Hukum Mempeajari Ilmu Waris Dan Mengajarkanya Fix
Hukum Mempeajari Ilmu Waris Dan Mengajarkanya Fix
Makalah ini ditulis guna untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
FIQH 3
DISUSUN OLEH:
DIAMPU OLEH:
Periode 2018-2019
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah kali ini kami menyimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
C. Tujuan penulisan
PEMBAHASAN
Faraidh adalah istilah lain dari ilmu mawaris dan hukum mempelajarinya ialah fardlu
kifayah, yaitu harus ada diantara kaum muslimin yang mempelajari dan menguasai ilmunya.
Dalam ayat-ayat Mawaris Allah menjelaskan bagian setiap ahli waris yang berhak
mendapatkan warisan, menunjukkan bagian warisan dan syarat-syaratnya menjelaskan keadaan-
keadaan dimana manusia mendapat warisan dan dimana ia tidak memperolehnya, kapan ia
mendapat warisan dengan penetapan atau menjadi ashobah (menunggu sisa atau mendapat
seluruhnya) atau dengan kedua-duanya sekaligus dan kapan ia terhalang untuk mendapatkan
warisan sebagian dan seluruhnya.
Umat islam wajib mengeathui ketentuan-ketentuan yang di tetapkan oleh allah SWT,
dalam hal ini adalah tentang ketentuan-ketentuan allah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
ilmu faraidh atau ilmu mawaris. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
ِﷲ
َ ب
ِ أَ ْﻗ َﺴﻤُﺎ ا ْﻟﻤَﺎلَ ﺑَﯿْﻦَ اَھْﻞ ا ْﻟﻔَﺮَ ءِضَ َﻋﻠَﻰ ِﻛﺘَﺎ
“ Bagilah Harta benda diantara ahli-ahli waris menurut kitabullah” (HR. Muslim dan Abu
Dawud)
ﺗﻌﻠﻤﻮا اﻟﻔﺮءض وﻋﻠﻤﻮھﺎ اﻟﻨﺎس ﻓﺄﻧﮫ ﻧﺴﻒ اﻟﻌﻠﻢ وھﻮﯾﻨﺴﻲ وھﻮ اول ﺳﻲء ﯾﻨﺰع ﻣﻦ أﻣﺘﻰ
“ Pelajrilah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia karena dia adalah separuh ilmu dan dia
mudah di lupakan dan dia adalah sesuatu yang akan di cabut pertama kali dari umatku”
Begitu besar derajat Ilmu Faraidh bagi umat Islam sehingga oleh sebagian besar ulama
dikatakan sebagai separoh Ilmu. Hal ini didasarkan kepada hadis Rasulullah saw yang
diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa’i dan Daru Quthni:
“Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang-orang, pelajarilah ilmu faraidh dan
ajarkanlah ilmu itu kepada orang-orang, karena aku adalah manusia yang akan direnggut
(wafat), sesungguhnya ilmu itu akan dicabut dan akan timbul fitnah hingga kelak ada dua
orang berselisihan mengenai pembagian warisan, namun tidak ada orang yang memutuskan
perkara mereka”.
Hadits ini menempatkan perintah mempelajari dan mengajarkan ilmu faraidh sejalan
dengan perintah mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an. Ini tidak lain menunjukkan bahwa
ilmu faraidh merupakan cabang ilmu yang cukup penting dalam rangka mewujudkan keadilan
dalam masyarakat. Lagipula tidak jarang naluriah menusia cenderung materialistik, serakah,
tidak adil, dan mengorbankan kepentingan orang lain demi memenangkan hak-haknya sendiri.
Maka disinilah letak pentingnya kegunaan ilmu mawaris, hingga wajib dipelajari dan diajarkan.
Agar di dalam pembagian warisan, setiap orang mentaati ketentuan yang telah diatur dalam al-
Qur’an secara detail
Hadis tersebut juga menunjukkan bahwa Rasulullah saw, memerintahkan kepada umat
Islam untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu faraidh, agar tidak terjadi perselisihan-
perselisihan dalam pembagian harta peninggalan, disebabkan ketiadaan ulama faraidh. Perintah
tersebut mengandung perintah wajib. Kewajiban mempelajari dan mengajarkan ilmu itu gugur
apabila ada sebagian orang yang telah melaksanakannya. Jika tidak ada seorang pun yang
melaksanakannya, maka seluruh umat Islam menanggung dosa, disebabkan melalaikan suatu
kewajiban.
Selain hadits di atas, di bawah ini juga beberapa hadits Nabi saw. yang menjelaskan
beberapa keutamaan dan anjuran untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu faraid:
Abdullah bin Amr bin al-Ash ra. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, “Ilmu itu ada tiga,
selain yang tiga hanya bersifat tambahan (sekunder), yaitu ayat-ayat muhakkamah
(yang jelas ketentuannya), sunnah Nabi saw. yang dilaksanakan, dan ilmu faraid.” (HR
Ibnu Majah)
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, “Pelajarilah ilmu faraid serta
ajarkanlah kepada orang lain, karena sesungguhnya, ilmu faraid setengahnya ilmu; ia
akan dilupakan, dan ia ilmu pertama yang akan diangkat dari umatku.” (HR Ibnu
Majah dan ad-Darquthni)
Dalam riwayat lain disebutkan, “Pelajarilah ilmu faraid, karena ia termasuk bagian
dari agamamu dan setengah dari ilmu. Ilmu ini adalah yang pertama kali akan dicabut
dari umatku.” (HR Ibnu Majah, al-Hakim, dan Baihaqi)
Karena pentingnya ilmu faraid, para ulama sangat memperhatikan ilmu ini, sehingga
mereka seringkali menghabiskan sebagian waktu mereka untuk menelaah, mengajarkan,
menuliskan kaidah-kaidah ilmu faraid, serta mengarang beberapa buku tentang faraid. Mereka
melakukan hal ini karena anjuran Rasulullah saw. diatas.
Umar bin Khattab telah berkata, “Pelajarilah ilmu faraid, karena ia sesungguhnya
termasuk bagian dari agama kalian.” Kemudian Amirul Mu’minin berkata lagi, “Jika kalian
berbicara, bicaralah dengan ilmu faraid, dan jika kalian bermain-main, bermain-mainlah
dengan satu lemparan.” Kemudian Amirul Mu’minin berkata kembali, “Pelajarilah ilmu
faraid, ilmu nahwu, dan ilmu hadits sebagaimana kalian mempelajari Al-Qur’an.”
Ibnu Abbas ra. berkomentar tentang ayat Al-Qur’an yang berbunyi, “…Jika kamu (hai
para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah, niscaya akan terjadi
kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (Al-Anfaal – 73), menurut beliau makna
ayat diatas adalah jika kita tidak melaksanakan pembagian harta waris sesuai yang
diperintahkan Allah swt. kepada kita, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan
kerusakan yang besar.
Abu Musa al-Asy’ari ra. berkata, “Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur’an dan
tidak cakap (pandai) di dalam ilmu faraid, adalah seperti mantel yang tidak bertudung kepala.”
Demikianlah, ilmu faraid merupakan pengetahuan dan kajian para sahabat dan orang-
orang shaleh dahulu, sehingga menjadi jelas bahwasanya ilmu faraid termasuk ilmu yang mulia
dan perkara-perkara yang penting di mana sandaran utama ilmu ini ialah dari Al-Qur’an dan
sunnah Rasul-Nya.
Nabi Muhammad SAW bersabda : ”Bagilah harta benda diantara ahli-ahli waris menurut
Kitabullah. (HR. Muslim Dan Abu Dawud).
“ Dan siapa yang melanggar Alloh dan Rosul-Nya melampaui batas ketentuannya, Alloh akan
memasukannya kedalam api neraka, ia kekal disitu, dan iapun mendapatkan siksa yang
menghinakan.” (QS. An-Nisa : 14).
1. Kepentingan dan keinginan orang yang meninggal (yang semula memiliki harta benda)
diperhatikan selayaknya, dengan memberikan hak wasiat, biaya pemakaman dan
sebagainya.
2. kepentingan keluarga yang ditinggal. Terutama anak cucu mendapatkan perhatian lebih
banyak, juga ayah ibu, disamping anggota keluarga yang lain. Seimbang dengan jauh
dekatnya hubungan keluarga.
3. Keseimbangan kebutuhan nyata dan rata-rata dari tiap-tiap ahli waris mendapat
perhatian yang seimbang pula, ahli waris pria yang nyatanya memerlukan lebih banyak
biaya hidup bagi diri dan keluarganya mendapat bagian lebih banyak dari ahli waris
wanita.
4. Beberapa hal yang berhubungan dengan kesalahan-kesalahan ahli waris dan yang
berhubungan dengan itikad keagamaan, bisa menimbulkan akibat hilangnya hak waris,
umpamanya pembunuhan, perbedaan agama dan sebagainya.
1. Harta benda yang merupakan Rahmat Allah itu diatur menurut ajaran-Nya.
2. Harta benda yang didapat dengan susah payah oleh almarhum tidak menimbulkan
percekcokan keluarga yang hanya tinggal menerima saja.
3. Harta benda itu dapat dimanfaatkan dengan tenang, tenteram, sesuai dengan tuntunan
Allah SWT.
Jadi, hukum waris harus dilaksanakan, kecuali kalau semua ahli waris sepakat dengan
sukarela untuk membagi harta warisan berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan tidak dengan
maksud untuk menentang hukum Allah SWT, tetapi ada sebab-sebab lain, misalnya : harta
waris diberikan kepada Ibu yang sudah tua dengan bagian terbanyak, dan sebagainya. Meskipun
demikian, Islam tidak menutup pintu perdamaian antara seluruh ahli waris yang secara sepakat
untuk mengatur pembagian harta warisan berdasarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan. Juga setiap
ahli waris berhak meminta atau menerima pembagian harta waris karena kesukarelaannya
sendiri.
Dalam kaitanya tentang belajar atau mempelajari suatu ilmu biasanya di sertai dengan
tujuan mendapatkan manfaat dari mempelajarinya. Sehubungam dengan itu mempelajari ilmu
faraidh atau ilmu mawaris dapat disimpulkan manfaatnya sebagai berikut:
Dari uraian diatas kesimpulanya ialah hukum mempelajari faraidh atau ilmu mawaris
ialah fardhu kifayah yaitu harus ada diantara kaum muslimin yang mempelajarinya. Kewajiban
mempelajari dan mengajarkan ilmu itu gugur apabila ada sebagian orang yang telah
melaksanakannya. Jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka seluruh umat Islam
menanggung dosa, disebabkan melalaikan suatu kewajiban.
Dan juga ilmu faraidh adalah ilmu yang mulia yang juga dikatakan sebagai separuh ilmu
seperti yang disabdakan rasulullah :
“Pelajrilah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia karena dia adalah separuh ilmu dan dia
mudah di lupakan dan dia adalah sesuatu yang akan di cabut pertama kali dari umatku”
Juga bermanfaat memepelajarinya seperti ynag sudah di terangkan diatas yaitu:
1. Mendapat pahala dari Allah.
Seperti yang kita ketahui bahwasanya hukum mempelajari ilmu waris ialah fardhu
kifayah, sebagaimana yang di terangkan bahwaasanya fardhu ialah apabila di kerjakan
mendapat pahala dan di tinggalkan mendapat dosa. Disini mempelajari ilmu waris
hukumnya fardhu kifayah, yaitu harus ada salah satu dari kaum muslimin yang
mempelajarinya. Dan bagi yang mempelajarinya sama dengan mengerjakan fardhu allah
itu artinya dia mendapat pahala dari mengerjakan fardhu allah.
2. Mendapatkan ilmu yang bermanfaat
Sudah jelas dari uraian diatas bahwasanya ilmu faraidh adalah salah satu ilmu yang
mulia dan banyak pula ulama yang meengatakan bahwasanya ilmu faraidh adalah
separuh ilmu, dari situ kita tahu bagaimana bisa ilmu yang mulia dan di namakan
separul ilmu bahkan oleh Rasulullah dinamakan ilmu yang tidak bermafaat,?
Tentunya ilmu faraidh atau ilmu mawaris adalah ilmu yang bermanfaat.
3. Mengetahui tata cara dan peembagian harta warisan kepafda ahli waris
Tujuan utama seseoarang mempelajari ilmu waris adalah mengetahui bagaimana dalam
islam di atur mengenai pembagian harta warisan, dari ini kita dapat mengetahui
bagaimana dalam islam diatur pembagian harta warisan menurut haknya seperti yang di
tentukan oleh Alla SWT.