Anda di halaman 1dari 12

BANK MALAYSIA

Tugas Akhir Manajemen Perbankan

Dosen Pembimbing :
Mohammad Rizal SE., ME.

Disusun Oleh :
Tafta Suharto Risky (21601081283 )
Kelas Manajemen l

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2018
A. SEJARAH BANK MALAYSIA

Bank Negara Malaysia ditubuhkan pada 26 Januari 1959 di bawah Ordinan Bank
Pusat Tanah Melayu, 1958. Dengan penubuhannya, ia perlu memenuhi 5 objektif iaitu:

 Untuk mengeluarkan mata wang, Ringgit Malaysia dan menyimpan rizab menjaga
nilai mata wang;
 Untuk bertindak sebagai jurubank dan penasihat kewangan kepada kerajaan;
 Untuk menggalakkan operasi pembayaran negara dan sistem penyelesaian yang boleh
dipercayai, cekap dan lancar dan untuk memastikan dasar pembayaran negara dan
sistem penyelesaian untuk manfaat Malaysia;
 Untuk mempromosi kestabilan kewangan dan struktur kewangan;
 Untuk mempengaruhi keadaan kredit supaya menguntungkan negara;

Oleh itu, dengan objektif berikut, bank dicipta untuk mengawal ekonomi Malaysia
dengan selamat. Matlamat lebih luas bank adalah mempromosikan pertumbuhan ekonomi di
Malaysia, tahap pekerjaan yang tinggi, memelihara kestabilan harga dan satu keseimbangan
munasabah dalam kedudukan pembayaran antarabangsa negara, membasmi kemiskinan dan
penyusunan semula masyarakat.

B. Kegiatan Bank Malaysia

1 Agustus 2016: Bank Malaysia menjalin kerja sama bilateral dengan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sebagai bagian penerapan Asean Banking Integration Framework (ABIF).

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad menandatangani perjanjian


bilateral tersebut dengan Gubernur Bank Negara Malaysia (BNM) Datuk Muhammad bin
Ibrahim, disaksikan Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak pada
Pertemuan Konsultasi Tahunan Indonesia dan Malaysia ke-XI di Istana Merdeka Jakarta,
Senin (1/8).

Perjanjian tersebut bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam akses pasar dan
kegiatan perbankan kedua negara melalui kehadiran bank-bank yang memenuhi persyaratan
tertentu (Qualified ASEAN Bank/QAB) di yurisdiksi masing-masing, berdasarkan prinsip
timbal balik yang seimbang.
Cakupan akses pasar dan kegiatan perbankan yang diatur dalam perjanjian ini terkait dengan
proses perizinan QAB, antara lain:

1. Malaysia akan mengizinkan pembentukan tiga kelompok institusi perbankan


Indonesia di Malaysia,
2. Indonesia akan mengizinkan pembentukan tiga kelompok institusi perbankan
Malaysia di Indonesia, termasuk di dalamnya kelompok institusi perbankan Malaysia
yang telah ada di Indonesia.
3. Perjanjian meliputi ketentuan pendirian kantor cabang dan ATM, akses QAB kepada
sistem pembayaran elektronik, jenis kegiatan usaha bank, permodalan dan penjaminan
dana nasabah.

Muliaman dalam sambutannya mengatakan perjanjian bilateral ini adalah tindak


lanjut dari penandatanganan Heads of Agreement (HoA) antara BNM, Bank Indonesia, dan
OJK dalam rangka ABIF pada 31 Desember 2014, yang kemudian menjadi bagian dari
komitmen kedua negara pada Protokol Keenam ASEAN Framework Agreement on Services-
Financial Services Liberalisation (AFAS-FSL) yang saat ini sedang dalam proses ratifikasi di
Indonesia.

"Penandatanganan perjanjian bilateral ini merupakan kesepakatan strategis terutama


untuk meningkatkan peran perbankan lokal di ASEAN sebagaimana spirit yang diusung pada
ABIF. Melalui penandatanganan perjanjian bilateral ini pelaku industri jasa keuangan
khususnya perbankan dapat memanfaatkan peluang kesempatan ini dengan mengembangkan
ekspansi usahanya di Malaysia," katanya.

OJK terus mendorong perkembangan sektor jasa keuangan agar tumbuh sehat,
berkesinambungan, serta dapat berkontribusi lebih besar dalam meningkatkan perekonomian
nasional dan kesejahteraan rakyat.

C. Pendanaan

Contoh pendanaan bank malaysia syariah

Pendanaan

Produk pendanaan yang ditawarkan perbankan syariah Malaysia tidak berbeda dengan
produk pendanaan bank syariah pada umumnya yang meliputi giro, tabungan, investaasi
umum, investasi khusus dan investasi spesifik. Akad-akad yang digunakan juga merupakan
akad-akad yang biasa diterapkan untuk produk yang bersangkutan. Namun demikian, produk
giro dan tabungan dapat juga menggunakan akad mudharabah. Produk giro dengan akad
mudharabah tidak lazim digunakan.

D. MANAJEMEN KREDIT BANK MALAYSIA

Kredit merupakan proses penilaian dan pemantauan kredit sejak analisis, bukanlah
aktivitas untuk mencari kesalahan/penyimpangan debitur khususnya dalam menggunakan
kredit. Melainkan upaya menjaga agar apa yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan
rencana kredit. Selain itu bahwa proses pengawasan kredit telah dimulai sejak dini (saat
penilaian jaminan).
Menurut Muchadarsyah Sinungan (1993 : 263), pengamanan kredit merupakan suatu
mata rantai kegiatan bank. Langkah pengamanan ini dimulai sejak bank merencanakan untuk
memberikan kredit. Dalam menyusun rencana dengan sekaligus perhitungan plafon, bank
telah memperhitungkan berbagai segi yang dapat dijangkau oleh kemampuan operasional.
Mengatur alokasi kredit ke arah sektor-sektor yang bervariasi, diberikan kepada nasabah-
nasabah mana serta dengan jumlah plafond berapa dan sebagainya, merupakan langkah-
langkah untuk menjaga keamanan kredit. Dengan demikian pengawasan kredit menurut
tujuannya dapat dibedakan menjadi:

1. Preventif Control

Merupakan pengawasan kredit yang dilakukan sebelum pencairan kredit dengan


bertujuan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan penggunaan kredit.

2. Refresif Control

Merupakan pengawasan kredit yang dilakukan setelah pencairan dan saat penggunaan
kredit dengan tujuan untuk mengatasi setiap penyimpangan yang terjadi.
Tujuan Pengawasan Kredit
Secara rinci tujuan atau sasaran pengawasan kredit dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Agar penjagaan dan pengawasan dalam pengelolaan kekayaan bank di bidang


perkreditan dapat dilakukan dengan baik, untuk menghindarkan penyelewengan baik
dari intern maupun ekstern bank.
2. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang perkreditan
serta penyusunan dokumentasi perkreditan yang lebih baik.
3. Untuk memajukan efisensi di dalam pengelolaan dan tata laksana usaha di bidang
perkreditan dan mendorong tercapainya rencana yang telah ditetapkan.
4. Untuk menilai tingkat kepatuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan dan
penggarisan dalam manual perkreditan dalam pencapaian sasaran.

Sarana Pengawasan Kredit


Sarana pengawasan dalam perkreditan adalah sama dengan sarana administrasi
perkreditan namun ditinjau dari sudut pandang yang berbeda. Sarana pengawasan yang
mempunyai tingkatan yang tertinggi adalah perundang-undangan yang mengatur perbankan
dan kegiatan perdagangan pada umumnya dan yang khususnya mengatur perkreditan.
Tingkatan berikutnya Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Pemerintah
Daerah dan terakhir Keputusan Manajemen Bank. Agar ketentuan-ketentuan di atas dapat
berjalan dengan baik maka perlu dituangkan dalam bentuk sarana pengawasan sebagai
berikut :
Hardware (perangkat keras), meliputi berbagai bentukØ formulir standar, berbagai alat
tulis kantor, alat deteksi dokumen palsu, mesin-mesin tik, mesin hitung, computer, filling
cabinet, alat komunikasi, alat transportasi dan lain sebagainya.
Tenaga kerja yang merupakan sumber daya manusia, sebagaiØ tenaga pelaksana dan
staf, agar perangkat-perangkat keras tersebut dapat berfungsi dengan baik sebagai operator
atau sebagai pengelolanya.
Software (perangkat lunak), agar perangkat keras dan tenagaØ kerja tersebut dapat
berfungsi dengan baik dan terarah, maka perlu ada kumpulan, aturan main yang disusun
secara sistematis yang berlaku dalam organisasi bank maupun yang berlaku secara khusus
dalam bidang perkreditan.
Perangkat lunak yang diperlukan sebagai pengawasan antara lain meliputi buku
pedoman kerja (manual perkreditan) yang disusun secara lengkap, sistematis dan up to date
karena akan dipakai sebagai tolok ukur dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Bila ada
ketentuan atau kebijakan yang khusus secepat mungkin diimplementasikan, dapat juga
dituangkan dalam bentuk surat edaran, untuk penyempurnaan buku manual perkreditan.
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan ditegaskan
bahwa “Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus dapat memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.” Agar
pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas perkreditan yang
sehat, maka setiap bank diwajibkan membuat suatu kebijakan perkreditan secara tertulis yang
dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pemberian kredit sehari-hari. Dalam SK Direksi
Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 ditetapkan bahwa dalam
pemberian kredit tersebut sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai
berikut :
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan
2. Organisasi dan manajemen perkreditan
3. Kebijaksanaan persetujuan pemberian kredit
4. Dokumentasi dan administrasi kredit
5. Pengawasan kredit
6. penyelesaian kredit bermasalah
Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditannya bank wajib
mematuhi kebijaksanaan perkreditan yang telah dibuat tersebut secara konsekuen dan
konsisten. Kebijaksanaan perkreditan harus sudah diterapkan dan dilaksanakan selambat-
lambatnya pada tanggal 1 januari 1996. Bagi Bank yang telah mempunyai pedoman tersebut
dengan memperhatikan semua aspek-aspek tersebut di atas. Sedangkan bagi Bank yang baru
memperoleh izin usaha wajib memiliki dan menerapkan serta melaksanakan kebijaksanaan
perkreditan sejak memulai melakukan kegiatan usahanya.
Apabila dalam pelaksanaannya ternyata bank memberikan kredit tidak sesuai dengan
kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkannya, maka Bank Indonesia akan memberikan
sanksi yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank dan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pedoman tersebut wajib dibuat mengingat bahwa sesuai
dengan pengertian kredit, maka lingkup pemberian kredit mencakup banyak aspek dan
mengandung resiko yang bervariasi, baik langsung maupun tidak langsung.

PEMBATASAN MASALAH

Dari banyaknya permasalahan kredit bank, menurut ketentuan Bank Indonesia kredit
dapat digolongkan menjadi 3 yaitu : Kurang lancar (KL), Diragukan (D), Macet (M). dari
ketiga permasalahan kredit tersebut, penulis membatasi pada permasalahan kredit yang
menyangkut kredit macet.

1. Pengertian Kredit
Berdasarkan undang – undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7
tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat disamakan, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antar bank dengan pihak lain yaitu mewajibkan pihak peminjaman untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

2. Pengertian Kredit Bermasalah


Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup
membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.
3. Penyebab kredit macet
a. Error Omission (EO)
Timbulnya kredit macet yang ditimbulkan oleh adanya unsur kesengajaan untuk
melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
b. Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan
yaitu memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas. Kredit-kredit yang disalurkannya
jika banyak yang macet akan menimbulkan kerugian yang besar. Kerugian yang besar ini
akan menghambat operasi perusahaan. Dan supaya kegiatan perbankan tidak terganggu, maka
nanti Pemerintah juga yang harus memberi injeksi modal. Artinya, rakyat juga yang harus
menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet itu. Selain itu, bank-bank.
Pemerintah hingga kini masih dominan dalam jumlah asset terhadap keseluruhan aset
perbankan nasional. Biasanya di saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka
persoalannya tidak akan lepas dari EO dan EC atau bahkan karena dua-duanya.
Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit
macet mnimbulkan semacam persepsi yang cenderung menjadi suatu “mitos” yang masih
dianut, antara lain adalah :
1) Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko kredit. Atas pemahaman ini,
maka merupakan kesalahan sekaligus “kejahatan” besar apabila pada sebuah bank
tercatat adanya kredit macet. Padahal risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu
ada dan tidak bisa dihindari.
2) Dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan
atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal
tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi.
3) Dalam setiap penanganan kredit macet selalu mengutamakan pendekatan “sapu jagat”
di mana going concern baik bank dan perusahaannya menjadi diabaikan. Kalau kredit
macet itu karena ulah oknumnya, maka bukan berarti bank ataupun perusahaannya
harus dimatiin. Bank yang tercemar akan menimbulkan efek domino berupa terjadi
krisis kepercayaaan terhadap industri perbankan. Efek domino itu sering negative
melalui pencairan dana dan melarikannya ke luar negeri.
4) Ada kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of reference masa
lalu. Kredit yang diputus tahun 2000, misalnya, dan kemudian macet tahun 2004,
maka berusahalah dikaji atas dasar term of reference pada tahun 2000. Misalnya, hal-
hal yang berkaitan dengan asumsi.
Dengan pedekatan term of reference, biasanya akan diketehui apakah redit macet itu
karena error omission atau error commission. Jadi kesalahannya bias saja bukan pada dasar
keputusannya, tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya.
Sama-sama salah, tetapi esensi- nya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa
yang bertanggung jawab, bukan siapa yang dipersalahkan.
Harusnya kalau kredit macet itu terbukti memang karena oknumnya yang salah, maka
segera saja proses secara hukum terhadap oknumnnya. Itu pun dengan tetap menjaga asa
praduga tak bersalah. Adalah sangat bijak kalau bank dan perusahaannya bisa dibiarkan
berjalan terus apakah oleh manajemen baru atau kalau perlu ditunjuk dari kalangan
professional atas dasar penugasan dari Negara. Sebab sangatlah tidak tepat dan bijaksana
kalau perusahaannya harus ditutup di mana para pekerjanya yang sama sekali tidak bersalah
akan ikut menjadi korbannya.

4. Penyelamatan Dan Penyelesaian Kredit Macet


Apabila sampai terjadi kredit bermasalah, maka harus melakukan upaya-upaya dalam
mengatasi kredit bermasalah sampai tidak ada alternative lainnya, serta melakukan
penghapusan kredit dan pengelolaan kredit yaitu telah dihapus bukukan. Penyelamatan kredit
bermasalah tersebut dilakukan dengan cara (Recedulling, Reconditioning, Retructurng).
a. Penjadwalan kembali (Rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang hanya
menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya.
b. Persyaratan kembali (Reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-
syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu
dan atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut maksimum saldo kredit.
c. Penataan kembali (Restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang meliputi
reschedulling, reconditioning.

Mencegah Terjadinya Kredit Macet

Untuk mencegah terjadinya kredit macet pihak bank harus melakukan analisis sebagai
berikut kepada calon krediturnya. Analisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan
kerangka 5C, 3R dan analisis Rasio.
a. Kerangka 5C
 Character
Pihak bank harus mengenali sifat dan watak calon kreditur. Apakah ia mau memenuhi
kewajibannya untuk melunasi kredit? Hal ini penting untuk diketahui, karena dapat
memengerahui keputusan untuk dapat memberikan kredit atau tidak. Pihak bank harus
memahami karakter calon kreditur menyangkut apakah kreditur seseorang yang dapat
dipercaya.
Pihak bank dapat mengetahui dengan melihat latar belakang calon kreditur baik itu
pekerjaan, sifat pribadi, cara hidup, gaya hidup, keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial.
 Capacity
Pihak bank harus mengukur kemampuan nasabah untuk melunasi kewajiban hutangnya,
melalui pengelolaan perusahaannya secara efektif dan efisien. Jika nasabah dapat menegelola
perusahaannya dengan baik, maka perusahaan bisa memperoleh keuntungan dan
memungkinkan untuk dapat mengembalikan pinjaman. Capacity dapat dilihat dari data-data
masa lalu (track record) perusahaan.
 Capital
Pihak bank dapat melihat kondisi keuangan nasabah melalui analisis keuangan, seperti
analisis rasio. Pihak bank sebaiknya melihat komposisi hutang dan modal sendiri. Jika hutang
terlalu besar, maka kemungkinan perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan juga akan
semaikn besar.
Selain itu untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat
dari laporan keuangan yang disajikan dengan pengukuran atas rasio-rasio keuangan. Analisis
capital juga harus menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini, termasuk
persentase modal yang digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalankan (Capital
Structure).
 Collateral
Collateral adalah aset yang dijaminkan untuk suatu pinjaman. Jika karena sesuatu hal,
pinjaman tidak bisa dikembalikan, maka pihak bank berhak untuk meminta jaminan tersebut.
 Conditions
Pihak bank sebaiknya mempertimbangkan kondisi perekonomian, sosial, dan politik yang
dapat memengaruhi kemampuan nasabah untuk mengembalikan pinjaman. Jika kondisi
perekonomian memburuk, maka kemungkinan nasabah mengalami kesulitan keuangan dapat
semakin tinggi, yang membuat kemampuan perusahaan mengalami kesulitan melunasi
pinjaman.

b. Kerangka 3R:
 Returns
Pihak bank harus dapat memperkirakan bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah
dapat menghasilkan return (pendapatan) yang memadai.
 Repayment capacity
Pihak bank harus dapat memastikan bahwa nasabah mampu untuk melunasi pinjamam
dan bunganya pada saat pembayaran tersebut jatuh tempo.
 Risk-bearing ability
Pihak bank perlu mempertimbangkan jaminan yang dimiliki oleh nasabah. Jaminan
tersebut dapat digunakan apabila nasabah menghadapi risiko kegagalan atau ketidakpastian
yang berkaitan dengan penggunaan kredit yang diberikan.

E. SUMBER DAYA MANUSIA MALAYSIA

Telah meluncurkan terobosan besar dalam reformasi sistem pendidikan.Negara yang


selama beberapa tahun tertinggal dari negara-negara tetangganya dalam memproduksi tenaga
kerja terampil itu menyesuaikan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dengan
permintaan pasar melalui program pelatihan kejuruan yang disebut Vocational Training
Program. Program tersebut ditujukan untuk memastikan lulusan lebih siap bekerja mengubah
perekonomian negara dan meningkatkan daya tarik profesi dalam usaha perdagangan bagi
generasi muda Malaysia. Langkah awal dalam pelaksanaan proyek itu meliputi penyusunan
skema percontohan di 15 sekolah di seluruh negeri. Proyek akan memperkenalkan sebuah
program pendidikan kejuruan baru yang memungkinkan siswa sekolah menengah mendaftar
ke program pelatihan pada tahun pertama sekolah tinggi mereka.

F. JASA JASA BANK MALAYSIA

Guna mengurangi ketimpangan akses pasar dan kegiatan perbankan antara Indonesia
dan Malaysia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada hari ini melakukan penandatanganan
kesepakatan bilateral dengan Bank Negara Malaysia (BNM) di hadapan Presiden Joko
Widodo. Kesepakatan yang merupakan bagian dari penerapan ASEAN Banking Integration
Framework (ABIF) ini bertujuan agar perbankan asal Indonesia yang masuk kategori
Qualified ASEAN Bank (QAB) dapat mengajukan izin untuk mendirikan kantor cabang
penuh di Malaysia. "Kita (Indonesia) ini adalah pasar besar, sehingga kita harus meng-
counter mereka (Malaysia), kalau mereka mau masuk ya kita harus bisa masuk juga," ujar
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya E Siregar di Jakarta, Senin (1/8/2016).

G. PEMASARAN BANK MALAYSIA

Inklusi Keuangan Tinjauan Inklusi Keuangan di Malaysia Inklusi keuangan,


penyediaan layanan keuangan yang sesuai, terjangkau, dan berkualitas bagi semua segmen
masyarakat berkontribusi pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
dan seimbang. Fungsi utama Bank Negara Malaysia dalam mempromosikan sektor keuangan
yang sehat, progresif, dan inklusif diartikulasikan dalam Undang-Undang Bank Sentral
Malaysia 2009 semakin memperkuat fokus strategis Bank Negara Malaysia dalam
menggerakkan kebijakan inklusi keuangan. Dalam memajukan mandat inklusi keuangan,
kerangka kerja holistik telah dirumuskan dalam Cetak Biru Sektor Keuangan (FSBP) BNM
2011-2020 untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan pada aspek
aksesibilitas yang nyaman, pengambilan yang tinggi, penggunaan yang bertanggung jawab,
dan kepuasan yang tinggi layanan keuangan.

H. LAPORAN KEUANGAN BANK MALAYSIA

Ekonomi Malaysia pada Tahun 2017 Pada tahun 2017, ekonomi Malaysia mencatat
pertumbuhan yang kukuh sebanyak 5.9% (2016: 4.2%), disokong oleh pengembangan yang
lebih pesat dalam perbelanjaan sektor swasta dan awam. Pencapaian penting pada tahun 2017
ialah peningkatan eksport kasar, ekoran permintaan global yang semakin kukuh. Keadaan ini
disebabkan terutamanya oleh permintaan yang lebih tinggi daripada rakan perdagangan
utama berikutan peningkatan pesat dalam kitaran teknologi global, pengembangan pelaburan
dalam negara maju dan pemulihan harga komoditi. Pada keseluruhannya, peningkatan
teknologi global menyebabkan permintaan terhadap produk elektronik dan elektrik (E&E)
menjadi lebih kukuh, manakalapermintaan serantau yang lebih teguh, dan pemulihan aktiviti
pelaburan dalamekonomi maju turut meningkatkan eksport produk bukan E&E. Eksport
komoditi juga mengalami pemulihan pada tahun 2017, disokong terutamanya oleh pemulihan
harga komoditi utama. Meskipun pertumbuhan KDNK benar dirangsang oleh sektor luaran,
namun permintaan dalam negeri terus menjadi teras kepada pertumbuhan. Khususnya,
pertumbuhan penggunaan swasta meningkat kepada 7.0% pada tahun 2017 (2016: 6.0%),
disokong terutamanya oleh pertumbuhan berterusan upah dan guna tenaga, dengan
rangsangan tambahan daripada langkah-langkah yang diambil oleh Kerajaan. Pertumbuhan
penggunaan awam meningkat sebanyak 5.4% (2016:0.9%), disebabkan oleh perbelanjaan
yang lebih tinggi untuk bekalan dan perkhidmatan oleh Kerajaan Persekutuan dalam keadaan
pertumbuhan emolumen yang mampan. Pembentukan modal tetap kasar (PMTK) meningkat
pada kadar yang lebih cepat sebanyak 6.2% (2016: 2.7%), didorong oleh pelaburan awam dan
swasta yang meningkat.Pelaburan awam mencatat pemulihan dan meningkat pada kadar
0.1% (2016:-0.5%), disokong oleh perbelanjaan yang berterusan oleh Kerajaan Am dan
perbadanan awam. Pertumbuhan pelaburan swasta meningkat dengan pesat kepada 9.3%
(2016: 4.3%), kerana syarikat berjaya memanfaatkan persekitaran operasi luaran dan dalam
negeri yang kondusif.

Anda mungkin juga menyukai