Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program Keluarga Berencana dicanangkan dalam rangka usaha pemerintah
untuk membangun manusia Indonesia yang berkualitas. Pada dasarnya pemerintah
berkeinginan untuk membuat perubahan dari suatu kondisi tertentu kearah yang
lebih bernilai. Agar proses perubahan itu dapat menjangkau sasaran-sasaran
perubahan keadaan yang lebih baik dan dapat digunakan sebagai pengendali masa
depan, di dalam melaksanakan pembangunan itu perlu sekali memperhatikan segi
manusianya. Karena dalam arti proses, pembangunan itu menyangkut makna bahwa
manusia itu objek pembangunan dan sekaligus subyek pembangunan. Sebagai
subjek pembangunan manusia harus diperhitungkan, sebab dia punya nilai dan
potensi yang luar biasa.
Oleh karena itu, dalam pembangunan perlu sekali mengajak subjek tadi
untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan secara berkelanjutan.
Masalah yang akan dihadapi oleh keluarga yang memiliki anak dalam jumlah
banyak, terutama yang jarak kelahirannya tidak diatur adalah peningkatan risiko
terjadinya pendarahan ibu hamil pada trimester III, angka kematian bayi meningkat,
ibu tidak memiliki waktu yang cukup untuk merawat diri dan anaknya, serta
terganggunya proses perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan kurang
gizi, berat badan lahir rendah (BBLR) dan lahir prematur (BKKBN, 2007).
Kaitannya dengan peran serta masyarakat dalam program tertentu, peranan
tokoh masyarakat baik formal maupun non-formal sangat penting terutama dalam
mempengaruhi, memberi contoh, dan menggerakkan keterlibatan seluruh warga
masyarakat di lingkungannya guna mendukung keberhasilan program. Apalagi di
masyarakat pedesaan, peran tersebut menjadi faktor determinan karena kedudukan
para tokoh masyarakat masih sangat kuat pengaruhnya, bahkan sering menjadi
tokoh panutan dalam segala kegiatan hidup sehari-hari warga masyarakat. Tingkat
partisipasi warga masyarakat terhadap program tertentu merupakan landasan atau
dasar utama bagi timbulnya kesediaan untuk ikut terlibat dan berperan aktif dalam
setiap kegiatan program tersebut. Makna positif atau negatif sebagai hasil partisipasi
seseorang terhadap program akan menjadi pendorong atau penghambat baginya
untuk berperan dalam kegiatannya. Berbagai hal yang terjadi, dan menjadi
pengalaman yang kurang menyenangkan sering mengakibatkan warga masyarakat
kurang mampu bersikap terbuka untuk secara jujur menyatakan partisipasi dan
pandangannya tentang suatu program yang diselenggarakan pemerintah. Karena
sering dilandasi oleh partisipasi yang kurang positif maka keterlibatan yang ada
sering merupakan partisipasi semu. Keadaan yang demikian itu bila sering terjadi
akan berakibat kurang lancarnya kegiatan sesuai rencana sehingga menyulitkan
usaha pencapaian tujuan program secara utuh dan mantap (Sutopo, 1996: 132).
Hambatan yang sering muncul ketika partisipasi masyarakat internal, berupa
hambatan sosio-kultural, dan eksternal, hambatan dari birokrasi pemerintah
Hambatan internal, merupakan hambatan dari dalam masyarakat itu sendiri, yang
merupakan keengganan sebagian besar warga masyarakat untuk terlibat langsung
dalam suatu program kegiatan (Toha Miftah: 11-17). Hal ini disebabkan karena
keadaan sosio-kultural mereka yang belum memungkinkan untuk secara aktif
menyuarakan keinginan mereka. Sementara mereka lebih memilih diam. Hambatan
ini bukanlan merupakan hambatan yang fatal, sebab hambatan ini masih bisa
diperbaiki dengan cara memberikan masukan informasi-informasi baru yang positif
dan bersifat membangun. Mereka harus dikenalkan dengan penemuan-penemuan
dan perkembangan baru di daerah lain, yang nantinya akan membuka cakrawala
berpikir mereka. Akan tetapi terkadang mereka masih memiliki kesadaran yang
rendah karena adanya beberapa keterbatasan. Misalnya, rendahnya pendidikan,
rendahnya sosial-ekonomi, kurangnya sarana dan prasaranan terhadap suatu
program pemerintah. Adanya hambatan-hambatan dalam memperoleh informasi
tentang alat kontrasepsi, hambatan medis berupa ketersediaan alat maupun
ketersediaan tenaga kesehatan dan adanya rumor yang beredar di masyarakat
mengenai alat kontrasepsi khususnya untuk pria dengan mensosialisasikan KB
sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan angka cakupan akseptor KB.
Rendahnya respon masyarakat dalam ber KB dapat memberikan dampak negatif
bagi kaum wanita, karena kaum wanita akan semakin dituntut untuk berperan aktif,
pada hal respon masyarakat dalam KB dan kesehatan reproduksi serta perilaku
seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangannya dan keluarganya adalah
juga tanggung jawab bersama. Dari jumlah Pasangan usia subur yang ikut program
keluarga berencana, bila dibandingkan dengan yang tidak ikut program KB. Maka
lebih banyak yang tidak ikut. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kurangnya sosialisasi
baik dari segi agama maupun budaya masyarakat disamping juga karena tingkat
pendidikan masyarakat yang relatif rendah. Sehingga sangat berpengaruh terhadap
jumlah penduduk. Hal tersebut tentu akan berdampak bagi sektor kehidupan lain.
Hal yang sering tidak terungkap adalah bagaimana responden penduduk sendiri
terhadap program Keluarga Berencana, bagaimana pemahaman penduduk tentang
program ini dan apa saja faktor yang mempengaruhi respon pasangan usia subur
terhadap program KB yang menyebabkan masih rendahnya partisipasi mereka
terhadap program KB tersebut.
Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat
estrogen dan progesteron, hormon-hormon ini bekerja sebagai penghambat
pengeluaran folicel stimulating hormone dan leitenizing hormone sehingga proses
konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).
Kontrasepsi hormonal ini menggunakan hormon dari progesteron.
Penggunaan kontrasepsi ini dilakulan dalam bentuk pil, suntik dan implant. Pada
dasarnya, mekanisme kerja hormon progesteron adalah mencegah pengeluaran sel
telur dari indung telur, mengentalkan cairan di leher rahim, sehingga sulit ditembus
sperma membuat lapisan dalam rahim menjadi tipis dan tidak layak untuk
tumbuhnya hasil konsepsi, saluran telur jalannya jadi lambat sehingga mengganggu
saat bertemunya sperma dan sel telur.
Kontrasepsi non hormonal adalah kontrasepsi yang tidak mengandung
hormon baik estrogen maupun progesteron. Jenis-jenis kontrasepsi non hormonal
meliputi metode sederhana (MAL/Metode Amenorhea Laktasi, metode kalender,
metode suhu badan basal, metode lendir serviks, metode simpto termal, senggama
terputus atau coitus interuptus, kondom, diafragma), dan metode modern (IUD
tanpa hormon, MOW, MOP). Pada dasarnya cara kerja kontrasepsi non hormonal
dengan metode sederhana adalah menghindari senggama selama kurang lebih 718
hari, termasuk masa subur dari tiap siklus. Sedangkan kondom menghalangi
spermatozoa ke dalam traktus genitalia interna wanita (Hartanto, 2004).
Cara kerja IUD terutama mencegah sperma dan ovum bertemu. Sedangkan
MOW dan MOP adalah dengan mengikat dan memotong saluran ovum atau sperma
sehingga sperma tidak bertemu dengan ovum. Tidak ada satupun yang seratus
persen efektif dan semua disertai dengan tingkat risiko tertentu. Akibatnya, perlu
ditekankan pentingnya penyuluhan yang tepat dan menyeluruh (Saifuddin, 2006).
Kontrasepsi merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya
itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi
merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas Meskipun masing-
masing jenis kontrasepsi memiliki tingkat efektivitas yang tinggi dan hampir sama,
akan tetapi efektivitas kontrasepsi juga dipengaruhi oleh perilaku dan tingkat sosial
budaya pemakainya (BKKBN, 2006).
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia WHO dan Perserikatan bangsa-
bangsa untuk mengembangkan model baru secara rinci memperkirakan jumlah
kematian ibu di 172 negara, serta jumlah kematian yang mungkin dapat dihindari
dengan penggunaan kontrasepsi. Bahwa Yunani memiliki angka kematian maternal
terendah di Dunia, dengan hanya tiga ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup.
Sebaliknya, Chad di Afrika Tengah memiliki tingkat kematian ibu tertinggi di
Dunia menurut hitungan dengan 1.465 kematian per 100.000 kelahiran hidup.
Afganistan memiliki tingkat kematian tertinggi kedua, dengan 1.365 kematian ibu
per 100.000 kelahiran hidup. Tanpa penggunaan kontrasepsi, jumlah kematian ibu
akan menjadi 1,8 kali lebih tinggi secara global. Kebutuhan tertinggi kontrasepsi
yang belum terpenuhi adalah Sub Sahara Afrika, dimana hanya 22% wanita yang
sudah menikah atau aktif secara seksual menggunakan alat kontrasepsi,
dibandingkan dengan 75% di negara maju (Irianto, 2014).
Indonesia merupakan sebuah negara berkembang dengan jumlah
peningkatan penduduk yang tinggi. Hasil sensus menurut publikasi BPS pada bulan
Agustus 2010 antara lain jumlah penduduk Indonesia adalah 237.556.363 orang,
terdiri atas 119.507.600 laki-laki dan 118.048.783 perempuan dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% per tahun. Pertumbuhan jumlah penduduk ini
tentu saja akan berimplikasi secara signifikan terhadap perkembangan ekonomi dan
kesejahteraan negara (Sulistyawati, 2011).
Untuk menahan laju peningkatan jumlah penduduk, indonesia menggunakan
program keluarga berencana. Program ini cukup efektif dalam menurunkan laju
pertumbuhan penduduk. Prevalensi KB menurut alat KB dari peserta KB aktif di
Indonesia adalah 66,20%. Alat KB yang dominan adalah Suntikan 34% dan Pil KB
17%. Peserta KB baru secara Nasional sampai dengan bulan Maret 2012 sebanyak
220.51 peserta. Apabila dilihat pertahunan pada pemakaian kontrasepsi maka dapat
dilihat bahwa jumlah peserta IUD sebanyak 6,78% , MOW sebanyak 1,61%, MOP
sebanyak 0.52%, Kondom sebanyak 6,21%, Implant sebesar 8,16%. Suntikan
berjumlah 1.008.577 (49,92%), dan peserta Pil 546.597 (27,05%) akseptor,
mayoritas Akseptor KB baru bulan Maret 2012 paling banyak menggunakan non
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (non MKJP) yaitu 83,18%. Sedangkan peserta
KB baru yang menggunakan Metode Jangka Panjang seperti IUD, MOW, MOP dan
Implant hanya 16,82 % (BKKBN, 2013).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penulisan ini
adalah bagaimana Akses KB dengan Pemilihan Kontrasepsi Hormonal dan Non
Hormonal Pada Akseptor KB aktif.

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih jelas teknologi kontrasepsi terkini
2. Untuk mengetahui implikasi teknologi kontrasepsi terkini terhadap pelayanan
kebidanan

D. Manfaat Makalah
1. Sebagai bahan pembantu materi keluarga berencana
2. Sebagai bahan diskusi dalam memahami implikasi teknologi kontrasepsi terkini
terhadap pelayanan kebidanan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Keluarga Berencana
1. Definisi KB
Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah anak dan jarak
kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, pemerintah mencanangkan
program atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan (Sulistyawati,
2013).
2. Tujuan Program KB
a. Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk keluarga kecil
sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara
pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan
sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Sulistyawati, 2013).
b. Tujuan program KB lainnya yaitu untuk menurunkan angka kelahiran yang
bermakna, untuk mencapai tujuan tersebut makka diadakan kebijakaan yang
dikategorikan dalam tiga fase (menjarangkan, menunda, dan menghentikan)
maksud dari kebijakaan tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak
akibat melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan
melahirkan pada usia tua (Hartanto, 2002).
3. Ruang Lingkup Program KB
Ruang lingkup program KB secara umum adalah sebagai berikut :
a. Keluarga berencana
b. Kesehatan reproduksi remaja
c. Ketahanan dan pemberdayaan keluarga
d. Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas
e. Keserasian kebijakan kependudukan
f. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
g. Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan.

B. Kontrasepsi
1. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan permanen (Wiknjosastro, 2007).
Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi)
atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim
(Nugroho dan Utama, 2014).
2. Efektivitas (Daya Guna) Kontrasepsi
Menurut Wiknjosastro (2007) efektivitas atau daya guna suatu cara kontrasepsi
dapat dinilai pada 2 tingkat, yakni:
a. Daya guna teoritis (theoretical effectiveness), yaitu kemampuan suatu cara
kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan,
apabila kontrasepsi tersebut digunakan dengan mengikuti aturan yang
benar.
b. Daya guna pemakaian (use effectiveness), yaitu kemampuan kontrasepsi
dalam keadaan sehari-hari dimana pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti pemakaian yang tidak hati-hati, kurang disiplin dengan aturan
pemakaian dan sebagainya.
3. Memilih Metode Kontrasepsi
Menurut Hartanto (2002), ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih kontrasepsi. Metode kontrasepsi yang baik ialah kontrasepsi yang
memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Aman atau tidak berbahaya
b. Dapat diandalkan
c. Sederhana
d. Murah
e. Dapat diterima oleh orang banyak
f. Pemakaian jangka lama (continution rate tinggi).
Menurut Hartanto (2002), faktor-faktor dalam memilih metode kontrasepsi
yaitu:
a. Faktor pasangan
1) Umur
2) Gaya hidup
3) Frekuensi senggama
4) Jumlah keluarga yang diinginkan
5) Pengalaman dengan kontraseptivum yang lalu
6) Sikap kewanitaan
7) Sikap kepriaan.
b. Faktor kesehatan
1) Status kesehatan
2) Riwayat haid
3) Riwayat keluarga
4) Pemeriksaan fisik
5) Pemeriksaan panggul.
4. Macam-macam Kontrasepsi
a. Metode Kontrasepsi Hormonal
Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu
kombinasi (mengandung hormon progesteron dan estrogen sintetik) dan
yang hanya berisi progesteron saja. Kontrasepsi hormonal kombinasi
terdapat pada pil dan suntikan/injeksi. Sedangkan kontrasepsi hormon yang
berisi progesteron terdapat pada pil, suntik dan implant (Handayani, 2010).
b. Metode Kontrasepsi Non Hormonal
Metode kontrasepsi non hormonal terdiri dari: Metode Amenorhea Laktasi
(MAL), Couitus Interuptus, Metode Kalender, Metode Lendir Serviks,
Metode Suhu Basal Badan, dan Simptotermal yaitu perpaduan antara suhu
basal dan lendir servik. Sedangkan metode kontrasepsi sederhana dengan
alat yaitu kondom, diafragma, cup serviks dan spermisida (Handayani,
2010).
c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu AKDR
yang mengandung hormon sintetik (sintetik progesteron) dan yang tidak
mengandung hormon (Handayani, 2010). AKDR yang mengandung
hormon Progesterone atau Leuonorgestrel yaitu Progestasert (Alza-T
dengan daya kerja 1 tahun, LNG-20 mengandung Leuonorgestrel
(Hartanto, 2002).
d. Metode Kontrasepsi Mantap
Metode kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu Metode Operatif
Wanita (MOW) dan Metode Operatif Pria (MOP). MOW sering dikenal
dengan tubektomi karena prinsip metode ini adalah memotong atau
mengikat saluran tuba/tuba falopii sehingga mencegah pertemuan antara
ovum dan sperma. Sedangkan MOP sering dikenal dengan nama
vasektomi, vasektomi yaitu memotong atau mengikat saluran vas deferens
sehingga cairan sperma tidak dapat keluar atau ejakulasi (Handayani,
2010).
3. Metode Barier
Metode Barier bertujuan untuk menghalangi terjadinya proses pembuahan, yang
termasuk dalam metode barier :
a. Kondom untuk pria
Keuntungan menggunakan kondom :
1. Relatif murah.
2. Tidak perlu memerlukan pemeriksaan medis, supervise atau follow-up.
3. Cara pemakaian mudah.
4. Dapat diandalkan.
5. Reversibel
6. Tingkat proteksi tinggi terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS).
7. Pria ikut secara aktif dalam program KB.
(Hartanto, 2010).
Keterbatasan kondom :
1. Angka kegagalan relatif tinggi.
2. Perlu menghentikan sementara aktivitas dan spontanitas hubungan seks.
3. Pada beberapa orang menyebabkan kesulitan dalam mempertahankan
ereksi.
4. Pemakaian harus konsisten setiap kali berhubungan seksual.
(Hartanto, 2010).
b. Barier Intra Vaginal pada perempuan, terbagi atas :
- Diafragma
- Kap Serviks
- Spons
- Kondom perempuan
- Spermisida Vaginal dengan kemasan suppositoria, aerosol (busa), ataupun krim.
6. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau Intra Uterine Devices (IUD)
Jenis AKDR :
a. Un-Medicated Devices
b. Medicated Devices
- Yang mengandung logam
- Yang mengandung hormone : Progesterone atau levonorgestrel.
7. Kontrasepsi Mantap
Terdiri dari 2 jenis, yaitu :
a. Medis Operatif Wanita (MOW).
Tubektomi, adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan kesuburan
dengan oklusi tuba falopii sehingga spermatozoa tidak dapat bertemu dengan
ovum.
Keuntungan Tubektomi :
- Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan).
- Permanen.
- Tidak mempengaruhi produksi ASI dan proses menyusui.
- Tidak dipengaruhi faktor senggama.
- Baik digunakan oleh klien yang mengalami resiko serius bila hamil.
- Pembedahan sederhana.
- Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
- Tidak terdapat perubahan fungsi seksual.
- Mengurangi resiko kanker ovarium.
Keterbatasan Tubektomi :
- Bersifat permanen, sehingga membutuhkan pertimbangan matang dari
pasangan.
- Ditemukan rasa sakit atau tidak nyaman dalam jangka pendek setelah
pemasangan.
- Tidak melindungi terhadap infeksi menular seksual.
b. Medis Operatif Pria (MOP).
Vasektomi, adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi
pria dengan jalan melakukan oklusi vasa defrensia sehingga alur transportasi
sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.
Keuntungan Vasektomi:
- Sangat efektif.
- Aman, morbiditas rendah.
- Sederhana dan cepat.
- Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan.
- Biaya relatif murah.
Keterbatasan Vasektomi:
- Diperlukan tindakan operasi.
- Kadang terjadi komplikasi seperti pendarahan ataupun infeksi.
Universitas Sumatera Utara
- Tidak langsung memberikan perlindungan total sampai dengan 20 kali
ejakulasi atau 3 bulan.
- Problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku seksual mungkin
timbul.

Anda mungkin juga menyukai