Anda di halaman 1dari 25

A.

PENGERTIAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronis atau PPOK adalah penyakit pernapasan yang
menyebabkan seseorang sulit karena tersumbatnya saluran udara di paru-paru. PPOK
merupakan penyakit progresif, artinya penyakit ini akan semakin memburuk seiring
berjalannya waktu (Mansjoer, A dkk, 2007).
Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Emfisema dan
bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan dan pada akhirnya
menimbulkan kelainan di dalam struktur paru-paru, sehingga aliran udara terhambat
secara permanen(itulah sebabnya disebut “obstruktif kronis”). Sering juga penyakit ini
disebut dengan Chronic Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung
Disease (COLD) (Brunner, Suddarth, 2012).

Klasifikasi
Menurut (Mansjoer, A dkk, 2007) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) terdiri
dari :
a. Bronkitis Kronik
Gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus yang berlebihan dalam
bronkhus dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk kronis serta membentuk
sputum selama 3 bulan dalam setahun, minimal 2 tahun berturut-turut.
b. Emfisema
Penyakit yang ditandai dengan pelebaran dari alveoli yang diikuti oleh destruksi
dari dinding alveoli. Biasanya terdapat bersamaan dengan bronkitis kronik, akan
tetapi dapat pula berdiri sendiri. Penyebabnya juga sama dengan bronkitis, antara
lain pada perokok.

B. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi
Anatomi system pernafasan menurut (Mansjoer, A dkk, 2007), yaitu:
1. Hidung

1
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum
nasi).Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,
debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan
jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung,
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-
organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga
mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2
lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang
biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi
pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk
oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir
yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar.
Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang
dilapisi oleh otot polos.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah
yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur
serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan
ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin,
mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang

2
kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-
cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru
atau gelembung hawa atau alveoli. Bronkus pulmonaris, trakea terbelah menjadi
dua bronkus utama : bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru.
Dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru,bronkus-bronkus pulmonaris
bercabang dan beranting lagi banyak sekali. Saluran besar yang
mempertahankan struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai dinding
fibrosa berotot yang mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium
bersilia. Bronkus terminalis masuk kedalam saluran yang agak lain yang disebut
vestibula, dan disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya : lapisan
epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih. Dari vestibula
berjalan beberapa infundibula dan didalam dindingnya dijumpai kantong-
kantong udara itu.
6. Alveolus
Kantong udara atau alveoli itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih,
dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu jaringan
pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun terjadi.
Pembuluh darah dalam paru-paru yaitu arteri pulmonaris membawa darah yang
sudah tidak mengandung oksigen dari ventikel kanan jantung ke paru-paru;
cabang- cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang-cabang lagi
sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah belah dan membentuk
jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung
udara.
7. Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga
dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung
beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam
media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks
(puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada clavikula didalam
dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landae rongga thoraks, diatas
diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga,
permukaan dalam yang memutar tampuk paru- paru, sisi belakang yang

3
menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan
jantung.Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-
paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus
tersusun atas lobula. Jaringan paru- paru elastis, berpori, dan seperti spons.

Sumber: Hallodoc.

Fisiologi
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida . pada
pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat dengan darah didalam kapiler
pulmonaris.Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli kapiler,yang
memisahkan oksigen dari darah (Sjamsuhidajat, R, dkk, 2014)
Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah
dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh.
Dan meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat
ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen. Di dalam paru-paru,karbondioksida, salah
satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler kapiler darah ke
alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui
hidung dan mulut.Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner
atau pernafasan eksterna :

4
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam
alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru.
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat
dapat mencapai semua bagian tubuh.
4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih
mudah berdifusi daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-
paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak
darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2;
jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri
bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar
kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2
dan memungut lebih banyak O2 (Sjamsuhidajat, R, dkk, 2014)
Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-paru ialah
4.500 ml sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari
udara ini, kira-kira 1/10-nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air ), yaitu
yang dihirup masuk dan diembuskan keluar pada pernafasan biasa dengan
tenang.Kapasitas vital,volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-
paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas paru- paru. Diukurnya
dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang
perempuan ,3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit
jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru), dan kelemahan otot pernafasan
(Sjamsuhidajat, R, dkk, 2014)

C. PENYEBAB
Etiologi PPOK menurut Brunner, Suddarth (2012). yaitu:
1. Merokok (perokok aktif, pasif dan berhenti merokok).
2. Infeksi saluran pernafasan bawah kronik
3. Alergi : debu, bulu binatang, kulit.
4. Riwayat Polusi : misal asap pabrik, asap mobil, polusi di tempat kerja (bahan
kimia, zat iritasi, gas beracun).

5
D. MANIFESTASI KLINIK
Menurut LeMone, Priscilla., Karen M. Burke & Gerene Bauldoff (2017) manifestasi
klinis pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah :
1. Batuk
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk
bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung
lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada
awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring
dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
2. Sesak
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang
hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah
yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan
memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
3. Eksaserbasi akut PPOK menurut (Mansjoer, A dkk, 2007) meliputi:
a. Batuk bertambah berat
b. Produksi sputum bertambah
c. Sputum berubah warna
d. Sesak nafas bertambah berat
e. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
f. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
g. Penurunan kesadaran

Komplikasi
Komplikasi PPOK menurut (Mansjoer, A dkk, 2007) yaitu:
a. Gagal napas akut (Hipoksemia)
Hipoksia adalah suatu kondisi di mana jaringan tubuh Anda kekurangan oksigen.
Kondisi ini disebabkan oleh hipoksemia, yaitu tingkat oksigen dalam darah Anda
lebih rendah dari tingkat normal. Hipoksia dan hipoksemia dapat menjadi gejala
dari kondisi lain yang menyebabkan kesulitan bernapas dan sirkulasi darah.
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami

6
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
b. Corpulmonal
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
c. Pneumothoraks
Pneumotoraks atau kolaps paru-paru adalah pengumpulan udara dalam ruang di
sekitar paru-paru. Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran
penyakit paru-paru, emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan
tuberkulosis (TB), Sarkoidosis, cystic fibrosis, keganasan, dan fibrosis paru.
d. Status Asmatikus (Asthma Bronchiale)
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak
berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan
dan distensi vena leher seringkali terlihat.

E. PATHOFISIOLOGI
Obstruksi jalan nafas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam
bergantung pada penyakit. Pada bronkhitis kronis dan brokhiolitis, terjadi
penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan napas.
Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat
kerusakan dinding alveoli yang di sebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru.
Pada asma, jalan napas bronkhial menyempit dan membatasi jumlah udara yang
mengalir kedalam paru. Protokol pengobatan tertentu di gunakan dalam semua
kelainan ini, meski patofisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan
pendekatan spesifik (Mansjoer, A dkk, 2007)
. PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik
dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja (terhadap
batu bara, kapas dan padi-padian) merupakan faktor resiko penting yang menunjang
terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahun.
PPOK juga di temukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang

7
normal untuk mencegah penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu (Brunner,
Suddarth, 2012).
PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang membutuhkan waktu
bertahun-tahun untuk menunjukan awitan (onset) gejala kelinisnya seperti kerusakan
fungsi paru. PPOK sering menjadi simtomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi
insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Meskipun aspek-aspek fungsi
paru tertentu seperti kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV) menurun
sejalan dengan peningkatan usia, PPOK dapat memperbuuk perubahan fisiologi yang
berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas misalnya pada
bronkhitis serta kehilangan daya pengembangan (elastisitas) paru misalnya pada
emfisema. Oleh karena itu, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi-perfusi
pada klien lansia dengan PPOK (Mansjoer, A dkk, 2007).

8
F. PATHWAY

9
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Antariksa, Budhi Dkk (2011) yang diperlukan
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru. Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang
menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru
terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi
maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan
VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas
pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada
saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi
menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
2. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang
kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung
kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan

10
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang
dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan PPOK menurut Antariksa, Budhi Dkk (2011) yaitu:
1. Tentukan masalah yang menonjol, misalnya:
a. Infeksi saluran napas
b. Gangguan keseimbangan asam basa
c. Gawat napas
2. Triase untuk keruang rawat atau ICU. Penanganan diruang rawat untuk eksa serbasi
sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi mekanik)
a. Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebulizer
b. Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury mask
c. Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
d. Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi mekanik
Indikasi perawatan ICU
a. Pengawasan dan terapi intensif
b. Hindari inturbasi, bila diperlukan intubasi gunakan pola ventilasi mekanik yang
tepat
3. Mencegah kematian
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi
gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan meliputi:
a. Diagnose beratnya eksaserbasi
1) Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
2) Kesadaran
3) Tanda-tanda vital
4) Analisa gas darah
5) Pneumonia
b. Terapi oksigen adekuat

11
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama
bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang
mengancam jiwa. Dapat dilakukan diruang gawat darurat, ruang rawat atau
ruang ICU. Sebaiknya dipertahankan PaO2 >60 mmHg atau sat O2 > 90%,
evaluasi ketat hiperkapnia, guanakan sungkup dengan kadar yang sudah
ditentukan (ventury mask) 24%, 28%, atau 32%. Perhatikan apakah sungkup
rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi
oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigen adekuat, harus digunakan
ventilasi dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive
Positif Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik
digunakan dengan intubasi.
c. Pemberian obat-obatan yang maksimal. Obat yang diperlukan pada eksaserbasi
akut adalah:
1) Antibiotic
2) Bronkodilator
3) Kortikosteroid
d. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia
berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas.
e. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat akan mengurangi
mortality dan morbidity, dan memperbaiki symptom. Dahulukan penggunaan
NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi.
Kondisi lain yang berkaitan
1) Monitor balans cairan elektrolit
2) Pengeluaran sputum
3) Gagal jantunga atau aritmia
Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi:
1) Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit
2) Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal
3) Kesadaran menurun
4) Hipoksemia berat Poa2 < 50 mmHg
5) Asidosis Ph < 6,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg
6) Komplikasi kardiovaskular hipotensi

12
7) Komplikasi lain, gangguan metabolic, sepsis, pneumonia, barotraumas, efusi
pleura dan emboli massif
8) Pengguanaan NIPPV yang gagal

I. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Fokus pengkajian keperawatan pada PPOK menurut LeMone, Priscilla., Karen M.
Burke & Gerene Bauldoff (2017) adalah:
a. Anamnesis
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas, ketidakmampian untuk tidur, perlu
tidur dalam posisi duduk tinggi, sispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap
aktivitas atau latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa otot
2. Sirkulasi
Gejala: Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda: Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung, distensi
vena leher, edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung,
bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP
dada), warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh
dansianosis perifer, pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala: peningkatan factor resiko, perubahan pola hidup,
Tanda: ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan/ cairan
Gejala: Mual atau muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema),
ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan, penurunan berat
badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema
(bronchitis)
Tanda: turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat,
5. Hyegene
Gejala: penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitassehari-hari

13
Tanda: kebersihan buruk, bau badan
6. Keamanan
Gejala: riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan,
adanya/berulang infeksi, kemerahan/berkeringat (asma)
7. Seksualitas
Gejala: penurunan libido
8. Interaksi Sosial
Gejala: hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung, kegagalan
dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat, penyakit lama atau
ketidakmampuan membaik
Tanda: ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena
distress pernafasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan
anggota kelurga lain

 Riwayat penyakit dahulu


Tanyakan kondisi pernapasan terdahulu (misalnya asma, TB, karsinoma
bronkus, bronkiektasis, atau empisema).
Selidiki adanya kelainan kondisi jantung atau pernapasan lain.
Pernakah ada pneumonea ?
Tanyakan gejala apnea saat tidur (mengantuk di siang hari, mendengkur).
 Obat-obatan
Tanyakan respon pasien terhadap terapi kortikosteroid, nebuliser, oksigen di
rumah? Apakah pasien menggunakan oksigen di rumah? Jika ya, selama
berapa jam sehari di gunakan?
Dapatkan riwayat merokok pasien (dahulu [bungkus per hari, tahun], sekarang
dan pasif).
 Riwayat keluarga dan sosial
Bagaimana riwayat pekerjaan pasien ? (pneumokoniosis ?)
Adakah riwayat masalah pernapasan kronis di keluarga?
Bagaimana tingkat disabilitas pasien ? bagaimana toleransi olahraga pasien ?
apakah pasien mampu keluar rumah ? bisakah pasien naik tangga ? dimana
kamar tidur/kamar mandi pasien, dan sebagainya ?
Siapa yang berbelanja, mencuci, memasak dan sebagainya?

14
9. Pemeriksaan Fisik
Sistem Pencernaan
1) Inspeksi
 Pursed- lips breathing ( mulut setengah terkatup mencucu)
 Barrel chest (diameter antero – posterior dan transfersal sebanding)
 Penggunaan otot bantu napas
 Hipertropi otot bantu napas
 Pelebaran sela iga
 Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai
 Penampilan pink puffer atau blue bloater
2) Palpasi
Pada emfisema premitus melemah, sela iga melebar.
3) Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letek
diafragma rendah, hepar terdorong kebawah.
4) Auskultasi
 Suara napas vesikuler normal, atau melemah
 Terdapat ronki atau mengi pada waktu berenapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
 Ekspirasi memanjang
 Bunyi jantung terdengar jauh
Menurut Gleadle (2007) anamnesis yang dilakukan pada pasien PPOK yaitu :
 Berapa lama pasien merasa sesak napas?
 Kapan pasien merasa sesak : saat istirahat atau aktivitas?
 Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernapas?
 Berapa jauh pasien dapat berjalan?
 Apakah pasien batuk? Jika ya, adakah sputum, berapa banyak, dan apa warna
nya ?
 Apakah terdapat mengi? Jika ya kapan ?
 Berapa lama pasien mengalami keadaan seburuk ini ?
 Kira-kira apa pemicunya ?
 Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat berbaring ?

15
 Pernakah pasien mendapat ventilasi ? pernakah pasien di rawat di rumah sakit?
(jika ya, berapa hasil spirometri dan gas darah awal ?)
Anamnesis
Dispenea adalah keluhan utama PPOM. Klien biasanya mempunyai
riwayat merokok dan riwayat batuk kronis, bertempat tinggal atau bekerja di
area dengan polusi berat, adanya riwayat alergi pada keluarga, adanya riwayat
asma pada anak-anak.
Perawat perlu mengkaji riwayat atau adanya paktor pencetus eksaserbasi
yang meliputi alergen, stres emosional, peningkatan aktivitas fisisk yang
berlebihan, terpapar dengan polusi udara, serta infeksi saluran pernapasan.
Perawat juga perlu mengkaji obat-obat yang biasa di minum klien, memeriksa
kembali setiap obat apakah masih relavan untuk di gunakan kembali.
Pengkajian pada tahap lanjut penyakit, di dapatkan kadar oksigen yang
rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea). Klien
rentan terhadap reaksi implamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi.
Setelah infeksi terjadi, klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat
ekspirasi.
Anorexia, penurunan berat badan, dan kelemahan adalah hal yang umum
terjadi. Vena jugularis mungkin juga mengalami distensi selama ekspirasi. Pada
pengkajian yang di lakukan di tangan, sering di dapatkan adanya jari tabuh
(clubbing finger) sebagai dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan.

16
J. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, NIC: Manajemen Jalan Nafas (3140)
berhubungan dengan hyperplasia bersihan jalan nafas teratasi dengan kriteria hasil 1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw
sebagai berikut: thrust, sebagaimana mestinya
pada dinding bronkus (00031) 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
NOC: Stastus Pernafasan (0415)
3. Buang secret dengan memotivasikan pasien untuk
melakukan batuk atau menyedot lender
No Indikator Skala Kaji Skala Target
4. Kelola nebulizer ultrasonik sebagaimana mestinya
1 Frekuensi 5 5. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
pernafasan
2 Irama 5
pernafasan
3 Sianosis 5
4 Penggunaan otot 5
bantu nafas
5 Pernafasan 5
cuping hidung
Keterangan:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi cukup dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal

2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, NIC: Manajemen Jalan Nafas (3140)

17
berhubungan dengan perubahan gangguan pertukaran gas teratasi dengan kriteria hasil 1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw
membrane alveolar-kapiler (00030) sebagai berikut: thrust, sebagaimana mestinya
NOC: Stastus Pernafasan (0415) 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Buang secret dengan memotivasikan pasien untuk
No Indikator Skala Kaji Skala Target melakukan batuk atau menyedot lender
4. Kelola nebulizer ultrasonik sebagaimana mestinya
1 Frekuensi 5
5. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
pernafasan
2 Irama 5
NIC: Monitor Pernafasan (3350)
pernafasan
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan
3 Sianosis 5
bernafas
4 Penggunaan otot 5
2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksemitrisan,
bantu nafas
penggunaan otot bantu nafas, retraksi pada otot
5 Pernafasan 5
supraclaviculas dan intercostal
cuping hidung
3. Monitor pola nafas (misalnya: bradipneu, takipneu,
Keterangan: hiperventilasi, pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1,
1. Deviasi berat dari kisaran normal apneustik, respirasi biot dan pola ataxic)
2. Deviasi cukup dari kisaran normal
4. Monitor kemampuan batuk efektif pasien
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal

3 Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 NIC: Monitor Pernafasan (3350)
jam, diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan
berhubungan dengan keletihan otot
hasil : bernafas
pernafasan NOC: Stastus Pernafasan (0415)
2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksemitrisan,
penggunaan otot bantu nafas, retraksi pada otot
No Indikator Skala Kaji Skala Target
supraclaviculas dan intercostal

18
1 Frekuensi 5 3. Monitor pola nafas (misalnya: bradipneu, takipneu,
pernafasan hiperventilasi, pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1,
2 Irama 5 apneustik, respirasi biot dan pola ataxic)
pernafasan 4. Monitor kemampuan batuk efektif pasien
3 Sianosis 5
4 Penggunaan otot 5
bantu nafas
5 Pernafasan 5
cuping hidung

Keterangan:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi cukup dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal

4 Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, klien NIC: Manajemen nyeri (2380)
cedera fisik (00132) dapat menunjukan kontrol terhadap nyeri dan 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
pengurangan nyeri, dengan kriteria hasil sebagai lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas, dan factor pencetus
berikut:
2. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
NOC: Kontrol nyeri (1605) mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
Skala Skala penerimanaan pasien terhadap nyeri
No Indikator 3. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadapn
Kaji Target
kualitas hidup pasien (misalnya tidur, nafsu makan,
1 Mengenal kapan nyeri 5 pengertian, perasaan, hubungan, performa kerja dan
terjadi tanggung jawab peran
2 Menggunakan 5 4. Gali bersama pasien factor-faktor yang dapat
tindakan pengurangan

19
nyeri tanpa analgesic menurunkan atau memperberatkan nyeri
3 Melaporkan nyeri yang 5 5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi seperti
terkontrol relaksasi atau terapi music
Keterangan: 6. Kolaborasika dengan dokter untuk pemberian
1. Tidak pernah menunjukkan analgesik
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan
NOC: Tingkat nyeri (2102)
No Indikator Skala Skala
Kaji Target
1 Panjangnya episode 5
nyeri
2 Ekspresi wajah 5
meringis
3 Ketegangan otot 5
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

5 Intoleransi aktivitasberhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, klien NIC: Terapi Aktivitas (4310)
dapat menunjukan toleransi terhadap aktifitas, dengan 1. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitas medik dalam
dengan imobilitas (00092)
kriteria hasil sebagai berikut: merencanakan program terapi yang tepat
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
NOC: Toleransi Terhadap Akttivitas (0005)
mampu dilakukan
No Indikator Skala Skala
3. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
Kaji Target

20
1 Kekuatan tubuh bagian 5 sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
atas diinginkan
2 Kekuatan tubuh bagian 5 4. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
bawah seperti kursi roda, krek
3 Kemudahan dalam 5 5. Bantu untuk mengidentivikasi aktivitas yang disukai
melakukan aktivitas 6. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
hidup harian luang
Keterangan: 7. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
1. Sangat terganggu kekurangan dalam beraktivitas
2. Banyak terganggu 8. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
3. Cukup terganggu beraktivitas
4. Sedikit terganggu 9. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
5. Tidak terganggu penguatan
10. Monitor respon fisik, emosional, sosial, dan spiritual

6 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 NIC: Manajemen Nutrisi (1100)
dari kebutuhan tubuh berhubungan jam, diharapkan tidak terjadi gangguan 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien
dengan ketidakmampuan untuk ketidakseimbangan nutrisi dengan kriteria hasil : untuk memenuhi kebutuhan gizi
mengabsorpsi nutrient NOC: Status Nutrisi (1004) 2. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan
yang dimiliki pasien
Indikator Skala Skala
3. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat
Kaji Target
mengonsumsi makanan (misalnya bersih, dan bebas
1. Asupan makanan 5
dari bau menyengat)
2. Asupan caitan 5
3. Hidrasi 5
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu

21
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

22
DAFTAR PUSTAKA

Antariksa, Budhi Dkk. 2011. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Brunner, Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 Vol 4. Jakarta:
EGC
Dochterman, Bulecheck. 2016. Nursing Intervention Classification, 6th Edition. United
States of America: Mosby.
Glade, Jhonatan. 2007. At a Glance Anemis dan pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.
LeMone, Priscilla., Karen M. Burke & Gerene Bauldoff. 2017. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah: Respirasi Edisi5. Jakarta: Egc Penerbit Buku Kedokteran
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification,
5th Edition. United States of America: Mosby
NANDA International Inc. 2014. North American Nursing Diagnosis Association, Nursing
Diagnostises: Definitions & Classifications 2015-2017. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

23
LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

(PPOK)

OLEH

NAMA : JONRIS SAMLOY

NPM : 18180000112

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

JAKARTA

2019

24
F. PATHWAY

25

Anda mungkin juga menyukai