings in cooperative learning Perez, K. E., Strauss, E. A., Downey,
on physics achievement among N., Galbraith, A., Jeanne, R., &
senior high school students. Paper Cooper, S. (2010). Does displaying the
dipresentasikan pada International class results affect student discussion
Seminar on Mathematics, Science, during peer instruction? Life Sciences
and Computer Science Education. Education, 9(2), 133-140.
Bandung. Putra, P. D. A, & Sudarti. (2015). Real
Kruatong, T., Sung-ong, S., Singh, P., & life video evaluation dengan sistem
Jones, A. (2006). Thai high school e-learning untuk meningkatkan ke-
students’ understanding of heat and terampilan berpikir kritis mahasiswa.
thermodynamics. Kasetsart University Jurnal Kependidikan, 45(1), 76-89.
Journal, 27(2), 321-330. Rabari, J. A., Indoshi, F. C., & Okwach,
Lai, E. R. (2011). Critical thinking: A T. (2011). Correlates of divergent
literature review. London: Pearson thinking among secondary school
Publication. physics students. International
Leicester, M., & Taylor, D. (2010). Critical Research Journal, 2(3), 982-996.
thinking across the curriculum. New Rahmawati, I., Hidayat, A., & Rahayu, S.
York: Open University Press. (2016, Oktober). Analisis keterampilan

359
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360

berpikir kritis siswa SMP pada materi Kimia dengan Model Learning Cycle
gaya dan penerapannya. Makalah 5E untuk Meningkatkan Penguasaan
dipresentasikan pada Seminar Nasional Konsep dan Keterampilan Berpikir
Pendidikan IPA Pascasarjana UM. Kritis Siwa SMK pada Pokok Bahasan
Malang. Termokimia. Makalah dipresentasikan
Redhana, I. W., & Liliasari. (2008). Program dalam Seminar Nasional Kimia.
pembelajaran keterampilan berpikir Surabaya.
kritis pada topik laju reaksi untuk Sundari, P. D., Parno, & Kusairi, S. (2016,
siswa SMA. Forum Kependidikan, Oktober). Hubungan antara efikasi-
27(2), 103-112. diri dan kemampuan berpikir kritis
Scott, S., & Maier, M. H. (2010). Just siswa. Makalah dipresentasikan pada
in time teaching. Virginia: Stylus Seminar Nasional Pendidikan IPA
Publishing, LLC. Pascasarjana UM. Malang.
Setyadi, E., & Komalasari, A. (2013). Hokkanen, S. L. (2011). Improving student
Miskonsepsi tentang suhu dan achievement, interest and confidence
kalor pada siswa kelas 1 di SMA in science through the implementation
Muhammadiyah Purworejo, Jawa of the 5E learning cycle in the middle
Tengah. Berkala Fisika Indonesia, 4(1 grades of an urban school (Master
& 2), 46-49. degree). Motana State University,
Slavin, E. R. (2005). Educational Montana.
psychology: Theory and practice (8th Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran
ed.). Florida: St. Lucie Press. Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Smith, M. K., Wood, W. B., Adams, W. K., Aksara.
Wieman, C., Knight, J. K., Guild, N., & Young, J. M. (2013, June). Using peer
Su, T. T. (2009). Why peer discussion instruction pedagogy for teaching
improves student performance on dynamics: lessons learned from
in-class concept questions. Science, pre-class reading quizzes. Makalah
323(5910), 122-124. dipresentasikan pada The Canadian
Smith, M. K., Wood, W. B., Krauter, K., & Engineer Education Association Conf.
Knight, J. K. (2011). Combining peer Montreal.
discussion with instructor explanation Zhang, P., Ding. L., and Mazur, E. (2017).
increases student learning from in- Peer Instruction in Introductory
class concept questions. Life Sciences Physics: A Method to Bring about
Education, 10(1), 55-63. Positive Changes in Students’Attitudes
Soomro, A. Q., Qaisrani, M. N., & Uqaili, and Beliefs. Physical Review Physics
M. A. (2011). Measuring students’ Education Research, 13, 010104-1-
attitudes towards learning physics: 010104-9.
experimental research. Australian Zhou, Q., Wang, X., & Yao, L. (2007). A
Journal of Basic and Applied Sciences, preliminary investigation into critical
5(11), 2282-2288. thinking of urban Xián high school
Sulistyowati, N., Suyatno., dan Poedji- students. Front Educ China, 2(3),
astoeti, S. (2014). Pembelajaran 447-468.

360

Anda mungkin juga menyukai