OLEH:
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktu yang ditetapkan.Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak
dosen mata kuliah Farmakoterapi terapan, yang telah terlebih dahulu memberikan
pengarahan kepada kami mahasiswa dalam penulisan makalah ini.
Adapun makalah ini berjudul “Tukak lambung (Peptic Ulcer)”, merupakan
salah satu tugas kelompok dalam mata kuliah Farmakoterapi terapan. Penulis
berharap agar makalah ini dapat kita manfaatkan untuk menambah pengetahuan
kita mengenai Tukak lambung (Peptic Ulcer) serta penatalaksanaannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan.Oleh sebab itu, dengan hati yang terbuka penulis menerima
kritik dan saran yang bersikap membangun dari pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ulkus peptik atau tukak peptik adalah defek mukosa gastrointestinal (GI)
yang meluas sampai ke mukosa otot yang terjadi di esofagus, lambung atau
duodenum (Brashers, 2003). Data WHO menyebutkan kematian akibat tukak
lambung di Indonesia mencapai 0,99 persen yang didapatkan dari angka kematian
8,41 per 100,000 penduduk. Pada tahun 2005-2008, tukak lambung menempati
urutan ke-10 dalam kategori penyebab kematian pada kelompok umur 45-54
tahun pada laki-laki menurut BPPK Depkes pada tahun 2008 (Aditya Kafi, 2014).
Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus
duodenum. Ulkus peptikum didefinisikan sebagai suatu defek mukosa atau
submukosa yang berbatas tegas dan dapat menembus lapisan muskularis mukosa
sampai lapisan serosa sehingga terjadi perforasi. Ulkus gaster merupakan suatu
gambaran bulat atau semi bulat/oval, ukuran >5mm kedalaman submukosal pada
mukosa lambung akibat terputusnya kontuinuitas/intregritas mukosa lambung
(Tarigan, 2014).
1
memiliki efek samping terutama yang berhubungan dengan sistem syaraf sentral
seperti nyeri kepala, letargi,halusinasi, depresi dan insomnia. Efek samping
lainnya yaitu mulut kering, mual, dan perasaan tidak enak di perut (Aziz, 2002).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan peptic ulcer ?
2. Apa penyebab/etiologi dan faktor resiko terjadinya peptic ulcer?
3. Bagaimana patofisiologi dari peptic ulcer?
4. Bagaimana diagnosa dan pemeriksaan penunjang dari peptic ulcer?
5. Bagaimana manifestasi klinik dari peptic ulcer?
6. Bagaimana penatalaksanaan terhadap pasien peptic ulcer?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan peptic ulcer.
2. Untuk mengetahui etiologi dan faktor resiko terjadinya peptic ulcer.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari peptic ulcer.
4. Untuk mengetahui diagnose dan pemeriksaan penunjang dari peptic ulcer.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari peptic ulcer.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien peptic ulcer
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ulkus peptikum atau tukak lambung merupakan gangguan penyakit yang
disebabkan kerusakan pada lapisan mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot
saluran cerna yang disebabkan aktifitas pepsin dan asam lambung. Umumnya
terjadi pada bulbus duodenum dan kurvatura minor, dapat juga mengenai
esofagus sampai usus halus (Aziz, 2002). Ulkus dapat disebabkan oleh beberapa
kondisi, salah satunya ulkus diinduksi stres oksidatif yaitu kondisi dimana terjadi
ketidakseimbangan antara produksi oksigen reaktif dan kemampuan sistem
biologi untuk mendetoksifikasi reaktif intermediet, yang bisa menyebabkan
kerusakan oksidatif protein, lipid dan DNA (Priya et al., 2012)
Peptic ulcer kronis berbeda dari erosi dan gastritis dimana peptic ulcer
kronis merusak ke mukosa lebih dalam sampai ke mukosa muskularis2. Hal ini
terjadi karena faktor agresif (asam lambung, pepsin, dan infeksi H. pylori) lebih
dominan dari pada faktor independen pelindung mukosa (prostaglandin, gastric
mucus, bikarbonat dan aliran darah mukosa).
Penyebab umum dari Peptic ulcer disease yaitu Helycobacter pylori
(100% menyebabkan Duodenal Ulcer dan 80% menyebabkan Gastric Ulcer 4),
obat anti inflamasi non steroid (NSAID), dan Stres ulcer yaitu sters yang
berhubungan dengan kerusakan mukosa (Stress-releted mucosal damage/
SRMD).1
1
Gambar 1. Struktur anatomi dan lokasi yang umum terjadi tukak
pada gastric dan duodenal1
2
cytomegalovirus), isufisiensi pada vaskuler (crack cocaine associated), radiasi,
kemoterapi (contohnya hepatic artery infusions), Rare genetic subtypes dan
idiopatik. 1
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan resiko tinggi PUD adalah1,2
a. H. pylori
Infeksi H. pylori menyebabkan gastritis kronis, PUD, kanker lambung, dan
MALT (mucosa-associated lymfhoid tissue). Hanya 20% dari yang terinfeksi H.
pylori berkembang menjadi gejala PUD.
b. NSAID
Banyak bukti penelitian bahwa pemakaian kronis NSAID non selektif
dapat menyebabkan luka pada saluran cerna. (sehingga dapat diartikan bahwa
NSAID berkontribusi dalam terjadinya peptic ulcer). 15-30% dari pengguna
NSAID non selektif menyebabkan PUD (Gastrodeudenal ulcer).
c. Merokok.
Merokok dapat menyebabkan tertunda pengosongan lambung,
menghambat sekresi bikarbonat dari pankreas, dan pemicu dari deudenogastric
reflux. Merokok dapat menyebabkan sekresi asam lambung, tetapi efek tersebut
tidak konsisten.
d. Faktor psikologi (stres).
Faktor psikologi merupakan faktor penting dalam pathogenesis PUD.
Tetapi masih kontrofersi (masih sedikit penelitiannya). Emosional stress
meningkatkan resiko kebiasaan seperti merokok, penggunaan NSAID, respon
inflamasi atau resisten terhadap infeksi H. pylori.
e. Faktor makanan dan minuman.
Makanan dan minuman yang mengandung kafein, susu, alkohol, makanan
pedas dapat menyebabkan dyspepsia tetapi tidak meningkatkan resiko dari PUD.
Meskipun kaffein dapat menstimulasi asam lambung, kopi atau teh yang
dihilangkan kandungan kaffeinnya (dekaffeinasi), minuman yang bebas dari
karbonat dan kaffein seperti wine, bir juga dapat meningkatkan asam lambung.
Sehingga tidak ada data yang menunjang informasi ini. Pada konsentrasi tinggi
alcohol menyebabkan kerusakan mukosa lambung akut dan pendarahan GI
3
(saluran cerna bagian atas), tetapi masih belum ada bukti yang cukup yang dapat
menyatakan bahwa alcohol dapat menyebabkan PUD.
f. Penyakit yang berhubungan dengan PUD
Terdapat bukti epidemologi Ulkus deudenum berhubungan dengan
penyakit kronis tertentu. Tetapi mekanisme patofisiologi belum jelas. Penyakit
yang memiliki kaitan erat dengan Ulkus deudenum antara lain, systemic
mastocytosis, multiple endocrine neoplasia type 1, chronic pulmonary diseases,
chronic renal failure, kidney stones, hepatic cirrhosis, α1-antitrypsin deficiency.
Sedangkan penyakit lainnya yang kemungkinan memiliki hubungan dengan Ulkus
deudenum yaitu cystic fibrosis, chronic pancreatitis, Crohn’s disease, dan
coronary artery disease, polycythemia vera, dan hyperparathyroidism.
C. Patofisiologi
Pada individu yang sehat terdapat keseimbangan fisiologi antara sekresi
asam lambung dan pertahanan mukosa saluran cerna. Sebaliknya pada PUD
terdapat ganguan keseimbangan antara faktor agresif (asam lambung, pepsin,
garam empedu, H. pylori, dan NSAID) dan mekanisme defensif mukosa (aliran
darah mukosa, mukus, sekresi bikarbonat mukosa, sel mukosa restitusi, dan
pembaruan sel epitel). 1,2
a. Asam lambung dan Pepsin
Pada Gastric ulcer
Bahan iritan akan menimbulkan defek mukosa barier dan terjadi difusi
balik ion H+, Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan sam
lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler,
kerusakan mukosa lambung, gastritis akut/kronik, dan tukak gaster.5 Plasma
membran sel epitel epitel lambung terdiri dari lapisan-lapisan lipid bersifat
pendukung mukosa barier. Dalam faktor asam lambung termasuk faktor
genetik, yaitu seseorang mempunyai massa sel parietal yang besar. Tukak
gaster yang letaknya dekat pylorus atau dijumpai bersama dengan tukak
duodeni biasanya disertai hipersekresi asam, sedangkan bila lokasinya pada
tempat lain dilambung biasanya disertai hiposekresi asam.5
4
Pada Deodenum ulcer
Pada tukak duodenum terjadi peningkatan produksi dan pelepasan
gastrin, sensitivitas mukosa lambung terhadap rangsangan gastric
meningkat secara berlebihan,jumlah sel parietal, pepsinogen khususnya
pepsinogen I juga meningkat. Sekresi bikarbonat dalam duodenum.5
b. H. pylori
Helicobacter pylori merupakan bakteri berbentuk spiral, gram
negatifsensitif terhadap pH, bakteri mikroaerophilic berada diantara
lapisan mucus dan permukaan lapisan sel epitel di lambung, atau lokasi
lain dimana terdapat sel epitel tipe gastric.1
Patofisiologi Infeksi akibat H.pylori tidak diketahui dengan pasti,
tapi diduga karena H. pylori menghasilkan sitotoksin yang mengakibatkan
hancurnya mukosa lambung, sekresi interleukin-8 dan terjadi adherence
dari sel epitel lambung karena meningkatnya sekresi asam lambung.
H.pylori dapat memproduksi urease dalam jumlah yang besar dimana
urease mengkatalis hidrolisis urea menjadi ammonia. Peningkatan jumlah
amonia akan mempengaruhi ketahanan mukosa lambung sehingga terjadi
ulkus. Peningkatan basal dan stimulasi sekresi asam terjadi pada individu
yang terinfeksi H.pylori.2
c. NSAID
NSAID dapat menyebabkan PUD dengan cara menghambat COX-1
sehingga menyebabkan penghabatan sistesis prostaglandin yang secara
sekunder berpengaruh pada sekresi mucus. (COX-1 menghasilkan
prostaglandin yang merupakan pelindung fisiologi yang mengatur
ketahanan mukosa)1,2
H. pylori dan NSAID merupakan penyebab perubahan dalam
pertahanan mukosa dengan mekanisme yang berbeda dan merupakan
faktor penting dalam pembentukan PUD. 2
5
D. Diagnosa
*Memenuhi Alarm signs antara lain: pendarahan saluran cerna yang kronis (hematemesis,
melena, anemia defisiensi besi), penurunan berat badan tanpa disengaja >10%, kesulitan
menelan yang progresif, muntah yang menetap, abdominal swelling, dan jika pasien berusia > 55
tahun dengan gejala dyspepsia tanpa sebab yang jelas dan menetap.
** Meninjau pengobatan yang mungkin menjadi penyebab dyspepsia antara lain: kalsium
antagonis, nitrat, teofilin, bifosfonat, steroid, dan NSAIDs.
Diagnosa PUD
Diagnosa PUD
6
2. Gejala dan Tanda Peptic Ulcer
7
digunakan single contras (barium sulfat) hanya dapat mendeteksi 30% adanya
ulkus.1
5. Endoskopi
Fiberoptic upper endoscopy (esophagogastroduodenoscopy [EGD])
merupakan gold standart dapat mendeteksi sampai lebih dari 90% peptic ulcer,
dengan cara melihat secara langsung, biopsy, dapat melihat daerah yang
mengalami erosi superficial dan daerah yang mengalami pendarahan. Endoscopy
digunakan jika sudah diduga adanya komplikasi dan jika dibutuhkan diagnosis
yang lebih akurat. Jika pada saat test radiologi ditemukan adanya keganasan
peptic ulcer maka diperlukan adanya pemeriksaan endoscopy dan histologinya.1
Test untuk mendeteksi H. pylori
Tes yang digunakan untuk mendeteksi H. Pylori dapat dibedakan menjadi
2, yaitu endoskopi dan non endoskopi
1. Endoscopy
Rapid Urease Test
Tes ini sensitif lebih dari 90% dan spesifik lebih dari 95% terhadap
H.pylori. Sebelum dilakukan pengujian pasien tidak boleh mengkonsumsi:
H2RAs and PPIs selama 1-2 minggu, dan
Antibiotik dan garam bismuth selama 4 minggu
Hal ini bertujuan untuk menghindari resiko negatif palsu. Adanya
urease H.pylori, urea dimetabolisme menjadi amonia dan bikarbonat yang
menyebabkan peningkatan pH, yang merubah warna kuning menjadi
merah, dari indikator pH-sensitif. Hasil test lebih cepat (dalam 24 jam),
lebih murah dari pada histoligi dan kulture, dan test ini untuk infeksi
H.Pylori aktif.2
Histologi
H. pylori dapat dideteksi secara histology, pada bagian mukosa lambung
secara endoskopi.6. Test ini mempunyai sensitifitas lebih dari 95% bdan
spesifik sampai lebih dari 90% untuk medeteksi adanya infeksi H. Pylori
8
(test standart). Dapat digunakan juga untuk menganalisa dan mengevaluasi
lebih lanjut jaringan yang terinfeksi (gastritis, ulkus, adenokarsinoma)
untuk test infeksi H. pylori aktif.1
Culture1,2,6
Tes ini sensitif untuk menetukan pilihan antibiotik dan resistensinya.
Sensitifitas bisa sampai 100 %.
Bisanya digunakan secara terbatas pada pasien yang gagal pada terapi
eradikasi H.pylori. Untuk tes infeksi H. pylori aktif.
Hasilnya tidak langsung, tak dianjurkan untuk diagnosa awal,
biayanya lebih mahal dari pada Rapid Urease Test.
9
diekskresikan melalui pernafasan. Untuk mendeteksi C13 menggunakan
spektrometer masa dan C14 dengan scintillation counter.
Untuk menghindari negatif palsu, penderita tidak dianjurkan
mengkonsumsi H2RA dan PPI selama 1 sampai 2 minggu sebelum test
serta garam bismut dan antibiotik selama 4 minggu sebelum test.
Untuk mendeteksi H. pylori sebelum pengobatan dan untuk eradikasi paska
pengobatan.
Hasil biasanya membutuhkan waktu sekitar 2 hari, biayanya lebih murah
dari pada tes yang menggunakan biopsi mukosa lambung, tetapi lebih
mahal daripada tes serologis.
10
BAB III
PENATALAKSANAAN
H.pylori H.pylori
Dosis penuh PPI positif Test untuk negatif Dosis penuh PPI
selama 2 bulan H.pylori selama 1 atau 2 bulan
Tukak berkaitan
dengan Hasil positif,tukak
penggunaan tidak berkaitan
NSAIDs dengan penggunaan
NSAIDs
Terapi eradikasi
H.pylori Ulcer
positif Endoskopi dan sembuh Pengobatan dengan dosis
Endoscopy
test untuk H.pylori H.pylori negatif rendah jika dibutuhkan
Sembuh
11
1. Pada pasien yang menggunakan NSAID dengan diagnosa Duodenal Ulcer
penggunaan NSAID harus dihentikan (rekomendasi B) 7, pertimbangan
mengurangi dosis atau disarankan substitusi dengan paracetamol, gunakan
alternative analgesic dosis rendah atau ibuprofen dosis rendah (1,2g/hari).
(Rekomendasi C). Pada pasien resiko tinggi (yang sebelumnya pernah
tukak) dan memerkukan terapi lanjutan NSAID, maka substitusi ke
NSAID selektif (COX-2 selective NSAIDs).7
Pada penelitian meta analisis dengan menggunakan 25 studi
disimpulkan bila sudah terinfeksi H.pylori dan mendapat pengobatan
dengan NSAID dapat menyebabkan peningkatan resiko peptic ulcer
secara signifikan,8 sebesar 3,5 kali lebih cepat menyebabkan terjadinya
PUD9. dan peptic ulcer jarang dijumpai pada H.Pylori negatif dan
tidak menggunakan NSAID.8
2. Dilakukan Test H. pylori carbon-13 urea breath test, stool antigen test.
a. Bila Test H. pylori positif
ulcer berkaitan dengan pengunaan NSAID
Dilakukan pengobatan PPI dengan dosis penuh selama 2 bulan,
dilanjutkan terapi eradikasi, kemudian dilakukan endoscopy (setelah 6-8
minggu pengobatan) dan test H. pylori kembali menggunakan carbon-13
urea breath test. Bila test H. pylori positif maka kembali ke terapi
eradikasi. Namun bila ulcer tidak sembuh tapi H. pylori negatif dirujuk ke
spesialis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.. Apabila H. pylori
negatif dan ulcer sembuh maka diberikan pengobatan PPI dosis rendah
dengan pemantauan secara berkala dan dilakukan self care. 7
ulcer tidak berkaitan dengan penggunaan NSAID
Pemberian terapi eradikasi, kemudian dilakukan endoscopy
(setelah 6-8 minggu pengobatan)dan test H. pylori kembali menggunakan
carbon-13 urea breath test. Bila test H. pylori positif maka kembali ke
terapi eradikasi. Namun bila ulcer tidak sembuh tapi H. pylori negatif
dirujuk ke spesialis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.. Apabila
H. pylori negatif tetapi ulcer sembuh maka diberikan pengobatan PPI
dosis rendah dengan pemantauan secara berkala dan dilakukan self care. 7
b. Bila Test H. pylori negatif
Pengobatan dengan PPI dosis penuh selama 1 atau 2 bulan, setelah
itu dilakukan pemeriksaan endoscopy (ketika 6-8 minggu setelah
pengobatan).
Keadaan pasien membaik atau sembuh maka pasien diberikan PPI
dosis rendah dengan pemantauan secara berkala kemudian
dilanjutkan dengan self care.
Keadaan pasien tidak membaik atau tidak sembuh maka pasien
dirujuk ke spesialis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. 7
12
Skema Management Duodenal Ulcer
Duodenal Ulcer
(DU)
Hasil test
PPI dengan dosis positif Hasil test negatif
Test H.pylori
penuh selama 2 bulan Tukak
berhubungan Hasil positif,tukak
dengan tidak berhubungan
penggunaan dengan penggunaan
Ada NSAIDs NSAIDs
respon
Terapi eradikasi
Tidak ada
respon atau
kambuh
Kembali untuk
Periksa ulang.
terapi mandiri
(Diadaptasi dari Dyspepsia: managing dyspepsia in adults in primary care )7
13
dengan NSAID dapat menyebabkan peningkatan resiko peptic ulcer
secara signifikan8 sebesar 3 ,5 kali lebih cepat menyebabkan terjadinya
PUD9. dan peptic ulcer jarang dijumpai pada H.Pylori negatif dan
tidak menggunakan NSAID.8
14
Suatu sistematik review yang mengakses data elektronik pada
tahun 2006 menunjukkan bahwa PPI secara signifikan dapat
mengurangi kejadian pendarahan ulang dan pembedahan
dibandingkan dengan H2RA atau placebo serta dapat
mengurangi kematian berkaitan dengan pendarahan tukak
peptic pada pasien resiko tinggi endoskopi.14
Pada sistematic review, dinyatakan 35 studi memenuhi kriteria
seleksi: 19 uji misoprostol (PA), 9 dari standar dosis H2RA, 3
dosis ganda H2RA dan PPI 5. Misoprostol dan PPI mengurangi
tukak lambung dan duodenum lebih baik dibandingkan
plasebo.16
Terapi Eradikasi
2. Ranitidine bismuth citrate (Tritec), 400 118 (RCT) Twice-daily Increased diarrhea versus
15
mg twice daily dosing other regimens
Plus
Clarithromycin, 500 mg twice daily
Or
Metronidazole, 500 mg twice daily 136 (RCA)
Plus
Tetracycline, 500 mg twice daily 73 (RMT)
Or
Amoxicillin, 1 g twice daily 92 (RMA)
Quadruple therapy
3. Bismuth subsalicylate (Pepto Bismol), 142 (BMT§ plus 18 pills daily More side effects; increased
525 mg four times daily/2 tablets four H2R†) nausea versus other regimens
times daily
Plus
Metronidazole, 250 mg four times daily 87 (BMT
[separately] plus
H2R†)
Plus
Tetracycline, 500 mg four times daily
Plus
H2RA for 28 days
4. Bismuth subsalicylate, 525 mg four 206 (BMT plus PPI) 18 pills daily Increased nausea
times daily/2 tablets four times daily
Plus
Metronidazole, 250 mg four times daily
Plus
Tetracycline, 500 mg four times daily 153 (BMT
separately] plus PPI)
Plus
PPI for 14 days
LAC = lansoprazole, amoxicillin, clarithromycin; OAC = omeprazole, amoxicillin, clarithromycin; LMC =
lansoprazole, metronidazole, clarithromycin; RCT= ranitidine bismuth citrate, clarithromycin, tetracycline;
RCA = ranitidine bismuth citrate, clarithromycin, amoxicillin; RMT=ranitidine bismuth citrate,
metronidazole, tetracycline; RMA = ranitidine bismuth citrate, metronidazole, amoxicillin; BMT = bismuth
subsalicylate, metronidazole, tetracycline; H2RA = histamine H2-receptor antagonist; PPI = proton pump
inhibitor.
16
Dari penelitian diatas peneliti menyimpulkan bahwa terapi
eradikasi efektif dalam waktu 1-2 minggu untuk pengobatan PUD
yang disebabkan dari H.pylori.13
BAB IV
MEKANISME KERJA OBAT
1. Amoxicillin
Menghambat sintesis dinding sel dengan mengikat satu atau lebih
protein penicillin sehingga menghambat langkah transpeptidasi sisntesis
peptidoglikan di dinding sel bakteri yang pada akhirnya terjadi
penghambatan biosintesis dinding sel.11
17
(Diambil dari: Color Atlas of Pharmacology 12)
2. Clarithomycin
Efek bakteriostatik oleh Clarithromycin melalui ikatan reversible
Clarithromicin dengan ribosom subunit 50S yang menyebabkan hambatan
pada reaksi transpeptidase, translokasi, inhibisi pada sintesis protein, dan
inhibisi pertumbuhan sel sehingga menghambat perkembangbiakan sel.
11,18
3. Metronidazole
Ketika masuk ke dalam mikroorganisme , metronidazole
berinteraksi dengan DNA mikroorganisme tersebut sehingga
menyebabkan hilangnya struktur DNA helix dan kerusakkan yang
menyebabkan penghambatan sintesis protein dan kematian sel.11
18
(Diambil dari: Color Atlas of Pharmacology 12)
4. Tetrasiklin
Tetrasiklin menghambat sintesis protein melalui ikatan dengan
ribosom subunit 30S sehingga menghambat ikatan t-RNA dengan asam
amino dalam proses sintesis protein bakteri.
19
(Diambil dari: Color Atlas of Pharmacology 12)
5. PPI
Menekan asam lambung dan merangsang sekresi asam dengan
menghambat sel parietal H+ K+ Pompa ATP yang akan memecah KH
ATP. Dalam hal ini pemecahan KH ATP akan menghasilkan energi yang
digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanakuli sel parietal ke dalam
lumen lambung. 5,11
20
Mekanisme Kerja Proton Pump Inhibitor (PPI)
(Diambil dari: Color Atlas of Pharmacology 12)
6. Misoprostol
Derifat prostaglandin semisintetik yang mempunyai stabilitas yang
lebih besar dari pada prostaglandin alami sehingga memungkinkan untuk
memberian secara oral, seperti merilis prostaglandin lokal, meningkatkan
produksi lender dan menghambat sekresi asam.12 Menghambat produksi
asam dengan cara berikatan dengan reseptor EP3 pada sel-sel parietal.
Ikatan prostaglandin dengan reseptor menyebabkan penghambatan adenilil
siklase dan penurunan kadar AMP siklik intrasel. PGE juga dapat
mencegah terjadinya luka lambung berkat efek sitoprotektifnya, yang
meliputi stimulasi sekresi musin dan bikarbonat serta peningkatan aliran
dara mukosa.17
Misoprostol 200 mcg 4 kali sehari secara peroral, dapat mereduksi
resiko GU dan DU karena induksi NSAID dan komplikasi pendarahan GI
tetapi untuk pasien yang menderita diare dank ram perut harus dibatasi
penggunaannya1
Pada clinical trial secara luas member keuntungan untuk pasien
Rematoid atritis, bukti yang kuat menyatakan bahwa misoprostol
dapat mereduksi resiko serius pada komplikasi GI bagian atas pada
pasien resiko tinggi1
21
Mekanisme Kerja Misoprostol
(Diambil dari: Color Atlas of Pharmacology 1
7. H2RA
H2 reseptor antagonis bekerja dengan cara menghambat sekresi
dari asam lambung. Histamin, dilepaskan dari sel mast, terikat pada
reseptor H2 dan mengaktivasi adenilat siklase dan juga meningkatkan
cAMP (cyclic adenosin monophospate) intrasel. Peningkatan dari cAMP
mengaktivasi proton pump sel parietal untuk mensekresi ion hidrogen
melawan gradien konsentrasi untuk bertukar dengan ion K+. H2 reseptor
antagonis menginhibisi secara kompetitif dan selektif kerja dari histamin
22
di reseptor H2 pada sel parietal, sehingga menurunkan basal dan stimulasi
dari sekresi asam lambung. 2,12
23
8. Antasida
Produk antasida mengandung baik sodium bikarbonat, aluminium
hidroksida, magnesium hidroksida, kalsium karbonat, aluminium fosfat,
atau kombinasi dari agen-agen ini. Antasida meredakan nyeri epigastrik
dan menyembuhkan ulkus peptik dengan cara memberikan efek
sitoprotektif, menetralisir asam lambung, dan menstimulasi ketahanan
mukosa lambung. efek sitoprotektif dari antasida mungkin berhubungan
dengan efek stimulasi prostaglandin yang ikut dalam meningkatkan
ketahanan mukosa lambung.2
Al yang terkandung dalam antasida dapat menekan H.pylori dan
merubah defense mukosa. Efek samping GI yang secara umum tegantung
pada besarnya dosis. Mg dapat menyebabkan diare osmotik dan Al
menyebabkan konstipasi.1
Mg seharusnya tidak boleh diberikan pada pasien dengan CIcr < 30
ml/menit terkait dengan gangguan sekresinyaa sehingga terjasi toksisitas.1
24
BAB III
STUDI KASUS
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah:
1. Ulkus peptikum atau tukak lambung merupakan gangguan penyakit yang
disebabkan kerusakan pada lapisan mukosa, sub mukosa sampai lapisan
otot saluran cerna yang disebabkan aktifitas pepsin dan asam lambung.
Umumnya terjadi pada bulbus duodenum dan kurvatura minor, dapat juga
mengenai esofagus sampai usus halus.
2. Kebanyakan PUD terjadi karena hipersekresi asam dan pepsin yang dapat
dipicu NSAID, H. pylori, dan faktor lainnya (kerusakan mukosa yang
disebabkan karena stress/ SRMD) sehingga dapat merusak pertahanan
mukosa normal dan mekanisme pertahanan diri. Dan faktor risiko
disebabkan oleh H. pylori, NSAID,merokok, faktor psikologi (stres),
faktor makanan dan minuman, penyakit yang berhubungan dengan PUD.
3. Patofisiologi dipengaruhi oleh keseimbangan fisiologi antara sekresi asam
lambung dan pertahanan mukosa saluran cerna. Sebaliknya pada PUD
terdapat ganguan keseimbangan antara faktor agresif (asam lambung,
pepsin, garam empedu, H. pylori, dan NSAID) dan mekanisme defensif
mukosa (aliran darah mukosa, mukus, sekresi bikarbonat mukosa, sel
mukosa restitusi, dan pembaruan sel epitel).
4. Diagnosa dan pemeriksaan penunjang dari peptic ulcer gejala PUD yang
paling sering terjadi adalah rasa sakit pada bagian perut (sering pada
bagian epigastric) dan terasa seperti terbakar, tapi bisa berupa ketidak
nyamanan yang tidak jelas, perut terasa penuh, atau kram dan pemeriksaan
penunjang meliputi tes laboratorium, radiologi, endoscopy, dan tes
H.pylori.
5. Manifestasi klinik
6. Penatalaksaan peptic ulcer dapat dilakukan dengan terapi non farmakologi
dan terapi farmakologi.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM.
Pharmacotherapy: a patophysiologic approach. 7th ed. New York: McGraw-
Hill; 2008
2. Koda-Kimble MA, Young LY, Kradjan WA, Guglielmo BJ, Alldredge BK,
Corelli RL,et al. Applied therapeutics: The Clinical Used of Drug. 9th
ed.Lippincots; William & Wilkins.
3. North of England Dyspepsia Guideline Development Group. Dyspepsia:
managing dyspepsia in adults in primary care. Newcastle Upon Tyne: Crown;
2004.
4. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, longo DL, Jameson JL.
Harrison’s manual of medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.
5. Perhimpunan Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu penyakit
Dalam jilid II edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2001
6. Kumar P, Clark M. Clinical Medicine. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Limited;
2009
7. National Institute for Clinical Excellence. Dyspepsia: management of
dyspepsia in adults in primary care. London: National Institute for Health and
Clinical Excellence; 2004
8. Huang JQ, Sridhar S, Hunt RH. Role of Helicobacter pylori infection and non-
steroidal anti-inflammatory drugs in peptic-ulcer disease: a meta-analysis.
Hamiton, lancet [abstract ] Canada: Division of Gastroenterology, Department
of Medicine, McMaster University Medical Center; 2002[ cited 2011 Nov 20]
Jan 5;359(9300):14-22. Available from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11809181
9. Huang JQ, Sridhar S, Hunt RH. Role of Helicobacter pylori infection and non-
steroidal anti-inflammatory drugs in peptic-ulcer disease: a meta-analysis.
Lancet 2002;359:14–22. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11809181
10. Meurer LN, Bower DJ, American Family Phisician. Medical College of
Wisconsin, Milwaukee, Wisconsin 2002 [cited 2011 Nov 20]
Apr 1;65(7):1327-1337. Available from: URL:
http://www.aafp.org/afp/2002/0401/p1327.html
11. Lacy CF, Amstrong LL, Goldman MP, Lance LL. Drug information
handbook. 20th ed. New York: Levi-Comp; 2011-2012.
12. Lullmann H, Ziegler A, Mohr K, Bieger D. Color atlas of pharmacology.
New York:Thieme;2000
13. Gisbert, J.P. and Pajares, J.M. Systematic review and meta-analysis: is 1-week
proton pump inhibitor-based triple therapy sufficient to heal peptic ulcer?
Alimentary Pharmacology & Therapeutics. 2005;21(7):795-804. [cited 2011
Nov18]; Available flom: URL:
27
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/14651858.CD003840.pub4/abstrac
t
14. Leontiadis GI, Srredharan A, Dorward S, Barton P, Delaney B, Howden CW,
et al. Systematic reviews of the clinical effectiveness and cost-effectiveness of
proton pump inhibitors in acute upper gastrointestinal bleeding: [abstract].
2007 Dec [cited 2011 Nov 18]; 11(51):iii-iv,1-164. Available from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18021578
15. Anand BS. Peptic Ulcer Disease Medication. M3dscape reference Drug,
Disease & Procedures. Updated: Jun 20, 2011 [cited 2011 Nov 18]; Available
from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/181753-medication
16. Rostom A. Therapeutics Review: misoprostol, double dose H2 receptor
antagonists, and proton pump inhibitors reduce GI ulcers in long term NSAID
use. (2000) Cochrane Database Syst Rev 2000;(4):CD002296. (latest version
21 Aug 2000) [cited 2011 Nov 18]; Available from: URL:
http://ebm.bmj.com/content/6/3/88.full
17. Joel G.H, Lee E.L, editor. Goodman dan Gilman. Dasar Farmakologi Terapi.
Vol.1. Penerbit buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 2007
18. Sweetman SC. Martindale: the complete drug reference. 36th ed. London:
Pharmaceutical Press; 2009
28