Peningkatan aktivitas jalur poliol menyebabkan akumulasi sorbitol dan penurunan kadar mioinositol
dalam sel saraf. Keadaan tersebut berdampak pada gangguan transduksi sinyal pada saraf. Selain itu,
hiperglikemi kronis memicu terbentuknya advance glycosilation end product (AGEs) dan berpotensi
merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf karena sifatnya yang toksik. Terbentuknya AGEs
dan sorbitol, menurunkan fungsi nitric oxide, vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun
dan penurunan kadar mioinositol dalam sel saraf yang menyebabkan neuropati (Subekti, 2009)
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke dokter karena mengeluh berat badan turun 10 kg sejak
3 bulan yang lalu tanpa penyebab yang jelas. Keluhan disertai telapak kaki tebal dan kesemutan
sejak 2 bulan terakhir. Pemeriksaan fisik didapatkan BB 58 kg dan TB 165 cm. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil GDS 230 mg/dl, GDP 135 mg/dl, TTGO 280 mg/dL dan HbA1C 7,1 %.
Dokter menyarankan untuk melakukan olahraga teratur dan kontrol rutin untuk mencegah
komplikasi.
- GTG : suatu keadaan glukosa naik tapi tidak mencapai diabetes mellitus (gangguan
toleransi glukosa)
Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT) dilakukan pada kasus hiperglikemia
yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau bila ada
glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan
riwayat keluarga diabetes mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau neurologik, atau infeksi yang
tidak jelas sebabnya.
TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional). Banyak di antara
ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa
pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti metabolisme glukosa pada waktu hamil yang
menunjukkan glukosuria berulangkali, dan juga pada wanita hamil dengan riwayat keluarga diabetes,
riwayat meninggalnya janin pada kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg.
Skrining diabetes hamil sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-32 minggu. Pada mereka
dengan risiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal.
Interpretasi
Gambaran yang diberikan di sini adalah untuk darah vena. Jika digunakan darah kapiler, kadar
puasa lebih tinggi 5.4 mg/dl (0.3 mmol/L), kadar puncak lebih tinggi 19.8 – 30.6 mg/dl (1.1 – 1.7
mmol/L), dan kadar 2 jam lebih tinggi 10.8 – 19.8 mg/dl (0.6 – 1.1 mmol/L). Untuk plasma vena
kadar ini lebih tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L).
Pada toleransi glukosa yang melemah, kurva glukosa darah terlihat meningkat dan memanjang.
Pada diabetes mellitus, kadar glukosa darah di atas 126 mg/dl (7.0 mmol/L); jika tak begitu
meningkat, diabetes bisa didiagnosis bila kadar antara dan kadar 2 jam di atas 180 mg/dl (10
mmol/L). Toleransi glukosa melemah ringan (tak sebanyak diabetes) jika kadar glukosa puasa
dibawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L), kadar antara di bawah 180 mg/dl (10 mmol/L), dan kadar 2 jam
antara 126-180 mg/dl (7.0-10.0 mmol/L). Terdapat glukosuria, walaupun tak selalu ada dalam
sampel puasa.
Pada diabetes gestasional, glukosa puasa normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl (9.2 mmol/L), dan
glukosa 2 jam 145 mg/dl (8.0 mmol/L).
Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1 jam karena kadar glukosa darah meningkat pada
keseluruhan waktu tes. Kurva diabetik dari jenis yang sama dijumpai pada penyakit Cushing yang
berat.
Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada obesitas (kegemukan), kehamilan lanjut (atau
karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang berat (terutama staphylococci, sindrom Cushing,
sindrom Conn, akromegali, tirotoksikosis, kerusakan hepar yang luas, keracunan menahun,
penyakit ginjal kronik, pada usia lanjut, dan pada diabetes mellitus yang ringan atau baru mulai.
Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid dapat membantu mendeteksi diabetes yang
baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg kortison,
maka glukosa darah pada 2 jam bisa meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7 mmol/L) pada orang-
orang yang memiliki potensi menderita diabetes.
Kadar glukosa darah puasa normal. Terdapat peningkatan glukosa darah yang curam. Kadar
puncak dijumpai pada waktu ½ jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadar menurun
tajam dan tingkatan hipoglikemia dicapai sebelum waktu 2 jam. Terdapat kelambatan dalam
memulai homeostasis normal, terutama penyimpanan glukosa sebagai glikogen. Biasanya
ditemukan glukosuria transien.
Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar tertentu yang berat dan kadang-kadang para
tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat karena absorbsi yang cepat setelah gastrektomi,
gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-kadang dapat dijumpai pada orang yang normal.
Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan pada keseluruhan waktu tes kadarnya tidak
bervariasi lebih dari ± 180 mg/dl (1.0 mmol/L). Kurva ini bisa terlihat pada penderita miksedema
(yang mengurangi absorbsi karbohidrat) atau yang menderita antagonis insulin seperti pada
penyakit Addison dan hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva yang rata juga sering dijumpai
pada penyakit seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi glukosa bisa rata atau ormal
tergantung pada kecepatan hilangnya glukosa melalui urine.
HbA1C ikatan glukosa dengan hb (isi sel darah merah), semakin banyak kadar
hba1c berarti semakin banyak kadar glukosa dalam darah. Interpretasinya kalau
normal antara 4-8% normal, dikatakan 7% kadar aman, 10% sedang, 20-31% buruk.
Falid jika 8-10 minggu diketahui kadar dari hba1c.
Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N
terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses
Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-
exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis,
Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.1,2,10,11
Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan
ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa
memberikan hasil negatif palsu.2,10
Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki
akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.10
Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang
dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC
tidak banyak berpengaruh pada metode ini.2
Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun
HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.2
Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak
mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun
HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated
hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.2,10
Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-
glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan
pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.10
Diagnosis:
Diabetes Tipe 2
DM tipe 2 merupakan 90% dari kaaus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer
(insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin
yang cukup untuk mengkompensasi insulin resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin relatif.2,3 Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini,
yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi,
sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.2
Diagnosis Banding:
Diabetes Tipe 1
DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi
karena kerusakan sel b pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80–90%
maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada
dewasa.2,3 Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya
proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai
type 1 idiopathic. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak
termasuk kriteria untuk klasifikasi.2
DM Dalam Kehamilan
DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus – GDM) adalah kehamilan normal yang disertai
dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko
GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus,
misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM
mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi
GDM kira-kira 3–5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa
mendatang.2
Diabetes Tipe Lain
Subkelas DM di mana individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan genetik
fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushing’s, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu
fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik), dan
infeksi/sindroma genetik (Down’s, Klinefelter’s).2
Polyfagi, polyuri,polydipsi
Penderita DM tidak dpt mempertahankan kadar glukosa plasma secara normal. Apabila
kadar ini melewati ambang ginjal yaitu 180 mg/dl, akan tjd glikosuria. Glikosuria ini
mengakibatkan dieresis osmotic yg mengakibatkan pengeluaran urine berlebih (poliuria)
sehingga timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, tjd
keseimbangan kalori negative dan BB berkurang, menimbulkan rasa lapar berlebih
(polifagi) karena kehilangan kalori. Sehingga pasien mengeluh lelah dan mengantuk.
Komplikasi DM
KOMPLIKASI
Komplikasi vaskuler:
- Makrovaskular
-Mikrovaskular
Retinopati,nefropati
Komplikasi neuropati:
Campuran vaskuler-neuropati:
Ulkus kaki
Hubungan olahraga?
Hubungannya dengan glukagon?
4. Bagaimana penatalaksanaannya?
PENATALAKSANAAN
1. Komposisi makanan:
Karbohidrat 60-70%
Protein 10-15%
Lemak 20-25%
2. Jumlah kalori/hari
BB idaman = (TB-100)-10%(TB-100)
Latihan jasmani
3. Manfaat: menurunkan kadar glukosa dalam darah dengan terpakainya energi (olahraga mungkin akan
merendahkan kadar glukosa dalam darah selama 12-24 jam kemudian), dapat menurunkan berat badan,
meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan tekanan darah, kadar kolesterol dalam darah, memperbaiki
peredaran dalam tubuh, mengurangi stress.