Anda di halaman 1dari 9

ISBN: 978-979-8636-20-2

KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR KAMPUNG


BATIK LAWEAN

Dyah Marganingrum1, Anna Fadliah Rusydi1, dan Dadan Suherman1


1
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI
Kompleks LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135
Email : dmarganingrum@yahoo.com; dyah@geotek.lipi.go.id

ABSTRAK

Paper ini menggambarkan kinerja instalasi pengolahan limbah cair (IPAL) komunal yang terdapat
di Kampung Batik Lawean (KBL), Sukohardjo, Jawa Tengah. Membangun dan mengoperasikan
IPAL sesuai dengan aturan yang berlaku merupakan kewajiban bagi setiap pelaku kegiatan usaha
yang menghasilkan limbah cair. IPAL komunal KBL merupakan salah satu wujud kepedulian
masyarakat UKM di Lawean terhadap lingkungan. IPAL tersebut menggunakan metoda
pengolahan fisik-biologis dengan dana operasional swakelola. Hasil analisis dari 8 parameter
kualitas air menunjukkan bahwa kinerja IPAL KBL cukup baik (61%). Parameter yang secara
signifikan berhasil diturunkan adalah minyak dan lemak sebesar 95%. Sementara untuk warna
hanya bisa diturunkan sebesar 52%. Warna merupakan persoalan utama yang terdapat pada
limbah cair industri tekstil (batik). Namun sayangnya peraturan yang berlaku tidak mengakomodir
hal tersebut. Warna dianggap telah terlingkupi dalam parameter lainnya seperti BOD dan COD.
Namun hasil analisis menunjukkan efisiensi penyisihan COD sebesar 62%, dimana COD outlet
IPAL masih diatas baku mutu limbah cair yang dipersyaratkan. Oleh karena itu perlu diberikan
solusi peningkatan kinerja IPAL dengan penambahan metoda kimia guna menurunkan
kontaminan zat warna yang tidak bisa diolah secara fisik dan biologis.
Kata kunci:air limbah, instalasi komunal, metoda pengolahan

ABSTRACT

This Paper describes the performance of the communal wastewater processing installations
(IPAL) in Kampung Batik Lawean (KBL), Sukohardjo-Central Java. Every business activities
that produce the wastewater have to build and operate the IPAL in accordance with the regulation.
IPAL communal KBL is one of the community's concerns to the environment in Lawean. The
IPAL uses the physical and biological processing method with the operational and fund by them.
The analysis result of the water quality using 8 parameters indicates that the performance of the
IPAL KBL is quite good (61%). The oil and fat successful derived significantly with 95%
performance. While the color just derived only 52%. The main issue of the textile industry (batik)
wastewater is the color but the color is not mentioned in the regulation. The color is supposed in
the organic parameter like Biological Oxygen Demand (BOD) or Chemical Oxygen Demand
(COD). But the analysis result of COD showed just derived with 62% performance. The COD
value in outlet of IPAL was still above of the wastewater quality standard. Therefore, it required
the improvement solutions of IPAL performance by the addition of chemical method to degrade
the color contaminants can’t be treated physically and biologically.
Key words: wastewater, communal installation, processing method

Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013


273
ISBN: 978-979-8636-20-2

PENDAHULUAN

Setelah masuk abad ke 21, struktur ekonomi Indonesia mengalami transformasi dari sektor
pertanian menjadi sektor industri. Pembangunan di sektor industri menjadi prioritas utama dalam
Rencana Pembangunan Nasional sebagai penambah devisa negara dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan laju pertumbuhan yang relatif lebih cepat daripada sektor
pertanian (Raswatie, 2008; Kusumastutui, 2008). Salah satu industri andalan yang dimaksud
adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Salah satu hasil dari TPT yang terkenal hingga ke
mancanegara adalah produk batik. Batik merupakan produk tradisional asli dan menjadi ikon
Indonesia di negara luar. Bahkan UNESCO melalui Badan Kebudayaannya telah mengakui
bahwa batik sebagai warisan budaya dunia khas Indonesia (Nugroho, 2011). Salah satu sentra
batik terkenal di Indonesia adalah Lawean.
Sentra industri batik Lawean berada di Sukohardjo (Surakarta, Jawa Tengah). Sebagai pusat
pengrajin batik, Kampung Lawean juga menjadi salah satu tujuan wisata di wilayah tersebut. Di
Kampung Batik Lawean, para pengrajin umumnya menggunakan dua proses pembatikan, yaitu
batik tulis dan cetak (printing) dengan pewarna sintetis golongan remasol dan naphtol. Industri
tekstil (termasuk batik) merupakan salah satu industri yang memberikan kontribusi limbah cair
cukup besar. Hal ini terkait dengan pengguaan air sebagai salah satu sumberdaya yang digunakan
dalam proses pencelupan (pewarnaan). Pewarna sintetis tidak hanya memberikan masalah dalam
warna limbah namun jiga kandungan COD nya yang tinggi dan sulit diuraikan secara biologis.
Permasalahan limbah batik Lawean diatasi dengan IPAL komunal yang dikelola secara swadaya
oleh beberapa orang yang ditunjuk. IPAL tersebut dijalankan menggunakan proses biologis
dengan pengaliran secara gravitasi. Namun hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa air
limbah yang keluar dari IPAL masih mengandung warna (Gambar 1). Apabila dibiarkan berlanjut,
maka daya dukung dan daya tampung Sungai Genes (tempat penampungan limbah) akan
terlampaui juga. Hal ini tentu akan mengancam keberlanjutan ekosistem setempat dan
menurunkan estetika. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan
dan menyempurnakan proses pengolahan sehingga efluen dari IPAL sesuai dengan baku mutu
yang dipersyaratkan.

Gambar 1. Pengamatan limbah cair yang masuk IPAL Lawean (kiri) dan keluar dari IPAL
(kanan)

274 Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013


ISBN: 978-979-8636-20-2

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja IPAL komunal Kampung Batik Lawean. Hasil
analisis diperlukan dalam rangka memberikan saran dan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja
IPAL. Analisis dilakukan secara analitik terhadap hasil analisis kimia air secara insitu maupun
laboratorium terhadap karakteristik limbah industri batik yang masuk dan yang keluar IPAL.
Parameter yang diperiksa dibatasi sesuai dengan yang diatur dalam Perda Provinsi Jawa Tengah
No. 5 Tahun 2012 tentang Perubahan Perda Provinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004 tentang
Baku Mutu Air Limbah (Lampiran 1: Baku Mutu Air Limbah Industri Tekstil dan Batik).

METODOLOGI

Kerangka Pemikirian
a. Zat warna dalam limbah tekstil
Salah satu jenis zat warna yang sering digunakan dalam industri batik adalah zat warna reaktif
(Gitopatmodjo, 1978 dalam Rahmayanti, 2007 dan Qodri, 2011). Zat warna reaktif terdiri atas
tiga komponen dasar, yaitu zat warna (dye), gugus perantara (B), dan gugus reaktif (R),
sehingga rumus umumnya ditulis dye-B-R. Molekul zat warna merupakan gabungan antara zat
organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai
pengikat warna dengan serat. Sedangkan gugus reaktif merupakan bagian dari zat warna yang
mudah lepas dan bereaksi dengan serat. Zat warna reaktif tersebut mengandung gugus
elektrofilik yang dapat bereaksi dengan nukleofilik pada serat membentuk ikatan kovalen satu
sama lain melalui reaksi adisi atau pertukaran (Kirk Othmer, 1992 dalam Qodri, 2011). Salah
satu contoh zat warna reaktif yang sering digunakan adalah remazol yellow FG karena praktis
dalam penggunaannya, mempunyai warna yang cerah (brilliant), mudah larut dalam air karena
memiliki gugus reaktif vinil sulfon, dan cepat bereaksi dengan serat dengan ketahanan warna
yang lama atau tidak mudah luntur (Qodri, 2011).
Seiring dengan meningkatnya industri tekstil dan produk tekstil, maka ancaman pencemaran
lingkungan juga meningkat. Hal ini dikarenakan limbah cair industri tekstil masih
mengandung zat warna yang berbahaya dan beracun. Zat warna ini sebagian besar berupa zat
organik tidak jenuh yang merupakan senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan
turunannya, serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen. Bahan-bahan
tersebut dapat bersifat karsinogen (penyebab kanker), menyebabkan alergi, menyebabkan
mutagenik (perubahan genetik) dan kematian (LD50). Selain itu, zat warna juga akan
mengurangi atau menghalangi sinar matahari yang akan masuk ke dalam air dan mengganggu
proses fotosintesis dalam ekosistem air. Fotosintesis yang terganggu menyebabkan kadar
oksigen dalam air turun sehingga degradasi limbah akan berjalan secara anaerob dan
menimbulkan bau yang tidak enak (H 2S, amoniak, dll.), (Kusumastuti, 2008). Oleh karena itu
sangat penting menurunkan kadar kontaminan limbah industri tekstil (batik) sebelum dibuang
ke badan air melalui proses pengolahan dalam IPAL.

b. Kinerja IPAL
Secara implisit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan suatu keharusan bagi
kegiatan atau aktivitas yang berpotensi mencemari lingkungan (PermenLH No. 3 Tahun 2010).
Umumnya IPAL memiliki unit proses fisik, kimia, dan biologis atau sering dikenal sebagai

Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013


275
ISBN: 978-979-8636-20-2

pengolahan primer, sekunder, dan tersier. Metode pengolahan yang dipilih disesuaikan dengan
beban dan karakteristik limbah yang akan diolah.
Sesuai dengan karakteristiknya, maka pengolahan limbah industri tekstil (batik) cukup tepat
menggunakan proses biologis. Hal ini terkait dengan kadar warna dan COD yang cukup tinggi
dalam limbah tekstil yang sebagian besar berupa campuran dari bahan-bahan organik sebagai
produk samping dari proses produksi (Hadiwidodo dkk, 2009).
Namun apapun sistem dan metode yang dipilih, IPAL dibangun dan dioperasikan untuk
menurunkan kadar kontaminan agar sesuai dengan standar baku mutu sebelum dibuang ke badan
air penerima. Kesesuaian air imbah hasil olahan dengan baku mutu menentukan kinerja IPAL
yang bersangkutan dalam rangka mendukung upaya pengendalian pencemaran. Untuk melihat
efisiensi kinerja IPAL dapat dilakukan dengan membandingkan antara nilai parameter
kontaminan limbah yang masuk (inlet) dengan limbah yang sudah diolah atau yang akan dibuang
ke badan air (outlet).

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dilakukan dengan survei lapangan dan pengambilan sampel air secara
langsung di lokasi. Adapun parameter yang dikaji meliputi: warna, TSS, ammoniak (NH 3-N),
COD, Fenol, Total Krom (Cr Total), sulfide (H 2S-S), dan minyak-lemak, serta pH. Selain pH,
semua parameter dianalisis di laboratorium.

HASIL

Gambar 2 adalah situasi IPAL Kampung Batik Lawean. Sistem pengelolaan limbah dilakukan
dengan metode offside menuju IPAL komunal, sumbangan JTZ-German. Metode offside dengan
saluran tertutup kedap air memungkinkan untuk meminimasi bocoran yang akan mencemari
airtanah sekitar. Sistem offside tersebut terbatas melayani pengrajin yang berlokasi dengan
topografi diatas elevasi lokasi IPAL. Sehingga home industry yang berada di bawah elevasi IPAL
belum terkelola dengan baik (dibuang ke saluran drainase atau sungai).

Gambar 2. Situasi lokasi IPAL Kampung Batik Lawean

276 Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013


ISBN: 978-979-8636-20-2

Metode pengolahan yang digunakan di IPAL Lawean adalah fisik biologis. Fisik dengan cara
gravitasi, aerasi (sistem buffle dan terjunan), filtrasi dan sedimentasi. Sementara cara biologis
dilakukan dengan menambahkan mikroba yang diperoleh dari tinja manusia dengan substrat
berupa pur (pakan ayam).
Tabel 1 merupakan hasil analisis sampel air yang diambil dari inlet dan outlet IPAL Kampung
Batik Lawean. Parameter yang dianalisis disesuaikan dengan baku mutu berdasarkan Perda
Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012.
Tabel 1. Hasil Analisis Sampel Air yang
Diambil dari IPAL Kampung Batik Lawean
No. Parameter Satuan Inlet Outlet
1. Warna PtCo 363 174
2. TSS mg/lt 281 52
3. NH3-N mg/lt 1.33 1.28
4. COD mg/lt 425 163
5. Phenol mg/lt 0 0
6. Cr Total mg/lt tt tt
7. H2S-S mg/lt 0.035 0.009
Minyak dan
8. Lemak mg/lt 1.32 0.06
Sumber: Hasil analisis

ANALISIS / DISKUSI

Tabel 2 adalah baku mutu air limbah berdasarkan Perda Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012
yang menjadi acuan dalam melakukan analisis kinerja IPAL Kampung Batik Lawean.

Tabel 2. Baku Mutu Air Limbah Industri Tekstil dan Batik


Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton)
Pencucia Pengikisa
Kadar Perekata
n Kapas n, Pemucata Pencetak
Maks Tekstil n Merse Pencelup
No Parameter Pemintal Pemasaka n an
(mg/ Terpad (Sizing- ri an
an n (Bleachin (Printing
L) u Desizing sasi (Dyeing)
Penenuna (Klering, g) )
)
n Scouring)
1 Temperatur 38 C - - - - - - - -
2 BOD5 60 6 0.42 0.6 1.44 1 0.9 1.2 0.36
3 COD 150 15 1.05 1.5 3.6 2.7 2.25 3 0.9
4 TSS 50 5 0.35 0.5 1.2 0.9 0.75 1 0.3
5 Fenol Total 0.5 0.05 0.004 0.005 0.012 0.009 0.008 0.01 0.003
6 Khrom total 1 0.1 - - - - - 0.02 0.006
(Cr)
7 Amoniak total 8 0.8 0.056 0.08 0.192 0.144 0.12 0.16 0.048
(NH3-N)
8 Sulfida 0.3 0.03 0.002 0.003 0.007 0.0054 0.005 0.006 0.002
(sebagai S)
9 Minyak dan 3 0.3 0.021 0.03 0.07 0.054 0.045 0.06 0.018
Lemak
10 pH 6–9
11 Debit Maksimum 100 7 10 24 10 15 20 6
(m/ton produk tekstil)
Sumber: Perda Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012 tentang Perubahan Perda Provinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004
tentang Baku Mutu Air Limbah (Lampiran 1)

Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013


277
ISBN: 978-979-8636-20-2

Perbandingan nilai setiap parameter hasil pengukuran (Tabel 1) dengan baku mutu air limbah
(Tabel 2) ditampilkan pada Tabel 3. Rata-rata efisiensi penyisihan dari 8 parameter kualitas air
menunjukkan bahwa kinerja IPAL KBL cukup baik yaitu sebesar 61%. Parameter yang secara
signifikan berhasil diturunkan adalah minyak dan lemak yaitu sebesar 95%. Sementara untuk
warna hanya bisa diturunkan sebesar 52%.
Dari Tabel 3 juga terlihat bahwa nilai TSS dan COD hasil olahan IPAL masih diatas baku mutu.
Secara umum limbah industri tekstil cenderung mengandung COD yang tinggi (Hasan et al, 2009;
Faqih, 2010; Pratiwi, 2010) Tingginya nilai COD mengindikasikan bahwa kadar organik limbah
industri batik Lawean sebagian tidak dapat terdegradasi secara biologis. Salah satu sumber utama
organik tinggi adalah penggunaan zat pewarna. Hasil pengamatan lapangan juga menunjukkan
bahwa limbah yang keluar dari outlet IPAL masih mengandung warna (lihat Gambar 1). Namun
demikian nilai COD tidak selalu linear dengan warna yang terkandung dalam limbah.
Tabel 3. Kinerja IPAL Kampung Batik Lawean
Parameter Satuan Inlet IPAL Outlet IPAL Baku Mutu Efisiensi Penyisihan
Warna PtCo 363.255 173.527 - 52%
TSS mg/L Melebihi BM Melebihi BM 50 81%
NH3-N mg/L OK OK 8 4%
COD mg/L Melebihi BM Melebihi BM 150 62%
Phenol mg/L OK OK 0.5 -
Cr Total mg/L - - 1 -
H2S-S mg/L OK OK 0.3 74%
Minyak dan Lemak mg/L OK OK 3 95%
Sumber: Hasil analisis

Gambar 3 menunjukkan skema komponen polutan utama yang terlibat dalam tahapan proses
industri tekstil secara umum. Terlihat dari skema tersebut bahwa beberapa proses yang
menghasilkan limbah cair, warna termasuk polutan utama dalam industri tekstil yang terpisah
sebagai BOD ataupun COD. Oleh karena itu perlu memberikan standar baku mutu parameter
warna untuk limbah cair industri tekstil (batik) yang terpisah dari parameter organik lainnya
(seperti BOD dan COD). Hal ini cukup penting mengingat warna merupakan indikator utama
dalam limbah tekstil (batik).
Selain dari zat warna yang digunakan, kandungan organik dalam limbah cair industri tekstil juga
dapat berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses, seperti enzim dan detergen (Potter
dkk., 1994; Pia dkk, 2005, Sastrawidana dkk, 2010)

278 Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013


ISBN: 978-979-8636-20-2

KONSTITUENT PROSES KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR

Limbah benang dan kanji yang Penghilangan bulu benang


BOD tinggi, COD mederat
sudah tidak terpakai (Sizing)

Enzim, kanji, lilin, ammonia BOD (34-50%), COD tinggi,


Penghilangan kanji (Desizing)
temperatur (70-80C)

Residu desinfektan dan Minyak lemak, BOD (30%), pH


Penghilangan pektin, lilin, lemak
insektisida, NaOH, surfaktan, tinggi, temperatur, warna
sabun dsb. (Scouring) gelap

H2O2, AOX, NaOCl, organik Pemutihan (Bleaching) pH tinggi, TDS

NaOH Merserisasi (Mercerisation) BOD tinggi, pH tinggi, TSS

Warna, sulfida, logam, garam,


Pencelupan / Pewarnaan Toksisitas tinggi, BOD (6%),
asiditas/alkalinitas,
formaldehid (Dyeing) TDS, pH tinggi

Toksisitas tinggi, COD tinggi,


Urea, pelarut, warna, logam Pencapan(Printing) BOD tinggi, TDS tinggi, pH
tinggi, warna kuat

Chlorinated compound, resin,


Alkalinitas rendah, BOD
sisa pelarut, penghalus, lilin, Penyelesaian (Finishing) rendah, toksisitas tinggi
asetat

Gambar 3. Komponen polutan utama yang terlibat dalam berbagai tahapan di dalam proses
industri tekstil (dimodifikasi dari Verma dkk., 2012)
Oleh karena itu, dalam perkembangannya, metode pengolahan limbah industri tekstil ditujukan
untuk mereduksi komponen-komponen yang tidak dapat diolah secara fisik dan biologis (non
biodegradable). Berbagai teknik telah dikembangkan untuk menghilangkan kandungan
kontaminan yang tidak bisa diolah secara biologis, antara lain dengan cara koagulasi, adsorpsi,
fotokatalitik, hingga teknologi plasma (Merzouk dkk, 2011; Crini, 2006; Sugiyana dkk, 2012;
Hadiwidodo dkk, 2009). Menurut Rahmayanti (2007), proses adsorpsi menggunakan bahan yang
mengandung selulosa, karbon aktif, hidroksit, zeolit, dan biomassa dapat digunakan untuk
menghilangkan warna. Dengan demikian, kombinasi metode pengolahan fisik, kimia, dan biologis
sangat diperlukan untuk mencapai kinerja IPAL yang maksimal guna mencapai standar baku
mutu yang dipersyaratkan.

KESIMPULAN

Hasil analisis menunjukkan bahwa metode biologis murni dalam pengolahan limbah industri batik
(IPAL Lawean) kurang maksimal. Nilai TSS dan COD yang diolah masih diatas baku mutu yang
dipersyaratkan. Oleh karena itu perlu kombinasi pengolahan biologis dengan metode fisik dan
kimiawi untuk meningkatkan kinerja IPAL Kampung Batik Lawean.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Puslit Geoteknologi LIPI yang telah memberikan
dukungan dana dalam pelaksanaan penelitian ini, kepada Bapak Alfa Pabila (Ketua FPKBL) dan
Eko yang telah memberikan informasi dan petunjuk pada saat survey lapangan. Ucapan

Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013


279
ISBN: 978-979-8636-20-2

terimakasih secara khusus juga penulis sampaikan kepada Ibu Nining Karningsih dan Bapak Aep
Sopian yang telah membantu dalam proses pengambilan sampel air.

DAFTAR PUSTAKA

Crini, Gre’gorio. 2006, Non-Conventional Low Cost Adsorpbents for Dye Removal: A Review.
Bioresources Technology, 97: 1061-1085
Faqih, Abdullah. 2010, Penurunan Kadar Zat Warna Remazol Yellow FG Menggunakan
Adsorben Semen Portland. Tugas Akhir-FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hadiwidodo, M., Huboyo, H.S., dan Indrasarimmawati. 2009, Penurunan Warna, COD, dan TSS
Limbah Cair Industri Tekstil Menggunakan Teknologi Dielectric Barrier Discharge Dengan
Variasi Tegangan dan Flow Rate Oksigen. Jurnal PRESIPITASI, Vol. 7 No.2: 16-23
Hasan, S.S.M., Awwad, N.S., dan Aboterik, A.H.A. 2009, Removal of Syntetic Reactive Dyes
from Textile Wastewater by Sorel’s Cement. Journal of Hazardous Material, 162, p:994-
999
Kusumastutui, Dhika Sari. 2008, Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Penerapan Produksi Bersih dan
Pengendalian Pencemaran Air pada Industri Kecil Menengah Batik di Kampoeng Batik
Laweyan Surakarta. Tugas Akhir-Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Merzouk, B., Gourich, B., Madani, K., and Sekki, A. 2011, Removal of a Disperse Red Dye from
Synthetic Wastewater by Chemical Coagulation and Continuous Electrocoagulation. A
comparative study. Desalination 272 (2011) 246–253
Nugroho, Tricahyo, 2011 Analisis Klaster Industri Untuk Meningkatkan Daya Saing Pada
Industri Batik di Surakarta (Studi KAsus di Kampung Batik Laweyan dan Kampung Batik
Kauman). Thesis. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Pia, A.B., Clar, M.I.I, Roca, J.A.M., Uribe, B.C., dan Miranda, M.I.A. 2005, Nanofiltration of
Textile Industry Wastewater Using a Physicochemical Process as A Pre-Treatment.
Desalination, 178, p: 343-349.
Potter, Clifton, Soeparwadi, M., dan Gani, Aulia. 1994, Limbah Cair Bagi Industri di Indonesia:
Sumber, Pengendalian, dan Baku Mutu. Project of the Ministry of State for the
Environment, Republic of Indonesia and Dalhousie University, Canada.
Pratiwi,Yuli. 2010, Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil Berdasarkan
Nutrition Value Coeficient Bioindikator. Jurnal Teknologi, Vol. 3, 2, p:129-137
Qodri, Andy Alfan, 2011, Fotodegradasi Zat Warna Remazol Yellow FG dengan Fotokatalis
Komposit TiO2/SiO2. Tugas AKhir Jurusan Kimia-FMIPA UNS Surakarta
Rahmayanti, Prima Vinka, 2007, Optimasi pH dan Waktu Kontak Biosorpsi Zat Warna Remazol
Yellow Oleh Biomassa Rhyzopus oryzae Aktif dan Terimmobilisasi. Tugas Akhir Jurusan
Kimia-FMIPA UNS Surakarta
Raswatie, Fitria Dewi. 2008, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Tekstil dan Produk
Tekstil (TPT) Indonesia. Tugas Akhir. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya,
Fakultas Pertanian-IPB, Bogor.

280 Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013


ISBN: 978-979-8636-20-2

Sastrawidana. I.D.K., Lay, B.W., Fauzi, A.M., dan Santosa, D.A. 2010, Pengolahan Limbah
Tekstil SIstem Kombinasi Anaerobik-Aerobik Menggunakan Biofilm Bakteri Konsorsium
Dari Lumpur Limbah Tekstil. Ecotropic, 3, 2, p: 55-60
Sugiyana, D., Soenoko, B., Handajani, M., dan Notodarmodjo, S. 2012. Photocatalytic
Decolorization of Acid Red 4 Azo Dye by Using Immobilized TiO2 Microparticle and
Nanoparticle Catalysts. Makara Journal of Science, 16/3: 149-154
Verma, AK; Dash, R.R., dan Bhunia, Puspendhu. 2012. A Review on Chemical Coagulation/
Flocculation Technologies for Removal of Colour from Textile Wastewaters. Journal of
Environmental Management 93:154-168

Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit Geoteknologi – LIPI 2013


281

Anda mungkin juga menyukai