Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Surgery Patient Safety


1.1.1 Pengertian Sugery Patient Safety

Surgery Patient Safety adalah usaha untuk mengurangi risiko cedera yang

tidak diharapkan dalam pelayanan kesehatan sampai nilai terendah yang bisa

diterima. Batas terendah ini ditentukan oleh pengetahuan terkini, fasilitas yang

dimiliki, sumber daya yang ada, dan prosedur yang dijalankan harus bernilai lebih

daripada tanpa penanganan atau prosedur lain (Panesar et al., 2014).

Surgery Patient Safety adalah suatu sistem pada rumah sakit untuk membuat

asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asessment risiko, identifikasi

dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan

analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Nurkhasanah, 2014).

Surgery Patient Safety dapat diartikan dengan upaya memastikan tepat

lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi di kamar operasi. Salah-lokasi,

salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan

biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang

tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, tidak melibatkan pasien

di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk

memverifikasi lokasi operasi (Kemenkes RI, 2011).

Surgery Patient Safety digunakan untuk memestikan seluruh operasi

mempunyai pemahaman yang sama terhadap tindakan operasi yang akan

dilakukan dan kondisi pasiennya, serta memastikan bahwa intervensi seperti

13
antibiotik profilaksi dan pencegahan deep vein thrombosis sudah diberikan

(Weiser, 2008).

1.1.2 Tujuan Surgery Patient Safety

Menurut Kemenkes RI tahun 2011, tujuan program keselamatan pasien di

rumah sakit, antara lain:

1.1.2.1 Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.


1.1.2.2 Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
1.1.2.3 Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan di rumah sakit.
1.1.2.4 Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan.


1.1.3 Langkah Surgery Patient Safety

Komite keselamatan pasien yang dibentuk Persatuan Rumah Sakit Indonesia

yang juga disupervisi oleh Departeman Kesehatan tahun 2008 mencanangkan

tujuh langkah keselamatan pasien yang harus dijalankan di tiap rumah sakit,

antara lain adalah:

1.1.3.1 Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan

dan budaya yang terbuka dan adil.


1.1.3.2 Pimpin dan dukung staf, bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan

jelas tentang keselamatan pasien.


1.1.3.3 Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem dan proses

pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asessment hal yang

berpotensial bermasalah.
1.1.3.4 Kembangkan sistem pelaporan, pastikan semua staf agar dengan mudah

dapat melaporkan kejadian atau insiden serta rumah sakit mengatur

pelaporan kepada KKP-RS.

14
1.1.3.5 Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, dorong staf untuk melakukan

analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu

timbul.
1.1.3.6 Cegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, gunakan

informasi yang ada tentang kejadian atau masalah yang untuk melakukan

perubahan pada sistem pelayanan.


1.1.4 Lima Prinsip Patient safety

Kohn tahun 2009 menyusun lima prinsip untuk merancang safety system di

organisasi kesehatan yakni:

1.1.4.1 Provide Leadership


1. Menjadikan keselamatan pasien sebagai tujuan utama
2. Menjadikan keselamatan pasien sebagai tanggung jawab bersama.
3. Menunjuk/menugaskan seseorang yang bertanggung jawab untuk program

keselamatan.
4. Menyediakan sumber daya manusia dan untuk analisis error dan redesign

sistem.
5. Mengembangkan mekanisme yang efektif untuk mengidentifikasi “unsafe”

dokter.
1.1.4.2 Memperhatikan keterbatasan manusia dalam perencanaan proses
1. Design job for safety.
2. Menyederhanakan proses.
3. Membuat standar proses.
1.1.4.3 Mengembangkan tim yang efektif.
1.1.4.4 Antisipasi untuk kejadian tidak terduga
1. Pendekatan proaktif.
2. Menyediakan antidotum.
3. Training simulasi.
1.1.4.5 Menciptakan atmosfer “Learning”.
1.1.5 Enam Sasaran Patient Safety

Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di seluruh

rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).

15
Penyusunan sasaran ini mengacu pada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions

dari WHO Patient Safety tahun 2008 yang berisi tentang:

1.1.5.1 Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi

dihampir semua aspek atau tahapan diagnosis dan pengobatan. Maksud sasaran ini

adalah untuk melakukan dua kali pengecekkan yaitu pertama, untuk identifkasi

pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan, kedua,

untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap pengobatan tersebut.

Kebijakan dan prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk

memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi

pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah, pengambilan darah atau

spesimen lain untuk pemeriksaan klinis atau pemberian pengobatan atau tindakan

lain. Kebijakan dan atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk

mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis,

tanggal lahir, gelang identitas pasien dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau

lokasi tidak dapat digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan prosedur juga

menjelaskan penggunaan dua identitas yang berbeda di lokasi yang berbeda di

rumah sakit, seperti pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi

termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif

dapat digunakan untuk mengembangan kebijakan dan prosedur agar dapat

memastikan semua untuk dapat diidentifikasi.

1.1.5.2 Peningkatan Komunikasi Yang Efektif

16
Komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang

dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan

keselamatan pasien. Komunikasi dapat berupa elektronik, lisan atau tertulis.

Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah

diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi

kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti

melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan prosedur

untuk perintah lisan dan telepon. Kebijakan dan prosedur juga menjelaskan bahwa

diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak

memungkinkan, seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD dan

ICU.

1.1.5.3 Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert)

Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,

manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien.

Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medication) adalah obat yang

sering menyebabkan terjadi kesalahan atau kesalahan serius (sentinel event), obat

yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan. (adverse event)

sepeti obat-obatan yang terlihat mirip (Nama obat, rupa dan ucapan mirip), obat-

obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian

elektrolit konsentrat secara tidak sengaja. Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat

tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila

17
perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan atau

dalam keadaan darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau

mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan

obatobatan yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat

dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif

mengembangkan suatu kebijakan dan prosedur untuk membuat daftar obat-obat

yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit.

1.1.5.4 Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi

Salah operasi, salah prosedur, pasien salah pada operasi adalah sesuai yang

mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah

akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota

tim bedah, kurang atau tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi operasi

(site marking) dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Disamping

itu assessment pasien yang tidak adekuat, penelaahan catatan medis tidak adekuat,

budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,

permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca dan

pemakaian singkatan adalah faktor-faktor konstribusi yang sering terjadi.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan pada tanda yang

mudah dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan

harus dibuat oleh operator atau orang yang akan melakukan tindakan, dilaksnakan

pada saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai

akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi

18
(laterality), multiple struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multiple level (tulang

belakang). Maksud proses verivikasi pra operatif adalah untuk:

1. Memferivikasi lokasi, prosedur dan pasien yang benar.


2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang

relevan tersedia, diberi lebel dengan baik dan dipampang.


3. Melakukan verivikasi ketersediaan peralatan khusus dan implant yang

dibutuhkan.

Tahap sebelum insisi (time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan

diselesaikan. Time out dilaksanakan di tempat, pada tindakan akan dilakukan,

tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.

1.1.5.5 Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam

tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang

berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi

pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai

dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi

pada aliran darah (blood steam infection) dan pneumonia (seringkali dihubungkan

dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi

lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Rumah sakit mempunyai

proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan prosedur yang

menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara

umum dan untuk implementasi petujuk itu di rumah sakit.

1.1.5.6 Pengurangan risiko jatuh

19
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cidera bagi pasien

rawat inap. Dalam kontek populasi atau masyarakat yang dilayani, pelayanan

yang disediakan dan fasilitasnya. Rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien

jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cidera bila sampai jatuh.

Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol,

gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang dipergunakan oleh

pasien.

1.1.6 Isiden Patient Safety

Dalam Institute of Medication, patient safety diidentifikasikan sebagai “An

adverse event results in unintended harm to the patient by an act of commission

or omission rather than by the underlying disease or condition of the patient”.

Sementara dalam Kemenkes RI Nomor 1691 tahun 2011, insiden keselamatan

pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak

disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera

yang dapat dicegah pada pasien. Insiden keselamatan pasien juga merupakan

akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil (omission) (Depkes, 2008). Namun demikian,

penyebab terjadinya insiden keselamtan pasien di rumah sakit sangat komplek,

melibatkan semua bagian dalam sistem yang berlaku di rumah sakit. Jenis insiden

berdasarkan Kemenkes RI nomor 1691 tahun 2011, tentang keselamatan pasien

rumah sakit, insiden keselamatan pasien terdiri dari:

1.1.6.1 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

20
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada

pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.

Kejadian tersebut dapat terjadi disemua tahapan dalam perawatan dari diagnosis,

pengobatan dan pencegahan.

1.1.6.2 Kejadian Tidak Cidera (KTC)

Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak mengakibatkan

cedera.

1.1.6.3 Kejadian Nyaris Cidera (KNC)

Kejadaian Nyaris Cidera adalah terjadinya insiden yang belum terpapar ke

pasien. Misalnya suatu obat dengan over dosis lethal akan diberikan, akan tetapi

staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan kepada pasien.

1.1.6.4 Kejadian Potensial Cidera (KPC)

Kejadian Potensial Cidera adalah kondisi yang sangat berpotensi

menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi insiden. Misalnya obat-obatan LASA

(Look Alike-Sound Alike) disimpan berdekatan.

1.1.6.5 Kejadian Sentinel

Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau

cedera serius. Biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau

tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata

21
‘sentinel’ terkait dengan keseriusan cidera yang terjadi (misal amputasi pada kaki

yang salah) sehingga pencarian fakta-fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan

adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

2.2 Fase Sign Out


2.2.1 Pengertian Fase Sign Out

Sign Out adalah prosedur keselamatan pembedahan yang dilakukan oleh

petugas kamar operasi sebelum penutupan luka, dikoordinasi oleh salah satu

anggota petugas kamar operasi (Nurkhasanah, 2014).

Fase Sign Out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang telah

dilakukan. Dilakukan pengecekan kelengkapan spons, penghitungan instrumen,

pemberian label pada spesimen, kerusakan alat atau masalah lain yang perlu

ditangani. Langkah akhir yang dilakukan tim bedah adalah rencana kunci dan

memusatkan perhatian pada manajemen post operasi serta pemulihan sebelum

memindahkan pasien dari kamar operasi (Weiser, 2008).

Sign Out adalah suatu langkah-langkah kegiatan menilai kelengkapan

tindakan operasi sebelum pasien meninggalkan kamar operasi (Before patient

leaves operating room) (Kohn, 2009).

2.2.2 Ceklist pasien Sign Out

Sign Out dilakukan oleh perawat sirkuler dan dihadiri seluruh orang yang

terlibat dalam tindakan operasi sebelum pasien meninggalkan kamar operasi.

2.2.2.1 Lakukan konfirmasi verbal:

1. Nama prosedur tindakan kepada dokter operator dan lakukan pencatatan

22
2. Tanyakan kepada perawat kamar operasi bilamana jumlah instrumen, sponge,

dan jarum telah dihitung dengan benar, tulislah dalam kolom yang sesuai.

3. Tanyakan kepada perawat kamar operasi apakah spesimen telah diberi label

(minimal dengan nama, alamat, nomer RM pasien dan asal jaringan spesimen).

4. Tanyakan kepada seluruh orang yang terlibat dalam tindakan operasi adakah

masalah dengan peralatan selama operasi.

3 Tanyakan dan tulis pesan khusus dari dokter operator, dokter anestesi dan

perawat untuk perawatan di ruang pemulihan.

4 Dokter operator, dokter anestesi, perawat sirkuler dan perwakilan perawat yang

ada di kamar operasi memberikan tanda tangan dan nama terang pada kolom

yang tersedia apabila seluruh rangkaian Sign in, Time Out dan Sign Out telah

selesai dilakukan dan disepakati bersama. Simpan lembar verifikasi dan

penandaan lokasi prosedur pasien operasi dan Checklist Sign in, Time out dan

Sign Out dalam rekam medis pasien (Surgery & Lives, 2008).

2.2.3 Langkah-langkah surgery patient safety pada fase Sign Out

Langkah-langkah surgery patient safety pada fase sign out menurut Surgery

& Lives tahun 2008 adalah:

2.2.3.1 Review pembedahan

Koordinator Checklist harus mengkonfirmasikan dengan ahli bedah dan tim

apa prosedur yang telah dilakukan, dapat dilakukan dengan pertanyaan, “apa

prosedur yang telah dilakukan?” atau sebagai konfirmasi, “kami melakukan

prosedur X, benar?”

23
2.2.3.2 Penghitungan instrumen, spons, dan jumlah jarum

Perawat harus mengkonfirmasi secara lisan kelengkapan akhir instrumen,

spons, dan jarum, dalam kasus rongga terbuka jumlah instrumen dipastikan harus

lengkap, jika jumlah tidak lengkap maka tim harus waspada sehingga dapat

mengambil langkah (seperti memeriksa tirai, sampah, luka, atau jika perlu

mendapatkan gambar radiografi).

2.2.3.3 Pelabelan spesimen

Pelabelan digunakan untuk pemeriksaan dianostik patologi. Salah

melakukan pelabelan berpotensi menjadi bencana untuk pasien dan terbukti

menjadi salah satu penyebab error pada laboratorium. Perawat sirkuler harus

mengkonfirmasi dengan benar dari setiap spesimen patologis yang diperoleh

selama prosedur dengan membacakan secara lisan nama pasien, deskripsi

spesimen, dan setiap tanda berorientasi.

2.2.3.4 Konfirmasi masalah peralatan

Apakah ada masalah peralatan di kamar operasi yang bersifat universal

sehingga koordinator harus mengidentifikasi peralatan yang bermasalah agar

instrumen atau peralatan yang tidak berfungsi tidak menganggu jalannya

pembedahan di lain hari.

2.2.3.5 Ahli bedah, ahli anastesi, dan perawat meninjau rencana pemulihan dan

pengelolaan pasien

24
Sebelum pasien keluar dari ruang operasi maka anggota tim bedah

memberikan informasi tentang pasien kepada perawat yang bertanggung jawab di

ruang pemulihan (recovery room), tujuan dari langkah ini adalah transfer efisien

dan tepat informasi penting untuk seluruh tim.

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fase Sign Out

2.2.4.1 Masalah komunikasi

Kegagalan komunikasi verbal/tertulis, miskomunikasi antar staf, antar shif,

informasi tidak didokumentasikan dengan baik/hilang, masalah-masalah

komunikasi: tim layanan kesehatan di 1 lokasi, antar berbagai lokasi, antar tim

layanan dengan pekerja non klinis, dan antar staf dengan pasien. Arus informasi

yang tidak adekuat. Ketersediaan informasi yang kritis saat akan merumuskan

keputusan penting, komunikasi tepat waktu dan dapat diandalkan saat pemberian

hasil pemeriksaan yang kritis, koordinasi instruksi obat saat transfer antara unit,

informasi penting tidak disertakan saat pasien ditransfer ke unit lain.

2.2.4.2 Masalah SDM

Gagal mengikuti kebijakan, Standar Operasional Prosedur (SOP) dan

proses-proses, dokumentasi suboptimal dan labelling spesimen yang buruk,

kesalahan berbasis pengetahuan, staf tidak punya pengetahuan yang adekuat,

untuk setiap pasien pada saat diperlukan Hal- hal yang berhubungan dengan

pasien. Idenifikasi pasien yang tidak tepat, asesmen pasien yang tidak lengkap,

kegagalan memperoleh consent, pendidikan pasien yang tidak adekuat transfer

25
pengetahuan di rumah sakit. Kekurangan pada orientasi atau training, tingkat

pengetahuan staf untuk jalankan tugasnya, transfer pengetahuan di RS pendidikan.

Pola Sumber Daya Manusia(SDM)/alur kerja.

2.2.4.3 Kegagalan-kegagalan teknis

Kegagalan alat/perlengkapan seperti pompa infus, monitor.

Komplikasi/kegagalan implants atau grafts. Instruksi tidak adekuat, peralatan

dirancang secara buruk bias sebabkan pasien cedera. Kegagalan alat tidak

teridentifikasi secara tepat sebagai dasar cederanya pasien, dan diasumsikan staf

yang buat salah. RCA yang lengkap, sering tampilkan kegagalan teknis, yang

mula-mula tidak tampak, terjadi pada suatu KTD.

2.2.4.4 Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat.

Pedoman cara pelayanan dapat merupakan faktor penentu terjadinya

banyak medical errors. Kegagalan dalam proses layanan dapat ditelusuri sebabnya

pada buruknya dokumentasi, bahkan tidak ada pencatatan, atau SOP klinis yang

adekuat.

2.3 Instalasi Bedah Sentral


2.3.1 Pengertian Instalasi Bedah Sentral

Instalasi Bedah Sentral merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit yang penting dalam hal memberikan pelayanan kepada

pasien yang memerlukan tindakan pembedahan, baik untuk kasus-kasus bedah

terencana (elektif) maupun untuk kasus-kasus bedah darurat atau segera (cito).

Untuk itu, perawat yang bertugas di instalasi bedah sentral harus selalu siap 24

26
jam sehari untuk selalu dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat

(Lingard, 2008).

2.3.2 Sarana dan Fasilitas di Instalasi Bedah Sentral

Sarana dan fasilitas modern yang biasanya tersedia di instalasi bedah sentral

menurut Nundy (2008) antara lain:

2.3.2.1 Pesawat C-Arm (Toshiba) suatu unit alat untuk melihat benda-benda asing

dengan sinar X- Ray.


2.3.2.2 Mesin Ventilator Anestesi (Fabius Dragger GS Premium) alat bantu

anestesi dengan sistem digital yang dilengkapi dengan sistem ventilator

(untuk bantuan nafas) guna membantu tindakan anestesi umum yang

digerakkan dengan arus listrik.


2.3.2.3 ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) merupakan terapi

noninvasif, karena tidak memerlukan pembedahan atau tidak memasukan

alat kedalam tubuh pasien. Sesuai dengan namanya, Extracorporeal berarti

diluar tubuh, sedangkan Lithotripsy berarti penghancuran batu, secara

harfiah ESWL memiliki arti penghancuran batu saluran kemih dengan

menggunakan gelombang kejut (shock wave) yang ditransmisi dari luar

tubuh.
2.3.2.4 Electro Cauter (Valley Lab dan Erbe) merupakan suatu alat untuk

membantu dalam tindakan pembedahan khususnya pada waktu memotong

jaringan dan menghentikan perdarahan yang terjadi. Alat ini dihubungkan

dengan arus listrik.


2.3.2.5 Angiografyi dilakukan untuk menunjukkan pembuluh darah-pembuluh

darah di dalam tubuh. Sebuah tabung yang disebut kateter dimasukkan ke

dalam vena yang terletak di bagian atas kaki di pangkal paha atau di

27
lengan. Zat pewarna (tinta) dimasukkan ke dalam kateter. X-ray dilakukan

untuk memeriksa aliran darah di dalam tubuh.


2.3.2.6 Endoscopy merupakan suatu alat untuk pemeriksaan diagnostik yang

dilakukan oleh dokter penyakit dalam yang mempunyai sertifikasi

endoscopy. Bila memungkinkan dapat dilakukan biopsy oleh dokter yang

bersangkutan. Tindakan endoscopy dapat berupa diagnostik yaitu

gastroscopy untuk melihat visual lambung dan colonoscopy untuk melihat

usus besar. Sedangkan untuk tindakan terapi dapat berupa tindakan ligasi

atau skleroterapi pada kasus sterosis hati.


2.3.2.7 Laparascopy adalah suatu pembedahan minimal invasif, dengan sayatan

luka operasi dibuat sangat kecil (0,5-1 cm) untuk memasukkan alat-alat

bedah khusus ke dalam rongga perut seperti alat untuk kerja (alat operasi),

kamera dan sumber cahaya (lampu) untuk melihat dan mengangkat bagian

tubuh yang akan dioperasi melalui monitor televisi.


2.3.3 Jenis Tindakan di Instalasi Bedah Sentral

Jenis tindakan bedah yang dapat dilakukan di instalasi bedah sentral

menurut Nundy (2008) antara lain:

2.3.3.1 Bedah umum


Bedah umum dapat berupa kasus appendictomy, hernia,

haemorroidectomy, colesistectomy, prostatectomy, circumsisi, debridement,

necrotomy, amputasi jari dan reposisi terbuka.


2.3.3.2 Bedah Orthopedi dan Traumalogi
Kasus yang ditangani antara lain reposisi tertutup, amputasi ekstremitas,

debridemen osteomilitis, ambil implant dan tendo plastic koreksi.


2.3.3.3 Bedah Saraf
Kasus yang ditangani anatar lain craniotomy (perdarahan dan tumor),

cranioplasty, trepanasi, koreksi impresi fraktur, laminectomy dan overhecting.


2.3.3.4 Bedah Onkologi

28
Bedah onkologi menangani kasus dapat berupa excisi tumor jinak (lipoma

kecil), tumor jinak ganglion, struma lobectomy, mastectomy, multiple fam

(fibroadenoma mamae), radikal mastectomy, open biopsi mammae dan mammae

acesoir.
2.3.3.5 Bedah Plastik
Kasus yang dapat dilakukan antara lain labioplasty, palatoplasty,

rekonstruksi mammae, polydaktili, stsg (strategy and technical advisory group)

dalam penanganan bedah plastik dan labioplasty duplex.

2.3.3.6 Bedah Urologi


Kasus yang dapat ditangani antara lain varicolectomy, hidrocolectomy,

cystoscopy, biopsi prostat, uretrolitotomy, pasang dj stain, pyelolithotomy, tur

(transurethral resection of the prostate), nephrectomy, uretroplasty dan litotripsi.


2.3.3.7 Obstetri dan Ginekologi
Obstetri dan ginekologi dapat berupa kasus sectio caesaria, sterilisasi,

kehamilan ektopik terganggu, extervasi kista vagina, histerectomy, miomectomy

dan repair vagina.


2.3.3.8 THT
Kasus yang ditangani yaitu tonsilectomy, traceostomy, reposisi hidung

tertutup, CWL (cad well-luc), reposisi hidung terbuka, FESS (functional

endoskopoic sinus surgery), thympanoplasty, mastoidectomy dan rekonstruksi

hidung terbuka.
2.3.3.9 Mata
Kasus yang ditangani antara lain pterigium, granuloma, tarsotomy, corpus

kecil, parasentesis, scraping, konjungtiva flap, jahit palpebra, katarak dengan IOL

(intraocular lens), glaukoma, trabeculectomy, enukleasi bulbi, eviserasi bulbi, iris

excisi dan jahit kornea, ablasio retina, rekonstruksi dan vitrectomy. Bedah

digestive kasus yang ditangani antara lain hernioraphy dengan mess,

29
appendictomy perforasi, colostomy, illeustomy, laparatomy, reseksi usus,

herniocolectomy, reseksi hepar, pankreatectomy dan cholesistectomy.

30

Anda mungkin juga menyukai

  • Lampiran Depan
    Lampiran Depan
    Dokumen12 halaman
    Lampiran Depan
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 Konsep Asuhan
    Bab 3 Konsep Asuhan
    Dokumen14 halaman
    Bab 3 Konsep Asuhan
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • 0.cover 2003
    0.cover 2003
    Dokumen1 halaman
    0.cover 2003
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Lampiran 1-3 0k
    Lampiran 1-3 0k
    Dokumen3 halaman
    Lampiran 1-3 0k
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Hiper
    Hiper
    Dokumen12 halaman
    Hiper
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Hiper
    Hiper
    Dokumen12 halaman
    Hiper
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • BAB I Rev
    BAB I Rev
    Dokumen6 halaman
    BAB I Rev
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • BAB II Rak
    BAB II Rak
    Dokumen16 halaman
    BAB II Rak
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen8 halaman
    Bab 4
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Depan Proposal
    Lampiran Depan Proposal
    Dokumen8 halaman
    Lampiran Depan Proposal
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Contoh
    Contoh
    Dokumen2 halaman
    Contoh
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • PENGOBATAN CA PENIS
    PENGOBATAN CA PENIS
    Dokumen1 halaman
    PENGOBATAN CA PENIS
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen18 halaman
    Bab Ii
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Penelitian
    Jadwal Penelitian
    Dokumen1 halaman
    Jadwal Penelitian
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Depan Proposal
    Lampiran Depan Proposal
    Dokumen8 halaman
    Lampiran Depan Proposal
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen12 halaman
    Bab Iii
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Anjing Gila Genap
    Penyakit Anjing Gila Genap
    Dokumen22 halaman
    Penyakit Anjing Gila Genap
    hiraagustini
    Belum ada peringkat
  • PENGOBATAN CA PENIS
    PENGOBATAN CA PENIS
    Dokumen1 halaman
    PENGOBATAN CA PENIS
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Format Askepga
    Format Askepga
    Dokumen16 halaman
    Format Askepga
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • Nutrisi
    Nutrisi
    Dokumen29 halaman
    Nutrisi
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat
  • TUGAS Menganalisa Penelitian 2
    TUGAS Menganalisa Penelitian 2
    Dokumen1 halaman
    TUGAS Menganalisa Penelitian 2
    Hira Agustini
    Belum ada peringkat