Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang jumlah

pulaunya kurang lebih 17.504 pulau. Satu pertiga wilayah yang dinaunginya

adalah daratan sebesar 1,9 juta km2 (KemenPU RI, 2013). Luasnya daratan di

Indonesia didominasi oleh tanah yang subur. Fenomena ini disebabkan oleh tanah

pertanian di Indonesia dilewati oleh banyak gunung berapi (Kementan RI, 2014).

Hal ini mengakibatkan mudahnya tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang

menjadi beranekaragam yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya termasuk untuk pangan dan pengobatan. Menurut Dirjen

Bina Kesehatan Masyarakat Depkes, jumlah pengobatan tradisional yang tercatat

sebanyak 280.000 buah. Sebanyak 30.000 jenis tanaman, 950 jenis diantaranya

memiliki fungsi pengobatan yang harus dikembangkan untuk kesejahteraan

masyarakat Indonesia (Idward, 2012).

Pengobatan tradisonal di Indonesia digunakan secara turun temurun untuk

mengobati penyakit tertentu dan bahan dasarnya sangat mudah ditemukan. Salah

satu yang menjadi bahan dasar pengobatan tradisional tersebut adalah bawang

putih (Allium sativum L.). Manfaat yang diberikan bawang putih adalah sebagai

bahan rempah-rempah masakan, penyedap berbagai masakan, dan sebagai obat

tradisional untuk penyembuhan berbagai penyakit (Hernawan et al., 2003).

Dewasa ini, pengobatan dengan bawang putih bisa dilakukan dengan mudah.

Masyarakat Indonesia sering menggunakannya dengan mencampurkan dengan


1 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
bahan lain dalam bentuk air perasan (BPOM RI, 2011). Selain itu, beberapa

penelitian mencoba mengambil zat aktif bawang putih dengan proses ekstraksi

untuk memeroleh hasil berupa produk ekstrak bawang putih agar lebih efektif dan

efisien bagi masyarakat.

Kandungan bawang putih terdiri dari 65% air, 28% karbohidrat (terutama

fruktosa), 2,3% senyawa organosulfur, 2% protein (terutama alliinase), 1,2% asam

amino bebas (terutama arginin), dan 1,5% serat. Selain itu, bawang putih banyak

mengandung vitamin A, B komplek, C, E dan mineral terutama seperti potasium,

fosfor, magnesium, sodium, dan kalsium (Cobas et al., 2010). Bawang putih juga

memiliki aktivitas farmakologis dan biologis yang banyak seperti antijamur,

antibakteri, antitumor, anti-inflamasi, antitrombotik, dan memiliki sifat

hipokolesterolemik (Chardon, 2006).

Bawang putih mengandung senyawa aktif berupa minyak atsiri, dialil

enzim alinase, saponin, polifenol, dan flavonoid. Salah satu zat aktif yang

terkandung dalam bawang putih sebagai antimikroba selain minyak atsiri adalah

allisin (Poeloengan, 2004). Senyawa ini akan diubah oleh enzim allisin liase

menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin antimikroba yang bersifat bakterisida

(Rukmana, 1995).

Pada kulit, saluran pernapasan dan saluran pencernaan terdapat flora

normal, yaitu mikroorganisme yang menempati suatu area tanpa menimbulkan

penyakit pada inang yang ditempati, namun jika bergabung dengan

mikroorganisme lain maka akan beralih fungsi dan dapat menimbulkan beberapa

penyakit infeksi (Brooks et al., 2013).

2 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Penyakit infeksi merupakan faktor utama penyebab kematian dan

kecacatan di dunia. Kasus penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan yang

tinggi di negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan Profil Kesehatan

Indonesia tahun 2010, dalam Daftar Tabulasi Dasar (DTD), infeksi saluran

pernapasan atas termasuk dalam 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di

rumah sakit tahun 2010 dengan jumlah total 433.354 kasus sedangkan pasien

rawat inap terbanyak adalah gastroenteritis (Kemenkes RI, 2011).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling sering menginfeksi

manusia. Bakteri ini termasuk bakteri fakultatif anaerob Gram positif, berbentuk

bulat yang menghasilkan enterotoksin. Bakteri ini sangat mudah menginfeksi

manusia karena sering ditemukan di udara, debu, limbah, air, susu, makanan, dan

pada permukaan lingkungan. Hampir setiap orang pernah mengalami infeksi S.

aureus dari infeksi kulit, keracunan makanan, sampai infeksi yang tidak bisa

disembuhkan (Prihandani et al., 2015 ; Karneli et al., 2014).

Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan untuk

menekan tingginya angka kejadian infeksi bakteri. Pemakaian antibiotik yang

tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri. Resistensi bakteri

terjadi karena penggunaan antibiotik tidak sesuai dosis, lama konsumsi tidak

tepat, peresepan tidak sesuai diagnosis serta pengobatan sendiri dengan antibiotik

yang seharusnya dengan resep dokter. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013

didapatkan bahwa penggunaan antibiotik tanpa resep di Indonesia adalah 86,1%.

Sementara di Provinsi Sumatera Barat mencapai 85,2% (Riskesdas, 2013).

3 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Refdanita (2004) melakukan penelitian di rumah sakit Fatmawati Jakarta

membuktikan bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah Pseudomonas sp,

Klebsiela sp, Escherichia coli, Streptococcus β haemoliticus, S. epidermidis dan

S. aureus yang memiliki resistensi tertinggi pada ampisilin, penisilin G, tetrasiklin

dan kloramfenikol (Refdanita et al., 2004). Tingginya angka resistensi bakteri

terhadap antibiotik saat ini, maka perlu adanya penelitian bahan alam sebagai

alternatif antibiotik di Indonesia, seperti bawang putih.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prihandini (β015) tentang “Uji Daya

Antibakteri Bawang Putih (A. sativum) terhadap Bakteri Escherichia coli,

Salmonella typhimurium, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa

dalam Meningkatkan Keamanan Pangan” dengan pemberian air perasan

konsentrasi 50%, 25%, dan 12,5%, dapat menghambat pertumbuhan bakteri S.

aureus dengan membentuk halo sebesar 27,00 mm pada konsentrasi 50%

(Prihandini et al., 2015). Kemudian, hasil penelitian Safithri (2011) yang berjudul

“Antibacterial Activity of Garlic Againts some Pathogenic Animal Bacteria”

dengan pemberian ekstrak etanol dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%, dan 25%

dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli tetapi dengan daya

hambat lemah (Safithri, 2011). Dari berbagai sumber dan hasil penilitan tersebut

didapatkan adanya indikasi bahwa bawang putih mempunyai daya hambat

pertumbuhan bakteri-bakteri patogen.

4 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai perbandingan efektivitas daya hambat antara ekstrak dan air perasan

bawang putih (A. sativum) terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus secara in vitro.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah bagaimana perbandingan efektivitas daya hambat antara

ekstrak dan air perasan bawang putih (Allium sativum L.) terhadap pertumbuhan

bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbandingan efektivitas daya hambat antara ekstrak dan air

perasan bawang putih (Allium sativum L.) terhadap pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui efektivitas daya hambat ekstrak bawang putih (A. sativum)

terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus.

1.3.2.2 Mengetahui efektivitas daya hambat air perasan bawang putih (A.

sativum) terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus.

1.3.2.3 Mengetahui perbandingan efektivitas daya hambat antara ekstrak dan

air perasan bawang putih (A. sativum) terhadap pertumbuhan bakteri S.

aureus.

5 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Mengetahui perbandingan efektivitas daya hambat antara ekstrak

dan air perasan bawang putih terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus

1.4.2 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dam Sains (IPTEKS)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai obat

antibiotik alternatif pengganti obat antibiotik yang sudah ada. Selain itu

juga sebagai referensi dan data dasar penelitian jangka panjang dalam

penemuan antibiotik baru.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Untuk memberikan informasi tingkat efektivitas antibakteri yang

dimiliki oleh ekstrak dan air perasan bawang putih terhadap pertumbuhan

bakteri S. aureus dan memperkenalkan produk obat antibiotik baru

pengganti atau alternatif antibiotik terhadap S. aureus.

6 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai