Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa pada model siklus
belajar 5E terintegrasi peer instruction dalam materi suhu dan kalor. Penelitian mixed-method
dengan desain embedded experimental ini melibatkan 33 siswa kelas X di SMA Negeri di
Sidoarjo. Instrumen penelitian terdiri dari instrumen perlakuan dan instrumen pengukuran.
Instrumen perlakuan terdiri dari silabus, RPP, dan LKS. Instrumen pengukuran terdiri dari
tes kemampuan berpikir kritis, lembar panduan wawancara, dan lembar catatan lapangan.
Instrumen penelitian tes berupa 8 soal uraian tes yang dikembangkan berdasarkan indikator
berpikir kritis yang dikemukakan oleh Ennis dengan reliabilitas 0,72. Data kuantitatif
kemampuan berpikir kritis siswa dianalisis menggunakan paired t-test. Data kualitatif
dianalisis dengan melakukan reduksi terhadap hasil wawancara siswa. Hasil penelitian
menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor meningkat setelah
mengikuti pembelajaran siklus belajar 5E terintegrasi peer instruction. Siswa sudah mampu
dalam membangun keterampilan dasar, memberikan penjelasan sederhana, mengatur strategi
dan taktik, membuat penjelasan lebih lanjut, dan masih kurang mampu dalam membuat
kesimpulan dari permasalahan fisika yang disajikan.
Kata kunci: kemampuan berpikir kritis, suhu dan kalor, model 5E, peer instruction
Abstract
This study was aimed at analyzing the students’ critical thinking skills in the integrated
5E peer instruction learning cycle in temperature and heat material. This mixed-method
research with embedded experimental design involved 33 students of class X in Sidoarjo
state high school. The research instrument consists of treatment instruments and measurement
instruments. The treatment instrument consists of syllabus, lesson plan, and student
worksheet. The measurement instrument consisted of critical thinking skills tests, interview
guide sheets and field notes. The test research instrument was in the form of 8 test questions
developed based on critical thinking indicators proposed by Ennis with a reliability of 0.72.
The quantitative data on students’ critical thinking skills were analyzed using paired t-test,
while qualitative data were analyzed by reducing the results of student interviews. The results
show that the students’ critical thinking skill in the temperature and heat materials increased
after following the peer instruction integrated 5E learning cycle. The students have been able
to build basic skills, provide simple explanations, organize strategies and tactics, make further
explanations and are still unable to make conclusions from the physics problems presented.
Keywords: critical thinking skills, heat and temperature, 5E model, peer instruction
348
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...
349
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360
350
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...
351
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360
Tabel 1
Sebaran Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis
Nomor
Kategori Kemampuan Berpikir Kritis Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Soal
Memberikan penjelasan sederhana Fokus pada pertanyaan 7
Menganalisis argumen 2
Menanyakan dan menjawab pertanyaan 8
Membangun keterampilan dasar Menilai hasil pengamatan 5
Membuat kesimpulan Melakukan deduksi 3
Melakukan induksi 4
Membuat penjelasan lebih lanjut Mendefinisikan istilah 6
Mengatur strategi dan taktik Memutuskan suatu tindakan 1
Tabel 2
Deskripsi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Unsur-unsur Statistik Pretest Posttest
N 33 33
X 42,33 73,67
28,13 46,88
59,38 90,63
X X
post pre 31,34
SD 8,01 8,34
352
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...
diperoleh nilai rata-rata sebesar 42,33, dapat dengan hasil wawancara dengan beberapa
disimpulkan bahwa kemampuan berpikir siswa yang menyatakan bahwa dengan
kritis siswa masih rendah. Hal ini sejalan mengerjakan pre-class reading, siswa dapat
dengan temuan Rahmawati dkk. (2016) yang meningkatkan pemahaman konsepnya
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir dan lebih siap mengikuti pembelajaran
kritis siswa rendah pada seluruh kategori fisika di kelas. Siswa ditempatkan sebagai
kemampuan berpikir kritis. Selanjutnya pusat pembelajaran (Bilgin et al., 2013).
diterapkan pembelajaran siklus belajar Guru tidak menginformasikan konsep,
5E terintegrasi peer instruction selama 4 melainkan guru menyampaikan pertanyaan-
kali pertemuan. Lalu setelah intervensi, pertanyaan sehingga membantu siswa
kemampuan berpikir kritis siswa dites membangun makna dari sebuah konsep
kembali. Nilai rata-rata kemampuan berpikir melalui pengalaman, pengamatan dan data
kritis siswa pada posttest meningkat. yang siswa miliki (Marek, 2008, p. 65).
Sebelum melakukan uji beda ber- Selama pembelajaran siswa masih
pasangan (paired t-test), nilai pretest dan mengalami kendala. Salah satu kendala
posttest diuji normalitas dan homogenitas tersebut adalah siswa kesulitan merumuskan
terlebih dahulu. Hasil uji normalitas dan hipotesis. Kesulitan siswa dalam membuat
homogenitas nilai pretest dan posttest ke- hipotesis terlihat jelas pada pertemuan
mampuan berpikir kritis siswa menunjukkan pertama. Penelitian Faridah dan Rohaida
bahwa data normal dan homogen. (2014) menemukan bahwa siswa mengalami
Hasil uji beda berpasangan (paired kesulitan dalam membuat hipotesis sebelum
t-tes) diperoleh nilai sig (p-value) sebesar melakukan eksperimen. Penelusuran lebih
0,000. Nilai sig (p-value) yang diperoleh lanjut melalui wawancara dengan siswa
lebih kecil daripada 0,05 yang berarti menemukan beberapa penyebab siswa
terdapat perbedaan signifikan pada nilai mengalami kesulitan dalam merumuskan
pretest dan posttest kemampuan berpikir hipotesis, di antaranya: siswa belum
kritis siswa. Peningkatan rata-rata nilai familiar dengan istilah hipotesis; siswa
pretest ke nilai posttest siswa terlihat dari sulit membedakan antara variabel terikat,
perhitungan average N-Gain yang diperoleh bebas dan kontrol; siswa mengatakan
sebesar 0,543. Peningkatan rata-rata nilai bahwa hipotesis dibuat setelah eksperimen;
pretest dan posttest siswa berada pada dan siswa belum menyadari pentingnya
kategori sedang. Besar pengaruh model merumuskan hipotesis. Peneliti berupaya
pembelajaran yang diterapkan berdasarkan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam
hasil perhitungan effect size (d) diperoleh merumuskan hipotesis untuk pertemuan
sebesar 3,83 (efek kuat). selanjutnya dengan cara mencoba menjelas-
Model siklus belajar 5E terintegrasi kan perbedaan antara variabel terikat,
peer instruction memberikan kesempatan bebas, dan kontrol. Selain itu, peneliti
bagi siswa untuk terlibat aktif sebelum dan juga memberikan pemahaman tentang
selama tahapan pembelajaran. Sebelum pentingnya merumuskan hipotesis yang
pembelajaran siswa dibekali dengan merupakan bagian dari aktivitas ilmiah.
penugasan pre-class reading. Melalui pe- Penting bagi siswa untuk mengetahui
ngerjaan pre-class reading, siswa dapat bahwa merumuskan hipotesis merupakan
menilai kemampuan dirinya sendiri selama komponen penting dalam pembelajaran
proses pembelajaran (de Macedo Lemos, sains dan kualitas rumusan hipotesis yang
Rocha, & Menezes, 2016). Hal ini sejalan dibuat siswa bergantung pada pemahaman
353
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360
354
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...
pemuaian memiliki hubungan yang berikan jawaban yang benar pada saat
sebanding”. posttest. Jawaban siswa terkait persoalan
yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 3.
Kemampuan dalam memberikan Peningkatan persentase kemampuan
penjelasan sederhana terkait dengan ke- siswa dalam membangun keterampilan dasar
mampuan memfokuskan pikiran pada paling tinggi dibandingkan kategori kemam-
masalah atau isu-isu tertentu. Untuk mampu puan berpikir kritis lainnya. Hal ini karena
memberikan penjelasan sederhana, siswa selama pembelajaran kemampuan siswa
harus menggunakan informasi-informasi dalam menilai hasil pengamatan dilatihkan
yang telah mereka dapatkan dari pengetahuan pada fase exploration. Selama pelaksanaan
sebelumnya untuk menyelesaikan per- fase exploration, siswa berkesempatan
masalahan yang diberikan. Penting bagi merancang, menguji, menilai, menganalisis,
siswa untuk melatihkan kemampuan berpikir dan menyimpulkan hasil eksperimen yang
kritis secara bertahap mulai dari kebiasaan dilakukan. Kegiatan eksperimen berbasis
untuk bertanya. Melalui kebiasaan bertanya penyelidikan akan membantu siswa
akan membantu siswa untuk mampu membangun pemahaman konsep secara
mendalami semua bidang pengetahuan mandiri. Eksperimen berdasarkan penye-
(Leicester & Taylor, 2010, p. 8). lidikan dapat mengem-bangkan pemahaman
Kategori kedua “membangun keteram- konsep siswa sekaligus kemampuan berpikir
pilan dasar” terdiri dari satu soal uraian kritis siswa (Parappilly, Siddiqui, Zadnik,
dengan indikator menilai hasil pengamatan. Shapter, & Schmidt, 2013). Hasil wawancara
Pada kategori ini siswa diberi persoalan dengan siswa juga menunjukkan bahwa fase
untuk menentukan kalor jenis logam yang paling disukai adalah fase exploration.
berdasarkan data-data yang telah diberikan. Melalui kegiatan pengamatan dan analisis
Siswa menerapkan konsep asas Black data selama fase exploration, siswa mampu
untuk menyelesaikan soal. Siswa sudah membangun makna dari sebuah konsep yang
memahami bahwa benda bersuhu tinggi diperoleh (Marek, 2008, p. 65).
akan melepas kalor dan benda bersuhu Kategori ketiga “membuat kesimpulan”
rendah akan menyerap kalor dalam jumlah terdiri dari dua soal uraian. Salah satu soal
yang sama (Kruatong, Sung-on, Singh, & yang diberikan pada kategori ini adalah ke-
Jones, 2006). Sebanyak 97% siswa mem- mampuan siswa dalam melakukan induksi.
355
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360
Siswa diminta untuk menentukan antara atas batang logam yang dipanaskan
bola pejal dan bola berongga perunggu dapat meleleh meskipun tidak langsung
identik manakah yang akan lebih dulu berada di atas api. Dari pengamatan
dingin setelah dipanaskan hingga pening- tersebut, berarti kalor berpindah
katan suhu yang sama. Sebanyak 56% siswa melalui batang logam. Sama halnya
menjawab bola berongga akan lebih dulu dengan soal nomor 6 yang menyajikan
dingin. Salah satu jawaban siswa pada soal kasus batang logam yang salah satu
nomor 4 disajikan pada Gambar 4. ujungnya dipanaskan. Tangan Seno
Peningkatan persentase kemampuan ikut merasakan panas karena kalor
membuat kesimpulan dari pretest ke posttest merambat melalui ujung batang logam
diperoleh sebesar 10%. Peningkatan ini yang dipanaskan hingga ke ujung
termasuk yang paling kecil dibanding batang logam yang dipegang Seno”.
dengan kategori kemampuan berpikir kritis
lainnya. Hasil ini sejalan dengan teori Peningkatan kemampuan siswa dalam
perkembangan Piaget (Slavin, 2005, p. membuat penjelasan lebih lanjut sebesar
52) yang menyebutkan bahwa usia siswa 26% setelah mengikuti pembelajaran.
SMA berada pada tahap perkembangan Kemampuan membuat penjelasan lebih
operasional formal. Siswa sudah mampu lanjut menjadi faktor penting untuk memu-
berpikir abstrak dan logis dan menggunakan tuskan apa yang harus dipercaya dan
kemampuan berpikirnya dalam menarik dilakukan (McLean, 2005). Sebagai contoh,
kesimpulan. Sehingga peningkatan yang seorang yang memiliki kemampuan berpikir
diperoleh pun tidak terlalu signifikan. kritis pada kategori ini akan menolak
Kategori keempat “membuat pen- asumsi-asumsi yang tidak sesuai dan
jelasan lebih lanjut” terdiri dari satu soal mencari asumsi yang baru dalam menyikapi
uraian. Persoalan yang diberikan terkait permasalahan.
perpindahan kalor. Siswa diminta men- Kategori kelima “mengatur strategi dan
definisikan proses perpindahan kalor yang taktik” terdiri dari satu soal uraian dengan
terjadi dari sebuah batang yang salah satu indikator memutuskan suatu tindakan. Pada
ujungnya dipanaskan. Sebanyak 74% siswa kategori ini siswa diberi permasalahan
menjawab bahwa proses perpindahan kalor terkait pengaruh kenaikan suhu terhadap
yang terjadi adalah secara konduksi. Hal ini ukuran benda. Siswa diminta menentukan
diperkuat dengan hasil wawancara siswa jalan keluar permasalahan dari sebuah bola
nomor 24 yang menyatakan: logam yang tidak dapat melewati cincin
“Perpindahan kalor yang terjadi logam seperti semula setelah dipanaskan.
adalah konduksi. Saat praktikum Peningkatan persentase kemampuan siswa
saya dapat melihat secara langsung dalam memutuskan suatu tindakan sebelum
bahwa mentega yang diletakkan di dan sesudah pembelajaran sebesar 22%. Se-
356
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...
banyak 83% jawaban siswa terkait persoalan (2012, p. 38). Peer instruction dapat
di atas sudah benar. Jawaban siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dilihat pada Gambar 5. siswa (Butchart et al., 2009). Mengingat
Berdasarkan jawaban di atas, siswa pentingnya kemampuan berpikir kritis
sudah bisa memutuskan tindakan yang bagi siswa, guru dapat menerapkan siklus
tepat untuk menyelesaikan persoalan yang belajar 5E terintegrasi peer instruction
diberikan. Siswa sudah mengetahui hubungan dalam rangka melatih dan mengambangkan
kenaikan suhu dengan ukuran benda. Saat kemampuan berpikir kritis khususnya pada
wawancara, siswa juga menyatakan bahwa pelajaran fisika.
ketika benda dipanaskan jarak antar atom
didalam benda semakin jauh, dapat dikatakan SIMPULAN
jika ukuran benda membesar atau mengalami Berdasarkan hasil analisis data yang
pemuaian. Kemampuan mengatur strategi dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat
dan taktik merupakan tingkatan paling tinggi disimpulkan bahwa penerapan model siklus
dalam berpikir kritis. Selama pembelajaran belajar 5E terintegrasi peer instruction
kemampuan siswa dalam memutuskan suatu dapat meningkatkan kemampuan berpikir
tindakan dilatih pada fase engagement. kritis siswa kelas X MIA 6 SMA Negeri 1
Pemberian pertanyaan-pertanyaan arah- Krian Sidoarjo pada materi suhu dan kalor.
an sebelum siswa memutuskan suatu
tindakan memberikan dampak positif DAFTAR PUSTAKA
dalam perkembangan kemampuan berpikir Akarsu, B., Bayram, K., Slisko, J., &
kritis siswa sehingga membantu siswa Cruz, A. C. (2013). Understanding
membangun makna dari sebuah konsep elementary students’ argumentation
(Marek, 2008, p. 65). skills through discrepant event
Secara umum, kemampuan berpikir “marbles in jar”. International Journal
kritis siswa meningkat pada semua katego-ri of Scientific Research in Education,
setelah mengikuti siklus belajar 5E terinte- 6(3), 221-232.
grasi peer instruction. Hal ini menunjukkan Akinwumi, M. O., & Bello, T. O. (2015).
bahwa pembelajaran siklus belajar 5E Relative effectiveness of learning
terintegrasi peer instruction lebih efektif cycle model and inquiry-teaching
dalam meningkatkan kemampuan berpikir approaches in improving students’
kritis siswa. Efektivitas model siklus belajar learning outcomes in physics. Journal
5E dalam meningkatkan kemampuan of Education and Human Development,
berpikir kritis siswa (Cahyarini dkk., 4(3), 169-180.
2016; Budprom et al., 2010; Sulistyowati, Bilgin, I., Coskun, H., & Aktas, I. (2013).
Suyatno, & Poedjiastoeti, 2014; Hagerman The effect of 5E learning cycle on
357
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360
358
Putri D. S., Parno, & Sentot K.: Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ...
359
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 2, Nomor 2, November 2018, Halaman 348-360
berpikir kritis siswa SMP pada materi Kimia dengan Model Learning Cycle
gaya dan penerapannya. Makalah 5E untuk Meningkatkan Penguasaan
dipresentasikan pada Seminar Nasional Konsep dan Keterampilan Berpikir
Pendidikan IPA Pascasarjana UM. Kritis Siwa SMK pada Pokok Bahasan
Malang. Termokimia. Makalah dipresentasikan
Redhana, I. W., & Liliasari. (2008). Program dalam Seminar Nasional Kimia.
pembelajaran keterampilan berpikir Surabaya.
kritis pada topik laju reaksi untuk Sundari, P. D., Parno, & Kusairi, S. (2016,
siswa SMA. Forum Kependidikan, Oktober). Hubungan antara efikasi-
27(2), 103-112. diri dan kemampuan berpikir kritis
Scott, S., & Maier, M. H. (2010). Just siswa. Makalah dipresentasikan pada
in time teaching. Virginia: Stylus Seminar Nasional Pendidikan IPA
Publishing, LLC. Pascasarjana UM. Malang.
Setyadi, E., & Komalasari, A. (2013). Hokkanen, S. L. (2011). Improving student
Miskonsepsi tentang suhu dan achievement, interest and confidence
kalor pada siswa kelas 1 di SMA in science through the implementation
Muhammadiyah Purworejo, Jawa of the 5E learning cycle in the middle
Tengah. Berkala Fisika Indonesia, 4(1 grades of an urban school (Master
& 2), 46-49. degree). Motana State University,
Slavin, E. R. (2005). Educational Montana.
psychology: Theory and practice (8th Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran
ed.). Florida: St. Lucie Press. Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Smith, M. K., Wood, W. B., Adams, W. K., Aksara.
Wieman, C., Knight, J. K., Guild, N., & Young, J. M. (2013, June). Using peer
Su, T. T. (2009). Why peer discussion instruction pedagogy for teaching
improves student performance on dynamics: lessons learned from
in-class concept questions. Science, pre-class reading quizzes. Makalah
323(5910), 122-124. dipresentasikan pada The Canadian
Smith, M. K., Wood, W. B., Krauter, K., & Engineer Education Association Conf.
Knight, J. K. (2011). Combining peer Montreal.
discussion with instructor explanation Zhang, P., Ding. L., and Mazur, E. (2017).
increases student learning from in- Peer Instruction in Introductory
class concept questions. Life Sciences Physics: A Method to Bring about
Education, 10(1), 55-63. Positive Changes in Students’Attitudes
Soomro, A. Q., Qaisrani, M. N., & Uqaili, and Beliefs. Physical Review Physics
M. A. (2011). Measuring students’ Education Research, 13, 010104-1-
attitudes towards learning physics: 010104-9.
experimental research. Australian Zhou, Q., Wang, X., & Yao, L. (2007). A
Journal of Basic and Applied Sciences, preliminary investigation into critical
5(11), 2282-2288. thinking of urban Xián high school
Sulistyowati, N., Suyatno., dan Poedji- students. Front Educ China, 2(3),
astoeti, S. (2014). Pembelajaran 447-468.
360