TINJAUAN TEORI
1. Tinjauan Medis
1.1 Pengertian
(1) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (lebih dari 38 oC) yang disebabkan oleh proses ekstra kranial
(Ngastiyah,2010).
(2) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu
meningkat yang disebabkan oleh proses ekstra kranial
(Saharso D, 2010.
(3) Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral
yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002).
1.2 Etiologi
Kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat misalnya tonsilitis, bronkitis ( Ngastiyah. 2010).
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk
tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan
elektrolit dan gejala putus alkohol dan obat, gangguan metabolik, uremia,
overhidrasi, toksik subkutan dan anoksia serebral.
1) Intrakranial
Kelainan bawaan, infeksi, trauma, asfiksia
2) Ekstrakranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipoksemia, gangguan elektrolit.
Toksik : Sindrom putus obat
Infeksi ekstrakranial : misalnya OMA dan ISPA
3) Idiopatik
Kejang neonatus, kejang hari ke lima
1.3 Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi ion K+ maupun Na+, melalui membran tersebut
1
sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel maupun
ke bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter dan terjadilah
kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apnea, meningkatkan
kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnea dll, selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang
lama (Ngastiyah,1997)
Kejang
parsial umum
Metabolisme meningkat
Koordinasi otot Reflek menelan hipoksi
meningkat menurun
Kebutuhan Hipertermi
Permeabilitas
aspirasi O2 meningkat
kapiler meningkat
Resiko tinggi
trauma
Sel neuron Ganggguan
otak rusak asfiksia rasa nyaman
Resiko tinggi
Retardasi mental kejang berulang
2
1.4 Manifestasi Klinik
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik,
tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.
1.4.1 Kejang parsial ( fokal, lokal )
1. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:
1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh;
umumnya gerakan setiap kejang sama.
2) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi
pupil.
3) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, parestesia.
4) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2. Kejang parsial kompleks
1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang
pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
1.6 Prognosa
Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor :
(1) Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
(2) Kelainan dalam perkembangan atau kelainan syaraf sebelum anak menderita
kejang demam.
(3) Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor diatas maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang demam sekitar 13% dibanding bila hanya terdapat 1
atau tidak sama sekali, faktor diatas serangan kejang tanpa demam hanya 2-3 %.
4
memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak jelas terlihat bila
menggunakan pemindaian CT.
4) Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak.
5) Uji laboratorium
(1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler.
(2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit.
(3) Panel elektrolit.
(4) Skrining toksik dari serum dan urin.
(5) GDA.
(6) Kadar kalsium darah.
(7) Kadar natrium darah.
(8) Kadar magnesium darah.
1.10Komplikasi
(1)Lidah terluka/tergigit.
(2)Apnea.
(3)Depresi pusat pernafasan.
(4)Retardasi mental.
(5)Pneumonia aspirasi.
(6)Status epileptikus.
7
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan
yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama.
10) Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak, ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak? Makanan
apa saja yang disukai dan yang tidak disukai? Bagaimana selera makan anak?
Berapa kali minum, jenis, dan jumlahnya per hari?
11) Pola eliminasi
BAK: Ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan
bagaimana warna, bau dan apakah terdapat darah? Serta apakah disertai nyeri
saat anak kencing.
BAB: Ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana
konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?
12) Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak sering bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang disukai?
Pola tidur/istirahat :
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur jam
berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?
2. Data Obyektif
1) Pemeriksaan umum (Cory S, 2000; 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2) Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau mikrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial, yaitu ubun-
ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum?
2. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
8
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan
rasa sakit pada pasien.
3. Muka/wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trismus? Apakah ada
gangguan nervus kranial?
4. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva?
5. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, berkurangnya pendengaran.
6. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
7. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cyanosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada
caries gigi?
8. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat?
9. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah
pembesaran vena jugularis?
10. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi intercostae? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan?
11. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya? Adakah bunyi
tambahan? Adakah bradikardia atau takikardia?
9
12. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda meteorismus?
Adakah pembesaran lien dan hepar?
13. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat udema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor kulit?
14. Ektremitas
Apakah terdapat udema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral?
15. Genetalia
Adakah kelainan bentuk, udema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi?
2.3 Perencanaan
(1) Diagnosa I : Hipertermi berhubungan dengan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
1. Tujuan : suhu tubuh normal.
2. Kriteria hasil :
a) suhu 365 – 375 oC.
b) Anak tidak rewel
3. Rencana tindakan :
1) Observasi TTV tiap 4 jam.
R : Perubahan TTV khususnya peningkatan suhu tubuh
mengidentifikasikan beratnya kejang.
2) Kompres hangat dan ajarkan keluarga cara mengompres.
R : Perpindahan panas secara konduksi, pori-pori mengalami
vasodilatasi yang mempercepat proses penguapan.
10
3) Berikan pakaian tipis yang menyerap keringat.
R : Pakaian yang tipis membantu mempercepat pengeluaran panas.
4) Anjurkan klien untuk banyak minum.
R : Minum yang banyak mencegah terjadinya dehidrasi sehingga
peningkatan suhu tubuh dapat dicegah.
5) Kolaborasi pemberian antibiotik dan antipiretik.
R : Antipiretik berfungsi untuk penurunan panas sedangkan
antibiotik untuk mencegah infeksi.
11
(3) Diagnosa III : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hipertermi.
1. Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
2. Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak
tidak rewel.
3. Intervensi dan Rasional :
1) Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
R : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan
pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2) Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
R : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3) Pertahankan suhu tubuh normal
R : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu
lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
4) Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala /
ketiak .
R : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
5) Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat
dari kain katun
R : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan
tidak dapat menyerap keringat.
6) Atur sirkulasi udara ruangan.
R : Penyediaan udara bersih.
7) Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak
minum
R : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
8) Batasi aktivitas fisik
R : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan panas
13
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : Gaya Baru.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta :
EGC.
Perry, Potter. (2005). Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar, Edisi 5. Jakarta :
EGC.
14