Anda di halaman 1dari 16

Laporan Kasus Status Gizi Balita dengan Pendekatan Dokter

Keluarga di Puskesmas Grogol II

Lisa Lina Pakel


102012307- FF 43

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Terusan Arjuna Utara no. 6, Jakarta 11510
Email: lisa.pakel@gmail.com

Pendahuluan
Kamis, 29 Juli 2016, saya berserta kelompok Family Folder 43 diberi tugas
melakukan kunjungan rumah pasien Puskesmas Jelambar Baru Jakarta Barat
didampingi dosen pembimbing kami Dr. Ester. Family Folder merupakan dokumen
lengkap suatu keluarga terutama dalam hubungannya dengan derajat kesehatan.
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor utama menurut Blum, keempat
faktor tersebut adalah genetik, pelayanan kesehatan, perilaku manusia, dan
lingkungan. a) Factor genetik: Paling kecil pengaruhnya terhadap kesehatan
perorangan atau masyarakat dibanding ketiga faktor yang lainnya. b) Faktor
pelayanan kesehatan: Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan,
pelayanan kesehatan yang berkualitas akan berpengaruh pada derajat kesehatan
masyarakat. c) faktor perilaku: di negara berkembang faktor ini paling besar
pengaruhnya terhadap gangguan kesehatan atau masalah kesehatan masyarakat.
Perilaku individu / kelompok masyarakat yang kurang sehat juga akan berpengaruh
pada faktor lingkungan yang memudahkan timbulnya suatu penyakit. d) faktor
lingkungan: lingkungan yang terkendali akibat sikap hidup dan perilaku masyarakat
yang baik akan menekan berkembangnya masalah kesehatan.
Makalah ini dibuat dengan tujuan mengkaji dan membahas status gizi dan
kurang pada balita dan kaedah tatalaksana terhadap penyakit tersebut dengan
berbasiskan pendekatan kedokteran keluarga. Kedokteran keluarga adalah dokter
praktek umum yang dalam prakteknya melayani pasien menerapkan prinsip-prinsip
kedokteran keluarga. Kompetensi dokter keluarga tercermin dalam profile the five
stars doctor. Pelayanan kedokteran yang menerapkan prinsip-prinsip kedokteran
keluarga meliputi: komprehensif (pelayanan kedokteran yang menyeluruh/integral
yaitu meliputi usaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dengan
mengutamakan pencegahan, kontinyu (dalam proses dan waktu), kolaboratif dan
koordinatif dengan pasien dalam menentukan keputusan untuk kepentingan pasien,
berdasarkan evidence based medicine misalnya dengan cara mengikuti
seminar/pendidikan kedokteran berkelanjutan. Pasien yang dilayani adalah
peribadi/perorangan seutuhnya (bio-psiko-sosial) yang unik (berbeda satu dengan
lainnya) serta harus dipandang sebagai satu kesatuan dengan keluarganya dalam
segala aspek (keturunan, ideology, politik, ekonomi, social, budaya, agama, keamanan
dan lingkungannya). Pelayanan dokter keluarga menunjang setiap orang sadar, mau
dan mampu hidup sehat dalam arti sejahtera jasmani, rohani dan sosial yang
memungkinkan setiap orang bekerja produktif secara sosial dan ekonomi (UU no.
23/92 tentang kesehatan).
Seorang dokter berkompetensi dengan profil yang direkomendasikan WHO
yaitu ‘five stars doctor’ yang dijabarkan sebagai berikut:
 Health provider: Memberikan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan pasien
sebagai manusia yang utuh (holistic) baik individu, maupun sebagai bagian
integral keluarga dan masyarakat, layanan berkualitas, menyeluruh,
berkesinambungan dan layanan secara perseorangan jangka panjang dan
hubungan saling percaya.
 Decision maker: Mampu membuat keputusan secara ilmiah berkaitan dengan
pemeriksaan, pengobatan, dan penggunaan teknologi tepat guna sesuai dengan
harapan pasien, etis, pertimbangan cost effective dan adanya kemungkinan
layanan yang terbaik.
 Communicator: Mampu menjelaskan dan memberikan nasehat untuk berperilaku
sehat dengan cara yang efektif sehingga kelompok atau individu dapat
meningkatkan dan melindungi kesehatan mereka.
 Community leader: Sebagai orang yang dipercaya oleh masyarakat ditempat
bekerjanya, dan dapat mempersatukan kebutuhan-kebutuhan akan kesehatan baik
pada perseorangan maupun kelompok, melakukan sesuatu dengan
mengatasnamakan masyarakat.
 Manager: Dapat bekerja sacara harmonis dengan individu dan organisasi baik di
dalam maupun diluar system kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan pasien
secara individu dan masyarakat, menggunakan data-data kesehatan secara tepat.

2
Prinsip pokok dari dokter keluarga adalah untuk dapat menyelenggarakan
pelayanan kedokteran menyeluruh. Oleh karena itu perlu diketahui berbagai latar
belakang pasien yang menjadi tanggungannya. Untuk dapat mewujudkan pelayanan
kesehatan seperti itu diperlukan adanya kunjungan rumah (home visit). Manfaat yang
didapatkan dari kunjungan ke rumah pasien antara lain:
1. Meningkatkan pemahaman dokter tentang pasien
2. Meningkatkan hubungan dokter pasien
3. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan kesehatan pasien
Manfaat kunjungan ke puskesmas dan bertemu sendiri dengan pasien adalah
agar mahasiswa dapat menerapkan atau mengaplikasikan sendiri praktek pendekatan
kedokteran keluarga.
Latar Belakang
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang
mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan
yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita(dibawah usia 5 tahun) dan ibu
hamil serta menyusui merupakan termasuk salah satu kelompok masyarakat yang
rentan gizi. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta berada
dalam status gizi rendah.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi adalah
penyakit yang sering diderita oleh balita,frekuensi terserang penyakit, jumlah anggota
keluarga, pemberian ASI, kelengkapan imunisasi, pola asuh balita, dan asupan
makanan.
Gizi Buruk merupakan suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan
nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata.
Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia,
kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak
dijumpai.
Upaya penanggulangan masalah gizi terutama difokuskan pada ibu hamil, bayi,
dan anak balita, karena mereka ini adalah golongan rawan yang paling rentan
terhadap kekurangan gizi serta besarnya dampak yang dapat ditimbulkan. Masalah
gizi bukan hanya masalah kesehatan, tetapi menyangkut masalah sosial ekonomi, dan
perilaku masyarakat.

3
Dengan demikian, upaya penanggulangan masalah gizi harus dilakukan secara
sinergis meliputi berbagai bidang seperti pertanian, pendidikan dan ekonomi dengan
fokus pada kelompok miskin.

Faktor Penyebab Masalah Gizi


Ada dua faktor penyebab terjadinya gizi buruk, yaitu:2
1. Penyebab langsung

a. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang. Makanan


alamiah terbaik bagi bayi yaitu ASI, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat
makanan pendamping ASI(MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan
berakibat terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup
mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam
folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat
disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan
yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak
memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. Faktor sosial: yang dimaksud
disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi
pertumbuhan anak. Sehingga banyak balita yang diberi makan ”sekedarnya” atau asal
kenyang padahal miskin gizi.

b. Sering sakit menjadi penyebab terpenting kekurangan gizi, apalagi di


negara-negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana
kesadaran akan kebersihan/personal hygine yang masih kurang, serta ancaman
endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik seperti TBC masih sangat
tinggi.

Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar
diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi
kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan
memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya
infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan
malnutrisi. Infeksi sekecil apapun berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi
malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya
akan mempermudah masuknya beragam penyakit.3

4
2. Penyebab tidak langsung
a. Ketersediaan pangan rumah tangga
Tidak tersedianya makanan secara adekuat terkait langsung dengan kondisi
sosial ekonomi. Kadang-kadang bencana alam, perang maupun kebijakan politik
maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan
sangat identik dengan tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara
lain menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan
kemiskinan.
Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi
anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan
penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi. Kemiskinan sering
dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di negara-negara berkembang.
Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar yaitu
pangan pun sering tidak bisa terpenuhi. Laju pertambahan penduduk yang tidak
diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis
pangan. Inipun menjadi penyebab munculnya penyakit kurang gizi.4
b. Pola pengasuhan anak
Berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri
dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI,
manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya
lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan
anak.
Sebaliknya sebagian anak yang gizinya buruk ternyata diasuh oleh nenek atau
pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan. Banyaknya perempuan yang
meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan
juga dapat menyebabkan anak menderita gizi buruk.
Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan/ adat istiadat masyarakat tertentu yang
tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya kebiasaan
memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu
dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak memberikan anak-anak
daging, telur, santan dll), hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapatkan
asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup.

Gizi buruk sendiri bisa di klasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu marasmus,
kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor, berikut penjelasan lebih lanjut:

5
1. Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orang tua (berkerut), tidak terlihat lemak
dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan, (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar.
2. Kwashiorkor, penampilannya seperti anak gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun
dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat
kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Gejala yang
tampak adalah:
a. Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala yang
kusam.
c. Wajah membulat dan sembab.
d. Pandangan mata anak sayu.
e. Pembesaran hati sehingga mudah teraba dan terasa kenyal, permukaan
licin dan pinggir tajam.
f.Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas.
3. Marasmus-kwashiorkor, gejala klinisnya merupakan campuran dari
beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energy untuk pertumbuhan yang normal. Pada
penderita demikian, disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan
kulit, dan kelainan biokimiawi.

Pembahasan

Puskesmas : Puskesmas Kelurahan Grogol II, Kecamatan Grogol


Petamburan
Identitas Pasien:
Nama : M. Akmal Adhika Syaddat
Tempat/Tgl. Lahir : 20 - 08 – 2011
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 11,7 kg

6
Tinggi Badan : 87 Cm
Berat Badan/Umur : Gizi Kurang
Pendidikan : Belum Sekolah. Bulan depan baru masuk TK. Pernah masuk
PAUD
Alamat : RT 003 / RW 02, Kelurahan Grogol, Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat

Anamnesis: (Alo-anamnesis)
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama : Tidak nafsu makan
3. Riwayat penyakit sekarang : Gizi kurang
4. Riwayat penyakit dahulu : Hipoglikemi

Seorang pasien anak laki-laki Iqbal umur 5tahundatang ke Puskesmas Grogol 2


dengan keluhan tumbuh-kembang kurang dari anak seusianya, tidak ada nafsu makan.
Kondisi pasien tampak sehat. Maka kami langsung melakukan kunjungan rumah
untuk melakukan anamnesis dan melihat kondisi rumah pasien. Disana kami
mendapat keterangan bahwa pasen saat umur 1 tahun kejang tanpa demam dan gula
darah menurun. Pengobatan yang dilakukan keluarga ialah terapi di RS bandung dan
RS Harapan Kita. Pasien lahir premature 8 bulan dan riwayat ibu hipertensi derajat III
dan persalnan secara caesar. Pasien di berikan susu khusus dari Rumah sakit dan
kejangnya hilang.

Riwayat Biologis Keluarga:


a. Keadaan kesehatan sekarang: Sedang
Pasien dapat dikatakan sedang karena pasien hanya dapat berkomnukasi satu
arah apabila di ajak berbicara dan kesadaran yang cukup baik. Pasien tidak
terlihat kesakitan,tidak terlihat lemas. Anggota keluarga lain pun tidak
menderita penyakit.
b. Kebersihan perorangan: Baik
Kebersihan pasien dapat dikatakan baik karena yang terlihat dari hygiene
rambut, tangan dan kaki tampak bersih. Gigi dan pakaian yang digunakan pun
tampak bersih. Begitupun kebersihan anggota keluarga lainnya.
c. Penyakit yang sering diderita : DM (nenek)
d. Penyakit keturunan : DM
e. Penyakit kronis / menular : Tidak ada

7
Di keluarga pasien tidak ditemukan adanya penyakit kronis / menular seperti
tuberkulosis dan lepra.
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita cacat fisik dan mental.
g. Pola makan : kurang
Pola makan pasien dapat dikatakan kurang karena dari yang terlihat dari
makan sehari – hari harus di suap oleh ibunya dengan cara khusus dan juga
tidak pernah di habiskan. Pasien tidak suka jajan.
h. Pola istirahat : kurang
Pola istirahat pasien dikatakan kurang karena pasien tidak tidur siang. Dan jam
tidur malam pada saat maghrib dan bangun saat jam 6 pagi
i. Jumlah anggota keluarga : 12 orang (3KK)

Psikologis Keluarga:
a. Kebiasaan buruk : tidak ada
Di keluarga pun tidak ada yang merokok. Kebiasaan cuci tangan sebelum
memasak, sebelum makan, setelah buang air rutin dilakukan.
b. Pengambilan keputusan : Nenek dari ibu
c. Ketergantungan obat : Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : RS Harapan Kita
e. Pola rekreasi : Baik
setiap liburan panjang selalu pergi ke bandung di keluarga ayah..

Keadaan Rumah / Lingkungan:


a. Jenis bangunan : Permanen
b. Lantai rumah : Keramik
c. Luas rumah :
d. Penerangan : Kurang
Karena rumah pasien tidak memiliki ventilasi yang cukup, sehingga tidak
memungkinakan mendapat penyinaran matahari yang cukup. Dan dirumah
pasien penerangan pada siang hari dari lampu di setiap ruangan.
e. Kebersihan : Kurang
Tampak berantakan dan tidak dirapkan.
f. Ventilasi : Kurang
Ventilasi untuk keluar masuk cahaya dan udara sangat kurang sehingga tidak
memungkinkan untuk adanya sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik.
g. Dapur : adaada
h. Jamban keluarga : Ada kamar mandi dan toilet khusus untuk keluarga
pasien.
i. Sumber Air minum : Galon
j. Sumber Pencemaran air: Tidak ada
k. Pemanfaatan pekarangan : Tidak ada
Karena rumah pasien sudah dijadikan garasi.
l. Sistem pembuangan air limbah : Ada

8
m. Tempat pembuangan sampah : Ada
n. Sanitasi lingkungan : Baik

Spiritual Keluarga :
a. Ketaatan beribadah : cukup
b. Keyakinan tentang kesehatan : Baik

Keadaan Sosial Keluarga :


a. Tingkat pendidikan : Tinggi
Karena ibu pasien tamatan S1, ayah pasien tamatan D3.
b. Hubungan anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Kurang
Keluarga pasien jarang bersosialisasi dengan tetangga
d. Kegiatan organisasi sosial : Kurang
Keluarga pasien tidak ikut kegiatan organisasi di lingkungannya
e. Keadaan ekonomi : Sedang
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta, Ibu pasien hanya seorang ibu
rumah tangga. Namun meskipun begitu, kebutuhan makan sehari-hari selalu
tercukupi. Dan kebutuhan pengobatan anak tercukupi.

Kultural Keluarga:
a. Adat yang berpengaruh : Tidak ada
b. Lain – lain : Tidak ada

Anggota keluarga kandung pasien:

N Hub Umur Pendidika Pekerjaa Agam Status Domisili Kesehatan


Nama
o dgn KK (tahun) n n a
Kepala Menikah Serumah Sehat
Karyawa
1. M. Nasir keluarg 35 tahun D3 Islam
n Swasta
a1
Ibu Menikah Serumah Sehat
Mubariy
2. Istri 32 tahun S1 Rumah Islam
ah
Tangga
Putra - Serumah Kurang
3. Akmal pertam 5 tahun - - Islam Sehat
a

9
Putri - Serumah Sehat
4. Nuraisi 3 tahun - - Islam
kedua
Menikah Serumah Kurang
5. Kakek Dari ibu 68 tahun - - Islam
sehat
Menikah Serumah Kurang
6. Nenek Dari ibu 67 tahun - - Islam
sehat

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: Pasien tampak compos mentis
Tanda-tanda vital:
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Suhu badan: 36,6oC
BB: 11.7 kg
TB: 87cm
LL : 15cm
LK : 49 cm
Gula Darah : 38 mg tidak sampai kejang

Anjuran penatalaksanaan penyakit


a. Promotif : Menjelaskan program KIA serta hubungan terhadap status gizi
anak. Meningkatkan pemahaman ibu tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi
gizi seimbang pada balita. Meningkatkan perilaku ibu untuk berperilaku
memperhatikan kecukupan gizi balita.

b. Preventif : Menjaga kebersihan diri serta kebersihan rumah. Makanan


bergizi aga anak-anak dapat terhindar dari kurang gizi. Meningkatkan
pengetahuan ibu mengenai penanganan rawat jalan balita dengan keadaan
kekurangan gizi, menjelaskan pentingnya diagnosis dini pada balita agar balita
dapat diberi penanganan yang tepat secepat mungkin sehingga kedisplinan
sang ibu dalam membawa balita untuk kontrol ke posyandu/puskesmas dangat
penting.

c. Kuratif :
 Terapi medika mentosa : -

10
 Terapi non medika mentosa : Menjelaskan kepada ibu pentingnya
Pemberian Makanan Tambahan (PMT). PMT pemulihan hanya sebagai
tambahan terhadap makanan yang dikonsumsi oleh balita sasaran sehari-
hari, bukan sebagai pengganti makanan utama.
d. Rehabilitatif : Menjelaskan kepada ibu mengenai PMT pemulihan, yaitu
kegiatan yang diadakan oleh pukesmas, PMT pemulihan dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan gizi balita sasaran sekaligus sebagai proses
pembelajaran dan sarana komunikasi antar ibu dari balita sasaran.

Prognosis
a) Penyakit: Baik apabila dberkan makanan bergizi, dan cukup istirahat.
b) Keluarga: Mengingat kondisi tempat tinggal yang tidak bersih namun dihuni
banyak orang. Keluarga perlu diberi edukasi untuk selalu menjaga kebersihan
perorangan, lingkungan, dan makan-makanan bergizi.
c) Masyarakat: tanggung jawab masyarakat. Dengan Puskesmas berperan sebagai
pusat pelayanan kesehatan masyarakat untuk menanggulangi masalah-masalah
kesehatan yang ada.

Resume

Dari hasil pemeriksaan melalui aloanamnesis saat kunjungan rumah pada


hari kamis 29 Juli 2016, didapatkan bahwa pasien adalah penderita Gizi kurang.
Ibu dari pasien kurang memperhatikan kesehatan makanan yang dikonsumsi dari
balita dan pengetahuan ibu mengenai makanan-makanan yang bergizi pun minim.
Imunisasi balita sasaran tersebut hanya sampai umur 9 bulan. Pemeriksaan fisik
yang seharusnya dilakukan adalah tanda-tanda vital dan pengukuran antropometri
balita seperti lingkar kepala, lingkar lengan atas dan sebagainya, jadi diagnosis
gizi kurang didapatkan dengan menggunakan indikator-indikator tersebut. Namun,
saya menyarankan pada ibu untuk membawa balita secara rutin ke posyandu
sebulan sekali untuk dilakukan pengukuran lingkar lengan dan sebagainya dalam
usaha perbaikan gizi agar keadaan balita terkontrol secara lebih baik. Dengan
harapan kedisplinan ibu dalam membawa balita ke posyandu dapat menunjukkan
perbaikan yang signifikan dalam usaha perbaikan gizi balita.

11
Promosi kesehatan yang saya berikan adalah mencoba meningkatkan
pemahaman ibu tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi gizi seimbang pada balita.
Makanan balita harus terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein, dengan proporsi
karbohidrat paling banyak. Konsumsi susu sapi juga disarankan sebagai
pemenuhan kebutuhan kalsium dan fosfor yang baik karena balita juga sudah
tidak mengkonsumi ASI. Lalu melalui anamnesis juga diketahui bahwa balita
tidak suka mengkonsumsi cemilan , oleh karena itu saya menyarankan kepada ibu
untuk mengganti makanan cemilan balita tersebut dengan buah-buahan untuk
mendidik kebiasaan makanan makanan yang baik bagi kesehatan. Selain itu saya
juga meningkatkan pengetahuan ibu mengenai Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) pemulihan. PMT pemulihan diberikan dalam bentuk makanan atau bahan
makanan lokal dan tidak diberikan dalam bentuk uang. PMT pemulihan hanya
sebagai tambahan terhadap makanan yang dikonsumsi oleh balita sasaran sehari-
hari, bukan sebagai pengganti makanan utama. PMT pemulihan dimaksudkan
untuk memenuhi kebutuhan gizi balita sasaran sekaligus sebagai proses
pembelajaran dan sarana komunikasi antar ibu dari balita sasaran. Bila terdapat
perburukan selama pengamatan dan perawatan status gizi, maka perlu dilakukan
rujukan.

Rumah Akmal tampak depan. Pekarangan yang digunakan sebagai garasi

12
`

13
Promosi kesehatan pada aspek promotive

Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)


Tujuan upaya promosi kesehatan pada kelompok ini adalah agar mereka tidak
jatuh sakit atau terkena penyakit. Sasaran promosi kesehatan pada aspek promotif
adalah kelompok orang sehat. Pendidikan pada kelompok ini perlu ditingkatkan atau
dibina agar tetap sehat, atau lebih meningkat lagi., berupa:
a. Health promotion(peningkatan kesehatan)
 Promosi kesehatan
 Pendidikan kesehatan masyarakat ( health education )
 Peningkatan gizi
 Pengamatan tumbuh kembang
 Pengadaan rumah sehat
b. General and specific protection (perlindungan khusus dan umum)
 Imunisasi
 Hygiene perorangan
 Perlindungan diri dari lingkungan
 Kesehatan kerja
 Pengendalian sumber-sumber pencemaran

14
Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Tujuan upaya pada kelompok ini adalah agar penderita mampu mencegah
penyakitnya menjadi lebih parah.
a. Early diagnose dan Prompt treatment (diagnosa dini dan pengobatan )
 Screening dini
 Penemuan kasus secara dini
 Pemeriksaan umum lengkap
 Survey terhadap kontak, rumah dan sekolah
b. Disability limitation (pembatasan gangguan )
 Penyempurnaan dan intensifikasi terapi lanjutan
 Pencegahan komplikasi
 Perbaikan fasilitas kesehatan
 Penurunan beban social masyarakat

Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Tujuannya adalah agar mereka segera pulih kembali kesehatannya. Dengan kata
lain menolong para penderita yang baru sembuh dari penyakitnya ini agar tidak
menjadi cacat atau mengurangi kecacatan seminimal mungkin. Pencegahan ini dapat
dilakukan melalui :
 Memberikan keterampilan bagi penderita cacat
 Membentuk perkumpulan bagi orang-orang yang mengalami cacat tertentu

Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa gizi sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Terutama pada
seorang anak dan ibu hamil serta menyusui, hal ini berkaitan dengan berbagai kondisi
yang ada di Negara Indonesia, mulai dari masalah ekonomi, budaya, dan politik. Gizi
pada saat hamil perlu diperhatikan agar bayi yang lahir sehat dan tidak kurang gizi.
Imunisasi dan gizi merupakan dua hal yang penting diperhatikan pada golongan anak-
anak dan ibu hamil. Oleh sebab itu, hal ini menjadi tanggung jawab masyarakat.
Dengan Puskesmas berperan sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat untuk

15
menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang ada. Termasuk Posyandu yang juga
dapat membantu Puskesmas dalam menjangkau kesehatan masyarakat.

Daftar Pustaka
1. Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat. Edisi ke-2. Jakarta: Rineka Cipta,2009.
h.223;30.246-59;282-4.
2. Widyastuti P, Hardiyanti E.A. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC, 2005.h.120-
150.
3. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson.15 th ed (1).
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2000.h.1688-712.
4. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Anemia defisiensi zat besi dan anemia pada
penyakit kronik. Dalam : Buku ajar patologi Robbins. Jakarta : EGC; 2007.h.459-461
5. Pengertian dan alat ukur pemantauan status gizi.2013. Diunduh dari:
http://www.indonesian-publichealth.com/2013/03/pemantauan-status-gizi.html, 30
Juni 2013.
6. Mubarak WI, Chayatin N. Ilmu kesehatan masyarakat: teori dan aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika, 2009.h.98-106.
7. Departemen Kesehatan RI.Pedoman umum pengelolaan posyandu.Departemen
Kesehatan RI, Jakarta 2006.h.1-59.
8. Departemen Kesehatan RI.Penggunaan KMS balita dalam pemantauan ertumbuhan
balita.Departemen Kesehatan RI, Jakarta.2009.
9. Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI.Paduan
penyelenggaraan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita gizi kurang
(bantuan operasional). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2011.h.1-8.
10. Departemen Kesehatan RI. Buku kesehatan ibu dan anak. Departemen Kesehatan RI
dan Japan International Cooperation Agency, Jakarta 2009.h.1-47.
11. Kementerian Kesehatan RI. Buku kesehatan ibu dan anak. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, 2011.h.20-3.

16

Anda mungkin juga menyukai