I. Diabetes Melitus
bagian yaitu Diabetes tipe 1, Diabetes tipe 2, dan Diabetes Gestational. Namun,
a) Diabetes tipe 1
DM tipe 1 merupakan bentuk DM parah yang sangat lazim terjadi pada anak
remaja tetapi kadang‐kandang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang
non‐obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama
hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi darah, glukagon plasma meningkat
haus (polidipsia), lapar, berat badan turun, pandangan terganggu, lelah, dan gejala
b) Diabetes tipe 2
DM tipe 2 merupakan bentuk DM yang lebih ringan, terutama terjadi pada orang
dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang dari normal atau
secara relatif tidak mencukupi. Obesitas pada umumnya penyebab gangguan kerja
insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada DM tipe ini dan sebagian
kepekaan jaringan terhadap insulin, juga terjadi defisiensi respons sel ß pankreas
Gejala DM tipe 2 mirip dengan tipe 1, hanya dengan gejala yang samar. Gejala
Tipe DM ini umumnya terjadi pada orang dewasa dan anak‐anak yang obesitas.
c) Diabetes Gestational
DM ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada kehamilan (WHO,
kemungkinan terjadi akibat hambatan kerja insulin oleh hormon plasenta sehingga
terjadi resistensi insulin. Resistensi insulin ini membuat tubuh bekerja keras untuk
seluruh insulin yang digunakan selama kehamilan. Tanpa insulin, glukosa tidak
d) Pra‐Diabetes
2. Penyakit ini ditandai dengan naiknya KGD melebihi normal tetapi belum cukup
tinggi untuk dikatakan DM. Di Amerika Serikat ±57 juta orang menderita
jangka panjang khususnya pada jantung dan sistem sirkulasi, kemungkinan sudah
terjadi pada pra‐diabetes, untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan diet nutrisi
III. Epidemiologi
penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia
yang sama, penderita DM paling sedikit 2,5 kali lebih sering terkena serangan
jantung dibandingkan mereka yang tidak menderita DM. Tujuh puluh lima persen
gagal jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi utama. Selain
itu kematian fetus intrauterine pada ibu penderita DM yang tidak terkontrol juga
meningkat. Dampak ekonomi pada DM jelas terlihat akibat biaya pengobatan dan
IV. Patofisiologi
Pada DM tipe 2 terjadi 2 defek fisiologi yaitu abnormalitas sekresi insulin, dan
resistensi kerjanya pada jaringan sasaran. Pada DM tipe 2 terjadi 3 fase urutan
klinis. Pertama, glukosa plasma tetap normal meski pun terjadi resistensi insulin
terjadi intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase
ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, sehingga
pelepasan insulin dapat disebabkan oleh efek toksik glukosa terhadap pulau
mengalami obesitas, dan hal itu sendiri yang menyebabkan resistensi insulin.
Pada DM tipe 2, massa sel β utuh, sedangkan populasi sel α meningkat, sehingga
Sudah lama diketahui bahwa endapan amiloid ditemukan dalam pankreas pasien
Amilin merupakan suatu peptida asam amino 37. Pada keadaan normal, amilin
insidensi puncak terjadi sekitar umur 14 tahun. Gejala awal yaitu tiba‐tiba haus,
sering buang air kecil, peningkatan nafsu makan, dan penurunan berat badan
tipe 1 kadar insulin plasma rendah atau tidak terukur, kadar glukagon meningkat
tetapi dapat ditekan oleh insulin. Begitu timbul gejala, diperlukan insulin.
Terkadang, kejadian awal ketoasidosis diikuti oleh interval bebas gejala (periode
DM tipe 2 biasanya mulai terjadi pada pertengahan umur atau lebih. Pasien
biasanya gemuk, gejala terjadi perlahan‐lahan, dan diagnosis sering dilakukan jika
plasma normal hingga tinggi dalam istilah absolut, meski pun lebih rendah dari
yang diperkirakan untuk kadar glukosa plasma (terjadi defisiensi insulin relatif).
Kadar glukagon tinggi dan resisten, dimana respons glukagon yang berlebihan
akibat makanan yang masuk tidak dapat ditekan akibat fungsi sel alfa tetap
abnormal. Komplikasi akut yang terjadi pada pasien DM tipe 2 adalah sindroma
terjadi akibat hati resisten terhadap glukagon sehingga kadar malonil‐CoA tetap
Sebagian besar pasien yang gagal dengan terapi diet memberi respons terhadap
cukup hanya dengan obat ini saja, karena itu sejumlah besar pasien DM tipe 2
VI. Diagnosis
Kriteria diagnosis DM yang telah direvisi menurut ADA (American diabetes
association) adalah :
a. Nilai A1c > 6,5%, diagnosis DM harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan A1c
ulangan, kecuali gejala klinis dan nilai kadar gula darah > 200 mg/dl.
b. Ditemukan gejala hiperglikemia dan kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl.
c. Kadar gula darah puasa > 126 mg/dl. Puasa berarti pasien tidak menerima
d. Kadar gula darah 2 jam setelah makan > 200 mg/dl setelah tes toleransi
VII. Komplikasi
pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, dan
relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling
serius pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetik (DKA). Komplikasi akut yang
retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf perifer
Metode yang digunakan untuk menentukan pengontrolan glukosa pada semua tipe
normal tidak mengandung glukosa ketika pertama kali keluar dari sumsum tulang
Pada orang normal sebagian kecil fraksi hemoglobin akan mengalami glikosilasi.
meningkat secara proporsional dengan kadar rerata glukosa darah selama 2‐3
bulan sebelumnya. Bila kadar glukosa darah berada pada kisaran normal antara
70‐140 mg% selama 2‐3 bulan terakhir, maka hasil tes HbA1c akan menunjukkan
nilai normal. Karena pergantian hemoglobin yang lambat, nilai HbA1c yang tinggi
pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka
Retina merupakan lembaran jaringan neural terdiri atas sebaran serabut saraf
pada epitel pigmen. Di bagian belakang, saraf optik merekatkan retina ke dinding
bola mata. Di lain tempat retina mudah dipisahkan dari epitel pigmen. Pada orang
dewasa, ora serata (bagian ujung depan retina yang bergerigi) di bagian temporal
bagian nasalnya kira‐kira 5,7 mm di belakang garis tersebut. Di ora serata tebal
retina 0,1 mm, sedangkan di polus posterior 0,23 mm. Yang paling tipis adalah di
fovea sentralis yaitu bagian tengah makula. Retina normal bening dan sebagian
di sebelah lateral papil optik khusus untuk membedakan penglihatan yang halus.
Semua reseptor di fovea adalah sel kerucut. Hampir di seluruh retina akson sel‐sel
dengan dendrit sel‐sel horizontal dan sel‐sel bipolar yang menuju ke luar dari
lapisan nuklear dalam. Tetapi di makula akson sel‐sel reseptor arahnya miring
kosong, rongga yang paling besar ada di makula. Penyakit yang menyebabkan
di daerah ini. Akson sel bipolar berhubungan dengan sel amakrin dan sel ganglion
di lapisan pleksiform dalam yang teranyam rapat. Akson panjang sel ganglion
ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
saraf optik, di bagian tengahnya melekuk dinamakan ekskavasi faali. Arteri retina
sentral bersama vena masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik.
Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal (Gambar 2.2)
Retina mempunyai ketebalan sekitar 1 mm, terdiri atas lapisan (Ilyas, 2008):
a. lapisan fotoreseptor merupakan lapisan terluar retina terdiri atas
sel batang dan sel kerucut dan merupakan lapisan penangkap sinar.
membran ilusi.
nuklei sel‐sel visual atau sel kerucut dan batang. Ketiga lapisan diatas
aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar
bipolar, sel horizontal, dan sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme
aselular, tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
saraf bercabang.
menuju ke arah saraf optik, dan di dalam lapisan ini dapat terletak
(www.webvision.med.utah.edu/sretina.html).
Gambar 2.3 Lapisan retina
sama dengan arteri lain yang terdiri atas lapisan intima, terletak paling
dalam terdiri atas 1 lapisan endotel yang terletak pada daerah kolagen,
terletak paling luar arteri dan terdiri atas jaringan penyokong longgar
b. Arteriol retina.
Arteriol retina muncul dari arteri retina sentralis, terdiri dari otot polos
(Kanski, 2007).
2.2.1.2 Kapiler
Kapiler retina membekalkan darah ke lapisan dalam kedua dan ketiga retina.
Bagian luar lapisan ketiga disuplai oleh kapiler korio. Jalinan kapiler bagian
dalam terletak di dalam lapisan sel ganglion dan jalinan kapiler bagian luar
terletak di dalam lapisan nuklear bagian dalam. Daerah bebas kapiler terletak
mengelilingi arteriol dan pada fovea. Dinding kapiler retina terdiri atas sel endotel
dan perisit. Sel endotel membentuk lapisan tunggal pada basement membrane dan
barrier. Perisit terletak di luar sel endotel dan memiliki proses pseudopodia
Venula retina dan vena mengalirkan darah dari kapiler. Sistem vena terdiri atas :
b. venula besar terdiri dari otot polos dan kemudian bersatu untuk
membentuk vena.
c. vena terdiri dari sejumlah kecil otot polos dan jaringan elastik
progressif yang ditandai dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil.
Perubahan patologis paling awal adalah penebalan membran basal endotel kapiler
Barat. Di Amerika Serikat terjadi kebutaan 5.000 orang per tahun akibat retinopati
adanya hubungan erat antara kadar gula darah yang tidak terkendali dengan
apakah ada hubungan sebab‐akibat atau apakah hal ini merupakan bentuk
memudahkan kebocoran.
keluarnya albumin.
rusak.
b.Efek reologi : baik melalui kelainan seluler maupun darah dan plasma.
dan mudah pula terjadi agregasi (dibantu oleh glikoprotein II, III,
(Tjokroprawiro, 1996).
koagulasi ini yang berperan penting dalam proses adhesi dan agregasi
1996).
Faktor Xa AT III
Protrombin Trombin
AT III
Fibrinogen Fibrin
Faktor VIII
fosforilasi
memasuki jalur poliol, yakni jalur alternatif metabolisme glukosa.
Melalui jalur ini glukosa dalam sel diubah menjadi sorbitol dengan
trombosit.
(AGEs) yang berperan dalam komplikasi menahun pada DM. AGEs ini
Protein yang dirusak oleh AGEs akan mengubah struktur dan fungsi
poliol. AGEs atau prekursornya juga dapat berasal dari luar tubuh,
pembentukan derivat a‐β dicarbonyl yang bersifat tidak stabil hasil reaksi
kimia ini dikenal sebagai reaksi Maillard (Setiawan dan Suhartono, 2005).
Reaksi Maillard juga berkaitan dengan komplikasi kronik DM. Reaksi ini
akibat kadar glukosa yang masih tinggi dalam waktu lebih dari 24
3‐deoxyglucosane.
dengan DM yang lama mempunyai kadar AGEs dua kali orang normal.
(Piliang, 2001).
e. Faktor vasoproliferatif
Faktor vasoproliferatif dilepaskan oleh retina dan epitel pigmen retina yang
pertumbuhan sel endotel telah dibuktikan terjadi pada retinopati diabetik. Dari
langsung dengan abnormalitas pembuluh darah retina yang terjadi pada DM. Pada
vitreous mata dengan PDR dibandingkan pada mata dengan NPDR. Pemberian
neovaskularisasi adalah respon terhadap iskemia yang terjadi pada retina (Kanski,
2007).
2.2.2 Klasifikasi Retinopati Diabetik
dalam tempat sel dan akson mengarah vertikal. Kapiler yang bocor
Walaupun cairan serosa diserap, masih akan tetap ada presipitat lipid
pada fovea sembab atau iskemi atau terdapat eksudat keras, maka tajam
bercak mirip kapas (multiple cotton wool spots) atau disebut eksudat
tidak teratur dan terjadi hubungan pendek antar pembuluh darah (shunt)
Edema makula
Perdarahan
Hard exudate
Dilatasi vena
dan proliferasi.
memperburuk prognosis.
hemobiologik.
usia tua.
Perdarahan
Hard exudate
Edema makula
Dilatasi vena
Gambar 2.6 Retinopati diabetik pre‐proliferatif
di dalam satu diameter diskus (1 DD) diskus optikus, di luar diskus dan
(Cavallerano, 2009).
Neovaskularisasi
lapisan retina. Ada pun gejala subjektif retinopati diabetik non‐proliferatif adalah
penglihatan kabur, kesulitan membaca, penglihatan tiba‐tiba kabur pada satu mata,
a. Mikroaneurisma.
vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat
demikian kecilnya sehingga tidak terlihat (Ilyas dan Tanzil, 2003; Ilyas,
Mikroaneurisma
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumen ireguler dan berkelok‐kelok. Hal ini
terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang‐kadang disertai kelainan endotel dan
eksudasi plasma (Ilyas dan Tanzil, 2003; Ilyas, 2008; Rahmawati, 2007) (Gambar
2.9) (www.neec.com)
Dilatasi vena
c. Perdarahan (haemorrhages)
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
pecahnya kapiler (Ilyas dan Tanzil, 2003; Ilyas, 2008; Rahmawati, 2007) (Gambar
2.10) (www.neec.com).
Perdarahan
d. Hard exudate
pungtata, kemudian membesar dan bergabung (Ilyas dan Tanzil, 2003; Ilyas,
Hard exudate
e. Edema retina
makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai
retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina.
(CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini :
iii. edema retina yang berukuran 1 disk (1500 μm) atau lebih,
Edema makula
2.2.4 Pengobatan
Pada retinopati diabetik yang harus diperhatikan ialah apakah gula darah dan
sendirinya, tetapi jika tajam penglihatan sangat menurun, dan jika sumber
tembakan laser di seluruh retina secara tersebar dan teratur kecuali daerah sentral
yang dibatasi oleh papil optik dan arkade vaskular temporal mayor. Mekanisme
oleh retina yang iskemia. Bila perdarahan badan kaca yang menyebabkan
menurunnya tajam penglihatan ini, dalam 6 bulan tidak menjernih secara spontan,
dapat dilakukan vitrektomi. Pembedahan ini harus segera dikerjakan jika secara
klinis atau berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi diduga ada ablasi retina yang
progresif. Pada ablasi retina, traksi yang mengenai atau mengancam makula, bisa
kelainan patologis di makula, mungkin tidak ada keluhan. Karena banyak penyulit
yang berat yang dapat diatasi dengan pengobatan laser dalam waktu singkat, maka
deteksi dini dan pengamatan teratur adalah sangat penting (Kadarisman, 1996).