Anda di halaman 1dari 14

BAB I

TINJAUAN TEORI

1. Tinjauan Medis
1.1 Pengertian
(1) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (lebih dari 38 oC) yang disebabkan oleh proses ekstra kranial
(Ngastiyah,2010).
(2) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu
meningkat yang disebabkan oleh proses ekstra kranial
(Saharso D, 2010.
(3) Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral
yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002).

1.2 Etiologi
Kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat misalnya tonsilitis, bronkitis ( Ngastiyah. 2010).
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk
tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan
elektrolit dan gejala putus alkohol dan obat, gangguan metabolik, uremia,
overhidrasi, toksik subkutan dan anoksia serebral.
1) Intrakranial
Kelainan bawaan, infeksi, trauma, asfiksia
2) Ekstrakranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipoksemia, gangguan elektrolit.
Toksik : Sindrom putus obat
Infeksi ekstrakranial : misalnya OMA dan ISPA
3) Idiopatik
Kejang neonatus, kejang hari ke lima

1.3 Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi ion K+ maupun Na+, melalui membran tersebut

1
sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun
ke bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter dan terjadilah
kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apnea, meningkatkan
kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnea dll, selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang
lama (Ngastiyah,1997)

Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh meningkat

Gangguan keseimbangan membran sel neuron

Difusi Na+ dan K+ berlebih

Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih

Kejang

parsial umum

sederhana kompleks absens mioklonik Tonik klonik atonik

Kesadaran menurun Ggn peredaran Aktivitas otot


darah meningkat

Metabolisme meningkat
Koordinasi otot Reflek menelan hipoksi
meningkat menurun
Kebutuhan Hipertermi
Permeabilitas
aspirasi O2 meningkat
kapiler meningkat
Resiko tinggi
trauma
Sel neuron Ganggguan
otak rusak asfiksia rasa nyaman

Resiko tinggi
Retardasi mental kejang berulang

2
1.4 Manifestasi Klinik
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik,
tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.
1.4.1 Kejang parsial ( fokal, lokal )
1. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:
1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh;
umumnya gerakan setiap kejang sama.
2) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi
pupil.
3) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, parestesia.
4) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2. Kejang parsial kompleks
1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang
pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

1.4.2 Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )


1. Kejang absens
1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik
3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi
penuh
2. Kejang mioklonik
1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
3
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
3. Kejang tonik klonik
1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada
otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari
1 menit.
2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih.
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal.
4. Kejang atonik
1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak
mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

1.5 Diagnosa Banding


(1) Meningitis.
(2) Enchepalitis.
(3) Abses otak.

1.6 Prognosa
Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor :
(1) Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
(2) Kelainan dalam perkembangan atau kelainan syaraf sebelum anak menderita
kejang demam.
(3) Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor diatas maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang demam sekitar 13% dibanding bila hanya terdapat 1
atau tidak sama sekali, faktor diatas serangan kejang tanpa demam hanya 2-3 %.

1.7 Uji Laboratorium dan Diagnostik


1) Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang.
2) Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3) Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk

4
memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak jelas terlihat bila
menggunakan pemindaian CT.
4) Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak.
5) Uji laboratorium
(1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler.
(2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit.
(3) Panel elektrolit.
(4) Skrining toksik dari serum dan urin.
(5) GDA.
(6) Kadar kalsium darah.
(7) Kadar natrium darah.
(8) Kadar magnesium darah.

1.8 Penatalaksanaan Medis


(1) Memberantas kejang secepat mungkin.
Obat pilihan utama adalah Diazepam IV yaitu untuk menekan kejang
80-90 % dosis sesuai dengan BB kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/BB, diatas
20 kg 0,5 mg/kg BB. Setelah suntikan pertama secara iv di tunggu 15 menit
bila masih terdapat kejang diulangi suntikan ke dua dengan dosis yang sama
secara iv jika masih kejang maka di berikan lagi tapi secara im.
(2) Pengobatan penunjang.
1) Semua pakaian dibuka.
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi.
3) Usahakan jalan nafas bebas.
4) Penghisapan lendir teratur.
5) Fungsi TTV di observasi ketat, jika adanya tekanan intra kranial yang
meningkat tidak boleh di berikan cairan dengan Na yang terlalu tinggi.
(3) Pengobatan rumat.
1) Pengobatan profilaksis intermiten.
2) Pengobatan intermiten jangka panjang.
(4) Mencari dan mengobati penyebab.
Secara akademis klien dengan kejang demam pertama kali sebaiknya
dilakukan pungsi lumbal, pada klien yang diketahui kejang lama
pemeriksaan lebih intensif seperti pungsi lumbal, gula darah dll dan bila
perlu rontgen foto thorak, EEG, enchephalografi.
5
1.9 Penatalaksanaan Keperawatan
Prinsip penatalaksanaan bila anak kejang
(1) Segera hentikan kejang.
(2) Mencari penyebab.
(3) Cegah kejang berulang.
Tindakan keperawatan:
(1) Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang sudip
lidah yang telah dibungkus kasa.
(2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar klien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernafasan, misalnya : ikat pinggang, gurita.

1.10Komplikasi
(1)Lidah terluka/tergigit.
(2)Apnea.
(3)Depresi pusat pernafasan.
(4)Retardasi mental.
(5)Pneumonia aspirasi.
(6)Status epileptikus.

2. Tinjauan Asuhan Keperawatan


2.1 Pengkajian
1. Data Subyektif
1) Biodata/identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
2) Riwayat penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah
betul ada kejang? Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak, ada tidaknya demam yang menyertai
kejang.
Apakah muntah, diare, trauma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, morbili, dan lain-
lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalam serangan kejang ini, ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput
otak, OMA, dan lain-lain.
6
4) Riwayat kehamilan dan persalinan
Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami
infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per
vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil.
Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan, atau dengan tindakan
(forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksia, dan lain-lain. Keadaan
selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan
kejang-kejang.
5) Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapatkan imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
6) Riwayat perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan, yang meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang
cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
7) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25% penderita kejang
demam mempunyai faktor keturunan). Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit syaraf atau lainnya? Adakah anggota keluarga yang dapat
mencetuskan terjadinya kejang demam?
8) Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yang mengasuh anak? Bagaimana hubungan dengan anggota
keluarga dan teman sebaya?
9) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis?

7
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan
yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama.
10) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak, ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak? Makanan
apa saja yang disukai dan yang tidak disukai? Bagaimana selera makan anak?
Berapa kali minum, jenis, dan jumlahnya per hari?
11) Pola eliminasi
BAK: Ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan
bagaimana warna, bau dan apakah terdapat darah? Serta apakah disertai nyeri
saat anak kencing.
BAB: Ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana
konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?
12) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak sering bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang disukai?
Pola tidur/istirahat :
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur jam
berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?

2. Data Obyektif
1) Pemeriksaan umum (Cory S, 2000; 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2) Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau mikrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial, yaitu ubun-
ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum?
2. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,

8
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
3. Muka/wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trismus? Apakah ada
gangguan nervus kranial?
4. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva?
5. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
7. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cyanosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada
caries gigi?
8. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat?
9. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah
pembesaran vena jugularis?
10. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostae? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan?
11. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya? Adakah bunyi
tambahan? Adakah bradikardia atau takikardia?

9
12. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda meteorismus?
Adakah pembesaran lien dan hepar?
13. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat udema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor kulit?
14. Ektremitas
Apakah terdapat udema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral?
15. Genetalia
Adakah kelainan bentuk, udema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi?

2.2 Diagnosa Keperawatan


(1)Hipertermi berhubungan dengan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
(2)Resiko kejang berulang berhubungan dengan hipertermi.
(3)Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi.
(4)Risiko tinggi trauma/cidera berhubungan dengan kelemahan, perubahan
kesadaran, koordinasi otot

2.3 Perencanaan
(1) Diagnosa I : Hipertermi berhubungan dengan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
1. Tujuan : suhu tubuh normal.
2. Kriteria hasil :
a) suhu 365 – 375 oC.
b) Anak tidak rewel
3. Rencana tindakan :
1) Observasi TTV tiap 4 jam.
R : Perubahan TTV khususnya peningkatan suhu tubuh
mengidentifikasikan beratnya kejang.
2) Kompres hangat dan ajarkan keluarga cara mengompres.
R : Perpindahan panas secara konduksi, pori-pori mengalami
vasodilatasi yang mempercepat proses penguapan.

10
3) Berikan pakaian tipis yang menyerap keringat.
R : Pakaian yang tipis membantu mempercepat pengeluaran panas.
4) Anjurkan klien untuk banyak minum.
R : Minum yang banyak mencegah terjadinya dehidrasi sehingga
peningkatan suhu tubuh dapat dicegah.
5) Kolaborasi pemberian antibiotik dan antipiretik.
R : Antipiretik berfungsi untuk penurunan panas sedangkan
antibiotik untuk mencegah infeksi.

(2) Diagnosa II : Resiko kejang berulang berhubungan dengan hipertermi


1. Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama hipertermi
2. Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi serangan kejang berulang.
2) Suhu 36,5-37,5oC (bayi), 36-37,5oC (anak).
3) Nadi 110-120 x/menit (bayi), 100-110 x/menit (anak).
4) Respirasi 30-40 x/menit (bayi), 24-28 x/menit (anak).
5) Kesadaran composmentis.
3. Rencana tindakan :
1) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap
keringat.
R : Proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak
menyerap keringat.
2) Berikan kompres air hangat.
R : Perpindahan panas secara konduksi, pori-pori mengalami
vasodilatasi yang mempercepat proses penguapan.
3) Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dan lain-lain).
R : Saat demam, kebutuhan cairan tubuh meningkat.
4) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam.
R : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan
dilakukan.
5) Batasi aktivitas selama anak panas.
R :Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan
panas.
6) Berikan antipiretika dan pengobatan sesuai advis.
R : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai profilaksis.

11
(3) Diagnosa III : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi.
1. Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
2. Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak
tidak rewel.
3. Intervensi dan Rasional :
1) Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
R : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2) Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
R : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3) Pertahankan suhu tubuh normal
R : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu
lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
4) Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala /
ketiak .
R : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
5) Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat
dari kain katun
R : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan
tidak dapat menyerap keringat.
6) Atur sirkulasi udara ruangan.
R : Penyediaan udara bersih.
7) Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak
minum
R : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8) Batasi aktivitas fisik
R : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas

(4) Diagnosa IV : Risiko tinggi trauma / cidera berhubungan dengan kelemahan,


perubahan kesadaran, koordinasi otot
1. Tujuan : Cidera atau trauma tidak terjadi
2. Kriteria Hasil : Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan
pengobatan,meningkatkan keamanan lingkunagan
3. Intervensi dan Rasional :
12
1) Observasi tanda – tanda vital dan keadaan umum.
R : Mengindikasikan keadaan klien.
2) Catat tipe dari aktivitas kejang, berapa kali dan lama kejang.
R : Tipe dan lama kejang mempengaruhi terapi yang diberikan.
3) Lindungi klien dari trauma ( sudip lidah ).
R : Mencegah terjadinya trauma pada klien.
4) Beri lingkungan yang nyaman bagi klien.
R : Lingkungan yang nyaman membantu penyembuhan klien.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti konvulsan.
R : Anti konvulsan mencegah terjadinya kejang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda Juall (1998), Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doengoes ME (1999), Nursing Care Plans, Edisi Tiga, EGC, Jakarta.

Saharso D. (1997), Pedoman Diagnosis dan Terapi, FK Unair, Surabaya.

Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : Gaya Baru.

Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta :
EGC.

Marilyn E.Dongoes. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Perry, Potter. (2005). Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar, Edisi 5. Jakarta :
EGC.

Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny


R.F. Jakarta : EGC.

Suharso, Darto. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya : Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga.

Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php

14

Anda mungkin juga menyukai