Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu determinan dalam mencapai
masyarakat yang sehat, meskipun disadari bahwa peran lingkungan dan factor
perilaku merupakan determinan yang lebih besar pengaruhnya pada kesehatan
(Blum). Mengutip konsep dari H.L. Blum, secara umum pelayanan kesehatan
terdiri dari empat upaya yaitu pencegahan, peningkatan kesehatan, pengobatan
dan pemulihan kesehatan.Dalam kaitannya dengan peningkatan dan kemajuan
masyarakat. Pelayanan kesehetan ditujukan untuk mengatasi masalah kesehatan
yang dialami atau dihadapi masyarakat agar dapat terhindar dari kematian dini,
kecacatan, bahkan rendahnya taraf kebugaran sehingga terjaga produktivitas
penduduk.
Perawatan kesehatan merupakan suatu lapangan khusus di bidang
kesehatan, dimana kita mulai keterampilan hubungan antar manusia serta
ketrampilan organisasi di terapkan dalam hubungan yang serasi dengan
ketrampilan anggota profesi keseahatan lain dan tenaga sosial, demi memelihara
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, perawatan kesehatan masyarakat di
tunjukan kepada individu, keluarga, dan kelompok melalui upaya peningkatan
kesehatan, pemeliharaan kesehatan, penyuluhan kesehatan, koordinasi dan
pelayanan keperawatan berkelanjutan. Sebagai suatu penegasan yang
konprehensif. Selain itu, masyarakat atau komunitas juga di pandang sebagai
target pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mencapai kesehatan komunitas,
sebagai suatu upaya peningkatan kesehatan dan menggunakan kerja sama sebagai
suatu mekanisme dalam mempermudah pencapaian tujuan yang berarti
masyarakat atau komunitas di libatkan secara aktif untuk mencapai suatu tujuan
tersebut. Dalam pelaksanaannya, perawatan kesehatan masyarakat (Nusring
Proces Comunity) di upayakan dekat dengan masyarakat, sehingga strategi
pelayanan kesehatan yang utama merupakan pendekatan yang menjadi acuan
pelayanan kesehatan yang akan di berikan.
Peran serta komunitas tersebut diartikan sebagai proses dimana individu,
keluarga dan komunitas bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri dengan
berperan sebagai pelaku kegiatan upaya peningkatan kesehatanya berdasarkan
asas kebersamaan dan kemandirian bantuan di berikan oleh perawat komunitas
karena ketidakmampuan, ketidaktahuan, ketidakmampuan masyarakat dalam
mengenal masalah kesehatan serta dengan menggunakan potensi lingkungan
berusaha memandirikan masyarakat sehingga pengembangan wilayah setempat
(Locality Development) merupakan bentuk pengorganisasian yang paling tepat
digunakan. Di dalam praktik keperawatan komunitas, pendekatan ilmiah yang di
gunakan adalah proses keperawatan komunitas yang terdiri atas 4 tahap yaitu;
pengkajian (Assement), Perencanaan (Planing), Pelaksanaan (Implementation),
evaluasi (evalutation). Intervensi keperawatan yang di lakukan haruslah yang
dapat di lakukan oleh perawat baik secara mandiri maupun berkolaborasi dengan
tim kesehatan lain melalui lintas program dan lintas sektoral.
\
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga
tercapai derajat kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan fungsi
kehidupan sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki.
2. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan berbagai kemampuan individu, keluarga, kelompok
khusus dan masyarakat dalam hal:
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi.
b. Menetapkan masalah kesehatan/keperawatan dan prioritas masalah.
c. Merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah kesehatan/
keperawatan.
d. Menanggulangi masalah kesehatan/keperawatan yang mereka hadapi.
e. Penilaian hasil kegiatan dalam memecahkan masalah kesehatan/
keperawatan.
f. Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan
kesehatan/keperawatan.
g. Menanamkan perilaku sehat melalui upaya pendidikan kesehatan.

C. Manfaat
BAB II
Tinjauan Teoritis

A. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas


1. Pengertian Keperawatan Komunitas
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai
persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus
dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah
melembaga (Sumijatun et. al, 2006). Misalnya didalam kesehatan dikenal
kelompok ibu hamil, kelompok ibu menyusui, kelompok anak balita, kelompok
lansia, kelompok masyarakat dalam suatu wilayah desa binaan dan lain
sebagainya. Sedangkan dalam kelompok masyarakat ada masyarakat petani,
masyarakat pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan sebagainya
(Mubarak, 2006).
Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang
merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public
health) dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan
pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan
perawatan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh
melalui proses keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan fungsi
kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri dalam upaya
kesehatan (Mubarak, 2006).
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan
yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan dalam
rangka memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok serta
masyarakat melalui langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi keperawatan (Wahyudi, 2010).
Sasaran pelayanan kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga/
kelompok dan masyarakat dengan fokus upaya kesehatan primer, sekunder dan
tersier. Oleh karenanya pendidikan masyarakat tentang kesehatan dan
perkembangan sosial akan membantu masyarakat dalam mendorong semangat
untuk merawat diri sendiri, hidup mandiri dan menentukan nasibnya sendiri dalam
menciptakan derajat kesehatan yang optimal (Elisabeth, 2007).
Peran serta masyarakat diperlukan dalam hal perorangan. Komunitas
sebagai subyek dan obyek diharapkan masyarakat mampu mengenal, mengambil
keputusan dalam menjaga kesehatannya. Sebagian akhir tujuan pelayanan
kesehatan utama diharapkan masyarakat mampu secara mandiri menjaga dan
meningkatkan status kesehatan masyarakat (Mubarak, 2005).

2. Paradigma Keperawatan Komunitas


Paradigma keperawatan komunitas terdiri dari empat komponen pokok,
yaitu manusia, keperawatan, kesehatan dan lingkungan (Logan & Dawkins,
1987). Sebagai sasaran praktik keperawatan klien dapat dibedakan menjadi
individu, keluarga dan masyarakat.
a. Individu Sebagai Klien
Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagai kesatuan utuh dari
aspek biologi, psikologi, social dan spiritual. Peran perawat pada individu sebagai
klien, pada dasarnya memenuhi kebutuhan dasarnya yang mencakup kebutuhan
biologi, sosial, psikologi dan spiritual karena adanya kelemahan fisik dan mental,
keterbatasan pengetahuan, kurangnya kemauan menuju kemandirian pasien/klien.
b. Keluarga Sebagai Klien
Keluarga merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat secara
terus menerus dan terjadi interaksi satu sama lain baik secara perorangan maupun
secara bersama-sama, di dalam lingkungannya sendiri atau masyarakat secara
keseluruhan. Keluarga dalam fungsinya mempengaruhi dan lingkup kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, dicintai dan
mencintai, harga diri dan aktualisasi diri. Beberapa alasan yang menyebabkan
keluarga merupakan salah satu fokus pelayanan keperawatan yaitu:
1) Keluarga adalah unit utama dalam masyarakat dan merupakan lembaga yang
menyangkut kehidupan masyarakat.
2) Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,
memperbaiki ataupun mengabaikan masalah kesehatan didalam kelompoknya
sendiri.
3) Masalah kesehatan didalam keluarga saling berkaitan. Penyakit yang diderita
salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga
tersebut.
c. Masyarakat Sebagai Klien
Masyarakat memiliki ciri-ciri adanya interaksi antar warga, diatur oleh
adat istiadat, norma, hukum dan peraturan yang khas dan memiliki identitas yang
kuat mengikat semua warga. Kesehatan dalam keperawatan kesehatan komunitas
didefenisikan sebagai kemampuan melaksanakan peran dan fungsi dengan efektif.
Kesehatan adalah proses yang berlangsung mengarah kepada kreatifitas,
konstruktif dan produktif. Menurut Hendrik L. Blum ada empat faktor yang
mempengaruhi kesehatan, yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan
keturunan.
Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik yaitu lingkungan yang berkaitan dengan fisik seperti air, udara,
sampah, tanah, iklim, dan perumahan. Contoh di suatu daerah mengalami wabah
diare dan penyakit kulit akibat kesulitan air bersih. Keturunan merupakan faktor
yang telah ada pada diri manusia yang dibawanya sejak lahir, misalnya penyakit
asma. Keempat faktor tersebut saling berkaitan dan saling menunjang satu dengan
yang lainnya dalam menentukan derajat kesehatan individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.
Keperawatan dalam keperawatan kesehatan komunitas dipandang sebagai
bentuk pelayanan esensial yang diberikan oleh perawat kepada individu, keluarga,
dan kelompok dan masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan meliputi
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative dengan menggunakan proses
keperawatan untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Keperawatan adalah
suatu bentuk pelayanan professional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan
dalam bentuk pelayanan biologi, psikologi, sosial dan spiritual secara
komprehensif yang ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik sehat
maupun sakit mencakup siklus hidup manusia. Lingkungan dalam paradigma
keperawatan berfokus pada lingkungan masyarakat, dimana lingkungan dapat
mempengaruhi status kesehatan manusia. Lingkungan disini meliputi lingkungan
fisik, psikologis, sosial dan budaya dan lingkungan spiritual.

3. Ruang Lingkup Keperawatan Komunitas


A. Upaya Promotif
Untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat dengan jalan:
1) Penyuluhan kesehatan masyarakat
2) Peningkatan gizi
3) Pemeliharaan kesehatan perorangan
4) Pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga secara teratur
5) Rekreasi
6) Pendidikan seks

B. Upaya Preventif
Untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan terhadap
individu, keluaga, kelompok dan masyarakat melalui kegiatan:
1) Imunisasi masal terhadap bayi dan balita
2) Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, puskesmas, maupun
kunjungan rumah
3) Pemberian vitamin A, yodium melalui posyandu, puskesmas, ataupun di rumah
4) Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas, dan menyusui

C. Upaya Kuratif
Untuk merawat dan mengobati anggota-anggota keluarga, kelompok yang
menderita penyakit ataupun masalah kesehatan melalui:
1) Perawatan orang sakit di rumah (home nursing)
2) Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut keperawatan dari puskesmas dan
Rumah Sakit
3) Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah ibu bersalin dan nifas
4) Perawatan tali pusat bayi baru lahir

D. Upaya Rehabilitatif
Upaya pemulihan kesehatan bagi penderita yang dirawat di rumah maupun
terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama.
1) Pelatihan fisik bagi yang mengalami gangguan fisik seperti penderita kusta,
patah tulang, kelainan bawaan
2) Pelatihan fisik tertentu bagi penderita-penderita penyakit tertentu, seperti TBC,
pelatihan nafas dan batuk, penderita struk melalui fisioterafi

E. Upaya Resosialitatif
Upaya untuk mengembalkan individu, keluarga, dan kelompok khusus
kedalam pergaulan masyarakat.

4. Falsafah Keperawatan Komunitas


Falsafah adalah keyakinan terhadap nilai – nilai yang menjadi pedoman
untuk mencapai suatu tujuan atau sebagai pandangan hidup. Falsafah keperawatan
memandang keperawatan sebagai pekerjaan yang luhur dan manusiawi.
Penerapan falsafah dalam keperawatan kesehatan komunitas, yaitu:
a. Pelayanan keperawatan kesehatan komunitas merupakan bagian integral dari
upaya kesehatan yang harus ada dan terjangkau serta dapat di terima oleh
semua orang.
b. Upaya promotif dan preventif adalah upaya pokok tanpa mengabaikan upaya
kuratif dan rehabilitatif.
c. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien berlangsung secara
berkelanjutan.
d. Perawat sebagai provider dan klien sebagai konsumer pelayan¬an kesehatan,
menjalin suatu.hubungan yang saling mendukung dan mempengaruhi
perubahan dalam kebijaksanaan dan pelayanan kesehatan.
e. Pengembangan tenaga keperawatan kesehatan masyarakat direncanakan
berkesinambungan.
f. Individu dalam suatu masyarakat ikut bertanggungjawab atas kesehatannya. la
harus ikut mendorong, medidik, dan berpartisipasi secara aktif dalam
pelayanan kesehatan mereka sendiri.

5. Sasaran Keperawatan Komunitas


Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat termasuk
individu, keluarga, dan kelompok yang beresiko tinggi seperti keluarga penduduk
di daerah kumuh, daerah terisolasi dan daerah yang tidak terjangkau termasuk
kelompok bayi, balita dan ibu hamil. Menurut Anderson (1988) sasaran
keperawatan komunitas terdiri dari tiga tingkat yaitu:
a. Tingkat Individu
Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada individu yang mempunyai
masalah kesehatan tertentu (misalnya TBC, ibu hamil d1l) yang dijumpai di
poliklinik, Puskesmas dengan sasaran dan pusat perhatian pada masalah kesehatan
dan pemecahan masalah kesehatan individu.
b. Tingkat Keluarga
Sasaran kegiatan adalah keluarga dimana anggota keluarga yang mempunyai
masalah kesehatan dirawat sebagai bagian dari keluarga dengan mengukur sejauh
mana terpenuhinya tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah kesehatan,
mengambil keputusan untuk mengatasi masalah kesehatan, memberikan
perawatan kepada anggota keluarga, menciptakan lingkungan yang sehat dan
memanfaatkan sumber daya dalam masyarakat untuk meningkatkan kesehatan
keluarga.
Prioritas pelayanan Perawatan Kesehatan Masyarakat difo¬kuskan pada keluarga
rawan yaitu:
Keluarga yang belum terjangkau pelayanan kesehatan, yaitu keluarga
dengan: ibu hamil yang belum ANC, ibu nifas yang persalinannya ditolong oleh
dukun dan neo¬natusnya, balita tertentu, penyakit kronis menular yang tidak bisa
diintervensi oleh program, penyakit endemis, penyakit kronis tidak menular atau
keluarga dengan kecacatan tertentu (mental atau fisik).
Keluarga dengan resiko tinggi, yaitu keluarga dengan ibu hamil yang memiliki
masalah gizi, seperti anemia gizi be-rat (HB kurang dari 8 gr%) ataupun Kurang
Energi Kronis (KEK), keluarga dengan ibu hamil resiko tinggi seperti perdarahan,
infeksi, hipertensi, keluarga dengan balita dengan BGM, keluarga dengan
neonates BBLR, keluarga dengan usia lanjut jompo atau keluarga dengan kasus
percobaan bunuh diri.
c. Kelompok
Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang rentan
terhadap timbulnya masaqlah kesehatan baik yang terkaitmaupun yang tidak
terkait dalam suatu institusi.
1) Kelompok masyarakat khusus yang tidak terkait dalam suatu institusi seperti
posyandu, kelompok balita, ibu hamil,usia lanjut, penderita penyakit tertentu,
dan pekerja informal.
2) Kelompok masyarakat khusus yang terkait dalam suatu institusi seperti
sekolah, pesantren, panti asuhan, panti werda, rutan, dan lapas.

d. Masyarakat
Suatu masyarakat adalah masyarakatyang rentan atau yang mempunyai
resiko tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan seperti berikut:
1) Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, Kelurahan, Desa)yang mempunyai:
a. jumlah bayi meninggal lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
b. jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi dibandingkan daerah lain.
c. Cakupan pelayanan kesehatan lebih renda dari daerah lain
2) Masyarakat di daerah edemis penyakit menular (malaria, diare, demam
berdarah dan lainnya)
a. Masyarakat di lokasi atau barak pengungsian akibat bencana atau akibat
lainnya.
b. Masyarakat di daerahdengan kondisi geografi sulit antara lain daera
terpencil dan perbatasan.
c. Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan transfortasi sulit seperti
daerah transmigrasi.
6. Strategi Keperawatan Komunitas
Dalam melaksanakan program asuhan keperawatan komunitas perlu
digunakan strategi sebagai berikut:
1. Locality Development: yang menekankan pada peran serta masyarakat dan
masyarakat terlibat langsung dalam proses pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi
2. Social Planning: dapat berubah dan dibuat oleh para ahli dengan menggunakan
birokrasi
3. Social Action: adanya proses perubahan yang berfokus pada masyarakat atau
program yang dibuat oleh pemerintah untuk perubahan yang mendasar.
Sedangkan dalam melaksanakan program pelayanan keperawatan kesehatan
komunitas perlu juga diberi strategi:
a. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga pengelola perawatan
kesehatan komunitas serta tenaga pelaksana puskesmas melalui kegiatan
penataran.
b. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sector, melalui kegiatan
temu karya dan forum pertemuan di kecamatan ataupun puskesmas.
c. Membantu masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
melalui pendidikan kesehatan pada keluarga, memberikan bimbingan
teknis dalam bidang kesehatan khususnya pelayanan keperawatan.
d. Mengadakan buku-buku pedoman pelayanan keperawatan.
e. Sesuai dengan teori Blum bahwa derajat kesehatan seseorang dapat
dipengaruhi oleh 4 faktor:
1) Lingkungan, yaitu segala sesuatu yang berada disekeliling keluarga
dimana ia tumbuh dan berkembang. Factor ini mencakup lingkungan.
Fisik, social budaya, dan biologi.
2) Perilaku dari keluarga, baik sebagai satu kesatuan terkecil dalam
masyarakat, maupun perilaku dari tiap anggota keluarga tersebut.
3) Pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kesehatan keluarga baik
sebagai upaya professional maupun sebagai upaya pelayanan swadaya
masyarakat dan atau keluarga sendiri.
4) Keturunan, yaitu sifat genetika yang ada dan diturunkan kepada keluarga

7. Prinsip Dasar Keperawatan Komunitas


Pada perawatan kesehatan masyarakat harus mempertimbangkan beberapa
prinsip, yaitu:
a. Kemanfaatan
Semua tindakan dalam asuhan keperawatan harus memberikan manfaat
yang besar bagi komunitas. Intervensi atau pelaksanaan yang dilakukan harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi komunitas, artinya ada
keseimbangan antara manfaat dan kerugian (Mubarak, 2005).
b. Kerjasama
Kerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat
berkelanjutan serta melakukan kerja sama lintas program dan lintas sektoral
(Riyadi, 2007).
c. Secara langsung
Asuhan keperawatan diberikan secara langsung mengkaji dan intervensi,
klien dan lingkunganya termasuk lingkungan sosial, ekonomi serta fisik
mempunyai tujuan utama peningkatan kesehatan (Riyadi, 2007).
d. Keadilan
Tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas dari
komunitas itu sendiri. Dalam pengertian melakukan upaya atau tindakan sesuai
dengan kemampuan atau kapasitas komunitas (Mubarak, 2005).
e. Otonomi
Klien atau komunitas diberi kebebasan dalam memilih atau melaksanakan
beberapa alternatif terbaik dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada
(Mubarak, 2005).
8. Peran Perawat Komunitas
Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan masyarakat
diantaranya adalah:
a. Sebagai penyedia pelayanan (Care provider)
Memberikan asuhan keperawatan melalui mengkaji masalah keperawatan
yang ada, merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan mengevaluasi pelayanan yang telah diberikan kepada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

b. Sebagai Pendidik dan konsultan (Nurse Educator and Counselor)


Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat baik di rumah, puskesmas, dan di masyarakat secara
terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi
perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan
mengatasi tatanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan
interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Di
dalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.
Proses pengajaran mempunyai 4 komponen yaitu : pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini sejalan dengan proses
keperawatan dalam fase pengkajian seorang perawat mengkaji kebutuhan
pembelajaran bagi pasien dan kesiapan untuk belajar. Selama perencanaan
perawat membuat tujuan khusus dan strategi pengajaran. Selama pelaksanaan
perawat menerapkan strategi pengajaran dan selama evaluasi perawat menilai
hasil yang telah didapat (Mubarak, 2005).

c. Sebagai Panutan (Role Model)


Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang baik
dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh
masyarakat
d. Sebagai pembela (Client Advocate)
Pembelaan dapat diberikan kepada individu, kelompok atau tingkat
komunitas. Pada tingkat keluarga, perawat dapat menjalankan fungsinya melalui
pelayanan sosial yang ada dalam masyarakat. Seorang pembela klien adalah
pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk di dalamnya peningkatan apa
yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi
hak-hak klien (Mubarak, 2005).
Tugas perawat sebagai pembela klien adalah bertanggung jawab
membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari
berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi hal lain yang
diperlukan untuk mengambil persetujuan (Informed Concent) atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepadanya. Tugas yang lain adalah
mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien
yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas
kesehatan (Mubarak, 2005).
e. Sebagai Manajer kasus (Case Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola berbagai
kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban
tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
f. Sebagai kolaborator
Peran perawat sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan cara
bekerjasama dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli gizi, ahli
radiologi, dan lain-lain dalam kaitanya membantu mempercepat proses
penyembuhan klien Tindakan kolaborasi atau kerjasama merupakan proses
pengambilan keputusan dengan orang lain pada tahap proses keperawatan.
Tindakan ini berperan sangat penting untuk merencanakan tindakan yang akan
dilaksanakan (Mubarak, 2005).
g. Sebagai perencana tindakan lanjut (Discharge Planner)
Perencanaan pulang dapat diberikan kepada klien yang telah menjalani
perawatan di suatu instansi kesehatan atau rumah sakit. Perencanaan ini dapat
diberikan kepada klien yang sudah mengalami perbaikan kondisi kesehatan.

h. Sebagai pengidentifikasi masalah kesehatan (Case Finder)


Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-
masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta berdampak terhadap
status kesehatan melalui kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan, observasi
dan pengumpulan data.

i. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Services)


Peran perawat sebagai koordinator antara lain mengarahkan,
merencanakan dan mengorganisasikan pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada klien. Pelayanan dari semua anggota tim kesehatan, karena klien
menerima pelayanan dari banyak profesional (Mubarak, 2005).

j. Pembawa perubahan atau pembaharu dan pemimpin (Change Agent and


Leader)
Pembawa perubahan adalah seseorang atau kelompok yang berinisiatif
merubah atau yang membantu orang lain membuat perubahan pada dirinya atau
pada sistem. Marriner torney mendeskripsikan pembawa peubahan adalah yang
mengidentifikasikan masalah, mengkaji motivasi dan kemampuan klien untuk
berubah, menunjukkan alternative, menggali kemungkinan hasil dari alternatif,
mengkaji sumber daya, menunjukkan peran membantu, membina dan
mempertahankan hubungan membantu, membantu selama fase dari proses
perubahan dan membimibing klien melalui fase-fase ini (Mubarak, 2005).
Peningkatan dan perubahan adalah komponen essensial dari perawatan.
Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat membantu klien untuk
merencanakan, melaksanakan dan menjaga perubahan seperti : pengetahuan,
ketrampilan, perasaan dan perilaku yang dapat meningkatkan kesehatan
(Mubarak, 2005).

k. Pengidentifikasi dan pemberi pelayanan komunitas (Community Care Provider


And Researcher)
Peran ini termasuk dalam proses pelayanan asuhan keperawatan kepada
masyarakat yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
masalah kesehatan dan pemecahan masalah yang diberikan. Tindakan pencarian
atau pengidentifikasian masalah kesehatan yang lain juga merupakan bagian dari
peran perawat komunitas.

B. Konsep Pelayanan Kesehatan Primer


Pelayanan kesehatan primer/ Primary Health Care (PHC) merupakan
pelayanan kesehatan esensial yang bisa dijangkau secara universal oleh individu
dan keluarga dalam masyarakat. Fokus jangkauan dari pelayanan kesehatan
primer sangat luas, dan merangkum berbagai aspek masyarakat serta kebutuhan
kesehatan. PHC merupakan pola penyajian pelayanan kesehatan dimana
konsumen pelayanan kesehatan menjadi mitra dengan profesi (tenaga
kesehatan), serta turut mencapai tujuan umum kesehatan yang lebih baik
.
1. Latar Belakang Primary Health Care (PHC)
World Health Essembly pada tahun 1977 telah menghasilkan kesepakatan
global untuk mencapai “kesehatan bagi semua atau Health for All”, yaitu
tercapainya suatu derajat kesehatan yang optimal, yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif, baik secara social maupun ekonomi.
Selanjutnya, pada tahun 1978, Konferensi Alma Ata menetapkan Primary
Health Care sebagai pendekatan atau strategi global untuk mencapai kesehatan
bagi semua (KBS) atau health for all by the year 2000 (HFA 2000). Dalam
konferensi tersebut, Indonesia juga ikut menandatangani dan telah mengambil
kesepakatan global pula dengan menyatakan bahwa untuk mencapai kesehatan
bagi semua tahun 2000 kuncinya adalah primary health care (PHC).
2. Pengertian Pelayanan Kesehatan Primer
Pelayanan kesehatan primer atau PHC adalah strategi yang dapat dipakai
untuk menjamin tingkat minimal dari pelayanan kesehatan untuk semua
penduduk. PHC menekankan pada perkembangan yang bisa diterima, terjangkau,
secara essensial dapat diraih, dan mengutamakan pada peningkatan serta
kelestarian yang disertai percaya pada diri sendiri, disertai partisipasi masyarakat
dalam menentukan sesuatu tentang kesehatan.
PHC adalah pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan pada metode dan
teknologi praktis, ilmiah, dan social yang dapat diterima secara umum, baik oleh
individu maupun keluarga di dalam masyarakat, melalui partisipasi sepenuhnya,
serta dengan biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan negara untuk
memelihara setiap tingkat perkembangan masyarakat dalam semangat untuk dapat
hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasib sendiri (self determination).
Selain itu, PHC juga:
1. Menggambarkan keadaan social ekonomi, budaya, dan politik masyarakat dan
berdasarkan penerapan hasil penelitian kesehatan-sosial-biomedis dan pelayanan
kesehatan masyarakat.
2. Ditujukan untuk mengatasi masalah utama kesehatan masyarakat dengan upaya
preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif
3. Minimal mencakup penyuluhan tentang masalah kesehatan utama dan cara
pencegahan dan pengendaliannya, penyediaan makanan dan peningkatan gizi,
penyediaan sanitasi dasar dan air bersih, pembinaan kesehatan ibu dan anak
termasuk keluarga berencana, imunisasi terhadap penyakit menular utama dan
pencegahan penyakit endemik, pengobatan penyakit umum dan cedera, serta
penyediaan obat essensial
4. Melibatkan dan meningkatkan kerjasama lintas sektor dan aspek-aspek
pembangunan nasional dan masyarakat, di samping sector kesehatan terutama
pertanian, peternakan, industri makanan, pendidikan, penerangan, agama,
perumahan, pekerjaan umum, perhubungan, dan sebagainya
5. Membutuhkan sekaligus meningkatkan kepercayaan diri masyarakat serta
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian PHC serta
penggunaan sumber daya yang ada
6. Ditunjang oleh sistem rujukan upaya kesehatan secara terpadu fungsional dan
timbal-balik guna memberikan pelayanan secara menyeluruh, dengan
memprioritaskan golongan masyarakat yang paling membutuhkan
7. Didukung oleh tenaga kesehatan professional dan masyarakat, termasuk tenaga
kesehatan tradisional yang terlatih dibidang teknis dan social untuk bekerja
sebagai tim kesehatan yang mampu bekerja bersama masyarakat dan membangun
peran serta masyarakat
Hal-hal yang mendorong pengembangan konsep Primary Health Care antara
lain:
1. Kegagalan penerangan teknologi pelayanan medis tanpa disertai orientasi aspek
sosial-ekonomi-politik
2. Penyebaran konsep pembangunan yang mengaitkan kesehatan dengan sector
pembangunan lainnya serta menekankan pentingnya keterpaduan, kerjasama lintas
sector, dan pemerataan/perluasan daya jangkau upaya kesehatan
3. Keberhasilan pembangunan kesehatan dengan pendekatan peran serta masyarakat
di beberapa Negara

3. Unsur PHC
Tiga unsure utama yang terkandung dalam PHC adalah:
1. Mencakup upaya-upaya dasar kesehatan
2. Melibatkan peran serta masyarakat (PSM)
3. Melibatkan kerja sama lintas sektoral

4. Prinsip Dasar PHC


Lima prinsip dasar PHC adalah:
1. Pemerataan upaya kesehatan
2. Penekanan pada upaya preventif
3. Menggunakan teknologi tepat guna
4. Melibatkan peran serta masyarakat
5. Melibatkan kerjasama lintas sektoral

5. Program PHC
Program PHC antara lain:
1. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta
pengendaliannya
2. Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi
3. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
4. Kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
5. Imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi utama
6. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemic setempat
7. Pengobatan penyakit umum dan ruda paksa
8. Penyediaan obat-obat esensial

6. Tujuan PHC
1. Tujuan Umum
Mencoba menemukan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang
diselenggarakan sehingga akan dicapai tingkat kepuasan pada masyarakat
yang menerima pelayanan
2. Tujuan Khusus
a. Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayani
b. Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani
c. Pelayanan harus berdasar kebutuhan medis dari populasi yang dilayani
d. Pelayanan harus secara maksimum menggunakan tenaga dan sumber-
sumber daya lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat

7. Fungsi PHC
PHC hendaknya memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Pemeliharaan kesehatan
2. Pencegahan penyakit
3. Diagnosis dan pengobatan
4. Pelayanan tindak lanjut
5. Pemberian sertifikat

8. Ciri-ciri PHC
1. Pelayanan yang utama dan intim dengan masyarakat
2. Pelayanan yang menyeluruh
3. Pelayanan yang terorganisasi
4. Pelayanan yang mementingkan kesehatan individu maupun masyarakat
5. Pelayanan yang berkesinambungan
6. Pelayanan yang progresif
7. Pelayanan yang berorientasi kepada keluarga
8. Pelayanan yang tidak berpandangan kepada salah satu aspek saja

9. Tanggung jawab Perawatan dalam PHC


1. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan
implementasi pelayanan kesehatan dan program pendidikan kesehatan
2. Kerjasama dengan masyarakat, keluarga, dan individu
3. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan sendiri pada
masyarakat
4. Memberikan bimbingan dan dukungan kepada petugas pelayanan
kesehatan dan kepadamasyarakat
5. Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat

C. Konsep Asuhan Keperawatan

Lingkup praktik keperawatan komunitas berupa asuhan keperawatan


langsung dengan fokus pemenuhan dasar kebutuhan dasar komunitas yang terkait
kebiasaan/prilaku dan pola hidup tidak sehat sebagai akibat ketidakmampuan
masyarakat beradaptasi dengan lingkunagan internal dan exsternal. Asuhan
keperawatan komunitas menggunanakan pendekatan proses keperawatan
komunitas, yang terdiri atas pengkajiaan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
dengan entry point pada individu, keluarga, kelompok, atau komunitas

1. Pengkajian Keperawatan Komunitas (SMD)


Pada tahap pengkajian ini perlu didahului dengan sosialisasi program
perawatan kesehatan komunitas serta program apa saja yang akan dikerjakan
bersama-sama dalam komunitas tersebut. Sasaran dari sosialisasi inimeliputi
tokoh masyarakat baik formal maupun informal, kader masyarakat, serta
perwakilan dari tiap elemen di masyarakat (PKK, karang taruna, dan lainnya).
Setelah itu, kegiatan dianjurkan dengan dilakukannya Survei Mawas Diri (SMD)
yang diikuti dengan kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Survei Mawas Diri adalah kegiatan perkenalan, pengumpulan, dan
pengkajian masalah kesehatan oleh tokoh masyarakat dan kader setempat di
bawah bimbingan petugas kesehatan atau perawat di desa (Depkes RI, 2007).
Tujuan Survei Mawas diri adalah sebagai berikut.
a. Masyarakat mengenal, mengumpulkan data, dan mengkaji masalah kesehatan
yang ada di desa
b. Timbulnya minat dan kesadaran untuk mengetahui masalah kesehatan dan
pentingnya permasalahan tersebut untuk diatasi
Survey Mawas diri dilaksanakan di desa terpilih dengan memilih lokasi
tertentu yang dapat menggambarkan keadaan desa pada umumnya. SMD
dilaksanakan oleh kader masyarakat yang telah ditunjuk dalam pertemuan tingkat
desa. Informasi tentang masalah-masalah kesehatan di desa dapat diperoleh
sebanyak mungkin dari kepala keluarga yang bermukim di lokasi terpilih tersebut.
Waktu pelaksanaan SMD dilaksanakan sesuai dengan hasil kesepakatan
pertemuan desa. Cara pelaksanaan Survei Mawas Diri adalah sebagai berikut.
Perawat komunitas dan kader yang ditugaskan untuk melakukan survey mawas
diri meliputi :
a. Penentuan sasaran, baik jumlah KK maupun lokasinya
b. Penentuan jenis informasi masalah kesehatan yang akan dikumpulkan dalam
mengenal masalah kesehatan
c. Penentuan cara memperoleh informasi kesehatan, misalnya apakah akan
mempergunakan cara pengamatan atau wawancara. Cara memperoleh
informasi dapat dilakukan dengan kunjungan dari rumah ke rumah atau
melalui pertemuan kelompok sasaran
d. Pembuatan instrument atau alat untuk memperoleh informasi kesehatan.
Misalnya dengan menyusun daftar pertanyaan (kuesioner) yang akan
dipergunakan dalam wawancara atau membuat daftar hal-hal yang akan
dipergunakan dalam pengamatan.

 Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa mengumpulkan


informasi masalah kesehatan sesuai dengan yang direncanaakan
 Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa mengolah
informasi masalah kesehatan yang telah dikumpulkan sehingga dapat diperoleh
perumusan masalah kesehatan dan prioritas masalah kesehatan di wilayahnya.
Pengkajian asauhan keperawatan komunitas terdiri atas dua bagian utama,
yaitu inti komunitas (core) dan delapan subsistem yang melengkapinya. Inti
komunitas menjelaskan kondisi penduduk yang dijabarkan dalam demografi, vital
statistic, sejarah komunitas, nilai dan keyakinan, serta riwayat komunitas,
sedangkan delapan subsistem lainnya meliputi lingkingan fisik, pendidikan,
keamanan, dan transportasi, politik dan pemerintah, layanan kesehatan dan social,
komunitas, ekonomi, dan rekreasi.
Komponen lingkungan fisik yang dikaji meliputi lingkungan sekolah dan
tempat tinggal yang mampu mepengaruhi kesehatan, batasan wilayah, luas daerah,
denah atau peta wilayah, iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, kesehatan
lingkungan, dan kegiatan penduduk sehari-hari. Lingkungan fisik juga dapat
dikaji melalui wienshield.
Data yang dikaji dari subsistem layanan kesehatan dan sosial meliputi
fasilitas di dalam komunitas dan di luar komunitas. Layanan kesehatan meliputi
ketersediaan layanan kesehatan, bentuk layanan, jenis layanan, sumber daya,
karaktersirtik konsumen, statistik, pembayaran, waktu pelayanan, kemanfaatan,
keterjangkuan, keberlangsungan, dan keberterimaan layanan komunitas. Layanan
sosial dapat meliputi layanan konseling, panti wreda bagi lansia, pusat
perbelanjaan, dan lain-lain yang merupakan sistem pendukung bagi komunitas
dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Pengkajiaan pelayanan kesehatan dan
sosial juga meliputi kebijakan dari pemerintah setempat terhadap kedua layanan
tersebut.
Pada subsistem ekonomi dikaji pendapatan penduduk, rata-rata penghasilan,
status pekerjaan, jenis pekerjaan, sumber penghasilan, jumlah penduduk miskin,
keberadaan indrustri, toko/pusat pembelanjaan, dan tempat komunitas bekerja,
dan bantuan dana untuk pemeliharaan kesehatan. Komponen ini mempermudah
komunitas memproleh bahan makanan dan sebagainya.
Sementara itu pada komponen politik dan pemerintah dikaji situasi politik
dan pemerintahan di komunitas, peraturan dan kebijakan pemerintah daerah
terkait kesehatan komunitas, dan adaya program kesehatan yang ditunjukan pada
penigkatan kesehatan komunitas
Pengkajian subsistem komunikasi meliputi media informasi yang
dimanfaatkan, bagaimana komunikasi sering dimanfaatkan masyarakat, orang-
orang yang berpengaruh, keikutsertaan dalam pendidikan kesehatan, bagaimana
biasanya komunitas memproleh informasi tentang kesehatan, adakah perkumpulan
atau wadah bagi komunitas sebagai sarana untuk mendapatkan informasi, dari
siapa komunitas memproleh banyak informasi tentang kesehatan, dan adakah
sarana komunikasi formal dan informal dalam komunitas.
Komponen pendidikan meliputi status pendidikan masyarakat, ketersediaan
dan keterjangkauan sarana pendidikan, fasilitas pendidikan yang ada di
komunitas, jenis pendidikan, tingkat pendidikan, komunitas yang buta huruf.
Pengkajian subsistem rekreasi diarahkan pada kebiasaan komunitas
berekreasi, aktivitas di luar rumah termasuk dalam mengisi waktu luang dan jenis
rekreasi yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas, dan sarana penyaluran bakat
komunitas.

B. Metode / Instrumen Pengkajian Komunitas


Metode pengumpulan data pengkajian asuhan keperawatan antara lain
Windshield survery, informant interview, observasi partisipasi, dan focus group
discussion (FGD).
1. Windshield Survery
Windshield survery dilakukan dengan berjalan-jalan di lingkungan
komunitas untuk menentukan gambaran tentang kondisi dan situasi yang
terjadi di komunitas, lingkungan sekitar komunitas, kehidupan komunitas, dan
karakteristik penduduk yang ditemui di jalan saat survai dilakukan.

2. Informant Interview
Sebelum terjun ke masyarakat, instrument pengkajian sebaiknya
dikembangkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Instrument yang perlu
dikembangkan untuk melakukan pengkajian terhadap masyarakat antara lain
kuesioner, pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Untuk mendapatkan
hasil yang akurat dan agar masyarakat membina rasa percaya (trust) dengan
perawat diperlukan kontak yang lama dengan komunitas. Perawat juga harus
menyertakan lembar persetujuan (informed consent) komunitas yang dibubuhi
tanda tangan atau cap jempol akan melakukan tindakan yang membutuhkan
persetujuan komonitas. Informed consent juga mencantumkan jaminan
kerahasian terhadap isi persetujuan dan dapat yang telah disampaikan.
Wawancara dilakukan kepada key informant atau tokoh yang menguasai
program.

3. Observasi Partisipasi
Setiap kegiatan kehidupan di komunitas perlu diobservasi. Tentukan
berapa lama observasi akan dilakukan, apa, dimana, waktu, dan tempat
komunitas yang akan di observasi. Kegiatan observasi dapat dilakukan
menggunakan format observasi yang sudah disiapkan terlebih dahulu,
kemudian catat semua yang terjadi, dengan tambahan penggunaan kamera atau
video. Informasi yang penting diperoleh menyangkut aktivitas dan arti sikap
atau tampilan yang ditemukan di komunitas. Observasi dilakukan terhadap
kepercayaan komunitas, norma, nilai, kekuatan, dan proses pemecahan masalah
di komunitas.

4. Focus Group Discussion (FGD)


FGD merupakan diskusi kelompok terarah yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang mendalam tentang perasaan dan pikiran mengenai
satu topic melaui proses diskusi kelompok, berdasarkan pengalaman subjektif
kelompok sasaran terhadap satu institusi/produk tertentu FGD bertujuan
mengumpulkan data mengenai persepsi terhadap sesuatu, misalnya, pelayanan
yang dan tidak mencari consensus serta tidak mengambil keputusan menganai
tindaka yang harus dilakukan. Peserta FGD terdiri dari 6-12 orang dan harus
homogen, dikelompokkan berdasarkan kesamaan jenis kelamin, usia, latar
belakang social ekonomi (pendidikan,suku, status perkawinan, dsb). Lama
diskusi maksimal 2 jam. Lokasi FGD harus memberikan situasi yang aman
dan nyaman sehingga menjamin narasumber berbicara terbuka dan wajar
FGD menggunakan diskusi yang terfokus sehingga membutuhkan
pedoman wawancara yang berisi pertanyaan terbuka, fasilitator, moderato,
notulen, dan observer. Fasilitator dapat menggunakan prtunjuk diskusi agar
diskusi terfokus. Peran fasilitator menjelaskan diskusi, mengarahkan
kelompok, mendorong peserta untuk berpartisipasi dalam diskusi, menciptakan
hubungan baik, fleksibel, dan terbuka terhadap saran, perubahan, gangguan,
dan kurangnya partisipasi.
Perekam jalannya diskusi yang paling utama adalah pengamat
merangkap pencatat (observer dan recorder) hal yang perlu dicatat adalah
tanggal diskusi, waktu diskusi diadakan, tempat diskusi, jumlah peserta, tingkat
partisipasi peserta, gangguan selama proses diskusi, pendapat peserta apa yang
membuat peserta menolak menjawab atau membaut peserta tertawa,
kesimpulan diskusi , dan sebagainya. Pengguanaan alat perekam saat SGD
berlangsung harus mendapat izin dari responden terlebih dahulu.
sseperti kuisioner, pedoman wawancara, pedomanobservasi, atau
windshield survey, kisi-kisi instrument pengkajian sebaiknya dibuat terlebih
dahulu, agar data yang akan ditanyakan dan dikaji kepada komunitas tidak
tumpang tindih sehingga waktu yang digunakan lebih efektif dan efisian .

C. Diagnosis Keperawatan Komunitas


Selain data primer, data skunder yang diperoleh melalui laporan/dokumen
yang sudah dibuat di desa/kelurahan puskesmas, kecamatan, atau dinas kesehatan,
musalnya laporan tahunan puskesmas, monografi desa, profil kesehatan, dsb, juga
perlu dikumpulkan dari komunitas. Setelah dikumpulkan melalui pengkajian, data
selanjutnya dianalisis, sehingga perumusan diagnosis keperawatan dapat
dilakukan. Diagnosis dirumuskan terkait garis pertahanan yang mengalami
kondisi terancam. Ancaman terhadap garis pertahanan fleksibel memunculkan
diagnosis potensial; terhadap garis normal memunculkan diagnosis resik; dan
terhadap garis pertahanan resisten memunculkan diagnosis actual/gangguan.
Analisis data dibuat dalam bentuk matriks.
Diagnosis keperawatan komunitas disusun berdasarkan jenis diagnosis sebagai
berikut.
1. Diagnosis sejahtera
Diagnosis sejahtera/ wellness digunakan bila komunitas mempunyai potensi untuk
ditingkatkan, belum ada data maladapti. Perumusan diagnosis keperawatan
komunitas potensial, hanya terdiri dari komponen problem (p) saja, tanpa
komponen etiologi (e).
Contoh diagnosis sejahtera/ wellness:
Potensial peningkatan tumbuh kembang pada balita dir t 05 rw 01 desa x
kecamatan A, ditandai dengan cakupan imunisasi 95% (95%), 80% berat badan
balita di atas garis merah KMS, 80% pendidikan ibu adalah SMA, cakupan
posyandu 95%.

2. Diagnosis ancaman ( risiko)


Diagnosis risiko digunakan bila belum terdapat paparan masalah kesehatan, tetapi
sudah ditemukan beberapa data maladaptive yang memungkinkan timbulnya
gangguan. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas risiko terdiri atas
problem (p), etiologi (e) , dan symptom/ sign (s).
Contoh diagnose risiko:
Resiko terjadinya konflik psikologis pada warga RT 05, RW 01 desa x kecamatan
A yang berhubungan dengan koping masyarakat yang tidak efektif ditandai
dengan pernah terjadi perkelahian antar- RT, kegiatan gotonbg royong , dan
silaturahmi, rutin rw jarang dilakukan, penyuluhan kesehatan terkait kesehatan
jiwa belum pernah dilakukan, masyarakat sering berkumpul dengan melakukan
kegiatan yang tidak positif seperti berjudi.
3. Diagnosis actual/ gangguan
Diagnosis gangguan ditegakkan bila sudah timbul gangguan/ masalah kesehatandi
komunitas, yang didukung oleh beberapa data maladaptive. Perumusan diagnosis
keperawatan komunitas actual terdiri atas problem (p), etiologi (e), dan
symptom/sign (s)
Contoh diagnosis actual:
gangguan/masalah kesehatan reproduksi pada agregat remaja yang
berhubungan dengan kurangnya kebiasaan hygiene Personal, ditandai dengan
92% remaja mengatakan mengalami keputihan patologis, upaya yang dilakukan
remaja dalam mengatasi keputihan 80% didiamkan saja, 92% remaja
mengatakan belum pernah memperoleh informasi kesehatan reproduksi dari
petugas kesehatan.
Tingginya kasus diare di wilayah RW 5 kelurahan X yang berhubungan
dengan tidak adekuatnya penggunaan fasilitas layanan kesehatan untuk
penanggulangan diare, keterbatasan, dan kualitas sarana pelayanan diare.

D. Prioritas Diagnosis Keperawatan komunitas


Setelah data dianalisis dan masalah keperawatan komunitas ditetapkan
prioritas masalah kesehatan komunitas yang perlu ditetapkan bersama masyarakat
melalui musyawarah masyarakat desa (MMD) atau lokakarya mini masyarakat.
Prioritas masalah dibuat berdasarkan kategori dapat diatasi, kemudahan, dan
kekhususan, mengingat banyaknya masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Pemilihan masalah ini sangat penting dilakukan, agar implementasi yang
dilakukan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan secara tidak langsung
akan membangun rasa percaya diri dan kompetensi masyarakat untuk mengatasi
masalah yang lain (Bract, 1990 dalam Helvie, 1998). Penentuan prioritas masalah
keperawatan komunitas dapat dilakukan melalui metode berikut.

E. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)


Musyawarah Masyarakat desa (MMD) adalah pertemuan seluruh warga
desa untuk membahas hasil Survei mawas Diri dan merencanakan
penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh dari Survei Mawas Diri
(Depkes RI, 2007). Tujuan dari MMD ini adalah sebagai berikut
a. Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya
b. Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah kesehatan

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan MMd adalah sebagai
berikut :
a. Musyawarah masyarakat desa harus dihadiri oleh pemuka masyarakat
desa, petugas puskesmas, dan sector terkait di kecamatan
b. MMD dilaksanakan dib alai desa atau tempat pertemuan lain yang ada
di desa
c. MMD dilaksanakan segera setelah SMD dilaksanakan

Cara pelaksanaan MMD adalah sebagai berikut :


1. Pembukaan dengan menguraikan maksud dan tujuan MMD dipimpin oleh
kepala desa
2. Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri melalui curah
pendapat dengan mempergunakan alat peraga, poster, dan lain-lain dengan
dipimpin oleh ibu desa
3. Penyajian hasil SMD oleh kelompok SMD
4. Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar
pengenalan masalah dan hasil SMD, dilanjutkan dengan rekomendasi
teknis dari petugas kesehatan di desa atau perawat komunitas
5. Penyusunan rencana penanggulangan masalah kesehatan dengan dipimpin
oleh kepala desa
6. Penutup

F. Intervensi : Plan Of Action (POA)


Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta
rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk
mengatasi atau meminimalkan stresor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga
tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan
fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal, dan
pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten (Anderson &
McFarlane, 2000).
Tujuan terdiri atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Penetapan tujuan jangka panjang (tujuan umum/TUM) mengacu pada bagaimana
mengatasi problem/masalah (P) di komunitas, sedangkan penetapan tujuan jangka
pendek (tujuan khusus/TUK) mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi (E).
Tujuan jangka pendek harus SMART (S= spesifik, M= measurable/dapat diukur,
A= achievable/dapat dicapai, R= reality, T= time limited/ punya limit waktu).
Rencana kegiatan yang akan dilakukan bersama masyarakat dijabarkan secara
operasional dalam planning of action (POA) yang disusun dan disepakati bersama
masyarakat saat MMD atau lokakarya mini masyarakat.

G. Implementasi
Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan
program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah masyarakat.
Sering kali, perencanaan program yang sudah baik tidak diikuti dengan waktu
yang cukup untuk merencanakan implementasi. Implementasi melibatkan
aktivitas tertentu sehingga program yang ada dapat dilaksanakan, diterima, dan
direvisi jika tidak berjalan. Implementasi keperawatan dilakukan untuk mengatasi
masalah kesehatan komunitas menggunakan strategi proses kelompok, pendidikan
kesehatan, kemitraan (partnership), dan pemberdayaan masyarakat
(empowerment). Perawat komunitas menggali dan meningkatkan potensi
komunitas untuk dapat mandiri dalam memelihara kesehatannya.
Tujuan akhir setiap program di masyarakat adalah melakukan perubahan
masyarakat. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari anggota
masyarakat. Perubahan nilai dan norma di masyarakat dapat disebabkan oleh
faktor eksternal, seperti adanya undang-undang, situasi politik, dan kejadian kritis
eksternal masyarakat. Dukungan eksternal ini juga dapat dijadikan daya
pendorong bagi tindakan kelompok untuk melakukan perubahan prilaku
masyarakat. Organisasi ekternal dapat menggunakan model social planning dan
locality development untuk melakukan perubahan, menggalakkan kemitraan
dengan memanfaatkan sumber daya internal dan sumber daya eksternal.
Perawat komunitas harus memiliki pengetahuan yang memadai agar dapat
memfasilitasi perubahan dengan baik, termasuk pengetahuan tentang teori dan
model berubah. Perubahan yang terjadi di masyarakat sebaiknya dimulai dari
tingkat individu, keluarga, masyarakat, dan sistem di masyarakat. Ada beberapa
model berubah (Ervin, 2002), yaitu :
1. Model berubah Kurt Lewin
Proses berubah terjadi pada saat individu, keluarga, dan komunitas tidak lagi
nyaman dengan kondisi yang ada. Model ini terdiri dari :
a. Unfreezing, bila ada perasaan butuh untuk berubah baru implementasi
dilakukan, dengan tujuan membantu komunitas menjadi siap untuk melakukan
perubahan.
b. Change yaitu intervensi mulai diperkenalkan kepada kelompok
c. Refreezing meliputi bagaimana membuat suatu program menjadi stabil melalui
pemantauan dan evaluasi.
Contoh : pada kasus flu burung, saat unfreezing berubah menjadi refreezing,
perawat komunitas perlu mempertahankan kondisi yang ada dengan melakukan
kemitraan tentang bagaimana kebiasaan masyarakat yang sudah bagus dapat
dipertahankan dan kebiasaan masyarakat yang kurang mendukung kesehatan tidak
lagi terjadi, seperti kebiasaan tidak melakukan cuci tangan.

2. Strategi berubah Chin & Benne


Strategi berubah ini sangat cocok digunakan oleh perawat komunitas dalam
mengkaji status individu, kelompok, dan masyarakat dalam membuat keputusan
untuk berubah. Strategi ini merupakan strategi untuk melakukan perubahan di
komunitas, bukan tahap proses berubah. Menurut model ini untuk melakukan
perubahan diperlukan strategi perubahan yaitu :
 Rational empiris, dikatakan bahwa untuk melakukan perubahan di komunitas,
perlu terdapat fakta dan pertimbangan tentang seberapa besar keuntungan yang
diperoleh dengan adanya perubahan tersebut. Contoh : adanya kebiasaan merokok
yang banyak terjadi di masyarakat, terutama remaja, diperlukan peran perawat
komunitas untuk memfasilitasi perubahan dengan memberikan promosi kesehatan
bahaya merokok melalui media,seperti poster, leaflet, modul data kejadian
kesakitan dan kematian akibat merokok atau mengajak melihat langsung kondisi
korban akibat rokok. Dengan adanya fakta, diharapkan terjadi perubahan pada
individu.
 Normative reedukatif yaitu pertimbangan tentang keselarasan perubahan dengan
norma yang ada di masyarakat.
 Power coercive yaitu strategi perubahan yang menggunakan sanksi baik politik
maupun sanksi ekonomi. Misalnya sanksi terhadap perokok yang merokok di
tempat umum berupa denda atau kurungan.

3. First order and second order change


Menurut model ini first order bertujuan mengubah substansi atau isi di
dalam sistem, sedangkan pada second order, perubahan ditujukan pada sistemnya.
Contoh : Adasnya resiko pergaulan bebas yang saat ini marak di kalangan
remaja,perawat komonitas perlu mengubah substansi yang ada dalam system (frist
order) seperti membentuk dan melihat kader kesehatan remaja (KKR) di sekolah
dan dimasyarakat, melakukan promosi kesehatan kepada siswa, guru, orang tua
dan masyarakat melakukan dukungan lintas –sektor dan lintas-program kepada
aparat terkait program melalui jaringan kemitraan, dsb.selain itu ,diperlukan juga
perubahan pada system (second order) termasuk fasilitas yang ada, seperti
menyediakan klinik remaja, revitalisasi UKS di sekolah, kebijakan pemerintah
terkait remaja, dsb.
Mengukur adanya perubahan masyarakat pada tingkat induvidu, dapat
diketahui dari tingkat kesadaran individu terhadap perubahan, bagaimana individu
mengerti tentang masalah yang dihadap, tingkat partisipasi individu, dan adanyan
perubahan dalam bentuk tingkah laku yang ditampilkan. Adanya role model yang
ada dimasyarakat dapat dijadikan pendorong untuk mengubah norma dan praktik
individu dalam perubahan masyarakat.
Pada tingkat masyarakat, perubahan lebih difokuskan pada kelompok dan
oeganisasi, termasuk adanya perubahan kebijakan yang berhubungan dengan
masalah yang terjadi di masyarakat, adanya dukungan dan partisipasi dalam
kegiatan masyarakat serta aktivitas lain yang berhubungan dengan penyelesaian
masalah. Perubahan dimasyarakat dapat dievaluasi melalui pengembangan koalisi,
partisipasi masyarakat dalam dukungan untuk mencapai tujuan, dan perubahan
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Setiap akan melakukan kegiatan dimasyarakat /implementasi
program,sebaiknya dibuat dahulu laporan pendahuluan (LP) kegiatan asuhan
keperawatan komonitas yang meliputi:
1. Latar belakang yang berisi kriteria komonitas, data yang perlu dikaji lebih
lanjut terkait implementasi yang akan dilakukan,dan masalah keperawatan
komonitas yang terkait dengan implementasi saat ini.
2. Proses keperawatan komonitas yang berisi diagnose keperawatan komonitas,
tujuan umum, dan tujuan khusus.
3. Implementasi tindakan keperawatan, yang berisi topik kegiatan, target
kegiatan, metode, strategi kegiatan, media dan alat bantu yang dipergunakan ,
waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan, pengorganisasian petugas kesehatan
beserta tugas, susunan acara, setting tempat acara.
4. Kriteria evaluasi, yang berisi evaluasi struktur, evaluasi proses, dan evaluasi
hasil dengan menyebutkan target persentase pencapaian hasil yang diinginkan.

Pelaksanaan kegiatan perkesmas, dilakukan berdasarkan POA Perkesmas


yang telah disusun. Pemantauan kegiatan perkesmas secara berkala dilaksanakan
oleh kepala puskesmas dan coordinator puskesmas dengan melakukan diskusi
tentang permasalahan yang dihadapi terkait pelaksanaan perkesmas serta
melakukan penilaian setia akhir tahun dengan membandingkan hasil pelaksanaan
kegiatan dengan rencana yang telah disusun. Pembahasan masalah perkesmas
dapat dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan :
1. Lokakarya Mini Bulanan
Lokakarya mini bulanan dilakukan setian bulan di puskesmas, dihadiri oleh staf
puskesmas dan unit penunjangnya untauk membahas kinerja internal puskesmas
termasuk cakupan, mutu pembiayaan, masalah, dan hambtan yang ditemui
termasuk pelaksanaan perkesmas dan kaitanya dengan masalah lintas program
lainnya.
2. Lokakarya Mini Tribulanan
Lokakarya mini tribulanan dilakukan setiap 3 bulan sekali, dipimpin oleh camat
dan dihadari oleh staf puskesmas dan unit penunjangnya, instansi lintas- sektor
tingkat kecamatan untuk membahas masalah dalam pelaksanaan puskesmas
termasuk perkesmas terkait dengan lintas – sektor dan pemasalahan yang terjadi
untuk mendapatkan penyelesaiannya.
3. Refleksi Diskusi Kasus (RDK)
Refleksi diskusi kasus merupakan metode yang digunakan dalam merefleksikan
pengalaman dalam satu kelompok diskusi untuk berbagai pengetahuan dan
pengalaman yang didasarkan atas standar yang berlaku. Proses diskusi ini
memberikan ruang dan waktu bagi peserta diskusi untuk merefleksikan
pengalaman masing-masing serta kemampuannya tanpa tekanan kelompok,
terkondisi, setiap peserta saling mendukung, member kesempatan belajar terutama
bagi peserta yang tidak terbiasa dan kurang percaya diri dalammenyampaikan
pendapat (WHO.2003). RDK dilakukan minimal seminggu sekali, dihadapi oleh
perawat perkesmas di puskesmas untuk membahas masalah teknis perkesmas.

Dalam pemberian asuhan keperawatan komonitas kepada individu / kluarga


/ kelompok dan masyarakat agar pemahaman dan ketrampilan perawat komonitas
lebih meningkat. Adapun persyaratan metode RDK adalah:
a) Kelompok terdiri atas 5-8 orang.
b) Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator, satu orang lagi
sebagai penyaji,dan sisanya sebagai peserta.
c) Posisi fasilitator, penyaji, dan peserta lain dalam diskusi setara (equal).
d) Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman yang terkait asuhan
keperawatan di komonitas yang menarik untuk dibahas dan di diskusikan, perlu
penanganan dan pemecahan masalah.
e) Posisi duduk sebaiknya melingkar tanpa dibatasi oleh meja atau benda lainnya
agar peserta dapat bertatapan dan berkomonikasi secara bebas.
f) Tidak boleh ada interupsi dan hanya satu orang saja yang berbicara dalam
satu saat, peserta lainya memperhatiakan dan mendengarkan.
g) Tidak diperkenakan ada dominasi, kritik yang dapat memojokkan peserta
lainnya.
h) Peserta berbagi (sharing) pengalaman selama satu jam dan dilakukan secara
rutin.
i) Setiap anggota secara bergiliran mendapat kesempatan sebagai fasilitator,
penyaji, dan anggota peserta diskusi.
j) Selama diskusi, diusahakan agar tidak ada peserta yang tertekan atau
terpojok. Yang diharapkan justru dukungan dan dorongan dari setiap peserta
agar terbiasa menyampaikan pendapat mereka masing-masing.

H. Evaluasi Tindakan Keerawatan Komunitas


Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan. Evaluasi merupakan
sekumpulan informasi yang sistemik berkenaan dengan program kerja dan
efektivitas dari serangkaian program yang digunakan masyarakat terkait program
kegiatan, karakteristik, dan hasil yang telah dicapai (patton, 1986 dalam Helvie,
1998). Program evaluasi dilakukan untuk memberikan informasi kepada
perencanaan program dan pengambil kebijakan tentang efektivitas dan efisiensi
program. Evaluasi merupakan sekumpulan metode dan ketrampilan untuk
menentukan apakah program sudah sesuai dengan rencana dan tuntutan
masyarakat. Evaluasi digunakan untuk mengetahui beberapa tujuan yang
diharapkan telah tercapai dan apakah itervensi yang dilakukan efektif untuk
masyarakat setempat sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat, apakah sesuai
dengan rencana atau apakah dapat mengatasi masalah masyarakat. Evaluasi
ditunjukan untuk menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan program
apa yang dibutuhkan masyarakat, apakah media yang digunakan tepat , ada
tidaknya program perencanaan yang dapat di implementasikan, apakah program
dapat menjangkau masyarakat, siapa yang yang menjadi target sasaran program,
apakah program yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Evaluasi
juga bertujuan mengidentifikasi masalah dalam perkembangan program dan
penyelesaian. Program evaluasi dilaksanakan untuk memastikan apakah ada hasil
program sudah sejalan dengan sasaran dan tujuan, memastikan biaya program
sumber daya, dan waktu pelaksanaan program yang telah dilakukan. Evaluasi juga
diperlukan untuk memastikan apakah prioritas program yang disusun sudah
memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan membandingkan perbedaan program
terkait keefektifannya.
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses, dan hasil. Evaluasi program
merupakan proses mendapatkan dan menggunakan informasi sebagai dasar proses
pengambilan keputusan, dengan cara meningkatkan pelayanan kesehatan.
Evaluasi proses difokuskan pada urutan kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan hasil. Evaluasi hasil dapat diukur melalui perubahan pengetahuan
( knowledge) , sikap ( attitude), dan perubahan prilaku masyarakat.
Evaluasi terdiri atas evaluasi formatif, menghasilkan informasi untuk umpan
balik selama program berlangsung. Sementara itu, evaluasi sumatif dilakukan
setelah program selesai dan mendapatkan informasi tentang efektifitas
pengambilan keputusan. Pengukuran efektifitas program dapat dilakukan dengan
cara mengevaluasi kesuksesan dalam pelaksanaan program. Pengukuran
efektivitas program dikomonitas dapat dilihat berdasarkan:
1. Pengukuran komonitas sebagai klien. Pengukuran ini dilakukan dengan cara
mengukur kesehatan ibu dan anak, mengukur kesehatan komonitas.
2. Pengukuran komonitas sebagai pengalaman Pembina hubungan. Pengukuran
dilakukan dengan cara melakukan pengukuran social dari determinan
kesehatan.
3. Pengukuran komunitas sebagai sumber. Ini dilakukan dengan mengukur
tingkat keberasilan pada kluarga atau masyarakat sebagai sumber informasi
dan sumber intervensi kegiatan

DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Ferry.2009.Keperawatan kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta.Salemba Medika

Henny, Achjar Komang Ayu .2011.Asuhan Keperawatan Komunitas : Teori dan


praktek . Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai