Anda di halaman 1dari 31

BAB VI

PUBLIC SPEAKING UNTUK PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

Bab VI buku ini secara khusus akan membahas tentang kontribusi public
speaking untuk pendidik dan peserta didik dalam konteks pendidikan
dan pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Pembelajaran
merupakan kegiatan pokok dalam pendidikan yang di dalamnya terjadi
kegiatan belajar dan mengajar. Pembelajaran yang dikelola dengan baik
akan mendukung pencapaian tujuan pendidikan baik pada tingkatan
materi pelajaran (objective), pada tingkatan satuan pendidikan/mata
pelajaran (goals) atau tujuan pendidikan pada level nasional yang
disebut Tujuan Pendidikan Nasional (aims). Dalam UU nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat1 dinyatakan
bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk


mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.

Tampak disini bahwa pelaksanaan pendidikan difokuskan pada


pengembangan potensi pada diri peserta didik secara menyeluruh.
Untuk mencapai hal tersebut dilaksanakanlah proses pembelajaran dan
salah satu aspek yang harus dikelola dalam pembelajaran adalah format
komunikasi dan interaksi yang berlangsung selama dan dalam
pembelajaran.

Pendidik dan peserta didik adalah tokoh sentral dalam pembelajaran.


Dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 6 dijelaskan
bahwa pendidik adalah Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan. Sedangkan pada pasal 4 dituliskan bahwa Peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan tertentu.

Dalam pembelajaran terjadi interaksi antara pendidik dengan peserta


didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU nomor 20
tahun 2003 Pasal 1 Ayat 20). Selanjutnya dalam Permendikbud Nomor 22
Tahun 2016 diuraikan bahwa proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi pesertadidik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.

Dari rujukan di atas dapat kita tarik simpulan bahwa:


1. Inti pendidikan adalah pengembangan potensi peserta didik
secara komprehensif.
2. Inti pembelajaran adalah interaksi antara pendidik dengan
peserta didik dan sumber belajar. Interaksi diawali dengan kontak
dan komunikasi.
3. Inti proses pembelajaran adalah interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi.

Peran komunikasi dan public speaking akan lebih tampak dengan


diadopsinya berbagai perkembangan kehidupan manusia di dunia ke
dalam praktik pendidikan dan pembelajaran seperti:
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

1. Era Revolusi Industri 4.0 yang mengharuskan pendidik dan peserta


didik memiliki “human literacy” yang salam satu ujung
tombaknya adalah kemampuan berkomunikasi/public speaking.
2. Pengembangan kecakapan abad 21 yang diadopsi menjadi
pembelajaran 4K dalam implementasi Kurikulum 2013 yaitu
Creativity, Critical Thinking, Communication dan Collaboration.

Atas dasar itulah, keterampilan public speaking sangat diperlukan oleh


siapapun pada saat ini dan masa depan. Tidak hanya sekedar
memperlancar komunikasi dan interaksi dengan sesama manusia, tetapi
keterampilan public speaking akan mendukung kesuksesan dalam
pendidikan dan pembelajaran, mendukung kinerja dan prestasi kerja
serta karir serta berdampak positif terhadap citra diri, integritas dan
kredibilitas di tengah masyarakat. Devito (2015) menjelaskan bahwa “In
public speaking, a speaker presents a relatively continuous message to a
relatively large audience in a unique context”, artinya dalam public
speaking seorang pembicara menyampaikan suatu pesan secara langsung
dan berkelanjutan kepada hadirin dalam jumlah yang cukup besar
dengan konteks tertentu. Agar lebih fokus, public speaking yang akan
dibahas dalam bab ini adalah public speaking dalam pembelajaran
antara pendidik dengan peserta didik.

A. Public Speaking untuk Pendidik


Tugas utama pendidik adalah merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran dan melaksanakan
pembimbingan dan pelatihan termasuk tugas untuk meneliti dan
melakukan pengabdian masyarakat (UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 39
Ayat 2). Sehubungan dengan tugas melaksanakan proses pembelajaran,
pendidik harus mengelola pembelajaran yang interaktif dan inspiratif.
Dalam satu kali pembelajaran tatap muka, pendidik melaksanakan
proses pembelajaran mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan
kegiatan penutup. Mari kita perhatikan tugas pendidik dalam setiap kali
pertemuan melalui sebuah contoh RPP berikut ini:
Tabel.
Kegiatan Tahapan/ Sintak
Deskripsi Kegiatan Waktu
Pembelajaran Pembelajaran
1. Orientasi;
a. Guru masuk kelas dengan
membaca salam dan menyapa
siswa
b. Guru membuka pembelajaran
c. Guru memeriksa kerapian dan
kebersihan kelas dan siswa
d. Guru memeriksa kehadiran siswa
e. Guru dan siswa memulai
pembelajaran dengan berdoa

2. 2. Apersepsi;
Pendahuluan 15’
Guru mengajukan pertanyaan tentang
berbagai manfaat hidrosfer bagi
manusia dan mengaitkanya dengan
topik yang akan dipelajari

3. Motivasi
a. Guru menyampaikan Topik/Materi
b. Guru menjelaskan tujuan dan
manfaat materi yang dipelajari
c. Guru menjelaskan skenario
pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
Guru menata kelas dalam bentuk
Penguatan seminar atau pola pleno (U).
Konsep
1. Guru menyiapkan beberapa kata
(Strengthening kunci dari materi yang akan
Concept) dipelajari.
Kegiatan inti 2. Guru meminta beberapa siswa untuk 105’
Mengamati, memilih salah satu kata kunci lalu
Mencoba, menempelkan di media tempel.
Menanya 3. Guru meminta siswa mencari arti
Mencari kata kunci, hubungan antar kata
Mengumpulkan kunci serta hubungan kata-kata kunci
dengan materi yang akan dipelajari
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

(Aktivitas Belajar Individu).


4. Guru memberikan penguatan konsep
(yang sulit saja atau materi yang
belum dipahami siswa).
Guru membentuk pasangan antar siswa
Tugas/Soal (teman terdekat tempat duduk).
Sesuai
Tuntutan 1. Guru membagikan paket soal
Kurikulum/ EXO Task (LKPD)
Pemanasan 2. Siswa menjawab paket soal
yang diberikan secara
(Examination berpasangan (Aktivitas Belajar
Oriented Task/ Berpasangan)
EXO TASK) 3. Guru mengamati, memotivasi
dan memberikan bantuan
Mengolah, (schaffolding) kepada siswa
Menganalisis yang membutuhkan.
Mengkomunikasi 4. Siswa dalam bimbingan guru
kan membahas soal/tugas yang
Berdialog telah dikerjakan.
Guru menata kelas dalam bentuk
kelompok kecil dengan jumlah anggota
4 orang/kelompok (usahakan
heterogen).

1. Guru membagikan paket soal


Tugas/Soal di
OLO Task (LKPD)
atas tuntutan
2. Siswa menjawab paket soal
kurikulum/HOT
yang diberikan secara
S
berkelompok dan berkolaborasi
(Aktivitas Belajar Kelompok).
(Olympiad
3. Guru mengamati, memotivasi
Oriented
dan memberikan bantuan
Task/OLO
(schaffolding) kepada siswa
TASK)
yang membutuhkan.
4. Siswa dalam bimbingan guru
Mengolah,
membahas soal/tugas yang
Menganalisis
telah dikerjakan.
Menyajikan
Catatan:
Berkolaborasi
1. Jika ada kelompok yang tidak
bisa menyelesaikan soal dengan
benar maka guru meminta
perwakilan kelompok tersebut
untuk bertanya ke kelompok
yang sudah berhasil, lalu
kembali ke kelompoknya serta
menjelaskan kepada anggota
kelompoknya setelah
“DIMINTA”.
2. Guru mengizinkan siswa untuk
menggunakan sumber belajar
yang beragam termasuk
menggunakan sumber belajar
dari internet/daring.
Guru mengembalikan posisi duduk
siswa ke posisi semula (seminar atau
Pleno). Refleksi Proses ini dilakukan
dengan teknik “Three Ways
Conference” dengan rumus 3-2-1 (tiga
Refleksi Proses hal positif/kemajuan, 2 hal
negatif/kendala serta 1 saran)
(Reflection)
1. Guru meminta siswa untuk
menyampaikan refleksi proses
pembelajaran dengan Teknik 3-
2-1.
2. Guru memberi penguatan dan
tanggapan.
1. Guru bersama-sama dengan
peserta didik menyimpulkan
materi yang telah dipelajari.
2. Guru memberikan
penghargaan (misalnya
pujian atau bentuk
penghargaan lain yang
relevan) kepada siswa
dengan aktivitas belajar
Penutup 15’
terbaik.
3. Peserta didik ditugaskan
untuk membaca materi untuk
pertemuan berikutnya.
4. Guru menyampaikan skenario
pembelajaran selanjutnya
5. Guru mengajar siswa untuk
bersyukur
6. Guru menutup pembelajaran

Tampak dari Skenario pembelajaran tadi bahwa peran guru sangat


penting dalam hal menjelaskan, mengarahkan, mengamati serta
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

memfasilitasi peserta didik untuk belajar. Peran tersebut akan berjalan


lebih efektif jika pendidik memiliki keterampilan berkomunikasi dan
public speaking yang baik. Guru yang terampil berkomunikasi akan
mampu menjelaskan dengan baik, akan mampu mengarahkan dengan
tepat serta petunjuk dan intruksinya mudah dipahami. Tidak hanya itu,
guru yang terampil berkomunikasi akan mampu memudahkan sesuatu
yang sulit, mengkonkritkan sesuatu yang abstrak serta menyederhanakan
yang rumit.

Lalu, apa upaya yang bisa dilakukan pendidik untuk bisa melaksanakan
pembelajaran yang efektif yang didukung oleh keterampilan
berkomunikasi dan public speaking?. Sebagai rujukan, penulis
menyajikan pendapat Nowak (2004) yang menjelaskan bahwa ada tiga
seni atau cara untuk menjadi pembicara yang istimewa. Berhubung
mengajar juga merupakan sebuah “seni” maka pendapat Nowak ini bisa
dijadikan dasar oleh guru untuk merancang pembelajaran yang efektif
berbasis public speaking.

1. The Art of Craft.


Walaupun penulis kesulitan untuk mencari terjemahan dari “the art of
craft” dalam konteks public speaking, namun dari pemahaman konten
dalam buku Nowak ini penulis mengambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan “the art of craft” ini adalah keterampilan atau seni
yang bisa diolah pada diri seorang public speaker. Arti lainnya adalah
bahwa lima aspek yang termasuk “the art of craft” yaitu “Voice, Body
Movement, Genstures, eye contact dan Energy” semuanya bersifat unik.
Maksudnya setiap orang bisa menampilkan hal yang berbeda tanpa harus
meniru orang lain. Maka untuk menjadi guru yang istimewa/the
exceptional teacher, seorang guru harus melatih dan mengoptimalkan
penggunaan kelima aspek tersebut.
a. Voice
Suara adalah bunyi yang keluar dari mulut ketika pita suara bergetar.
Nowak (2004) menyatakan bahwa “...Almost any aspect of our voice can
be readily shaped, adapted, developed, and modified”, artinya hampir
setiap aspek dari suara kita dapat mudah dibentuk, disesuaikan,
dikembangkan dan dimodifikasi. Untuk kepentingan pembelajaran,
seorang guru harus mengelola suaranya agar terdengar jelas dan nyaman
di telinga peserta didik. Sesuatu yang terdengar indah dan nyaman akan
ditangkap oleh indera pendengaran peserta didik lalu akan menimbulkan
sensasi. Sensasi inilah yang menyebabkan munculnya persepsi dan
memori. Oleh sebab itu, pendidik harus berupa mengelola suaranya agar
terdengar jelas dan nyaman.

Pertanyaannya adalah, apakah sebagai seorang pendidik (guru/dosen)


pernah bertanya kepada peserta didik apakah suara anda sudah jelas
dan nyaman di dengar oleh mereka?. Barangkali kita menganggap
semuanya baik-baik saja karena selama ini belum ada peserta didik yang
protes secara langsung tentang suara anda. Tapi, untuk memastikan hal
tersebut ada langkah sederhana yang bisa anda lakukan.
1) Carilah kelas yang kosong lalu berdirilah di depan kelas.
Praktikkanlah skenario membuka pembelajaran dan minta
seseorang untuk berdiri di belakang kelas sambil menghadap
kepada anda. Minta pendapatnya, apakah suara anda jelas dan
nyaman?, jika jawabannya sudah. Maka lanjutkan percobaan
berikutnya. Namun, jika belum maka anda bisa mengubah nada
bicara. Pilihan nada terbaik untuk berbicara kepada orang banyak
adalah “middle voice”. Menggunakan “Chest Voice atau Head
Voice” akan membuat anda cepat lelah (Love & Frazier, 1999).
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

Jika dikonversikan ke tingkatan nada maka bukalah


pembelajaran dengan nada “Re” atau “ Mie”.
2) Berdiri di depan kelas, lalu minta tiga orang untuk merekam suara
anda saat membuka pelajaran. Dengarkan rekaman tersebut
dengan saksama. Perhatikan, pada sisi mana suara anda
terdengar jelas dan nyaman serta pada sisi mana sebaliknya.
Semakin sering mendengarkan rekaman suara sendiri maka akan
semakin tahulah anda kekuatan dan kelemahan suara sendiri.

Kenapa penulis tidak menyarankan anda untuk bertanya langsung


kepada peserta didik tentan suara anda?, besar kemungkinan jawaban
peserta didik akan bias. Maka melalui rekaman dan mendengarkannya
dengan jujur, anda akan mendapatkan gambaran kualitas suara anda
yang lebih valid. Lakukanlah.

Hal lain yang perlu diperhatikan terkait dengan suara adalah volume
suara atau kebulatan suara, kejelasan pengucapan (clarity), ketepatan
berhenti dan memulai pembicaraan (pause), kecepatan berbicara
(pace), penekanan pada kata-kata kunci (emphasis) serta kesadaran diri
(self aware). Sehubungan dengan kecepatan berbicara bagi seorang
pendidik, disarankan antara 100 – 150 kata per menit. Artinya, jika anda
berbicara kurang dari 100 kata per menit maka anda termasuk
pembicara yang lambat. Jika jumlah kata yang anda ucapkan per menit
adalah 100 – 150 kata maka anda kecepatan berbicara anda adalah baik.
Namun, jika lebih dari 150 kata maka anda termasuk orang yang cepat
dalam berbicara. Cepat atau lambat dalam berbicara perlu diperhatikan
oleh seorang pendidik karena kemampuan peserta didik mencerna
penjelasan guru hanya setengahnya dan akan terus berkurang karena
durasi dan berbagai “noise” baik internal maupun eksternal. Dalam
penelitian mandiri yang penulis lakukan terhadap 25 orang guru di Kota
Padang yang dilakukan pada sebuah pelatihan peningkatan keterampilan
presentasi bagi pendidik dalam pembelajaran didapatkan data
kecepatan rata-rata berbicara guru adalah sebagai berikut:
No Kecepatan Berbicara Jumlah Kategori
1 < 100 kpm 3 Lambat
2 100 – 150 kpm 17 Rata-rata
3 >150 kpm 5 Cepat

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa guru yang berbicara dalam


rentang 100 – 150 kata per menit merasa lebih nyaman, bisa
berimprovisasi serta terdengar jelas. Maka untuk pendidik dalam
menyampaikan pelajaran sebaiknya berada pada kecepatan rata-rata
yaitu 100 – 150 kata per menit.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kecepatan berbicara berbeda


dengan kecepatan membaca. Membaca tidak memerlukan artikulasi,
intonasi, aksentuasi dan improvisasi. Semakin sulit suatu materi maka
semakin lambat dalam membaca. Demikian juga dengan berbicara,
semakin sulit suatu materi yang dijelaskan maka guru semakin
memperlambat pembicaraan dalam artian memberikan penekanan
(emphasis), memberikan jeda (pause) serta memvariasikan nada (tone).
Itulah yang menyebabkan kecepatan berbicara akan berbeda dengan
kecepatan membaca. Soedarso dalam Gereda (2015) menjelaskan bahwa
kecepatan membaca seseorang bergerak dari angka 100 – 1000 kpm
seperti terlihat pada tabel berikut ini:
No Kategori KEM* Penjelasan
1 Skimming/ > 1.000 kpm Digunakan untuk (a) mengenali bahan
Scanning yang akan dibaca; (b) mencari jawaban
atas pertanyaan tertentu; (c)
mendapatkan struktur dan organisasi
bacaan serta menemukan gagasan
bacaan.
2 Tinggi 500 – 800 kpm Digunakan untuk (a) membaca bahan-
bahan yang mudah dan tidak dikenal;
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

(b) membaca novel ringan untuk


mengikuti jalan cerita.
3 Cepat 350 – 500 kpm Digunakan untuk (a) membaca bacaan
yang mudah
dalam bentuk deskriptif dan bahan
nonfiksi lain yang bersifat informatif;
(b) membaca fiksi yang agak sulit untuk
menikmati keindahan sastranya dan
mengantisipasi akhir cerita.
4 Rata-rata 250 – 350 kpm Digunakan untuk (a) membaca fiksi
yang agak sulit untuk analisis watak
serta jalan cerita; (b) membaca
nonfiksi yang agak sulit untuk
mendapatkan detail, mencari hubungan
atau membuat evaluasi ide penulis.
5 Lambat 100 – 125 kpm Digunakan untuk (a) mempelajari
bahan-bahan yang sulit untuk
menguasai isi; (b) menguasai bahan-
bahan ilmiah yang sulit dan bersifat
teknik; (c) membuat analisis bahan-
bahan bernilai sastra klasik; (d)
memecahkan persoalan yang ditunjuk
dengan bacaan yang bersifat
instruksional atau pedoman.
*kata per menit (kpm)

Memberikan penekanan pada suatu kata atau kalimat adalah teknik


emphasis yang disarankan. Pembicara bisa juga menaikkan volume atau
nada suara ketika akan menyampaikan kata atau kalimat kunci. Care
berikutnya adalah pembicara bisa memutuskan kata kunci dengan kata
sebelum dan/atau sesudahnya agar kata kunci terdengar utuh dan
terpisah.

b. Body Movement
Potensi diri kedua yang termasuk “the art of craft” untuk mewujudkan
“the exceptional teacher” adalah “body movement” atau perpindahan
badan. Seorang pembicara atau pendidik yang hanya berdiri mematung
di depan kelas akan terlihat kaku serta akan membuat peserta didik
yang duduk di bagian belakang berkurang perhatiannya. Dengan gerakan
berpindah yang dilakukan guru merupakan strategi untuk memastikan
semua peserta didik tetap dalam kendali pendidik. Maka selalulah
berpindah selama pembelajaran dalam artian ada kalanya berdiri di
depan jika anda menjelaskan sesuatu yang ada pada media atau
menulis, lalu berpindahnya ke sisi kanan kelas untuk mengamati
aktivitas belajar peserta didik di sisi kanan, lalu berpindahlah ke sisi
kiri, masuklah ke tengah kelas untuk mengamati aktivitas belajar dalam
kelompok lalu berdirilah di belakang kelas untuk melihat peserta didik
yang menyampaikan atau menjelaskan sesuatu di depan kelas. Nowak
(2004) dalam bukunya mengatakan “If I just stand here and don’t move,
maybe they won’t notice me”. Perpindahan posisi pendidik dalam
pembelajaran akan mengikat perhatian peserta didik. Ruben & Steward
(2013) menuliskan bahwa jarak fisik dari sumber (belajar) memilili
pengaruh yang besar terhadap kemungkinan kita memperhatikan pesan
tertentu (proximity). Lalu, jika pendidik berpindah – pindah dalam
pembelajaran, berapakah jarak yang aman dengan peserta didik?.
Edward T. Hall dalam Cangara (2009) dan dimodifikasi oleh Nofrion
(2016) menjelaskan bahwa jarak yang disarankan antara seorang
pendidik dengan peserta didik adalah:
No Kategori Jarak (cm) Penjelasan*
1 Wilayah Intim 7,35 - 45 Jarak saat guru mengamati
aktivitas belajar seorang siswa
2 Wilayah Pribadi 45 – 121,92 Jarak saat guru mengamati
aktivitas individu dalam
kelompok
3 Wilayah Sosial 122 - 365 Jarak saat guru mengamati
aktivitas belajar kelompok
4 Wilayah Publik 365 - 762 Jarak saat guru
menyampaikan penjelasan-
penjelasan umum, membuka
dan menutup pelajaran.
*Dimodifikasi oleh Nofrion (2016)

c. Gestures
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

Gesture adalah bentuk dari komunikasi non verbal berupa gerakan


anggota tubuh seperti kepala, ekspresi wajah, bahu atau tangan.
Gesture sebagai sebagai gerakan anggota tubuh akan memperkuat
pesan, membantu sampainya pesan yang sulit dimengerti dengan bahasa
lisan serta meningkatkan perhatian. Gesture akan menambah rasa dan
menguatkan makna bahasa lisan. Contoh ketika pendidik mengacungkan
jempol kanan ke arah siswa yang baru saja selesai mengerjakan sebuah
soal maka itu artinya sebuah pujian.

Sumber : www. Mepnews.id

Coba perhatikan gambar di atas, apa kira-kira pesan yang disampaikan


guru tersebut?.

d. Eye Contact
Kontak mata merupakan komunikasi non verbal yang memiliki kapasitas
luar biasa untuk menarik perhatian…(Ellsworth dalam Ruben & Steward,
2013). Walaupun di beberapa Negara kontak mata bisa saja diartikan
sebagai tindakan “kurang sopan” namun kontak mata yang dimaksud
dalam buku ini adalah melihat kepada komunikan saat berbicara
termasuk matanya. Dalam konteks pembelajaran, antara pendidik
dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik yang
lain, kontak mata dalam aktivitas belajar adalah sesuatu yang lumrah.
Dengan adanya kontak mata maka kita bisa mengetahui apakah orang
lain mau berkomunikasi dengan kita atau membuka diri untuk
berinteraksi. Agar tidak menimbulkan efek lain akibat kontak mata
maka penulis menyarankan agar kontak mata yang dilakukan dalam
bentuk sapuan pandangan tanpa rasa atau disebut juga dengan teknik
“scanning”. Kecuali, jika ada respon dari seorang peserta didik seperti
bertanya maka barulah pendidik memberikan kontak mata yang lebih.
Selain kontak mata ada juga istilah pandangan mata (eye gaze) serta
kontak wajah (face contact) dan saling pandang (mutual gaze).
Penerapannya dalam pembelajaran disesuaikan dengan tujuan yang
ingin dicapai.

e. Energy
Energi adalah kekuatan yang datang dari dalam diri. Kenapa ada guru
yang begitu bersemangat dalam mengajar?, karena gurunya punya
energi. Darimana energi itu datang?, banyak faktor. Energi bisa datang
dari asupan makanan dan minuman yang kita konsumsi serta energi juga
bisa datang karena lingkungan yang mendukung. Suasana kelas yang
dinamis, peserta didik yang aktif belajar dan memiliki perhatian yang
tinggi akan menambah energi seorang pendidik dalam pembelajaran,
begitu juga sebaliknya.
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

2. The Art of Connection (seni membangun hubungan)


Setelah kita membahas “The art of craft” maka selanjutnya adalah seni
membina atau membangun hubungan (The Art of Connection). Nowak
(2004) mengatakan bahwa berbicara di depan orang banyak yang belum
pernah kita jumpai atau yang belum kita kenal seperti bepergian ke
Negara lain tanpa bekal pengetahuan apapun. Tidak tahu nama jalan,
nama daerah dan nama orang yang akan dituju. Bagi seorang pendidik
muda, hal ini barangkali pernah dialami. Masuk kelas pertama kali,
bertemu dengan siswa-siswa yang “super aktif”, ruang kelas panas,
projector rusak dan sebagainya. Bisa dibayangkan jika kondisi tersebut
menimpa anda. Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi atau
mempersiapkan diri agar kita tidak terjebak pada kondisi seperti itu?.
Ada lima langkah yang bisa dipertimbangkan untuk dilakukan oleh
seorang pendidik:

a. Finding the intention/berniat dengan penuh kesadaran.


Dalam ajaran Islam ada kalimat yang menyatakan “segala sesuatu itu
tergantung kepada niat dari orang yang melakukan”. Niat akan
membentuk dan mendorong energi kita. Niat yang kuat akan dapat
menarik energy yang besar dari dalam diri kita yang barangkali saja
selama ini kita tidak pernah mengetahuinya. Sebelum masuk kelas maka
seorang pendidik harus berniat dengan sadar dan ikhlas bahwa apa yang
akan dilakukan adalah tugas dan kewajiban serta cara bersyukur atas
nikmat yang Tuhan berikan. Barangkali, karena sudah menjadi rutinitas
harian, banyak guru lupa berniat sebelum memasuki kelas.

Setelah berniat maka lanjutkan dengan menunjukkan kepedulian kepada


peserta didik. Tunjukkan kepada mereka bahwa kehadiran anda sebagai
pendidik adalah untuk membawa mereka untuk menjadi lebih baik.
Pendidik juga harus menanamkan suatu tekap bahwa sebagai pendidik,
anda ingin melakukan hal-hal terbaik untuk siswa-siswa anda. Nowak
(2004) menuliskan sepuluh kata kerja yang akan dilakukan seorang
pendidik untuk membantu siswa-siswanya. Kuatkan tekad ini setiap hari
dan dibalut dengan niat yang penuh kesadaran dan keikhlasan.

I want to . . .
• Move my students
• Motivate my students
• Challenge my students
• Provoke my students
• Enchant my students
• Inspire my students
• Persuade my students
• Transform my students
• Entertain my students
• Calm my students

Perlu menjadi perbandingan bagi para pendidik adalah bagaimana para


pendidik di Jepang memaknai tugas dan fungsinya sebagai guru dalam
pembelajaran. Sebagaimana hasil penelitian Toshiakira Fujii (2013)
menjelaskan bahwa “teaching is considered as a profesional occupation
with life-long goals to be accomplished…” yang artinya bahwa bagi guru
di Jepang mengajar pekerjaan professional dan tujuan hidup yang akan
dicapai. Jika semua pendidik sudah menjadikan “menjadi guru” sebagai
tujuan maka pendidik harusnya “all out” dalam menjalaninya.

b. Selecting the Frame/pilih kerangka


Dulu, pendidik adalah sumber belajar yang dominan, namun sekarang
pendidik hanyalah salah satu dari berbagai sumber belajar. Peran dan
fungsi pendidik mulai bergeser dari “teachers centred” menjadi
“students centred”. Dalam Permendikbud nomor 22 Tahun 2016 tentang
Standar proses dijelaskan bahwa pembelajaran Kurikulum 2013
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah
peserta didik. Walaupun demikian, tetap saja antara pendidik dan
peserta didik memiliki batas yang jelas dalam hal format interaksi di
dalam kelas. Bukan berarti, karena sama – sama peserta didik lalu
peserta didik bisa mengangap enteng pendidik. Untuk itu, perlu
diciptakan kerangka dalam pembelajaran. Nowak (2004) menjelaskan
ada tiga kerangka yang bisa dipilih seorang pembicara terhadap
pendengarnya dan bisa diimplementasikan oleh pendidik dalam
pembelajaran:

1) Kerangka Diktator (dictator frame).


Pembelajaran dengan kerangka diktator ini ditandai dengan kekuasaan
pendidik yang cukup kuat dalam pembelajaran. Pendidik merasa bahwa
peserta didik adalah miliknya dan dia berhak untuk memperlakukan
peserta didik sesuai pikirannya. Kalimat – kalimat yang sering dipakai
guru dengan kerangka dictator adalah: “saya ingin kalian begini….kalian
seharusnya…..jangan ada lagi yang ribut…..jika ada yang meribut saya
akan berikan hukuman…dan lain-lain”. Tentunya, kerangka ini tidaklah
buruk 100%. Pendidik justru harus menggunakan kerangka ini untuk
menegakkan disiplin, mengatasi siswa yang bermasalah dan sebagainya.

2) Kerangka Group (group frame)


Pembelajaran dengan kerangka group ini dicirikan dengan adanya
suasana kebersamaan antara pendidik dengan peserta didik. Pendidik
lebih banyak menggunakan kata, “kita…mari…ayo” dalam pembelajaran.
Peserta didik ditempatkan sebagai bagian penting dalam sistem
pembelajaran yang diterapkan. Namun, kadang ada peserta didik yang
tidak menyukai hal ini karena bagi mereka pendidik tetaplah seorang
guru yang memiliki wibawa dan kelas tersendiri. Solusinya, pendidik
harus pandai menempatkan diri dalam berinteraksi dengan peserta
didik. Jangan terlalu dekat, karena bisa menurunkan wibawa guru di
mata siswanya.

3) Kerangka Invitasi (Invitational Frame)


Pembelajaran dengan kerangka invitasi didasari oleh prinsip bahwa
antara pendidik dan peserta didik adalah dua kutub yang berbeda, yang
satu adalah tuan rumah dan di sisi lain yang satu adalah tamu yang
diundang. Komunikasi antara keduanya berlangsung formal, dimana
pendidik memberikan ruang bagi peserta didik untuk memberikan
kontribusi dalam pembelajaran namun dengan batas-batas yang jelas.
Pilihan kerangka mana yang akan diterapkan oleh pendidik dalam
pembelajaran sangat tergantung kepada pendidik dan suasana kelas
yang dihadapi. Sulit dicari, pendidik yang menerapkan satu jenis
kerangka saja dalam pembelajaran. Yang terbanyak adalah pendidik
memvariasikan kerangka-kerangka tersebut sesuai kebutuhan.

c. Embracing the humor/menciptakan humor


Humor atau sesuatu yang lucu disukai banyak orang. Humor dalam KKBI
diartikan sebagai sesuatu yang lucu;keadaan (dalam suatu cerita dan
sebagainya) yang menggelikan hati;kejenakaan;kelucuan. Menurut
Nowak (2004), humor memiliki peran seperti:
1) Humor engages an audience.
2) Humor relaxes an audience.
3) Humor establishes common ground…And laughter feels good—it
helps release tension and stress from the body.

Artinya,
1) Humor melibatkan/mengakrabkan
2) Humor merilekskan suasana
3) Humor menetapkan kesamaan dan tertawa itu baik membantu
menurunkan tekanan dan ketegangan
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

Hanya saja, seorang pendidik harus pandai mencari dan menempatkan


humor dalam pembelajaran. Humor dalam pembelajaran ibarat hiasan
saja yang sifatnya “sunah” bukan “wajib”. Tidak harus dalam setiap
pertemuan ada humor. Humor diperlukan sebagai “ice breaker” suasana
yang mulai tidak kondusir atau di saat peserta didik mencapai “plateau
learning” atau titik kebosanan seperti letih dan jenuh karena sudah
lama belajar, letih karena soal yang sulit-sulit, mengantuk karena
belajar sesudah makan siang. Untuk kondisi-kondisi tersebut guru boleh
menyelipkan humor dalam pembelajaran.

d. Inviting dialog/menciptakan dialog.


Dialog merupakan bentuk komunikasi yang intim antara dua atau lebih
orang dalam pembelajaran. Dialog dalam pembelajaran artinya terjadi
pertukaran ide/gagasan antara pendidik dengan peserta didik atau
antara peserta didik dengan peserta didik yang lain. Pendidik yang
efektif adalah pendidik yang mampu memfasilitasi peserta didik untuk
berdialog. Tingkat lanjut dari dialog adalah kolaborasi yang merupakan
salah salah satu elemen penting dalam pembelajaran abad 21.
Bagaimana cara merangsang munculnya dialog antara peserta didik?.
Nofrion (2017) menciptakan sebuah model pembelajaran pada mata
pelajaran Geografi yang disebut dengan Model Pembelajaran EXO OLO
Task. Ciri utama model pembelajaran ini adalah pengelolaan aktivitas
belajar siswa melalui pemberian tugas/soal/masalah yang harus
diselesaikan siswa. Soal EXO Task adalah soal yang sesuai dengan
tuntutan kurikulum dan berfungsi sebagai soal pemanasan bagi siswa
untuk melangkah ke tahap berikutnya (LOTS dan MOTS). Soal EXO Task
dikerjakan secara individu atau berpasangan. Sedangkan soal OLO Task
adalah soal membutuhkan keterampilan berfikir tingkat tinggi (HOTS)
dan soal-soalnya setara soal-soal olimpiade. Soal OLO Task dikerjakan
secara berkelompok. Dengan penataan aktivitas belajar siswa baik
secara berpasangan (dialog) maupun berkelompok (kolaborasi)
diharapkan dapat meningkatkan kualitas aktivitas belajar siswa dan hasil
belajar.

2. The Art of The Flow (seni menata pembicaraan berjalan lancar)


Seni ketiga yang bisa dilakukan pendidik dalam pembelajaran adalah
seni menata pembicaraan agar berjalan lancar. Beberapa langkah yang
bisa dilakukan adalah dengan melakukan klarifikasi nilai (clarifying
values), menghilangkan ketakutan (releasing fear), spontanitas
(choosing spontaneity) dan membongkar kotak (dismantling the box).
Penjelasan tentang seni yang ketiga ini bisa dipelajari pada teknik
verbal yang terdapat di dalam bab lain.

Berprofesi sebagai pendidik tentunya


memiliki tantangan yang besar. Salah
satunya adalah harus mampu
menjadi pribadi yang bijaksana dan
merupakan pribadi yang “hebat”.
Buya Hamka dalam bukunya “Pribadi
Hebat” yang dicetak pertama kali
tahun 1954 dan dicetak ulang tahun
2014, pada bab kedua menuliskan
bahwa ada sepuluh hal yang dapat memunculkan pribadi hebat. Salah
satunya adalah bijak dalam berbicara. Dengan tegas Buya Hamka
mengatakan bahwa lidah mewakili kebatinan kita. Ia menunjukkan
kecerdasan pikiran, kedalaman pembelajaran dan pemahaman, serta
banyaknya pengalaman. Lidah adalah magnet untuk menarik orang lain
supaya dapat berhubungan dengan kita. Namun, sebaliknya lidah juga
bisa menjadi pisau tajam yang akan melukai hati banyak orang,
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

memutuskan silaturahmi bahkan menjatuhkan harga diri. Bijak berkata-


kata atau berbicara mencakup tiga hal yaitu; 1) perasaan yang halus, 2)
kefasihan berbicara, 3) kekayaan bahasa (Nofrion, 2017).

Prof. Dr. Abdullah Nashih Ulwan (2007) dalam bukunya yang berjudul
“Tarbiyatul Aulad fil Islam” atau Pendidikan Anak dalam Islam. Dari
sekian banyak kajian dalam buku yang diterjemahkan oleh Drs.
Jamaluddin Miri, Lc tersebut, penulis memfokuskan pada kajian pasal VI
dengan judul Tanggung Jawab Pendidikan Sosial, sub kajian Etika Sosial
yang salah satunya adalah etika berbicara. Pada halaman 563 sampai
569 dijelaskan delapan etika yang yang harus diperhatikan ketika
berbicara, yaitu:
a. Berbicara dengan bahasa yang fasih. Dalam buku ini memang
ditekankan perlu umat Islam untuk mampu berbicara dengan
bahasa Arab yang fasih karena bahasa Arab adalah bahasa Al
Qur’an. Namun, ada pelajaran yang bisa kita ambil dari
pernyataan ini yaitu jika kita berbicara dengan bahasa yang kita
kuasai maka berbicaralah dengan fasih. Jika menguasai bahasa
Inggris maka berbicaralah dengan fasih sesuai kaidah berbahasa
Inggris. Demikian juga jika berbicara dengan bahasa Indonesia
maka berbicaralah sesuai aturan berbahasa yang baik dan benar.
Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa keindahan seorang laki-
laki itu terletak pada kefasihan lisannya (Al Asykari).
b. Berbicara perlahan dan tidak tergesa-gesa. Berbicara perlahan
bukan berarti seperti “kaset berat atau rusak”. Tapi yang
dimaksud dengan berbicara perlahan ini adalah berbicara sesuai
dengan penggalan kalimat, benar tempat berhenti dan benar pula
tempat memulainya. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh
Aisyah RA dijelaskan bahwa Rasulullah SAW jika berbicara
perlahan sehingga bisa dihitung kata-katanya. Berbicara perlahan
memberikan waktu dan kesempatan kepada pendengar untuk
mencerna dan memahami isi pembicaraan. Karena pada dasarnya
manusia memiliki keterbatasan dalam menangkap ide pokok
pembicaraan yang berlangsung cepat.
c. Dilarang menyela pembicaraan orang lain. Pada saat ini, sangat
lumrah kita temukan dalam rapat-rapat atau diskusi, seseorang
menyela pembicaraan orang lain atau istilahnya melakukan
interupsi. Selaan tersebut bisa saja membuat pembicara hilang
konsentrasi sehingga sulit fokus dengan inti pembicaraan serta
selaan saat orang lain berbicara terkesan tidak menghargai orang
lain. Orang yang seperti ini diibaratkan seperti lembu yang
membanggakan dan menggulung lidahnya seperti saat makan
rumput.
d. Berbicaralah dengan kalimat yang dipahami oleh pendengar.
Kaidah ini mengajari kita untuk berbicara sesuai dengan
karakteristik psikologis dan sosiologis suatu kaum. Tingkat
pendidikan, kemampuan berfikir, perkembangan pikiran, budaya
setempat serta usia dan status. Dalam Hadits Shahih yang
diriwayatkan oleh Muslim dijelaskan bahwa apabila kita berbicara
kepada suatu kaum dengan pembicaraan yang tidak mampu
dijangkau oleh akal dan pikiran kaum tersebut maka bisa jadi
akan terjadi fitnah bagi mereka.
e. Jangan mempersingkat atau memperpanjang pembicaraan.
Artinya disini bahwa pembicara harus memiliki perencanaan
dalam berbicara. Jelas poin-poin yang akan disampaikan serta
durasinya sudah diperkirakan. Pembicaraan yang terlalu singkat
bisa membuat rusaknya inti atau pesan yang disampaikan atau
sebaliknya, pembicaraan yang terlalu panjang akan membuat
pendengar bosan dan mengantuk.
f. Memberikan perhatian penuh kepada lawan bicara.
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

g. Pandangan pembicara harus tertuju kepada hadirin.


h. Boleh menyelilingi pembicaraan dengan syair/kata-kata hikmah
atau dengan senyuman.

Berbicara atau berkomunikasi sulit dilepaskan dari kehidupan dan


pergaulan sehari-hari manusia. Selain memperhatikan prinsip-prinsip
dalam berkomunikasi seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
pembicara juga harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan
pembicaraan orang lain. Hindari menjadi pribadi yang mendominasi
dalam suatu pembicaraan, pandai berminyak air, banyak kelakar yang
tidak bermanfaat serta tidak peka terhadap perasaan orang lain.
Makanya, Buya Hamka sangat menekankan kepada setiap pribadi untuk
bersikap bijak dalam berbicara atau berkomunikasi yang ditandai
dengan kefasihan berbicara, kekayaan bahasa dan kehalusan perasaan.
Ketiga hal tersebut sudah melingkupi aspek-aspek berkomunikasi yang
baik.

Penulis sengaja mengambil pemikiran Prof. Abdullah Nashih Ulwan dan


Buya Hamka terkait dengan tata cara berkomunikasi dan berbicara
sebagai rujukan peyeimbangan dari sekian rujukan luar yang telah
penulis sajikan. Dengan harapan hal ini semakin memperkuat
pemahaman pembaca akan pentingnya tata cara dan aturan dalam
berkomunikasi dan berbicara di depan public apalagi dalam kontek
pendidikan dan pembelajaran.

B. Public Speaking untuk Peserta Didik


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa peserta didik adalah
komponen penting dalam pembelajaran. Fokus dari pendidikan adalah
mengembangkan potensi peserta didik untuk menjadi manusia
seutuhnya. Bagaimanakah format komunikasi peserta didik seharusnya?.
Dalam pembelajaran, pendidik dan peserta didik adalah sama-sama
belajar. Namun seperti telah dikemukakan sebelumnya, peserta didik
menyadari bahwa pendidik adalah sosok “guru” yang harus di “gugu”
dan di “tiru”. Oleh sebab itu, ada beberapa pedoman yang harus
diperhatikan seorang peserta didik dalam konteks berkomunikasi dalam
pembelajaran.

1. Panduan Berkomunikasi dalam Konteks Aktivitas Belajar


Nofrion (2017) dalam bukunya Model dan Strategi Pembelajaran
Geografi (Merancang Pembelajaran Kolaboratif dan Berorientasi
Higher Order Thinking Skill/HOTS) menguraikan aktivitas belajar dalam
kontek pembelajaran yang berorientasi HOTS menjadi dua jenis yaitu
aktivitas belajar dasar/ABD dan aktivitas belajar lanjut/ABL.
Penjelasannya sebagai berikut:
a. Aktivitas Belajar Dasar/ABD. Aktivitas belajar dasar yang
dimaksudkan disini adalah aktivitas belajar yang berkaitan
dengan sensasi inderawi semata terhadap objek yang ada serta
aktivitas yang tidak begitu memerlukan proses berfikir tinggi.
Seperti aktivitas melihat, mendengar, menanya, mencoba,
mencari, mengumpulkan dan sejenisnya. Untuk
menyederhanakannya semua aktivitas tersebut dipilah menjadi
tiga aktivitas belajar dasar yaitu; 1) Mengamati (kombinasi
melihat dan mendengar), 2) mencoba/menanya, 3)
mencari/mengumpulkan. Aktivitas belajar mengamati adalah
perpaduan dari aktivitas melihat dan mendengar. Contoh, ketika
guru menyajikan pelajaran, menayangkan video atau
menampilkan sebuah gambar, maka siswa yang memberikan
perhatian dengan indikator matanya tertuju kepada objek dan
telinganya mendengar maka siswa tersebut telah melakukan
aktivitas belajar mengamati. Aktivitas belajar
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

mencoba/menanya adalah ketika siswa mencoba bertanya,


mencoba untuk mengambil peluang yang diberikan guru seperti
memiliki atau menempelkan sesuatu atau mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan ringan yang diberikan guru di awal
pelajaran. Termasuk dalam aktivitas belajar menanya/mencoba
adalah ketika siswa maju ke depan ke kelas untuk memberikan
pendapat atau tanggapan terhadap sesuatu yang disajikan guru
dengan catatan hal tersebut belum menyentuh subtansi
pelajaran yang utama. Sedangkan aktivitas belajar dasar ketiga
adalah mencari/mengumpulkan. Termasuk ke dalam kategori ini
adalah aktivitas belajar seperti mencari sesuatu yang diminta
guru, mengumpulkan informasi. Contoh, seorang guru meminta
siswa mencari letak suatu kota di peta atau meminta siswa
mengumpulkan data tentang jumlah objek yang ada pada sebuah
citra dan sebagainya. Aktivitas belajar dasar ini bisa
mengembangkan level berfikir dasar/bawah (Lower Order
Thinking Skills/LOTS) saja. Pendapat penulis relevan dengan
Silbermen (2006:10) yang menuliskan bahwa untuk mempelajari
sesuatu dengan baik maka perlu dimulai dengan (aktivitas
belajar dasar) seperti mendengarkan, melihat, mengajukan
pertanyaan.
b. Aktivitas Belajar Lanjut/ABL. Aktivitas belajar lanjut adalah
aktivitas belajar yang menuntut proses berfikir menengah dan
tinggi. Yang termasuk ke dalam aktivitas belajar lanjut adalah
mengolah, menganalisis, mengkomunikasikan, berdialog,
mendiskusikan, berkolaborasi, menyajikan, mengkontruksi.
Lebih sederhananya aktivitas belajar lanjut dirumuskan menjadi;
1) mengolah/menganalisis, 2) mengkomunikasikan/berdialog, 3)
mendiskusikan/berkolaborasi, 4) menyajikan/mengkonstruksi.
Keterlibatan siswa dalam pembelajaran dengan melakukan
aktivitas belajar lanjut ini diharapkan bisa mengembangkan
keterampilan berfikir tingkat menengah/MOTS dan tinggi/HOTS.

Maka, dalam berkomunikasi peserta didik harus fokus dalam konteks


pembelajaran. Berkomunikasi dalam belajar adalah mengkomunikasikan
ide dan gagasan, pendapat, memberikan pertanyaan, memberikan
jawaban dan tanggapan. Energi komunikasi ditujukan untuk pencapaian
tujuan pembelajaran. Berbicara di luar konteks atau “out of the box”
tentunya harus dihindari. Contoh, saat mengerjakan tugas tentang
Atmosfer maka semua pembicaraan harus sesuai dengan topik dan
permasalahan yang sedang dipecahkan. Jika ada yang berbicara di luar
konteks tersebut maka yang bersangkutan sudah sudah keluar dari
pembelajaran. Peserta didik harus terlibat aktif dalam setiap aktivitas
belajar dan pendidik harus memastikan hal itu benar-benar terjadi.

2. Panduan Berkomunikasi dalam Konteks Presentasi Pembelajaran


Salah satu pengalaman belajar yang harus didapatkan siswa sesuai
dengan kurikulum 2013 yang dicirikan dengan Pendekatan Saintifik
adalah “mengkomunikasikan/menyajikan”. Untuk itu, pendidik harus
memberikan informasi yang jelas kepada peserta didik tentang kriteria
penilaian presentasi sebagai bagian dari penilaian proses dan hasil
belajar terutama pada aspek keterampilan. Berikut contoh format
penilaian presentasi yang penulis kembangkan di perguruan tinggi dan
bisa dilakukan penyesuaian untuk tingkat SMA.
KRITERIA PENILAIAN PRESENTASI ILMIAH
SANGAT BAIK BAIK CUKUP KURANG
NO INDIKATOR Bobot
86 - 100 71 - 85 61 - 70 < 60
1 Organisasi dan 1. Presentasi Presentasi terorganisasi Presentasi cukup
Presentasi 30%
Sistematika terstuktur dengan dengan terorganisasibelum
Presentasi baik/Sistematika baik/sistematika jelas /sistematika cukup
terorganisasi/
jelas. dengan dukungan jelas namun
sistematika
2. Topik dianalisis data/fakta/contoh yang dukungan kurang jelas,
dengan dukungan relevan tetapi analisis data/fakta/contoh
dukungan
data/fakta/contah teori/konsep belum serta analisis masih
data/fakta/con
yang relevan. optimal. kurang toh masih
3. Topik dianalisis kurang serta
dengan analisis sesuai
teori/konsep yang teori/konsep
sesuai. masih kurang
2 Materi 1. Materi presentasi Materi presentasi Isi secara umum Isi presentasi 30%
Presentasi akurat dan lengkap. akurat dan lengkap akurat namun kurang kurang akurat
2. Materi presentasi serta dapat menambah lengkap dan belum
mampu menggugah wawasan baru. lengkap
pendengar
3 Teknik dan 1. Penyaji Penyaji mampu Penyaji kurang Penyaji belum 25%
keterampilan menyampaikan menyampaikan mampu menguasai
Presentasi presentasi dengan presentasi dengan menyampaikan teknik Voice,
teknik Voice, teknik Voice, Verbal presentasi dengan Verbal dan
Verbal dan Visual dan Visual yang cukup teknik Voice, Verbal Visual, monoton
yang baik. baik, cukup dan Visual yang baik, dan cenderung
2. Penyaji bersemangat namun datar dan belum membosankan
menunjukkan ide, kurang mampu mampu membuat
kreativitas berfikir membuat pendengar pendengar antusias
dan critical antusias
thinking.
3. Penyaji
bersemangat dan
mampu membuat
pendengar antusias
4 Media 1. Slide Presentation Slide Presentation Slide Presentation Slide 10%
Presentasi dan sangat Menarik, cukup menarik dan kurang menarik dan Presentation
Penggunaanny Berbobot, berbobot, kurang berbobot, tidak menarik
a teks/foto/gambar/t teks/foto/gambar/tabel teks/foto/gambar/ta dan kurang
abel/ / bel/video belum berbobot,
video disajikan dengan video disajikan dengan ditata dengan baik teks/foto/gamb
kombinasi yang baik. kombinasi yang cukup serta penyaji kurang ar/tabel/
2. Penyaji terampil baik. Penyaji cukup terampil video belum
menggunakannya. terampil menggunakannya. ditata dengan
menggunakannya. baik serta
penyaji belum
terampil
menggunakanny
a
5 Kerja Tim/ Semua anggota tim Semua anggota tim Ada anggota tim yang Ada anggota 5%
Kekompakan berkontribusi sesuai berkontribusi sesuai belum berkontribusi tim yang
dengan kapasitas masing- dengan kapasitas secara optimal berkontribusi
masing dan bekerja masing-masing dan sehingga tim menonjol serta
dengan antusias dan bekerja dengan antusias terkesan kurang kerja tim tidak
penuh tanggung jawab dan penuh tanggung kompak kompak
Public Speaking [Public Speaking untuk Public Speaker]

jawab
Sumber : Nofrion (2018) dimodifikasi dari Panduan Revitalisasi Kurikulum LPTK 2016

Sedangkan kriteria penilaian untuk makalah sebagai berikut:


KRITERIA PENILAIAN MAKALAH
SANGAT BAIK BAIK CUKUP KURANG
NO INDIKATOR Bobot
86 - 100 71 - 85 61 - 70 < 60
1 Isi dan Materi relevan dengan Materi relevan dengan Materi relevan dengan Materi kurang relevan 40%
Pengembangan topik serta topik namun topik namun dengan topik
Materi dikembangkan dengan pengembangan belum pengembangan belum
baik. optimal ada

2 Sistematika Struktur dan sistematika Struktur dan Struktur dan Struktur dan 20%
Penyajian jelas dan membantu sistematika jelas. sistematika penulisan sistematika penulisan
pembaca untuk kurang jelas tidak jelas
memahami materi.
3 Data dan Data/Fakta/contoh/Refe
Data/Fakta/Contoh/ Data/Fakta/Contoh/ Data/Fakta/Contoh/ 20%
Referensi rensi yang digunakanReferensi yang Referensi yang Referensi yang
akurat, kontekstual
digunakan akurat, digunakan kurang digunakan tidak akurat
dengan sumber yang kontekstual namun ada akurat dan kontekstual
kredibel sumber sumber yang
kurang kredibel
4 Bahasa dan Kalimat yang digunakan Beberapa kalimat Kalimat yang Kalimat yang 10%
Kepatuhan pada sudah memenuhi kaidah belum sesuai dengan digunakan kurang digunakan tidak sesuai
PUEBI PUEBI kaidah PUEBI sesuai dengan kaidah dengan kaidah PUEBI
PUEBI
5 Tata tulis/Ketik Tidak ditemukan Masih ditemukan Kesalahan dalam Penulisan dan 10%
kesalahan dalam beberapa kesalahan pengetikan cukup pengetikan makalah
pengetikan dan dalam banyak belum memenuhi
mematuhi aturan penulisan/pengetikan kaidah
penulisan yang telah
ditentukan.
Sumber : Nofrion (2018)

Dengan menggunakan dua format dan kriteria penilaian tersebut, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan
keterampilan berkomunikasi lisan dan tulisan secara berimbang. Aturan lain mengenai presentasi bisa dipelajari pada
bab sebelumnya.
3. Panduan Berkomunikasi dalam Konteks Pergaulan
Dalam konteks pergaulan, peserta didik diharapkan untuk berkomunikasi
dengan santun dan beretika. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian
peserta didik adalah:
a. Gunakanlah Bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari di
sekolah. Ada kalimat bijak Balai Bahasa yang bisa menjadi acuan
peserta didik yaitu “Utamakan Bahasa Indonesia, Kuasai Bahasa
Asing dan Lestarikan Bahasa Daerah”. Untuk komunikasi formal di
dalam kelas gunakan Bahasa Indonesia. Untuk komunikasi di luar
kelas dengan sesama peserta didik di ruang-ruang public seperti
café dan sebagainya gunakan bahasa daerah. Namun, jika ada
kesempatan untuk berbahasa Asing, seperti Bahasa Inggris maka
beranikan diri untuk mencobanya. Perlu menjadi catatan bagi
peserta didik yang menempuh pendidikan di sekolah atau kampus
yang lintas suku dan budaya adalah dikuatirkan penggunaan
bahasa daerah bisa menyebabkan terhambatnya komunikasi
dengan teman yang berbeda suku dan budaya. Untuk
mengantisipasi hal ini, lebih bijak untuk tetap menggunakan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah atau di
kampus.
b. Peserta didik harus menghindari penggunaan bahasa-bahasa gaul
atau prokem yang biasanya digunakan oleh kelompok
menyimpang/deviant group. Seperti bahasa kelompok LGBT,
Waria dan sebagainya. Walaupun sekedar untuk bercanda.
Gunakanlah bahasa yang bermartabat.

Anda mungkin juga menyukai