Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah:
Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001: 595)
PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara
dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema
dan Asthma Bronkiale. (Black. J. M. & Matassarin, E. J. 1993).
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh
adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa
observasi beberapa waktu (Darmojo, 1999).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan
karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel
atau gas yang berbahaya (Gold, 2009).
PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) merupakan suatu penyumbatan
menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis dan
asma yang mengakibatkan obstruksi jalan napas yang bersifat ireversibel dengan penyebab
yang tidak diketahui dengan pasti.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atasa sebagaia berikut:
1. Bagaimana konsep COPD?
2. Bagaimana asuhan keperawatan bagi pasien penderita COPD?

1
C. Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah di atas sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada penderita COPD
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasikan definisi dari COPD
b. Mengidentifikasikan anatomi dan fisiologi
c. Mengidentifikasikan etiologi, patofisiologi, dan manifestasi COPD serta segala
hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut.
d. Mengidentifikasikan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien penderita COPD.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Penyakit paru-paru obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary diseases-


COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelempok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang dikenal dengan COPD adalah: Bronkhitis kronis, efisema paru-paru, dan asma
bronchial. Sering juga penyakit ini disebut dengan ‘chronic airflow limitation (CAL)’ dan
‘chronic obstructive lung diseases (COLD).’

A. Asma bronchial
1. Definisi
Asma adalah suatu gangguan pada salluran bronchial dengan ciri
bronkuspasme periodic (kintraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan
penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh biokimia, endokrin, infeksi,
otonomik, dan psikologi.

2. Tipe asma
Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergik, dan campuran (mixed):
a. Asma alergik/ekstrinsik
Asma alergik/ekstrinsik merupakan suatu jenis asma dengan yang
disebabkan oleh allergen (misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari,
makanan, dan lain-lain). Alergen yang paling umum adalah alergen yang
perantaraan penyebarannya melalui udara (airborne) dan alergen yang muncul
secara musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai
riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eczema atau
rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
b. Idiopatik atau nonallergic asthma/intrinsic
Idiopatik atau nonallergic asthma/intrinsic merupakan jenis asma yang tidak
berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-faktor seperti

3
common sold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi
lingkungan dapat menimbulkan serangan asma.
c. Asma campuran (mixed asthma)
Asma campuran (mixed asthma) merupakan bentuk asma yang paling
sering ditemukan. Dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan
idiopatik atau nonalergi.

3. Etiologi
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui pasti. Faktor penyebab yang
sering menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan.
Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Alergen utama: debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrem
e. Aktivitas fisik yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Lain-lain; seperti refluks gastro esophagus.

4. Gambaran klinis
Gejala asma terdiri atas triad: dyspnea, bantuk, dan mengi (bengek atau
sesak napas). Gejala sesak napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada
(‘sinequa non’). Hal tersebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya adalah
asma namun tidak mengeluhkan sesak napas, maka perawat harus yakin bahwa
pasien bukan menderita asma.
Gambaran klinis pasien yang menderita asma:
a. Gambaran objektif
Gambaran objektif yang ditangkap perawat adalah kondisi pasien dalam
keadaan seperti di bawah ini:

4
1) Sesak napas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing
2) Dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan
3) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan
4) Sianosis, takikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus
5) Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
b. Gambaran subjektif
Gambaran subjektif yang ditangkap perawat adalah pasien mengeluhkan sukar
bernapas, sesak, dan anoreksia.
c. Gambaran psikososial
Gambaran psikososial yang diketahui perawat adalah cemas, takut, mudah
tersinggung, dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.

5. Patofisiologi
Asma akibat alegi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh
limfosit T dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul
IgE yang berikatan dnegan sel mast. Sebagian besar allergen yang menimbulkan
asma bersifat airborne. Allergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak
dalam periode waktu tertentu agar mampu menimbul gejala asma. Namun dilain
kasus terdapat pasien yang sangat responsive, sehingga sejumlah kecil allergen
masuk ke dalam tubuh sudah dapat mengakibatkan eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi fase akut asma adalah
aspirin, bahan pewarana seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan bahan
sulfat. Sindrom khusus pada system pernapasan yang sensitive terhadap aspirin
terjadi pada orang dewasa, namun dapat pula dilihat pada masa kanak-kanak.
Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial lalu menjadi
rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal dan akhirnya diikuti oleh munculnya
asma progresif.
Pasien yang sensitive terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan
pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terappi ini, toleransi silang
akan terbentuk terhadap agen anti inflamasi nonsteroid. Mekanisme terjadinya
bronkuspasme oleh aspirin ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin

5
berkaitan dengan pembentukan leukotriene yang diinduksi secara khusus oleh
aspirin.
Antagonis beta-adrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan
obstruksi jalan naps pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain dengan
peningkatan reaktivitas jalan napas. Oleh karena itu, antagonis beta-adrenergik
harus dihindarkan pada pasien tersebut. Senyawa sulfat yang secacra luas
digunakan sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam industry makanan dan farmasi
juga dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada pasien yang sensitive.
Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit,
natrium sulfit, dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan terpapar setelah
menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa tersebut seperti salad,
buah segar, kentang, kerang, dan anggur.
Factor penyebab yang telah disebutkakan di atas ditambah dengan sebab
internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody. Reaksi
tersebut mengakibatkan dikeluarkannya substansi Pereda alergi yang sbetulnya
merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya
histamine, bradykinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan tiga
gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan
peningkatan sekresi mucus seperti terlihat pada gambar berikut ini.

6
Untuk melihat derajat beratnya asma biasanya dilakukan pemeriksaan secara
komprehensif dengan menggunakan alat ukur seperti pada table 2.

Tabel 4-1 pengkajian untuk menentukan derajat berat asma


Manisfestasi Klinis Skor 0 Skor 1
a. Penurunan toleransi beraktivitas Ya Tidak
b. Penggunaan otot napas tambahan, Tidak ada Ada
adanya retraksi intercostal
c. Wheezing Tidak ada Ada
d. Respiratory rate per menit < 25 >25
e. Pulse rate per menit < 120 >120
f. Teraba pulsus paradoksus Tidak ada Ada
g. Puncak expiratory flow rate >100 <100
(L/menit)
Keterangan: Jika terdapat skor empat atu lebih, maka pasien diperkirakan
mengalami asma berat. Sleanjutnya pasien harus diobservasi untuk menentukan
ada tidaknya respons dari terapi atau segera dikirim ke rumah sakit.

Tabel 4-2 Perubahan dalam arteri blood gas yang berhubungan dengan asma
Ringan Sedang Berat Status Asmatikus
PO₂ Meningkat Normal sampai Hipoksemia Hipoksemia berat
hipoksemia ringan
Menurun sampai
PCO₂ Menurun normal Meningkat Peningkatan jelas
pH Alkalosis Alkalosis Alkalosis Asidosis

6. Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penetalaksanaan asma bronchial:
a. Diagnosa status asmatikus. Factor yang harus diperhatikan adalah:
1) Waktu terjadinya serangan
2) Obat-obatan yang telah diberikan (jenis dan dosis)
b. Pemberian obat bronkodilator
c. Penilaian terhadap perbaikan serangan
d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
e. Setelah serangan mereda:
1) Cari factor penyebab

7
2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya
7. Obat-obatan
a. Beta agonists
Beta agonists (β-adrenergic agents) merupakan jenis obat yang diberikan paling
awal yang digunakan dalam pengobatan asma. Hal tersebut diakrenakan obat ini
bekerja dengan cara mendilatasikan otot polos. Agen adrenergic yang sering
digunakan antara lain epinephrine, albuterol, metaproterenol, isoproterenol,
isoetharine, dan terbutaline. Biasanya diberikan secara parenteral dan inhalasi. Cara
inhalasi merupakan jalan pilihan utama dikarenakan dapat mempengaruhi secara
langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.
b. Bronkodilator
Pada kasus penyakit asma, bronkodilator tidak digunakan secara oral tetapi dipakai
secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan
simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan aminophilin secara parenteral.
Demikian sebaliknya, bila sebelumnya tealh digunakan obat golongan teofilin
secara oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara
aerosol atau perenteral.
c. Kortikosteroid
Bila pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan perbaikan, maka
pengobatan dilanjutkan dengan 200 mg hidrokortison secara oral atau dengan dosis
3-4 mg/Kg BB intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara
perenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-6- mg
prednisone atau dengan dosis 1-2 mg/Kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi,
kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
d. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen menggunakan kanul gidung dengan kecepatan aliran O₂ 2-4
liter/menit yang dialirkan melalui air untuk memberikan kelembapan. Obat
ekspektoran seperti Gliserolguaiakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki
dehidrasi. Oleh karena itu, intake cairan per oral dan infus harus cukup dan sesuia
dengan prinsip rehidrasi. Antibiotic diberikan hanya bila ada infeksi.

8
B. Pengkajian diagnosis COPD
1. Chest X-ray: dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diagfragma mendatar,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vascular/bullae (emfisema),
peningkatan bentuk bronkovaskular (bronkhotis), dan normal ditemukan saat
periode remisi (asma).
2. Pemeriksaan fungsi paru-paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dari
dyspnea, menentukan abnormalitas fungi apakah akibat obstruksi atau retriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi, dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal:
bronkodilator.
3. TLC: meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asma, menurun pada
emfisema.
4. Kapasitas inspirasi: menurun pada efisema.
5. FEV1/FVC: untuk mengetahui rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap
tekanan kapasitas vital (FVC), rasio menjadi menurun pada bronchitis dan asma.
6. ABGs: menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO₂ menurun dan PCO₂
normal atau meningkat (bronchitis kronis dan efisema). Sering kali menurun pada
asma dengan pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder
terhadap hoperventilasi (emfisema sedang atau asma).
7. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi dari bronchus saat inspirasi, kolaps
bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran kelenjar mucus
(bronchitis).
8. Darah komplit: dapat menggambarkan adanya peningkatan hemoglobin (emfisema
berat) dan peningkatan eosinophil (asma).
9. Kimia darah: menganalisis keadaan alpha 1-antitrypsin yang kemungkinannya
berkurang pada emfisema primer.
10. Sputum kultur: untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen, dan
pemeriksaan sitology untuk menentukan penyakit keganasan atau alergi.
11. Electro Cardip Graph (ECG): deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi (pada pasien
dengan asma berat dan antrial disritmia/bronchitis); gelombang P pada leads II, III,
AVF panjang dan tinggi (bronchitis dan emfisema); dan axis QRS vertikel
(emfisema)

9
12. Pemeriksaan ECG setelah olahraga dan stress test: membantu dalam mengkaji
tingkat disfungsi pernapasan, mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/evaluasi program.

C. Komplikasi COPD
1. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan PO₂ < 55 mmHg dengan nilai saturasi
O₂ < 85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut timbul sianosis.
2. Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO₂ (hiperkapnia). Tanda
yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi. Dizziness, dan takipnea.
3. Infeksi Saluran Pernapasan
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mucus,
peningkatan rangsang otot polos bronchial, dan edema mukosa. Terhambatnya
aliran udara akan meningkatkan kerja napas dan menimbulkan dyspnea.
4. Gagal Jantung
Terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru-paru) harus
diobseravasi, terutama pada pasien dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, namun beberapa pasien emfisema berat
juga mengalami masalh ini.
5. Disritmia Jantung
Disritmia jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung lain dan efek
obat atau terjadinya asidosis respiratori.
6. Status Asmatikus
Status asmatikus merupakan komplikasi utama yang berhubungan dengan asma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering
kali tidak memberikan respons terhadap terapi yang baisa diberikan. Penggunaan
otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat.

10
D. Rencana Asuhan Keperawatan pada Pasien COPD
Tabel 6-3 Rencana asuhan keperawatan pasien dengan COPD
No. Diagnosis Keperawatan Perencanaan
(NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Bersihan jalan napas Status respirasi: a. Manajemen jalan
tidak efektif yang Kepatenan jalan napas napas
berhubungan dengan: dengan skala …. (1-5) b. Penurunan
 Bronkospasme setelah diberikan kecemasan
 Peningkatan produksi perawatan selama .... c. Pencegahan
secret (secret yang hari dengan kriteria: aspirasi
tertahan, kental) a. Tidak ada demam d. Fisioterapi dada
 Menurunnya b. Tidak ada cemas e. Latihan batuk
energy/fatigue c. RR dalam batas efektif
normal f. Terapi oksigen
Data-data: d. Irama napas dalam g. Pemberian posisi

 Pasien mengeluh sulit batas normal h. Memonitor

untuk bernapas e. Pergerakan sputum respirasi

 Perubahan keluar dari jalan i. Memonitor

kedalaman/jumlah napas keadaan umum

napas, dan penggunaan f. Bebas dari suara j. Memonitor tanda

otot bantu pernapasan napas tambahan vital

 Suara napas abnormal


seperti: wheezing,
ronchi, dan crackles
 Batuk (persisten)
dengan atau tanpa
produksi sputum
2. Kerusakan pertukaran Status respirasi: a. Manajemen dan
gas yang berhubungan Pertukaran gas dengan basa tubuh
dengan: skala …. (1-5) setelah

11
 Kurangnya suplai O₂ diberikan perawatan b. Manajemen jalan
(obstruksi jalan napas selama …. hari napas
oleh secret, dengan kriteria: c. Latihan batuk
bronkospasme, dan a. Status mental d. Peningkatan
terperangkapnya dalam batsa normal aktivitas
udara) b. Bernapas dengan e. Terapi oksigen
 Destruksi alveoli mudah f. Memonitor
c. Tidak ada sianosis respirasi
Data-data: d. PO₂ dan PCO₂ g. Memonitor tanda
 Dispnea dalam batas normal vital

 Bingung, lemah e. Saturasi O₂ dalam

 Tidak mampu rentang normal

mengeluarkan secret
 Niali ABGs abnormal
(hipoksia dan
hiperkapnia)
 Perubahan tanda vital
 Menurunnya toleransi
aktivitas
3. Ketidakseimbangan Status nutrisi: a. Manajemen cairan
nutrisi: Intake cairan dan b. Memonitor cairan
Nutrisi kurang dari makanan gas dengan c. Status diet
kebutuhan tubuh. Yang skala …. (1-5) setelah d. Manajemen
berhubungan dengan: diberikan perawatan gangguan makan
 Dyspnea, fatigue selama …. hari e. Manajemen nutrisi
 Efek samping denagn kriteria: f. Terapi nutrisi
pengobatan a. Intake makanan g. Konseling nutrisi
 Produksi sputum skala (1-5) h. Pengaturan nutrisi

 Anoreksia, (adekuat) i. Terapi menelan

nausea/vomiting

12
b. Intake cairan per j. Memonitor tanda
Data-data: oral (1-5) (adekuat) vital
 Penurunan berat badan c. Intake cairan (1-5) k. Bantuan untuk
 Kehilangan masa otot, (adekuat) peningkatan BB
tonus otot jelek l. Manajemen berat
 Dilaporkan adanya Status nutris: badan
perubahan sensasi Intake nutrient gas
rasas dengan skala …. (1-5)

 Tidak bernafsu untuk setelah diberikan

makan dan tidak perawtan selama ….

tertarik makan hari dengan kriteria:


a. Intake kalori (1-5)
(adekuat)
b. Intake protein,
karbohidrat, dan
lemak (1-5)
(adekuat)

Kontrol berat badan


gas dengan skala (1-5)
setelah diberikan
perawatan selam ….
hari dengan kriteria:
a. Mampu menjaga
intake kalori secara
optimal (1-5)
(menunjukkan)
b. Mampu menjaga
keseimbangan
cairan (1-5)
(menunjukkan)

13
c. Mampu
mengontrol intake
makanan secara
adekuat (1-5)
(menunjukkan)
Keterangan:
Untuk intervensi secara kronologi dapat dilihat dari aktivitas tindakan yang dapat
ANda temukan dalam buku NIC dan NOC.

14
BAB III
ASUHAN KPERAWATAN

A. Hasil Penelitian
1. Pengkajian
Nn. T bernama Nn. T umur 19 tahun jenis kelamin perempuan
beralamat di Desa Konda Kabupaten Konawe Selatan diantar oleh
keluarganya ke UGD RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi tenggara pada
tanggal 21 juli 2018 pada jam 05.15 WITA dengan keluhan sesak napas
dan batuk berdahak. Setelah diperoleh data Nn. T di diagnosa medis
Asma Bronkial.
Pengkajian yang dilakukan pada hari Sabtu tanggal 21 juli 2018
pukul 18.20 WITA didapatkan hasil data subyektif: Nn. T mengatakan
sesak napas dan batuk berdahak. Waktu timbulnya serangan sesak sering
terjadi tiba-tiba dan terjadi di malam hari, klien juga mengatakan pada
saat tidur malam posisi yang di gunakan yaitu posisi stengah duduk,
serangan asma terjadi jika ia merasa kedinginan, atau terkena paparan
debu, dan ketika serangan terjadi gejala lain yang di timbulkan yaitu
pilek dan batuk berdahak. Nn. T juga mengatakan ketika batuk sulit
untuk mengeluarkan dahak, apabila asmanya kambuh usaha yang
dilakukan yaitu meminum obat yang sudah di beli di apotik sebelumnya.
Nn. T mengatakan pernah melakukan pemeriksaan Tes Sputum hasilnya
normal, Nn. T sudah beberapa kali masuk RS dengan penyakit yang
sama dan keluarganya memiliki riwayat penyakit Asma. Data obyektif:
terdapat bunyi suara napas tambahan (ronchi), pernapasan 28 x/menit.
45
Irama napas cepat, Nn. T Nampak sesak, batuk dan berdahak dengan
konsistensi kental dan berwarna kuning. Tekanan darah: 100/80 mmHg,
Respirasi: 28x/ menit, Nadi: 100x /menit, Suhu: 36 0C.

15
B. Diagnosa Keperawatan
Symptoms Etiologi Problem
Data subjektif: Allergen (cuaca dingin) Ketidakefektifan
 Nn. T mengatakan bersihan jalan napas b.d
sesak napas dan Antigen yang terikat IGE mokus dalam jumlah
batuk berdahak. pada permukaan sel mast berlebihan
 Nn. T mengatakan atau basophil
waktu timbulnya
serangan sesak sering Permeabelitas kapiler
terjadi tiba-tiba dan meningkat
terjadi di malam hari.
 Nn. T mengatakan Edema mukosa, sekresi
serangan asma terjadi produktif, kontraksi otot
jika ia merasa polos meningkat
kedinginan, atau
terkena paparan Spasme otot polos, sekresi
debu. kelenjar bronkus meningkat

 Nn. T mengatakan
ketika serangan Penyempitan/obstruksi dari

terjadi gejala lain bronkus pada tahap

yang di timbulkan ekspirasi dan inspirasi

yaitu pilek dan batuk


berdahak. Mokus berlebih, batuk,

 Nn. T juga wheezing, sesak napas

mengatakan ketika
batuk sulit untuk Ketidakefektifan bersihan

mengeluarkan dahak, jalan napas

Data Objektif:
 Nampak sesak.

16
 terdapat bunyi suara
napas ronchi
 pernapasan 28
x/menit.
 Irama napas cepat,
 Nampak batuk
berdahak dengan
konsistensi kental
dan berwarna
kuning.
 Tekanan darah:
100/80 mmHg.
 Respirasi: 28x/
menit.
 Nadi: 100x /menit
 Suhu: 36.0C.

C. Intervensi keperawatan
Diagnosa NOC: Repiratory NIC: MAnajemen Rasional
Keperawatan status jalan napas
Ketidak efektifan Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Tanda-tanda vital
bersihan asuhan keperawatan merupakan acuan
jalan napas 3x24 jam diharapkan mengetahui kadar
Berhubungan bersihan jalan napas umum pasien
dengan mucus dalam kembali efektif. 2. Berikan posisi 2. Dengan posisi
jumlah berlebihan. Ditandai dengan: yang nyaman semi fowler dapat
Ditandai - Sesak napas (semi fowler) meningkatkan
dengan: berkurang saat ekspansi paru
Data subjektif : beraktivitas ringan sehingga
memungkinkan

17
- Nn.T mengatakan - Irama pernapasan upaya napas lebih
sesak napas dan teratur dalam dan lebih
batuk berdahak. - Dapat batuk secara kuat serta
- Nn.T mengatakan efektif menurunkan
waktu timbulnya - Frekuensi ketidaknyaman
serangan sesak pernapasan dalam dada
sering terjadi tiba- rentang normal 3. Latih batuk efektif 3. Batuk efektif
tiba dan terjadi di antara 16-24 diberikan untuk
malam hari. x/menit menghemat energi
- Nn.T mengatakan sehingga tidak
serangan asma mudah lelah dan
terjadi jika ia dapat
merasa kedinginan, mengeluarkan
atau terkena dahak secara
paparan debu. maksimal
- Nn.T mengatakan 4. Berikan healt 4. Healt education
ketika serangan education tentang mengubah perilaku
terjadi gejala lain penyakit dan factor sehat menjadi
yang di timbulkan pencetus sehat
yaitu pilek dan 5. Kolaborasi dengan 5. Conbivent bekerja
batuk berdahak. tim medis dalam dengan cara
- Nn.T juga pemberian melebarkan saluran
mengatakan ketika nebulizer napas bawah
batuk sulit untuk (conbivent) sehingga kelahuan
mengeluarkan sesak napas
dahak berkurang

Data Objektif:
- Nampak sesak.
- Terdapat bunyi
suara napasronchi

18
- Irama napas cepat
- Nampak batuk
berdahak dengan
konsistensi kental
dan berwarna
kuning.
- Tekanan darah:
100/80 mmHg.
- Respirasi: 28x/
menit.
- Nadi: 100x /menit
- Suhu: 36.0C.

D. Implementasi Keperawatan
Hari/tanggal/jam Diagnosa Implementasi Evaluasi
Minggu 22, jam Ketidakefektifan 1. Memonitor tanda- Subjektif:
09.45 Bersihan jalan tanda vital. Nn T mengatakan
napas Hasil: masih merasa
berhubungan TD: 100/80mmHg, sesak, Nn T
dengan R: 28 x/menit mengatakan
penumpukan N: 90 x/menit masih
mukus dalam S : 36,5 0C batuk dan sulit
jumlah untuk
berlebihan mengeluarkan
dahak
Objektif:
Keadaan umum,
lemah, Nn. T
Nampak sesak,
Nn. T nampak

19
batuk berdahak.
Sputum kental
dan berwarna
kuning
pernapasan
cepat terdapat
bunyi suara napas
tambahan
(ronchi).
TD: 100/80mmHg
R: 28 x/menit
N: 90 x/menit
S: 36,5 0C
Assesment:
Masalah Nn.T
belum teratasi
Planning:
Intervensi di
lanjutkan
memonitor
tanda-tanda vital,
melatih batuk
efektif,
memberikan
posisi yang
nyaman,
kaloborasi
pemberian
obat inhalasi,
pantau batuk

20
efektif, frekuensi
nafas, irama
nafas, dan bunyi
nafas
Jam 09.50 2. Memberikan Nn. T
posisi senyaman
mungkin.
Hasil:
Pasien lebih nyaman
dengan posisi semi
fowler
Jam 09.55 3. Melatih Nn. T batuk
efektif,
Hasil:
Nn. T Nampak sulit
untuk
melakukan batuk
efektif karena
Nn. T baru pertama
kali melakukan.
Melatih batuk
efektif dilakukan 2
kali dalam
sehari
Jam 10.00 4. Mengkaloborasikan
pemberian obat
nebulizer sesuai
program terapi
Hasil:
1 ampul obat
combivent dosis

21
yang diberi 2,5 ML,
3- 4 x/hari diberikan.
5. Mengaajarkan Nn.
T tentang
penyakitnya dengan
cara
menghindari faktor
pencetus.
Hasil:
Menjelaskan
Pengertian,
asma bronkial,
Tanda dan
gejala asma
bronkial, Faktor
pencetus asma
bronkial,
Perawatan asma
bronkial di
rumah, Cara
pencegahan
kekambuhan asma
bronkial, cara
pernapasan yang
benar

Hari/tanggal/jam Diagnosa Implementasi Evaluasi


Senin 23, jam 18.00 Ketidakefektifan 1. Memonitor tanda- Subjektif:
Bersihan jalan tanda vital. Nn. T mengatakan
Hasil: sesak berkurang,
TD: 100/60 mmHg, Nn.T mengatakan

22
napas R: 26 x/menit masih batuk
berhubungan N: 98 x/menit beradahak,
dengan S : 36,3 0C Objektif:
penumpukan Keadan Umum
mukus dalam mulai membaik,
jumlah Nampak batuk
berlebihan berdahak, Nampak
tidak sesak.
TD: 100/60
mmHg,
R: 26 x/menit
N: 98 x/menit
S: 36,3 0C
Terdapat bunyi
suara tambahan,
(ronchi), sputum
berkurang dan
berwarna putih

Assesment:
masalah teratasi
sebagian.

Planing:
intervensi
dilanjutkan, kaji
tanda
tanda vital, berikan
posisi senyaman
mungkin, latih
batuk

23
efektif, kaloborasi
pemberian
obat nebulizer,
pantau batuk
efektif, frekuensi
nafas, irama
nafas, dan bunyi
nafas
Jam 18.05 2. Memberikan Nn. T
posisi senyaman
mungkin.
Hasil:
Nn. T lebih nyaman
dengan
posisi semifowler
Jam 18.10 3. Melelatih Nn. T
batuk efektif,
Hasil:
Nn. T nampak bisa
melakukan
batuk efektif namun
masih
dibantu oleh perawat
melatih
batuk efektif hari ke
dua
dlakukan 3 kali
dalam sehari.
Jam 18.15 4. Mengkaloborasikan
pemberian obat

24
nebulizer sesuai
program terapi
Hasil:
1 ampul obat
combivent dosis
yang diberi 2,5 ML,
3-4 x/hari diberikan.

Hari/tanggal/jam Diagnosa Implementasi Evaluasi


Selasa 24, jam 12.00 Ketidakefektifan 1. Memonitor tanda- Subjektif:
Bersihan jalan tanda vital. Nn T mengatakan
napas Hasil: sudah tidak
berhubungan TD: 100/70 mmHg, sesak, Nn. T
dengan R: 18 x/menit mengatakan sudah
penumpukan N: 89 x/menit tidak batuk dan
mukus dalam S : 36 0C dahak sudah
jumlah tidak ada
berlebihan Objektif:
Keadaan Umum,
Nampak baik,
TD: 100/70
mmHg,
R: 18 x/menit
N: 89 x/menit
S : 36 0C
Nampak tidak
sesak, Nampak
tidak batuk, tidak
terdapat bunyi
napas tambahan.
Assesment:

25
Masalah Nn T
teratasi.
Planing:
Intervensi
dihentikan
Jam 12.05 2. Memberikan Nn. T
posisi senyaman
mungkin.
Hasil:
Nn. T lebih nyaman
dengan
posisi semifowler
Jam 12.10 3. Melelatih Nn. T
batuk efektif,
Hasil:
Nn T nampak bisa
melakukan batuk
efektif tanpa bantuan
intruksi
perawat melatih
batuk efektif
dilakukan 3x sehari.
Jam 12.20 4. Mengkaloborasikan
pemberian obat
nebulizer sesuai
program terapi
Hasil:
1 ampul obat
combivent dosis
yang diberi 2,5 ML,
3- 4 x/hari diberikan.

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari hasil pengumpulan data pada pasien Nn.T pengkajian riwayat kesehatan
didapatkan terdapat bunyi suara tambahan (ronchi), pernapasan 28 x/menit, irama
pernapasan cepat, Nn. T Nampak sesak dan batuk berdahak, konsistensi kental dan
berwarna kuning, tekanan darah 100/80 mmHg, nadi 100 x/menit, suhu 36 0C.
2. Sesuai dengan pengkajian dan analisa yang penulis lakukan pada Nn. T maka
ditemukan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas menurut
NANDA, (2015).
3. Dalam perencanaan ini berfokus pada lima intervensi NANDA NIC manajemen jalan
napas monitor tanda-tanda vital, melatih Nn. T batuk efektif, memberikan Nn. T posisi
yang nyaman (semi fowler), kolaborasikan pemeberian obat (nebulezer), berikan health
education tentang penyakit dengan cara menghindari factor pencetus.
4. Dalam tahap pelaksanaan yang dilakukan selama tiga hari dapat melaksanakan semua
rencana keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
5. Evaluasi keperawatan pada Nn. T dapat teratasi pada hari ke-3 perawatan dengan
kriteria hasil sesak napas berkurang saat beraktivitas ringan, dapat batuk secara efektif,
irama napas teratur, frekuensi pernapasan dalam rentang normal yaitu 16-24 x/menit

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa saran-saran
sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat:
Diharapkan aagr masyarakat meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan
penanganan penyakit Asma Bronkial khusunya dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi.
2. Bagi tenaga kesehatan:

27
Bagi seluruh teanag kesehatan khususnya perawat untuk selalu meningkatkan kualitas
pelayanan dengan meningkatkan pengetahuan dan wawasan melalui pelatihan-
pelatihan untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan.
3. Bagi pembaca dapat menambah wawasan tentang pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada
pasien asma

28
DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Indar Asmarani. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma Bronkial Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Laikawaraka Rsu Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara. Karya Tulis Ilmiah. Dikutip dari
file:///C:/Users/User/Documents/KMB%20Bu%20Yun/COPD/KTI%2520Indar%2520As
marani%20-%20Copy.pdf. 23 Mei.

29

Anda mungkin juga menyukai