Bab VI buku ini secara khusus akan membahas tentang kontribusi public
speaking untuk pendidik dan peserta didik dalam konteks pendidikan
dan pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Pembelajaran
merupakan kegiatan pokok dalam pendidikan yang di dalamnya terjadi
kegiatan belajar dan mengajar. Pembelajaran yang dikelola dengan baik
akan mendukung pencapaian tujuan pendidikan baik pada tingkatan
materi pelajaran (objective), pada tingkatan satuan pendidikan/mata
pelajaran (goals) atau tujuan pendidikan pada level nasional yang
disebut Tujuan Pendidikan Nasional (aims). Dalam UU nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat1 dinyatakan
bahwa:
2. 2. Apersepsi;
Pendahuluan 15’
Guru mengajukan pertanyaan tentang
berbagai manfaat hidrosfer bagi
manusia dan mengaitkanya dengan
topik yang akan dipelajari
3. Motivasi
a. Guru menyampaikan Topik/Materi
b. Guru menjelaskan tujuan dan
manfaat materi yang dipelajari
c. Guru menjelaskan skenario
pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
Guru menata kelas dalam bentuk
Penguatan seminar atau pola pleno (U).
Konsep
1. Guru menyiapkan beberapa kata
(Strengthening kunci dari materi yang akan
Concept) dipelajari.
Kegiatan inti 2. Guru meminta beberapa siswa untuk 105’
Mengamati, memilih salah satu kata kunci lalu
Mencoba, menempelkan di media tempel.
Menanya 3. Guru meminta siswa mencari arti
Mencari kata kunci, hubungan antar kata
Mengumpulkan kunci serta hubungan kata-kata kunci
dengan materi yang akan dipelajari
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]
Lalu, apa upaya yang bisa dilakukan pendidik untuk bisa melaksanakan
pembelajaran yang efektif yang didukung oleh keterampilan
berkomunikasi dan public speaking?. Sebagai rujukan, penulis
menyajikan pendapat Nowak (2004) yang menjelaskan bahwa ada tiga
seni atau cara untuk menjadi pembicara yang istimewa. Berhubung
mengajar juga merupakan sebuah “seni” maka pendapat Nowak ini bisa
dijadikan dasar oleh guru untuk merancang pembelajaran yang efektif
berbasis public speaking.
Hal lain yang perlu diperhatikan terkait dengan suara adalah volume
suara atau kebulatan suara, kejelasan pengucapan (clarity), ketepatan
berhenti dan memulai pembicaraan (pause), kecepatan berbicara
(pace), penekanan pada kata-kata kunci (emphasis) serta kesadaran diri
(self aware). Sehubungan dengan kecepatan berbicara bagi seorang
pendidik, disarankan antara 100 – 150 kata per menit. Artinya, jika anda
berbicara kurang dari 100 kata per menit maka anda termasuk
pembicara yang lambat. Jika jumlah kata yang anda ucapkan per menit
adalah 100 – 150 kata maka anda kecepatan berbicara anda adalah baik.
Namun, jika lebih dari 150 kata maka anda termasuk orang yang cepat
dalam berbicara. Cepat atau lambat dalam berbicara perlu diperhatikan
oleh seorang pendidik karena kemampuan peserta didik mencerna
penjelasan guru hanya setengahnya dan akan terus berkurang karena
durasi dan berbagai “noise” baik internal maupun eksternal. Dalam
penelitian mandiri yang penulis lakukan terhadap 25 orang guru di Kota
Padang yang dilakukan pada sebuah pelatihan peningkatan keterampilan
presentasi bagi pendidik dalam pembelajaran didapatkan data
kecepatan rata-rata berbicara guru adalah sebagai berikut:
No Kecepatan Berbicara Jumlah Kategori
1 < 100 kpm 3 Lambat
2 100 – 150 kpm 17 Rata-rata
3 >150 kpm 5 Cepat
b. Body Movement
Potensi diri kedua yang termasuk “the art of craft” untuk mewujudkan
“the exceptional teacher” adalah “body movement” atau perpindahan
badan. Seorang pembicara atau pendidik yang hanya berdiri mematung
di depan kelas akan terlihat kaku serta akan membuat peserta didik
yang duduk di bagian belakang berkurang perhatiannya. Dengan gerakan
berpindah yang dilakukan guru merupakan strategi untuk memastikan
semua peserta didik tetap dalam kendali pendidik. Maka selalulah
berpindah selama pembelajaran dalam artian ada kalanya berdiri di
depan jika anda menjelaskan sesuatu yang ada pada media atau
menulis, lalu berpindahnya ke sisi kanan kelas untuk mengamati
aktivitas belajar peserta didik di sisi kanan, lalu berpindahlah ke sisi
kiri, masuklah ke tengah kelas untuk mengamati aktivitas belajar dalam
kelompok lalu berdirilah di belakang kelas untuk melihat peserta didik
yang menyampaikan atau menjelaskan sesuatu di depan kelas. Nowak
(2004) dalam bukunya mengatakan “If I just stand here and don’t move,
maybe they won’t notice me”. Perpindahan posisi pendidik dalam
pembelajaran akan mengikat perhatian peserta didik. Ruben & Steward
(2013) menuliskan bahwa jarak fisik dari sumber (belajar) memilili
pengaruh yang besar terhadap kemungkinan kita memperhatikan pesan
tertentu (proximity). Lalu, jika pendidik berpindah – pindah dalam
pembelajaran, berapakah jarak yang aman dengan peserta didik?.
Edward T. Hall dalam Cangara (2009) dan dimodifikasi oleh Nofrion
(2016) menjelaskan bahwa jarak yang disarankan antara seorang
pendidik dengan peserta didik adalah:
No Kategori Jarak (cm) Penjelasan*
1 Wilayah Intim 7,35 - 45 Jarak saat guru mengamati
aktivitas belajar seorang siswa
2 Wilayah Pribadi 45 – 121,92 Jarak saat guru mengamati
aktivitas individu dalam
kelompok
3 Wilayah Sosial 122 - 365 Jarak saat guru mengamati
aktivitas belajar kelompok
4 Wilayah Publik 365 - 762 Jarak saat guru
menyampaikan penjelasan-
penjelasan umum, membuka
dan menutup pelajaran.
*Dimodifikasi oleh Nofrion (2016)
c. Gestures
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]
d. Eye Contact
Kontak mata merupakan komunikasi non verbal yang memiliki kapasitas
luar biasa untuk menarik perhatian…(Ellsworth dalam Ruben & Steward,
2013). Walaupun di beberapa Negara kontak mata bisa saja diartikan
sebagai tindakan “kurang sopan” namun kontak mata yang dimaksud
dalam buku ini adalah melihat kepada komunikan saat berbicara
termasuk matanya. Dalam konteks pembelajaran, antara pendidik
dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik yang
lain, kontak mata dalam aktivitas belajar adalah sesuatu yang lumrah.
Dengan adanya kontak mata maka kita bisa mengetahui apakah orang
lain mau berkomunikasi dengan kita atau membuka diri untuk
berinteraksi. Agar tidak menimbulkan efek lain akibat kontak mata
maka penulis menyarankan agar kontak mata yang dilakukan dalam
bentuk sapuan pandangan tanpa rasa atau disebut juga dengan teknik
“scanning”. Kecuali, jika ada respon dari seorang peserta didik seperti
bertanya maka barulah pendidik memberikan kontak mata yang lebih.
Selain kontak mata ada juga istilah pandangan mata (eye gaze) serta
kontak wajah (face contact) dan saling pandang (mutual gaze).
Penerapannya dalam pembelajaran disesuaikan dengan tujuan yang
ingin dicapai.
e. Energy
Energi adalah kekuatan yang datang dari dalam diri. Kenapa ada guru
yang begitu bersemangat dalam mengajar?, karena gurunya punya
energi. Darimana energi itu datang?, banyak faktor. Energi bisa datang
dari asupan makanan dan minuman yang kita konsumsi serta energi juga
bisa datang karena lingkungan yang mendukung. Suasana kelas yang
dinamis, peserta didik yang aktif belajar dan memiliki perhatian yang
tinggi akan menambah energi seorang pendidik dalam pembelajaran,
begitu juga sebaliknya.
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]
I want to . . .
• Move my students
• Motivate my students
• Challenge my students
• Provoke my students
• Enchant my students
• Inspire my students
• Persuade my students
• Transform my students
• Entertain my students
• Calm my students
menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah
peserta didik. Walaupun demikian, tetap saja antara pendidik dan
peserta didik memiliki batas yang jelas dalam hal format interaksi di
dalam kelas. Bukan berarti, karena sama – sama peserta didik lalu
peserta didik bisa mengangap enteng pendidik. Untuk itu, perlu
diciptakan kerangka dalam pembelajaran. Nowak (2004) menjelaskan
ada tiga kerangka yang bisa dipilih seorang pembicara terhadap
pendengarnya dan bisa diimplementasikan oleh pendidik dalam
pembelajaran:
Artinya,
1) Humor melibatkan/mengakrabkan
2) Humor merilekskan suasana
3) Humor menetapkan kesamaan dan tertawa itu baik membantu
menurunkan tekanan dan ketegangan
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]
Prof. Dr. Abdullah Nashih Ulwan (2007) dalam bukunya yang berjudul
“Tarbiyatul Aulad fil Islam” atau Pendidikan Anak dalam Islam. Dari
sekian banyak kajian dalam buku yang diterjemahkan oleh Drs.
Jamaluddin Miri, Lc tersebut, penulis memfokuskan pada kajian pasal VI
dengan judul Tanggung Jawab Pendidikan Sosial, sub kajian Etika Sosial
yang salah satunya adalah etika berbicara. Pada halaman 563 sampai
569 dijelaskan delapan etika yang yang harus diperhatikan ketika
berbicara, yaitu:
a. Berbicara dengan bahasa yang fasih. Dalam buku ini memang
ditekankan perlu umat Islam untuk mampu berbicara dengan
bahasa Arab yang fasih karena bahasa Arab adalah bahasa Al
Qur’an. Namun, ada pelajaran yang bisa kita ambil dari
pernyataan ini yaitu jika kita berbicara dengan bahasa yang kita
kuasai maka berbicaralah dengan fasih. Jika menguasai bahasa
Inggris maka berbicaralah dengan fasih sesuai kaidah berbahasa
Inggris. Demikian juga jika berbicara dengan bahasa Indonesia
maka berbicaralah sesuai aturan berbahasa yang baik dan benar.
Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa keindahan seorang laki-
laki itu terletak pada kefasihan lisannya (Al Asykari).
b. Berbicara perlahan dan tidak tergesa-gesa. Berbicara perlahan
bukan berarti seperti “kaset berat atau rusak”. Tapi yang
dimaksud dengan berbicara perlahan ini adalah berbicara sesuai
dengan penggalan kalimat, benar tempat berhenti dan benar pula
tempat memulainya. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh
Aisyah RA dijelaskan bahwa Rasulullah SAW jika berbicara
perlahan sehingga bisa dihitung kata-katanya. Berbicara perlahan
memberikan waktu dan kesempatan kepada pendengar untuk
mencerna dan memahami isi pembicaraan. Karena pada dasarnya
manusia memiliki keterbatasan dalam menangkap ide pokok
pembicaraan yang berlangsung cepat.
c. Dilarang menyela pembicaraan orang lain. Pada saat ini, sangat
lumrah kita temukan dalam rapat-rapat atau diskusi, seseorang
menyela pembicaraan orang lain atau istilahnya melakukan
interupsi. Selaan tersebut bisa saja membuat pembicara hilang
konsentrasi sehingga sulit fokus dengan inti pembicaraan serta
selaan saat orang lain berbicara terkesan tidak menghargai orang
lain. Orang yang seperti ini diibaratkan seperti lembu yang
membanggakan dan menggulung lidahnya seperti saat makan
rumput.
d. Berbicaralah dengan kalimat yang dipahami oleh pendengar.
Kaidah ini mengajari kita untuk berbicara sesuai dengan
karakteristik psikologis dan sosiologis suatu kaum. Tingkat
pendidikan, kemampuan berfikir, perkembangan pikiran, budaya
setempat serta usia dan status. Dalam Hadits Shahih yang
diriwayatkan oleh Muslim dijelaskan bahwa apabila kita berbicara
kepada suatu kaum dengan pembicaraan yang tidak mampu
dijangkau oleh akal dan pikiran kaum tersebut maka bisa jadi
akan terjadi fitnah bagi mereka.
e. Jangan mempersingkat atau memperpanjang pembicaraan.
Artinya disini bahwa pembicara harus memiliki perencanaan
dalam berbicara. Jelas poin-poin yang akan disampaikan serta
durasinya sudah diperkirakan. Pembicaraan yang terlalu singkat
bisa membuat rusaknya inti atau pesan yang disampaikan atau
sebaliknya, pembicaraan yang terlalu panjang akan membuat
pendengar bosan dan mengantuk.
f. Memberikan perhatian penuh kepada lawan bicara.
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]
jawab
Sumber : Nofrion (2018) dimodifikasi dari Panduan Revitalisasi Kurikulum LPTK 2016
2 Sistematika Struktur dan sistematika Struktur dan Struktur dan Struktur dan 20%
Penyajian jelas dan membantu sistematika jelas. sistematika penulisan sistematika penulisan
pembaca untuk kurang jelas tidak jelas
memahami materi.
3 Data dan Data/Fakta/contoh/Refe
Data/Fakta/Contoh/ Data/Fakta/Contoh/ Data/Fakta/Contoh/ 20%
Referensi rensi yang digunakanReferensi yang Referensi yang Referensi yang
akurat, kontekstual
digunakan akurat, digunakan kurang digunakan tidak akurat
dengan sumber yang kontekstual namun ada akurat dan kontekstual
kredibel sumber sumber yang
kurang kredibel
4 Bahasa dan Kalimat yang digunakan Beberapa kalimat Kalimat yang Kalimat yang 10%
Kepatuhan pada sudah memenuhi kaidah belum sesuai dengan digunakan kurang digunakan tidak sesuai
PUEBI PUEBI kaidah PUEBI sesuai dengan kaidah dengan kaidah PUEBI
PUEBI
5 Tata tulis/Ketik Tidak ditemukan Masih ditemukan Kesalahan dalam Penulisan dan 10%
kesalahan dalam beberapa kesalahan pengetikan cukup pengetikan makalah
pengetikan dan dalam banyak belum memenuhi
mematuhi aturan penulisan/pengetikan kaidah
penulisan yang telah
ditentukan.
Sumber : Nofrion (2018)
Dengan menggunakan dua format dan kriteria penilaian tersebut, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan
keterampilan berkomunikasi lisan dan tulisan secara berimbang. Aturan lain mengenai presentasi bisa dipelajari pada
bab sebelumnya.
3. Panduan Berkomunikasi dalam Konteks Pergaulan
Dalam konteks pergaulan, peserta didik diharapkan untuk berkomunikasi
dengan santun dan beretika. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian
peserta didik adalah:
a. Gunakanlah Bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari di
sekolah. Ada kalimat bijak Balai Bahasa yang bisa menjadi acuan
peserta didik yaitu “Utamakan Bahasa Indonesia, Kuasai Bahasa
Asing dan Lestarikan Bahasa Daerah”. Untuk komunikasi formal di
dalam kelas gunakan Bahasa Indonesia. Untuk komunikasi di luar
kelas dengan sesama peserta didik di ruang-ruang public seperti
café dan sebagainya gunakan bahasa daerah. Namun, jika ada
kesempatan untuk berbahasa Asing, seperti Bahasa Inggris maka
beranikan diri untuk mencobanya. Perlu menjadi catatan bagi
peserta didik yang menempuh pendidikan di sekolah atau kampus
yang lintas suku dan budaya adalah dikuatirkan penggunaan
bahasa daerah bisa menyebabkan terhambatnya komunikasi
dengan teman yang berbeda suku dan budaya. Untuk
mengantisipasi hal ini, lebih bijak untuk tetap menggunakan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah atau di
kampus.
b. Peserta didik harus menghindari penggunaan bahasa-bahasa gaul
atau prokem yang biasanya digunakan oleh kelompok
menyimpang/deviant group. Seperti bahasa kelompok LGBT,
Waria dan sebagainya. Walaupun sekedar untuk bercanda.
Gunakanlah bahasa yang bermartabat.