Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu

faktor yang sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia.Oleh karena

itu kesehatan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya serta dilindungi

dari ancaman yang merugikannya.Derajat Kesehatan dipengaruhi oleh banyak

faktor : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Faktor

lingkungan dan perilaku sangat mempengaruhi derajat kesehatan.Termasuk

lingkungan adalah keadaan pemukiman/perumahan, tempat kerja, sekolah dan

tempat umum, air dan udara bersih, juga teknologi, pendidikan, sosial dan

ekonomi. Sedangkan perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari-hari seperti:

pola makan, kebersihan perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya

kesehatan,(Depkes RI,2009)

Kesehatan sangat diidamkan oleh setiap manusia dengan tidak

membedakan status sosial maupun usia. Kita hendaknya menyadari bahwa

kesehatan adalah sumber dari kesenangan, kenikmatan dan kebahagian.

Untuk mempertahankan kesehatan yang baik kita harus mencegah banyaknya

ancaman yang akan mengganggu kesehatan kita. Ancaman lainnya terhadap

kesehatan adalah pembuangan kotoran (faces dan urina) yang tidak menurut

aturan. Buang Air Besar (BAB) di sembarangan tempat itu berbahaya. Karena
2

itu akan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit lewat lalat, udara dan

air,(Winaryanto, 2009)

Ekskreta manusia merupakan sumber infeksi dan merupakan salah

satu penyebab terjadinya pencemaran lingkungan. Bahaya terhadap kesehatan

akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah pencemaran tanah,

pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan lalat. Kotoran

dari manusia yang sakit atau sebagai carrier dari suatu penyakit dapat

menjadi sumber infeksi. Kotoran tersebut mengandung agens penyakit yang

dapat ditularkan pada pejamu baru dengan perantara lalat, (Candra, 2006)

Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang

pokok karena kotoran manusia (faces) adalah sumber penyebaran penyakit

multikompleks. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia

antara lain tifus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi,

tambang, pita), schistosomiasis, (Notoatmodjo, 2007)

Pembuatan jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara

kesehatan dengan membuat lingkungan tempat hidup sehat. Dalam

pembuatan jamban sedapat mungkin harus diusahakan agar jamban tidak

menimbulkan bau yang tidak sedap. Penduduk Indonesia yang menggunakan

jamban sehat (WC) hanya 54 % saja padahal menurut studi menunjukkan

bahwa penggunaan jamban sehat dapat mencegah penyakit diare sebesar 28%

demikian penegasan Menteri Kesehatan dr. Achmad Sujudi, September

2004,(Depkes RI,2009)
3

Menurut Depkes RI (1991) salah satu fasilitas kesehatan yang sangat

penting adalah jamban keluarga. Jamban keluarga adalah suatu bangunan

yang di pergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia atau najis

bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus / WC. Jamban keluarga

merupakan sarana sanitasi dasar untuk menjaga kesehatan lingkungan dalam

rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Berdasarkan data WHO pada tahun 2015 diperkirakan sebesar 946

juta orang penduduk di dunia masih buang air besar di area terbuka. Data ini

juga menunjukkan bahwa sebesar 81% penduduk yang buang air besar

sembarangan (BABS) terdapat di 10 negara dan Indonesia menjadi Negara

terbanyak kedua dengan persentase sebesar 12,9%.

Buang air besar sembarangan merupakan salah satu permasalahan

kesehatan di Indonesia untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

dimana yang menjadi tantangannya adalah masalah social budaya. Budaya

masyarakat yang lebih suka membuang air besar (BAB) di sembarangan

tempat membuat mereka enggan membuat jamban di rumah masing-masing.

Secara Nasional, Propinsi rumah tangga yang buang air besar sembarangan

pada tahun 2015 sebesar 12,9%.

Di desa panigah masih banyaknya masyarakat yang buang air besar di

sembarang tempat seperti di, pinggiran sungai serta di semak-semak bukan

hal yang baru lagi karena luasnya lahan yang dapat dijadikan sebagai tempat

untuk membuang hajat atau faces.


4

Pekerjaan masyarakat desa Panigah yang kebanyakan sebagai petani

serta pendapatan masyarakat yang masih kurang ditambah lagi mahalnya

harga kloset di pasaran menjadi salah satu faktor penyebab kurangnya

pembuatan jamban keluarga.

Kepemilikan jamban keluarga juga mengandung unsur mendidik,

maksudnya adalah dengan adanya jamban keluarga maka setiap anggota

keluarga yang memiliki jamban tidak akan membiasakan dan membuang

kotorannya disembarang tempat. Oleh karena itu, agar jamban dapat

berfungsi dengan baik, maka harus dibuat jamban yang memenuhi syarat.

Dengan adanya masalah di atas peneliti tertarik untuk meneliti

permasalahan tersebut dengan judul “ Gambaran Tentang Kepemilikan

Jamban Keluarga di Desa Panigah Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh

Utara Tahun 2018 “.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang di

dapat “Bagaimana Gambaran Tentang Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa

Panigah Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara Tahun 2018 ?


5

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Tentang

Kepemilikan Jamban Keluarga di Desa Panigah Kecamatan Muara Batu

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2018 “.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Institut

Sebagai bahan masukan untuk mengembangkan kurikulum, dan

sebagai sarana untuk peningkatkan pengetahuan masyarakat agar

terwujud prilaku yang baik tentang pembangunan untuk memiliki

jamban keluarga.

b. Bagi Peneliti

Untuk peningkatan pengalaman dan wawancara bagi peneliti sendiri

dalam perilaku masyarakat untuk memiliki jamban keluarga, serta

sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Institusi Pelayana Kesehatan

Sebagai bahan masukan atau informasi agar dapat mengetahui

bagaimana Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepemilikan

jamban keluarga di desa panigah kecamatan muara batu kabupaten aceh

utara tahun 2018.


6

b) Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai referensi selanjutnya dalam meneliti tentang Faktor-faktor yang

berhubungan dengan kepemilikan jamban keluarga.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jamban Keluarga

1. Pengertian

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas

pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau

tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung)

yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk

membersihkannya serta mempunyai persyaratan sebagai berikut:

(Notoatmodjo, 2007)

a. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban

terlindungi dari panas dan hujan, serangga serangga dan binatang-

binatang lain, terlindung dari pandangan orang (privacy) dan

sebagainya

b. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat tempat

terpijak yang kuat.

c. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang

tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau.

d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas

pembersih.
8

2. Syarat-syarat jamban yang memenuhi syarat.

Syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jamban

adalah sabagai berikut (Arif, 2009) :

a. Tidak mengakibatkan pencemaran pada sumber-sumber air minum,

dan permukaan tanah yang ada disekitar jamban;

b. Menghindarkan berkembangbiaknya/tersebarnya cacing tambang pada

permukaan tanah;

c. Tidak memungkinkan berkembang biaknya lalat dan serangga lain.

d. Menghindarkan atau mencegah timbulnya bau dan pemandangan yang

tidak menyedapkan;

e. Mengusahakan kontruksi yang sederhana, kuat dan murah.

f. Mengusahakan sistem yang dapat digunakan dan diterima masyarakat

setempat.

3. Macam-macam jamban dan cara pembuatannya

Ada beberapa macam jamban yang sesuai dengan konstruksi dan

cara pembuatannya (ada 4 macam) jamban (Entjang, 2000) :

a. Kakus cemplung

Bentuk kakus ini adalah paling sederhana yang dapat

dianjurkan pada masyarakat.Nama ini dipakai bila orang menggunakan

kakus jenis ini (membuang kotorannya kekakus semacam ini), maka

kotorannya lansung masuk jatuh kedalam tempat penampungan kotoran

yang dalam bahasa jawanya Nyemplung.


9

Kakus cemplung ini hanya terdiri dari sebuah lubang galian

diatasnya diberi lantai dan tempat jongkok, sedang dari tempat jongkok

kelubang galian tidak terdapat alat apapun sebagai penyalur maupun

penghalang.

Lubang galian terdapat penampungan itu sendiri dapat tanpa

diberi pasangan tembok, atau ditembok seluruh bagian dalamnya

termasuk dasarnya, sehingga kakus ini bernama kakus cemplung, dapat

disebut juga beerput (bila seluruh bagian dalam tempat penampungan

itu termasuk dasarnya ditembok), dapat juga disebut zink-put (bila sisi-

sisinya saja yang ditembok, sedang dasarnya tidak).

Lantai kakus ini pun dapat dibuat dari bambu atau kayu , tapi dapat

juga dari pasangan batu bata atau beton. Agar tidak menjadi sarang dan

makanan serangga penyebar penyakit, maka lubang tempat jonkk harus

ditutup bila tidak dipakai.Kakus semaca ini masuh menimbulkan

gangguan karena bau busuknya.

 Cara pembuatannya:

1) Bat sebuah galian yang berukuran 0,8 m x 0,8 x 3 m.

2) Atau bila berbentuk silinder diameternya 0,8 m x 3 m, buatlah lantai

dari bambu atau kayuyang ukurannya disesuaikan dengan leher galian

tadi yang selanjutnya dipasang diatasnya. Bila dikehendaki lantai

tersebut dari pasangan bata, maka setelah lubang digali langsung

dikerjakan pasangan bata.

3) Buat tutup atau lubang tempat jongkok.


10

4) Buat bangunan rumah kakusnya, boleh dari bambu atau kayu serat bilik

dan atasnya dari genting, tapi dapat pula dengan pasangan bata. Ini

tergantung dari kemampuan orangnya.

b. Kakus Plengsengan

Plensengan berasal dari bahasa Jawa (mlengseng) berarti

miring.nama itu dipakai karena dari lubang tempat jongok ketempat

penampungan kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring

(mlengseng).Jadi tempat jongkok dari kakus ini dibuat/diletakkan persis

diatas penampungan, melainkan agak menjauh disampingnya.

Juga kakus ini dapat disebut beerput ataupun zinkput, bila ita

memperhatikan konstrusi tempat penampungan kotorannya (lihat kakus

cemplung). Kakus semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan

dari pada kakus cemplung, karena baunya agak berkurang, dan

keamanan bagi pemakai lebih terjamin (tidak ada bahaya

kejeblos/terperosok). Seperti halnya pada kakus cemplung, maka

lubang dari tempat jongkok harus dibuatkan tutup.

 Cara pembuatannya

Sama seperti kakus cemplung, hanya lantai kakus tidak dibuat

diatas tempat penampungan, dan harus memasang saluran yang

menghubungkan lubang tempat jongkok dan lubang penampungan

kotoran.

Pembuatan kakus cemplung dan kakus plengsengan tidak

mengalami kesukaran bila itu diselenggarakan disuatu daerah dimana


11

permuakaan air tanahberada jauh dibawah permukaan tanah, demikian

juga daerah yang tidak merupakan daerah banjir diwaktu hujan.Bila

penyelenggaraannya berada didaerah yang permukaan air tanahnya

dekat sekali dengan permukaan tanah atau yang merupakan daerah

banjir diwaktu hujan kita harus selalu selalu ingat bahwa lantai dan

tempat jongkok harus ditinggikan dan berada diatas permukaan air

setingi waktu banjir.Bagi daerah yang susunan tanahnya mudah runtuh,

maka kita tidak hanya membuat gakian biasa untuk tempat

penampungan kotoran, tetapi haru mempergunakan selonsong bambu

dibagian dalam dari lubang galian itu, atau ditembok sisi-sisinya.

c. Kakus Bor

Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya

dibuat dengan mempergunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor

tangan yang disebut boor aunger dengan diameter antara 30-40 cm.

Sudah barang tentu lubang itu harus jauh lebih dalamdibandingkan

dengan lubang yang digali seperti pada kakus cemplung atau

plengsengan, karena diameter kakus bor ini jauh lebih kecil.

Pengeboran pada umumya dilakukan sampai mengenai air tanah.

Perlengkapan lainnya dan cara mempergunakan, dapat pula diatur

seperti pada kakus cemplung dan kakus plengsengan.


12

d. Kakus Angsatrine (Water Seal Laterine)

Kakus ini, dibawak tempat jongkoknya ditempatkan atau

dipasangkan suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut

bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang

berada ditempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang

oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung, dengan

demikian juga dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran.Karena

dapat mencegah gangguan lalat dan bau, maka memberikan keuntungan

untuk dibuat didalam rumah.Agar terjaga kebersihannya, kakus

semacam ini harus cukup tersedia air.

 Cara pembuatannya

1) Buat lubang galian dengan ukuran dan cara seperti kakus cemplung.

2) Buat selongsong atau temboklah sisi-sisi dalam dari lubang galian

tersebut bila tanahnya mudah runtuh.

3) Pasang slab yang sudah jadi.

4) Buat rumah kakusnya atau pasanglah rumah kakusnya bila telah

dipersiapkan secara tersendiri.

5) Kapur rumah kakus tersebut terutama bagian dalam.

4. Fakto-faktor dalam metode pembuangan tinja

Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam metode

pembuangan tinja antara lain factor teknis dan faktor non teknis. (Ricki,

2005) Faktor teknis meliputi:


13

a. Faktor teknis

1) Faktor dekomposisi ekskreta manusia

Fenomena terjadinya dekomposisi ekskreta manusia memegang

peranan yang amat penting dalam perencanaan sistem sarana

pembuangan tinja. Banyak sarana pembuangan tinja direncanakan

kapasitas serta prinsip kerjanya dengan mendasarkan pada fenomena

ini. Dekomposisi ekskreta yang merupakan proses dan berlansung

secara alamiah ini melaksanakan 3 aktivitas utama :

a) Pemecahan senyawa-senyawa organik kompleks seperti protein

dan urea kedalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan stabil.

b) Pengukuran volume dan massa (kadang-kadang sampai mencapai

80%) bahkan yang mengalami dekomposisi dengan menghasilkan

gas-gas seperti methan, carbon dioxide, ammonia, dan nitrogen

yang dibebaskan ke atmosfir dan dengan menghasilkan bahan-

bahan yang terlarut yang dalam keadaan tertentu meresap masuk

dalam tanah.

c) Penghancuran organisme pathogenyang dalam beberapa hal tidak

bertahan hidup dalam proses-proses dekomposisi atau terhadap

serangan kehidupan biologik yang sangat banyak terdapat dalam

massa yang mengalami dekomposisi.

Bakteri memainkan peranan utama dalam dekomposisi dan

aktivitas bakteri baik aerobik maupun anaerobik melansungkan

proses dekomposisi ini.


14

2) Faktor kuantitas tinja manusia

Kuantitas kotoran manusia yang dihasilkan dipengaruhi oleh

kondisi setempat, bukan hanya faktor physiologis, tetapi juga faktor-

faktor budaya dan agama. Apabila di suatu daerah tidak tersedia data

hasil penelitian setempat maka keperluan perencanaan dapat

digunakan angka total produksi ekskreta 1 kg (berat bersih) per

orang/hari.

3) Faktor pencemaran tanah dan air tanah

Pada penemaran tanah dan air tanah oleh ekskreta

merupakan informasi penting yang harus dipertimbangkan dalam

perencanaan sarana pembuangan tinja, khususnya dalam

perencanaan lokasi kaitannya dengan sumber-sumber air minum

yang ada.Jarak perpindahan bakteri dalam tanah dipengaruhi

berbagai faktor, salah satu faktor penting adalah faktor parositas

tanah. Perpindahan bakteri air tanah biasanya mencapai jarak kurang

dari 90 cm, dan secara vertikal kebawah kurang dari 3 m pada

lubang yang terbuka terhadap hujan lebat dan tidak lebih dari 60 cm

biasanya pada tanah yang poreus.

4) Faktor penempatan sarana air tinja

Tidak ada aturan yang pasti untuk menentukan jarak yang

aman antara jamban dan air minum, sebab hal itu dipengaruhi oleh

banyak faktor, seperti kemiringan dan ketinggian air tanah serta

permeabilitas tanah.
15

5) Faktor perkembangbiakan lalat pada ekskreta

Perlu dihindarkan atau dicegah terjadinya perkembang

biakan lalat pada tinja dalam lubang jamban.Kondisi lubang jamban

yang gelap dan tertutup sebenarnya sudah dapat mencegah

perkembang biakan lalat ini, baik karena kerapatannya maupun

karena sifat lalat yang phototropisme positif (tertarik pada sinar dan

menjauhi kegelapan atau permukaan yang gelap).

6) Faktor tutup lubang jamban

Harus diupayakan adanya tutup lubang jamban yang dapat

mendorong pemakai jamban untuk memfungsikan sebagaiman

mestinya.Dalam konstruksi yang sederhana mungkin hingga

pemakai tidak terlalu sulit untuk menggunakannya.

7) Faktor tekhnis engineering

Dalam perencanaan dan pembangunan sarana pembuangan

tinja agar diupayakan:

 Penerapan pengetahuan tekhnik engineering, misalnya dalam

melakukan pemilihan tipe instalasi sesuai dengan kondisi lapisan

tanah yang ada.

 Pengguanaan bahan bangunan yang ada setempat untuk dapat

melakukan penghematan biaya secara berarti, misalnya

pengguanaan bambu untuk penahan runtuhnya dinding lubang,

untuk tulang penguat slab dan sebagainya.


16

 Pemilihan dan penentuan desain bangunan instalasi yang dapat

ditangani oleh pekerja setempat, juga tenaga terampil yang ada

perlu dimanfaatkan semaksimal mungin.

b. Faktor non teknis

1) Faktor manusia

Dalam soal pembuangan tinja, faktor manusia sama

pentingnya dengan faktor tekhnis. orang tidak akan mau

menggunakan jamban dari tipe yang tidak disukainya atau yang

tidak memberikan privacy yang cukup padanya, atau yang tidak

dapat dipelihara kebersihannya. Tahap pertama dalam perencanaan

system pembuangan tinja disuatu daerah adalah perbaikan system

yang sudah ada. Pengembangan system tersebut selanjutnya harus

senantiasa mengupayakan pemberian/penciptaan privacy yang

secukupnya bagi calon pemakai. Aplikasi dari pada prinsip ini

adalah perlunya dilakukan pemisahan yang jelas antara ruang

jamban untuk jenis kelamin yang berbeda, perlunya disediakan

jumlah ruang jamban yang cukup sesuai dengan jumlah pemakai.

Satu lubang jamban cukup untuk satu keluarga yang terdiri dari 5

atau 6 orang. Jamban umum yang digunakan untuk perkemahan,

pasar atau tempat - tempat yang sejenisnya harus disediakan

minimal 1 lubang untuk 15 orang dan untuk sekolah 1 lubang

jamban untuk 15 orang wanita dan satu lubang + 1 urinoir untuk 25

orang pria.
17

2) Faktor biaya

Jenis jamban yang dianjurkan bagi masyarakat dan keluarga

harus sederhana, dapat diterima, ekonomis pembangunan,

pemeliharaan serta penggantiannya. Faktor biaya ini bersifat relatif,

sebab system paling mahal pembuatannya dapat menjadi paling

murah untuk perhitungan jangka panjang, mengingat masa

penggunaannya yang lebih panjang karena kekuatannya serta

paling mudah dan ekonomis dari segi pemeliharaannya. Dalam

perencanaan dan pemilihan tipe jamban, biaya tidak boleh

dijadikan faktor dominan. Perlu dicarikan jalan tengah berdasarkan

pertimbangan yang seksama atas semua unsur yang terkait, yang

dapat menciptakan lingkungan yang saniter serta dapat diterima

oleh keluarga.

5. Persyaratan sarana pembuangan tinja yang saniter

Ada tipe jamban dan sarana pembuangan tinja yang akan dipilih

untuk dibangun atau diterapkan pada masyarakat harus dapat memenuhi

persyaratan sebagai berikut : (Ana, 2007)

a) Tidak terjadi kontaminasi pada tanah permukaan

b) Tidak terjadi ontaminasi pada air tanah yang mungkin masuk ke mata

air dan sumur.

c) Ekskreta tidak dapat dijangkau oleh lalt, ulat, kecoa dan anjing.

d) Tidak terjadi penanganan ekskreta segar, apabila tidak dapat dihindari,

harus ditekan seminimal mungkin.


18

e) Harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap.

f) Metode yang digunakan harus sederhana seta murah dalam

pembangunan dan penyelenggaraan.

g) Dapat diterima oleh masyarakat

B. Tinja

1. Pengaruh tinja terhadap sumber air bersih dan air minum

Pembuangan tinja yang tidak pada tempatnya seringkali

berhubungan dengan kurangnya penyediaan air bersih, kondisi-kondisi

seperti ini akan berakibat terhadap kesehatan. Disamping ini pula

menimbulkan pencemaran lingkungan dan bau busuk serta estetika

Air yang telah tercemar mudah sekali menjadi media berkembang

berbagai macam penyakit. Air secara fisik merupakan media peralatan

dalam menularkan organism penyakit, air minum sehingga mengakibatkan

infeksi. Organism berada di air karena air tercemar oleh kotoran penderita

( Seramat, 2003 ).

2. Penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja

Pembuangan tinja manusia yang tidak memenuhi syarat kesehatan

seringkali berhubungan dengan kurangnya penyediaan air bersih dan

fasilitas kesehatan lainnya. Jamban dapat memberikan pengaruh langsung

atau tidak langsung terhadap status kesehatan penduduk. Pengaruh

langsung, misalnya dapat mengurangi insiden penyakit tertentu, sedangkan


19

pengaruh yang tidak langsung berkaitan dengan komponen sanitasi

lingkungan ( Koesmantoro, 1991 dalam Mubarak 2008 ).

Pembuangan tinja disembarang tempat dapat menimbulkan

penularan berbagai penyakit. Adapun penyakit-penyakit yang ditularkan

melalui tinja antara lain :

1. Amoebiasis

2. Cholera

3. Stigellosis

4. Poliomyelitis

5. Typuhus

3. Transmisi penyakit dari tinja

Manusia adalah reservoir dari penyakit-penyakit yang

penularannya melalui tinja dan merupakan salah satu penyebab kematian

dan cacat, hal ini dapat dikendalikan dengan memperbaiki kondisi

lingkungan fisik yaitu dengan jalan perkembangan tinja yang saniter.

Transmisi penyakit dari orang sakit atau carier ke manusia sehat melalui

satu mata rantai tertentu seperti berikut :

1. Agent penyakit

2. Reservoir atau sumber infeksi dari agent penyebab

3. Cara transmisi dari reservoir kepenjamu yang potensial

4. Cara masuk ke penjamu baru

5. Penjamu yang rentan


20

Jika salah satu dari kelima factor tersebut tidak ada mengakibatkan

penyebaran penyakit menjadi tidak mungkin. Pemutusan mata rantai

penularan penyakit dari tinja dengan rintangan sanitasi dapat dilakukan

melalui penanganan tinja yang memenuhi aturan kesehatan atau dengan

kata lain memanfaatkan jamban keluarga. Sehingga tinja tidak megotori

tanah permukaan tidak mengotori air permukaan, tidak mengotori air

dalam tanah, dan kotoran tidak dihinggapi vektor lainnya.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Kepemilikan Jamban

1. Ekonomi Mayarakat

Persoalan ekonomi di Indonesia ini tak hanya terbatas pada

indikator-indikator itu. Keberadaan mereka di daerah-daerah terisolasi

sering luput dari sentuhan pembangunan, seperti terjangkitnya diare dan

penyakit kulit dari kontaminasi air dan tanah akibat kotoran manusia di

sepanjang kawasan pesisir pantai dan sungai .(Ingga, 2008)

Kemiskinan di definisikan sebagai suatu tingkat kekurangan materi

pada sejumlah orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum

berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan bukan semata-

mata kekurangan dalam ukuran ekonomi, tapi juga melibatkan kekurangan

dalam ukuran kebudayaan dan kejiwaan, (Ingga, 2008)

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penyebab tingginya

jumlah orang miskin di daerah-daerah ini karena perekonomiannya sangat

bergantung pada empat bidang utama yang seluruhnya dikuasai oleh pelaku
21

ekonomi yang tidak berbasiskan usaha kecil dan menengah. Keempat

bidang utama tersebut adalah perkebunan, pertambangan, kehutanan, dan

perdagangan. Dengan penghasilan pas-pasan, cukup untuk makan saja,

mereka sering dijadikan contoh kasus kemiskinan yang melandasi

masyarakat terus berusaha mendapat kucuran dana lebih dari pemerintah

pusat, (Slamet, 2002)

Data kemiskinan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)

menekankan delapan indikator penilaian, yaitu: frekuensi makan yang

minimal dua kali sehari, konsumsi lauk-pauk yang berprotein, kepemilikan

pakaian, aset, luas lantai hunian per kapita minimal delapan meter persegi,

jenis lantai, ketersediaan air bersih, dan kepemilikan jamban, (Slamet, 2002)

Pola penyakit di Indonesia ini setara dengan negara-negara lain

yang berpenghasilan kurang lebih sama. Hal ini tampak jelas bahwa negara

tergolong miskin keadaan gizinya rendah, pengetahuan tentang

kesehatannya pun rendah, sehingga keadaan kesehatan lingkungannya juga

buruk dan status kesehatannya buruk pula, (Slamet, 2002)

Ketiadaan uang untuk ditabung sehubungan dengan menurunnya

pendapatan (karena krisis ekonomi), meningkatnya biaya kontruksi

(semenjak 1998 sampai saat ini) serta tak adanya lahan untuk membangun

sarana sanitasi lingkungan rumah tangga dan jauhnya sumber air bersih.

Umumnya masalah-masalah ini ditemukan pada masyarakat miskin atau

berpenghasilan rendah,(Chandra, 2006)


22

Di Negara berkembang, sebagai akibat tingkat sosial ekonomi yang

rendah, sanitasi lingkungan yang belum diperhatikan masih merupakan

masalah utama sehingga munculnya berbagai jenis penyakit menular tidak

dapat dihindari dan pada akhirnya akan menjadi penghalang bagi

tercapainya kemajuan bidang sosial dan ekonomi. Kondisi ini umumnya

terjadi pada masyarakat pedesaan dan daerah kumuh perkotaan, (Chandra,

2006)

Keluarga di Indonesia dikategorikan dalam lima tahap, yakni

keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, keluarga

sejahtera III dan keluarga sejahtera III plus. Keluarga pra sejahtera adalah

keluarga yang belum mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang,

pangan dan papan. Keluarga sejahtera I adalah keluarga yang walaupun

kebutuhan dasar telah terpenuhi, namun kebutuhan sosial psikologis belum

terpenuhi. Keluarga sejahtera II adalah keluarga yang telah dapat memenuhi

kebutuhan dasar, sosial-psikologisnya, tapi belum dapat memenuhi

kebutuhan pengembangan. Keluarga sejahtera III adalah keluarga yang

sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial-psikologis, pengembangan

tapi belum dapat memberi sumbangan secara teratur pada masyarakat

sekitarnya. Keluarga sejahtera tahap III plus adalah keluarga yang telah

dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial-psikologis, pengembangan, serta

telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam

kegiatan kemasyarakatan.
23

Limpahan ekskreta manusia dalam berbagai bentuk, khususnya

feces, menyebabkan air sungai sewarna keruh. Bau tak sedap menjadi

suguhan setiap hari bagi warga sekitar. Namun, karena keterbatasan

pengetahuan dan ekonomi, warga terpaksa tetap menggunakan air sungai

untuk keperluan sehari-hari seperti mandi dan mencuci, di luar kebutuhan.

Kandungan limbah yang sangat tinggi, selain pengaruh situasi alam,

memunculkan bencana baru berupa panyakit yang meningkat setiap

tahun,(Chandra, 2006)

2. Kebiasaan Masyarakat

Kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan

respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Karena proses

penyusutan/pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru

yang relative menetap dan otomatis, (Arif, 2009)

Mengubah kebiasaan adalah sebuah hal yang terlihat sepele, tetapi

amat sulit jika ingin kita lakukan. Saya mengalami kesulitan dalam

mengubah kebiasaan, terutama ketika sebuah kebiasaan telah berganti

menjadi sebuah kenyamanan, tentunya kita akan merasa ganjil jika

kebiasaan kita tersebut tidak kita laksanakan,(Rendy Maulana, 2009)

Pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan dan kebiasaan masyarakat. Pemanfaatan jamban keluarga oleh

masyarakat belum sesuai dengan harapan karena masih ada yang buang

hajat di tempat-tempat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan, misalnya

sungai, kebun atau sawah. Hal ini karena kebiasaan (pola hidup) atau
24

fasilitas yang kurang terpenuhi serta pengetahuan, sikap dan perilaku dari

masyarakat itu sendiri maupun kurang informasi yang mendukung terhadap

pemanfaatan jamban keluarga, (Rendy Maulana, 2009)

Kebiasaan masyarakat yang tidak mau menggunakan jamban

merupakan faktor utama meluasnya penyakit. Kebiasaan masyarakat yang

lebih suka membuang hajat di sembarang tempat membuat mereka enggan

membuat jamban dirumah masing-masing. Rendahnya pendidikan dan

kesadaran masyarakat membuat kebiasaan buang air besar di sembarang

tempat sulit dihilangkan karena warga lebih suka membuat WC helicopter

dari pada membuat jamban dirumah akibat ketiadaan biaya untuk membuat

septic tank yang mahal, (Rendy Maulana, 2009)

Ini sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat sendiri yang sudah

menjadi kebiasaan bertahun-tahun. Upaya meningkatkan kesadaran

masyarakt itu sebenarnya sudah dilakukan sejak lama dengan bantuan

pembangunan jamban dibeberapa tempat yang membutuhkannya, (Rendy

Maulana, 2009)

Ketika perilaku masyarakat berubah dalam hal buang air besar

maka akan dampak ikutan kearah yang lebih baik. Merajuk kepada

ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).Sanitasi yang aman mampu

menurunkan resiko diare hingga 36%. Biaya pengobatan pun akan

berkurang. Hanya perlu komitmen yang kuat dari masyarakat dan

pemerintah untuk harus mendorong upaya peningkatan sanitasi.(Aryani,

2009)
25

3. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indra manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengalamn manusia diperoleh

melalui mata dan telinga.Sikap dasar manusia adalah keingin tahuan tentang

sesuatu. Dorongan untuk memenuhi keinginan tersebut akan menyebabkan

seseorang melakukan upaya pencarian. Serangkaian pengalaman selama

proses interaksi dalam lingkungan akan mengahasilkan sesuatu pengetahuan

bagi orang tersebut, (Notoatmodjo, 2003)

Pengetahuan adalah kesan didalam fikiran manusia sebagai hasil

penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan,

tahayul, dan penerangan yang keliru. (Notoatmodjo, 2003) Tentang

kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam

komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi dan

masih ada kaitannya satu sama lain yang dapat diaplikasikan sebagai suatu

kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi real (sebenarnya) sehingga didalam evaluasi ini akan berkaitan

dengan kemampuan untuk melakukan justivikasi atau penilaian terhadap

suatu materi atau objektif, (Notoatmodjo, 2003)

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkat yaitu: (Notoatmodjo, 2003)


26

1) Tahu (Know)

2) Memahami (Comprehension)

3) Aplikasi (Application)

4) Analisa (Analisis)

5) Sintesis (Synthesis)

6) Evaluasi (Evaluation)

4. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat, (Yudistira,

2009)

Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu

yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian

pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama

pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi,

(Yudistira, 2009)

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan

berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan

dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan

meliputi: (Yudistira, 2009)

a. Pendidikan anak usia dini


27

b. Pendidikan dasar

c. Pendidikan menengah

d. Pendidikan tinggi

e. Materi pendidikan

D. Kerangka Teoritis

Dari teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat digambarkan kerangka

teori menurut Machfoedz (2007) sebagai berikut :

Tingkat Pengetahuan

Ekonomi
Kepemilikan jamban
keluarga
Pendidikan

Kebiasaan masyarakat

Gambar 2.1 Kerangka Teoritis


28

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual

Berdasarkan tinjauan yang ada akan dibahas, untuk memperjelas arah

penelitian ini dapat digambarkan kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Kepemilikan Jamban Keluarga

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

B. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Alat Skala Hasil


Ukur Ukur Ukur Ukur
1 Kepemilikan Penguasaan suatu wawancara Tabel Ordinal Ada
barang yang dimiliki wawancara Tidak ada
untuk di pakai sesuai
kehendaknya./ barang
milik pribadi.
29

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai adalah bersifat Deskriptif yaitu peneliti

hanya ingin mengetahui beberapa persen yang memiliki jamban keluarga di

desa Panigah Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari Kepala Keluarga yang

ada di desa Panigah Kecamatan Muara Batu yaitu 130 rumah (Nursalam,

2001).

2. Sampel

Tehnik pengambilan sampel dilakukan secara Total sampling yaitu seluruh

populasi yang memiliki jamban di desa Panigah Kecamatan Muara Batu

yaitu 130 rumah

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di desa Panigah Kecamatan Muara Batu

Kabupaten Aceh Utara.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian di laksanakan pada tanggal 06 Agustus sampai dengan 09

Agustus 2018.
30

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daftar tabel

wawancara melalui Wawancara.

E. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada

subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam

suatu penelitian, langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada

rancangan penelitian dan tehnik instrumen yang digunakan (Nursalam, 2003).

Untuk mendapatkan data penelitian tentang Ketidak Kepemilikan

jamban keluarga sehat, maka peneliti menggunakan pendekatan langsung ke

rumah yang bersifat door to door untuk wawancara. Data yang di kumpulkan

adalah data primer, di peroleh langsung dari responden dengan cara wawancara

langsung.

F. Tehnik Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan maka dilakukan pengolahan data menurut

Budiarto (2002) sebagian berikut :

1. Editing : melakukan pengecekan terhadap hasil penelitian yang meliputi

kelengkapan identitas dan jawaban.

2. Coding : mengklarifikasi jawaban menurut macamnya dengan memberikan

kode tertinggi yang bertujuan untuk memudahkan pengolahan data.


31

3. Tabulating : mengelompokkan responden berdasarkan katagori yang telah

dibuat untuk tiap-tiap variabel dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel

distribusi frekuensi.

G. Analisa Data

Setelah dilakukan pengolahan data yang akan dilakukan secara manual,

kemudian dianalisa secara diskriptif dengan menghitung presentase tiap-tiap

katagori. Analisa juga diberikan dengan menggunakan proses persentase yaitu

data yang telah ditabulasi kebentuk persentase, kemudian data dianalisa

menurut prioritas yang tertinggi sampai terendah dengan menggunakan rumus

Budiarto (2002) :

f
𝑃 = N X 100 %

Keterangan :

P = Presentase

f = Frekuensi teramati

N = Jumlah responden yang menjadi sampel


32

H. Jadwal Penelitian
33

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Di kecamatan Muara Batu mempunyai 24 desa, letak geografis

kecamatan tersebut masih berada dalam perkotaan dan juga ada sebagian besar

yang jauh dari jalan raya. Masyarakat di kecamatan Muara Batu memiliki

mata pencaharian petani, pedagang, nelayan, PNS dan ada juga ibu rumah

tangga dengan tingkat ekonomi keluarga rata-rata menengah ke bawah. Di

kecamatan Muara Batu mempunyai 1 Puskesmas yang terletak di Krueng Mane

dan mempunyai 3 Puskesmas Pembantu (pustu) yang terletak di Bungkaih,

Reulet dan Cot Usi.

Desa Panigah salah satunya yang berada di pedesaan sedikit jauh dari

kota. Desa Panigah mempunyai jumlah pemduduk sebanyak 780 orang, dan

memiliki rumah sebesar 130 rumah, sedangkan memiliki 180 kepala keluarga.

Sebagian besar desa yang terletak dekat dengan perkotaan sudah

memiliki jamban keluarga, justru yang jauh dari perkotaan masih ada yang

memanfaatkan atau membuang tinja di tempat terbuka, misalkan di parit,

kebun kosong atau belakang rumah, desa yang jauh dari kota terlihat

lingkumgan atau sekitar rumah warga banyak pohon – pohon dan hutan kecil,

sehingga warga yang belum mempunyai jamban merasa ada kesempatan untuk

membuang kotoran di belakang pohon atau hutan kecil tersebut, karena mereka

berpikir tidak ada orang yang melihatnya.


34

Para medis yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan dan

bagian Sanitasi telah memberikan penyuluhan kepada warga yang belum

mempunyai jamban (warga Binaan) berupa keuntungan dan kerugian memiliki

jamban sehat, penyakit yang diserang bila tidak memiliki jamban dan

sebagainya, supaya warga dapat berpikir positif dan mengubah prilaku mereka

untuk memiliki jamban keluarga. Terkadang warga menunggu bantuan dari

pemerintah padahal jika di lihat dari segi ekonomi mampu untuk memiliki

jamban keluarga.

B. Hasil Penelitian

Dari hasil yang sudah dilaksanakan pada tanggal 06 Agustus 2018 sampai

dengan 09 Agustus 2018, didapat hasil sebagai berikut :

1. Karastristik Responden

TABEL 5.1
KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN PEKERJAAN
KEPALA KELUARGA DESA PANIGAH KECAMATAN MUARA BATU
KEBUPATEN ACEH UTARA.

No Pekerjaan Frekuensi Presentase


1 Petani 101 78 %
2 Wiraswasta 27 21 %
3 PNS 2 1%
JUMLAH 130 100 %

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa Mayoritas Responden

terhadap pekerjaan petani yaitu 78 %.


35

TABEL 5.2
KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN PENDIDIKAN
KEPALA KELUARGA DI DESA PANIGAH KECAMATAN MUARA
BATU KABUPATEN ACEH UTARA

No Pendidikan Frekuensi Presentase


1 SD 39 30 %
2 SMP 23 17 %
3 SMA 53 41 %
4 DIPLOMA 10 8%
5 SARJANA 5 4%
JUMLAH 130 100 %

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa Mayoritas

Responden terdapat pada pendidikan SMA ( 41 % ), Dan paling terendah

pada pendidikan Sarjana yaitu hanya 4 %.

2. Kepemilikan Jamban

TABEL 5.3
DISTRIBUSI FREKUENSI KETIDAK KEPEMILIKAN JAMBAN
KELUARGA DI DESA PANIGAH KECAMATAN MUARA BATU
KABUPATEN ACEH UTARA

No Jamban Frekuensi Presentase


1 Memiliki jamban 40 31 %
2 Tidak memiliki jamban 90 69 %
JUMLAH 130 100 %

Berdasarka Tabel diatas dapat dilihat yang mempunyai jamban

hanya memiliki 31 % sedangkan selebihnya tidak mempunyai jamban

keluarga yaitu mencapai 90 kepala keluarga ( 69 % ).


36

3. Keadaan Jamban

TABEL 5.4
DISTRIBUSI FREKUENSI KEADAAN JAMBAN DI DESA PANIGAH
KECAMATAN MUARA BATU KABUPATEN ACEH UTARA

No JAMBAN Frekuensi Presentase


1 Memenuhi Syarat 13 32,5 %
2 Tidak memenuhi syarat 27 67,5 %
JUMLAH 40 100 %

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa yang memenuhi

syarat jamban keluarga yaitu hanya 13 KK ( 32,5 % ) sedangkan tidak

memenuhi syarat mencapai 67,5 %.

4. Jenis - Jenis Jamban

TABEL 5.5
DISTRIBUSI MACAM-MACAM JAMBAN KELUARGA DI DESA
PANIGAH KECAMATAN MUARA BATU KABUPATEN
ACEH UTARA

No MACAM-MACAM Frekuensi Presentase


JAMBAN
1 Cemplung 7 17,5 %
2 Leher Angsa 33 82,5 %
JUMLAH 40 100 %

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat macam-macam jamban

yaitu jamban cemplung mencapai 17,5 %, Leher Angsa mencapai 82,5 %,

sedangkan yang paling banyak yang tidak mempunyai jamban.


37

C. Pembahasan

Dari hasil pengolahan data didapatkan bahwa gambaran tentang

ketidak kepemilikan jamban di Desa Panigah Kecamatan Muara Batu

Kabupaten Aceh Utara Tahun 2018 mempunyai presentase 31% yang

mempunyai jamban sedangkan yang tidak mempunyai jamban mencapai 69

% dan di Desa Panigah banyak sekali masyarakat yang memiliki jamban

tidak memenuhi syarat yaitu 90 % yang memenuhi syarat hanya mempunyai

10 % saja. Menurut penulis hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan

tentang kepemilikan jamban yang sesungguhnya, penyakit-penyakit yang

disebabkan oleh tinja, kurangya pengetahuan dapat dilihat dari pendidikan

yang mayoritas hanya sampai SMA saja. Factor yang lain dikarenakan tidak

memiki jamban yaitu dengan pendapatan menegah ke bawah, mayoritas

sebagai petani mencapai 101 Kepala keluarga ( 78 % ) sehingga masyarakat

tidak menghiraukan tempat penbuangan tinja, mereka berpikir ada untuk

makan, untuk anak sekolah juga syukur. Yang mempunyai jamban hanya

mencapai 40 Kepala keluarga selebihnya membuang hajat di tempat tetangga

dan ada juga masih membuang kotoran di kebun belakang rumah kadang-

kadang ada yang membuat WC terbang ( membuang kotoran kedalam plastic

dan melempar ketempat sampah).

Menurut Green perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa factor, selain pengetahuan prilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh

kepercayaan, tradisi. Disini factor pendorong juga berperan yaitu kesediaan

sumber atau fasilitas yang memadai. Penduduk Indonesia yang menggunakan


38

jamban sehat hanya 54 % saja padahal menurut studi menunjukkan bahwa

penggunaan jamban sehat dapat mencegah penyakit diare sebesar 28 %

demikian penegasan Menteri Kesehatan dr.Achmad Sujudi.masyarakat tidak

hanya memikirkan sulitnya lokasi dalam pembuatanjamban tetapi juga sarana

dan prasarana dalam pembuatan jamban tersebut. Mahalna bahan bangunan

membuat masyarakat enggan berfikir untuk membuat jamban, masyarakat

lebih memilih untuk buang air besar di rawa belakang rumah atau di atau di

kebun.

Kebiasaan juga hal yang sangat berkaitan untuk tidak memiliki

jamban, karena mengubah kebiasaan adalah sebuah hal yang terlihat sepele,

tetapi amat sulit jika ingin kita lakukan. Saya mengalami kesulitan dalam

mengubah kebiasaan, terutama ketika sebuah kebiasaan telah berganti

menjadi sebuah kenyamanan. Tentunya kita akan merasa ganjil jika kebiasaan

kita tersebut tidak kita laksanakan. Di Desa Panigah umumnya memiliki

kebiasaan yang buruk, hal ini didukung oleh factor kemalasan dan sudah

membudayakannya kebiasaan buang air besar di sembarang tempat.


39

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan tentang Gambaran tentang

Ketidak Kepemilikan Jamban Keluarga dengan jumlah responden 130 Kepala

Keluarga yang di laksanakan dari tanggal 06 Agustus 2018 sampai dengan 09

Agustus 2018 di desa Panigah Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara,

maka penulis dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Tingkat ketidak kepemilikan jamban di Desa Panigah Kecamatan Muara

Batu Kabupaten Aceh Utara mencapai 90 Kepala Keluarga yaitu 69 %,

Sedangkan yang Mempunyai jamban hanya mencapai 31 % ( 40 KK ).

2. Tingkat kelayakan Pemakaian jamban atau memenuhi syarat hanya

mencapai 13 KK ( 10 % ) dan mayoritasnya tidak memenuhi syarat adalah

117 Kepala Keluarga Mencapai hingga 90 %.

3. Dua jenis jamban yang terdapat di Desa Panigah yaitu jenis cemplung

mencapai 7 KK ( 17,5 % ) dan juga ada yang leher angsa mencapai 82,5 %

( 33 KK ).

4. Masyarakat di desa Panigah Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara

mempunyai kebiasaan buruk terhadap kepemilikan jamban keluarga.


40

B. Saran

Dengan memperhatikan hasil penelitian dengan segala keterbatasan yang

dimiliki peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Perlu peran pemerintah daerah dalam program pembuatan jamban gratis

dan penyuluhan yang telah dijalankan pemerintah pusat.

2. Perlu dilakukan perubahan kebiasaan terhadap buang air besar disembarang

tempat dan bahaya yang ditimbulkan dari buang air besar di sembarang

tempat.
41

DAFTAR PUSTAKA

Ana, 2007. Sarana Sanitasi. Jakarta : ECG

Arif, 2009. Kesehatam Lingkungan. Jakarta : Salemba Medika

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Budiarto, E. (2002). Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.


Bandung : Alumni

Dinkes Aceh, 2017. Profil Keehatan Masyarakat.

Entjang, 2000. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Jamban Umum


Bagi Rumah Tangga / Belum Mempunyai Jamban Pribadi.(Internet),
Tersedia dalam <http//blogspot.com/2000/>. Diakses 24 Mei 2018.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam, 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Seramat, 2003. ( internet ) Pembuangan Tinja, Tersedia dalam : http://Kesehatan.


Kompasiana.com/( Diakses 28 Mei 2018).

, http://jojo-fakultaskesehatanmasyarakat.blogspot.co.id/p/blogpage.html

,http://www.indonesia-publichealth.com/syarat-jamban-keluarga.

,https://inspeksisanitasi. Blogspot.co.id/2012/10/sanitasi-jamban.html.
42

Anda mungkin juga menyukai