EKLAMSIA
EKLAMSIA
Disusun Oleh :
1. Gema Bayurizka Romadhoni
2. Santa Clarita Siregar
1. PENGERTIAN
1. Pre-eklampsia
A. Definisi
Pre-eklampsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan
yang ditandai dengan terjadinya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi
tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi
sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan
berumur 20 minggu (obgynacea, 2009).
Pre-eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
proteinuria dan edema timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya
terjadi dalam triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi
sebelumnya ,misalnya pada moa hidatidosa (Prawirohardjo, 2005).
Pre-eklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,
bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi,
proteinuria dan edema yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai
koma, ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau
hipertensi sebelumnya (Muchtar, 1998).
Pre-eklampsia adalah peningkatan tekanan darah yang baru timbul
setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan
berat badan ibu yang cepat akibat tubuh membengkak dan pada
pemeriksaan laboratorium dijumpai protein di dalam urin (proteinuria).
B. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia dan eklampsia sampai
sekarang belum diketahui. Tetapi pre-eklampsia dan eklampsia hampir
secara eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama (nullipara).
Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu
pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35
tahun.
Pre-eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut:
1. Pre-eklampsia ringan
- Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada
posisi berbaring terlentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg
atau lebih atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam
- Edema umum, kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat 1
kg atau lebih per minggu
- Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau per liter ; kwalitatif 1 + atau 2
+ pada urin kateter atau midstream
2. Pre-eklampsia berat
- Bila salah satu diantara gejala atau tanda ditemukan pada ibu
hamil, sudah dapat digolongkan pre-eklampsia berat
- Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
- Proteinuria lebih dari 3 g/liter
- Oliguria yaitu jumlah urin < 400 cc/24 jam
- Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, nyeri
kepala, dan rasa nyeri pada epigastrium
- Terdapat edema paru dan sianosis
- Enzim hati meningkat dan disertai ikterus
- Perdarahan pada retina
- Trombosit <100.000/mm
Faktor risiko terjadinya pre-eklampsia dan eklampsia:
- Kehamilan pertama
- Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
- Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
- Ibu hamil dengan usai kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun
- Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit
ginjal, migraine, dan tekanan darah tinggi)
- Kehamilan kembar
C. Manifestasi klinisi
Pada pre-eklampsia ringan, gejalan subjektif belum dijumpai. Pada
pre-eklampsia berat gejalanya sudah dapat dijumpai seperti:
1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala
yang diikuti dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal.
Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak berkurang dengan
pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
2. Gangguan penglihatan pasien akan melihat kilatan-kilatan
cahaya, pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan
sementara
3. Iritabel ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan
suara berisik atau gangguan lainnya
4. Nyeri perut pada bagian ulu hati (bagian epigastrium) yang
kadang disertai mual dan muntah
5. Gangguan pernafasan sampai sianosis
6. Terjadi gangguan kesadaran
7. Dengan pengeluaran proteinuria keadaan semakin berat karena
terjadi gangguan fungsi ginjal
Kelanjutan pre-eklampsia berat menjadi eklampsia dengan
tambahan gejala kejang dan/atau koma. Selama kejang diikuti kenaikan
suhu mencapai 40°C, frekuensi nadi bertambah cepat, dan tekanan darah
meningkat. (dr. Ida Ayu)
D. Patofisiologi
Vasokontriksi merupakan dasar patogenesis pre-eklampasia.
Vasokontriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan
menimbulkan hipertensi. Adanya vasokontriksi juga akan menimbulkan
hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,
kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain
itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokontriksi arteri spinalis
akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang
selanjutnya akan menimbukan maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia
jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses
hiperokidase itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen,
sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel
peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang
menghasikan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan
radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu,
dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akant timbul
keadaan yang disebut stress oksidatif.
Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta
menjadi sumber terjadinya proksidase lemak. Sedangkan pada wanita
hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan
sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase
lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase
lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati termasuk
sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endote tersebut.
Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain : adhesi
dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas apisan endotel terhadap
plasma, terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai
akibat rusaknya trombosit, produksi prostasiklin terhenti, terganggunya
keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta
akibatn konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap denngan hapusan darah
- Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14gr%)
- Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
- Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3)
2. Urinalisis
- Ditemukan protein dalam urine
3. Pemeriksaan fungsi hati
- Bilirubin meningkat (N=<1 mg/dl)
- LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
- Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul
- Serum Gutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N=
15-45 u/ml)
- Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat
(N=<31 u/l)
- Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)
4. Tes kimia darah
- Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)
5. Radiologi
- Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra utrus. Pernafasan
intauterus lambat, aktivitas janin lambat dan volume cairan
ketuban sedikit
- Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin bayi lemah
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan pre-eklampsia adalah mencegah
terjadinya eklampsia, melahirkan bayi tanpa asfiksia dengan skor APGAR
baik dan mencegah mortalitas maternal dan perinatal.
a. Pre-eklampsia ringan
Istirahat ditempat tidur merupakan terapi utama dalam
penangananpe-eklampsia ringan. Istirahat dengan berbering pada
sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah
ke ginjal meningkat, tekanan vena pada ekstremitas bawah
menurun dan reabsorpsi cairan bertambah. Selain itu dengan
istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang
beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah. Apabila pre-
eklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif,
dalam hal ini kehamilan harus diterminasi jika mengancam nyawa
maternal.
b. Pre-eklampsia berat
Pada pasien pre-eklampsia berat segera garus diberi obat sedatif
kuat untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24
jam bahaya aku sudah diatasi, tindakan terbaik adalah
menghentikan kehamilan. Sebagai pengobatan mencegah
timbulnya kejang, dapat diberikan larutan magnesium sulfat
(MgSO4) 20% dengan dosis 4 gram secara intravena loading dose
dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40%
sebanyak 12 gram dalam 500 ccc ringer laktat (RL) atau sekitar 14
tetes/menit. Tambahan magnesium sulfat hanya dapat diberikan
jika diuresis pasien baik, refleks patella positif dan frekuensi
pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek
menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
diuresis. Selain magnesium sulfat, pasien dengan pre-eklampsia
dapat juga diberikan klorpromazin dengan dosis 50 mg secara
intamuskular ataupun diazepam 20 mg secara intramuskular.
2. Eklampsia
A. Definisi
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan
atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul
akibat kelainan saraf) dan/atau koma dimana sebelumnya sudah
menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam
persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan
timbul akibat kelainan neurologik) dan/atau koma dimana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia (Erlina, 2008).
Eklampsia adalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada
wanita hamil dan wanita dalam masa nifas disertai dengan hipertensi,
edema dan proteinuria (Sulaeman, 1984).
Eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti “halilinta”. Kata
tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan
tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain (Hanifa dalam
Prawirohardjo, 2005).
Menurut saat terjadinya eklampsia, eklampsia dapat dibagi ke
dalam 3 istilah yaitu :
1) Eklampsia antepartum : eklampsia yang terjadi sebelum persalinan
2) Eklampsia intrapartum : eklampsia sewaktu persalinan
3) Eklamlpsia postpartum : eklampsia setelah persalinan
Eklampsia kebanyakan terjadi pada antepartum. Jika terjadi pada
postpartum maka timbul dalam 24 jam setelah partus. Dalam kehamilan
eklampsia terjadi pada triwulan terakhir dan makin besar kemungkinan
saat cukup bulan (Sulaeman, 1984).
Eklampsia lebih sering terjadi pada : kehamilan kembar,
hydramnion, Mola hydatidosa eklampsia dapat terjadi sebelum bulan ke 6
(Sulaeman, 1984).
B. Gejala dan tanda
Pada umumnya kejangan didahului oleh makin memburuknya pre-
eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal,
gangguan penglihatan, mual, nyeri di epigastrium dan hiperrefleksia. Bila
keadaan ini tidak dikenal dan tidak diobati, akan timbul kejang terutama
pada persalinan bahaya ini besar. Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4
tingkat, yaitu:
a) Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik.
Mata terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula
tangannya dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri
b) Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang
lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh oto menjadi kaku,
wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki
membengkok ke dalam. Pernafasan berhenti, muka mulai menjadi
sianotik, lidah dapat tergigit
c) Stadium kemudian disusul oleh tingkat kejang klonik yang
berlangsung antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua
otot berkontraksi dan menutup dan berulang-ulang dalam tempo
yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit
lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang berbusa,
muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak
sadar. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga
penderita penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya,
kejangan terhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur.
d) Sekarang masuk tingkat koma. Lamanya ketidak sadaran tidak
selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi,
akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum ini timbul serangan
baru yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.
e) Selama serangan tekanan darah mennggi, nadi cepat, dan suhu
meningkat sampai 40˚C. Sehingga akibat serangan dapat terjadi
komplikasi-komplikasi seperti : lidah tergigit, sehingga terjadi
perlukaan dan fraktura, gangguan pernafasan, solusio plasenta dan
perdarahan otak (Hanifa dalam Prawirohardjo, 2005)
C. Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha
utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre-eklampsia
dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi
pada pre-eklampsi berat dan eklampsi
a. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang
menderita hipertensi akut dan lebih sering pada pre-eklampsi
b. Hipofibrinogenemia. Pada pre-eklampsi berat Zuspan (1978)
menemukan 23% hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis
menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala
c. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsi berat kadanag-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-
sel hati atau destruksi sel darah merah. Mekrosis periportal hati
yang sering ditemukan pada autopsy penderita eklampsi dapat
menerangkan ikterus tersebut
d. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama
kematian maternal penderita eklampsi
e. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang
berlangsung sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan sampai
seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada
retina ; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia
serebri
f. Edema paru-paru. Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita
dari 69 kasus eklampsi, hal ini disebabkan karena parah jantung
g. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsi dan
eklampsi merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan
ini diduga khas untuk eklampsi tetapi ternyata juga ditemukan pada
penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya
h. Sindroma HELLP. Yaitu hameolysis, elevated libver enzyms, dan
low platelet
i. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endotel tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur lainnya. Kelainan lainnya yang dapat timbul ialah anuria
sampai gagal ginjal
j. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh
akibat kejang-kejang aspirasi dan DIC (disseminated intravascular
coagulation)
k. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterina (Hanifa
dalam Prawirohardjo, 2005)
D. Pencegahan eklampsia
Pada umumnya timbulnya eklampsi dapat dicegah atau
frekuensinya dikurangi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi
eklampsi terdiri atas: meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal
dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksa diri sejak hamil
muda; mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsi dan
mengobatinya segera apabila ditemukan; mengakhiri kehamilan sedapat-
dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat tanda-tanda
pre-eklampsi tidak juga dapat hilang (Hanifa dalam Prawirohardjo, 2005)
E. Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menstabilisasi fungsi
vital penderita dengan terapi suportif Airway, Breathiing, Circulation
(ABC), mengendalikan kejang, mengendalikan tekanan darah khususnya
jika terjadi krisis hipertensi sehingga penderita mampu melahirkan janin
dengan selamat pada kondisi optimal. Pengendalian kejang dapat diterapi
dengan pemberian magnesium sulfat pada dosis muatan (loading dose) 4-6
gram IV diikuti 1,5-2 g/jam dalam 100 ml infus rumatan IV. Hal ini
dilakukan untuk mencapai efek terapeutik 4,8-8,4 mg/dl sehingga kadar
magnesium serum dapat dipertahankan dari efek toksik.
b. Data Obyektif :
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat
pemberian SM ( jika refleks + )
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 6 jam
b) Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar
hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric
acid biasanya > 7 mg/100 ml
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
d) Tingkat kesadaran ; Gangguan perfusi jaringan serebral penurunan GCS
sebagai tanda adanya kelainan pada otak
e) USG ; untuk mengetahui keadaan janin
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan / kegagalan regulasi berhubungan dengan
kehilangan protein plasma penurunan tekanan osmotic
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan terjadinya vasospasme
arterional
3. Potensial Injury pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya
perfusi darah ke plasma
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : Kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan tidak adekuatnya intake makanan yang
dimanifestasikan dengan mual dan anoreksia
5. Kecemasan tingkat sedang : takut kegagalan kehamilan berhubung
dengan kurangnya pengetahuan
3. INTERVENSI
4. IMPLEMENTASI
Gangguan perfusi 1) Monitor intake dan output 1. Intak dan out put harus sama
jaringan berhubungan setiap hari 2. 20 tetes/menit
dengan terjadinya 2) Kontrol tetesan infus MgSO4 3. Edema tampak pada kaki
vasospasme arterional 3) Monitor oedema yang tampak
4. Klien tampak rilek
4) Menganjurkan klien untuk
istirahat atau tidur dengan 5. TTv harus dalam batas
posisi berbaring pada salah normal
satu sisi tubuhnya
5) Mengontrol Vital Sign secara
Berkala
Potensial Injury pada 1) Mengistirahatkan klien 1. Klien tampak rileks
janin berhubungan 2) Menganjurkan klien tidur 2. Posisi Klien tidur kekiri
dengan tidak miring kekiri 3. Tekanan Darah klien dalam
adekuatnya perfusi 3) Memonitor tekanan darah
rentang normal
darah ke plasma klien
4) Memonitor bunyi Jantung 4. Terdengar suara Jantung
klien berirama dan teratur