Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Studi Retrospektif
JOURNAL READING
Oleh:
Pembimbing
JOURNAL READING
Dipresentasikan oleh:
Telah dipresentasikan
Pada Forum Pertemuan Ilmiah Bedah Anak
Pada : Mei 2019
Pembimbing
ABSTRAK
Latar Belakang: Walaupun STEP (serial transverse enteroplasty) meningkatkan
fungsi dilatasi short bowel, ada proporsi signifikan sejumlah pasien yang
memerlukan operasi ulang.
Tujuan: Untuk menentukan alasan mendasar ketidakberhasilan STEP, peneliti
membandingkan karakteristik mukosa usus halus antara short bowel pada
prosedur STEP awal dan ulangan pada anak-anak dengan Short Bowel Syndrome
Pasien dan Metode: Lima belas anak-anak dengan SBS, 13 pasien menjalani
operasi pertama sedangkan 7 pasien menjalani operasi ulangan dengan sampel full
thickness bowel dengan usia median 1.5 tahun (IQR 0.7–3.7). Spesimen kemudian
dianalisis secara histologis baik dari morfologi mukosa, inflamasi mukosa dan
ketebalan muskuler. Proliferasi mukosa dan apoptosis dianalisis dengan MIB1 dan
imunohistokimia.
Hasil: Nilai median panjang small bowel meningkat 42% dengan inisial STEP
dan 13% dengan STEP ulangan (p=0.05), sedangkan pemasukan kalori enteral
meningkat dari 6% menjadi 37% (p=0.07) selama 14(12-42) bulan diantara kedua
prosedur. Inflamasi mukosa yang abnormal baik pada STEP inisial (69%) maupun
STEP ulangan (86%, p=0.52). Tinggi vili, kedalaman kripta, proliferasi enterocyte
dan apoptosis sama dengan keebalan muskuler dapat dibandingkan pada STEP
pertama maupun ulangan (pN 0.05 untuk semua). Pasien tang membutuhkan
STEP ulangan cenderung lebih muda (p=0.057) dengan sel kripta yang apoptosis
lebih sedikit (p=0.031) pada STEP pertama. Tidak adanya valvula ileocaecal
berhubungan dengan peningkatan jumlah leukosit intraepitelial dan penurunan
index proliferasi sel kripta (p=0.05 untuk keduanya)
Kesimpulan : Tidak ada hiperplasia mukosa adaptif atau perubahan muskuler
antara STEP pertama dan STEP ulangan.
Inflamasi persisten dan kurangnya pertumbuhan mukosa berkontribusi pada
disfungsi usus yang berkelanjutan pada SBS anakyang membutuhkan prosedur
STEP ulangan, terutama setelah valvula ileocaecal hilang
Short bowel syndrome (SBS) merupakan pernyebab utama kegagalan usus dan
kebutuhan jangka panjang nutrisi parenteral. SBS biasanya berkaitan dengan
komplikasi serius termasuk kegagalan usus yang berhubungan dengan penyakit
hati, episode sepsis dan kehilangan akses vena. Sebagian pasien SBS mengalami
dilatasi abnormal dari sisa usus, yang dapat memprediksikan pemanjangan
penggunaan nutrisi parenteral dan penurunan survival.
Patofisiologi adaptasi dilatasi usus halus masih belum jelas, namun adanya
diagnosis atresia merupakan faktor predisposisi utama. Bukti terkini menyarankan
bahwa dilatasi berlebihan menjadi predisposisi terjadinya kerusakan mukosa dan
infeksi usus melalui aliran darah secara sekunder menyebabkan peningkatan
inflamasi dan permeabilitas mukosa.
Operasi Autologous intestinal reconstruction (AIR) termasuk serial transverse
enteroplasty (STEP) sudah sering digunakan untuk meningkatkan fungsi dilatasi
usus halus dengan menjaga kaliber normal usus dengan secara simultan
meningkatkan panjangnya. Sayangnya 40%-80% pasien membutuhkan operasi
ulangan terutama karena untuk redilatasi usus halus setelah STEP inisial,
menunjukkan kekurangan fungsi utama operasi ini.
Perlunya pengulangan STEP berhubungan dengan tidak adanya valvula
ileocaecal, menunjukan bahwa regio anatomis ini bisa mengatur pertumbuhan
usus, motilitas dan meningkatkan mikrobiota yang mana menyebabkan
berulangnya dilatasi dan terjadinya efek samping STEP. Bagaimanapun, alasan
mendasar kegagalan STEP masih belum jelas, disamping tidak adanya data
histologis usus pada pasien-pasien ini. Pada akhirnya, peneliti memeriksa
histologi inflamasi usus, morfologi mukosa, proliferasi dan apoptosis enterosit
sebagaimana ketebalan otot pada sampel usus halus dengan ketebalan utuh yang
didapatkan dari anak-anak dengan SBS selama periode STEP inisial maupun
ulangan.
1. Metode
1.1. Etika
Universitas Michigan Review Board sudah menyetujui penelitian ini. Persetujuan
tertulis untuk penelitian jaringan diterima dari semua pasien dan atau yang
merawat pasien semua prosedur dikerjakan.
1.2. Pasien
Total ada 26 prosedur STEP yang dikerjakan di Rumah Sakit Anak Michigan Mott
antara 2003 sampai 2014.
Indikasi dilakukan prosedur STEP adalah dilatasi usus halus yang abnormal
dengan penggunaan parenteral nutrisi yang tidak menunjukkan kemajuan. Pasien
dengan sampel usus halus full thickness yang didapatkan selama operasi STEP
untuk analisis patologis masuk dalam penelitian ini. Spesimen usus dianalisis di
Helsinki University Children’s Hospital.
Data latar belakang pasien, termasuk usia kehamilan dan berat lahir, penyebab
SBS, panjang dan anatomi usus yang tersisa, usia saat dilakukan prosedur STEP,
panjang usus pre dan post STEP, persentasi total kalori harian yang diperoleh dari
nurisi parenteral dan weaning off nutrisi parenteral semua didapatkan dari grafik
pasien. Prediksi panjang usus diperkirakan menggunakan normogram berdasarkan
usia.
Indeks proliferasi dan apoptosis baik pada kripta dan vili dapat dibandingkan pada
sampel-sampel yang diperoleh pada prosedur STEP inisial dan ulangan (Tabel 3,
Gambar 1). Hal penting, pasien yang tidak memiliki valvula ileocaecal memiliki
indeks sel MIB1 kripta yang lebih rendah [74% (59–83)] dibandingkan pasien
yang masih memiliki valvula ileocaecal [90% (88–90), p=0.025] (Gambar 2).
3. Pembahasan
Pada penelitian ini peneliti mempelajari karakteristik morfologi, proliferasi dan
inflamasi mukosa usus halus pada SBS anak yang menjalani prosedur STEP.
Penemuan utama peneliti menunjukkan meskipun panjang usus halus dan
toleransi enteral meningkat setelah STEP inisial, tidak ada bukti hiperplasia
mukosa adaptif atau perubahan muskuler yang diamati pada pasien yang
menjalani STEP yang gagal yang membutuhkan STEP ulangan dan nutrisi
parenteral. Inflamasi mukosa abnormal menetap setelah STEP inisial, yang dapat
berkontribusi menyebabkan disfungsi usus pada anak-anak yang membutuhkan
operasi bertahap. Pada akhirnya, tidak adanya valvula ileocaecal berhubungan
dengan peningkatan inflamasi mukosa dan penurunan proliferasi sel kripta.
Pada SBS dengan ketergantungan prosedur STEP nutrisi parenteral yang
memanjang merupakan operasi rekonstruksi usus autolog untuk pemanjangan
usus dan operasi bertahap bertujuan untuk meningkatkan fungsi usus dan
selanjutnya lepas dari nutrisi perenteral. Setelah STEP antara 30% dan 88% pasien
lepas dari parenteral nutrisi. Hasil dari prosedur STEP ulangan biasanya lebih
jelek, dilaporkan range lepas nutrisi parenteral antara 0% dan 55%.
Walaupun pada studi ini pasien-pasien tidak dapat lepas dari nutrisi parenteral
setelah STEP inisial yang menghasilkan peningkatan panjang usus halus sebnayk
42%, toleransi energi enteral meningkat dari 6% menjadi 36%.
Yang penting, dalam studi klinis sebelumnya tujuh dari delapan pasien jangka
panjang menghentikan nutrisi parenteral dan tidak perlu mengulangi STEP untuk
redilatasi [21].
Dengan demikian, apakah hiperplasia mukosa adaptif terjadi pada pasien yang
menjalani STEP yang berhasil tidak memerlukan operasi berulang tetap tidak
jelas. Memang, dilatasi usus halus yang abnormal telah terbukti berhubungan
dengan kadar plasma citrulline yang menurun, menunjukkan hal itu berlebihan
(re) dilatasi dapat mengganggu pertumbuhan mukosa setelah operasi STEP [4].
Dalam penelitian ini bukti peradangan histologis mukosa abnormal bertahan pada
pasien, yang perlu mengulangi STEP. Menariknya, tidak adanya katup ileocecal
dikaitkan dengan peningkatan infiltrasi leukosit intraepitel dan penurunan indeks
proliferasi sel kripta.
Temuan ini penting, karena peradangan mukosa usus dan kurangnya katup
ileocecal tampaknya memiliki peran utama dalam patofisiologi dilatasi usus halus
terkait adaptasi dan kegagalan usus terkait penyakit hati [4,23,24]. Studi klinis
terbaru menunjukkan bahwa tidak adanya katup ileocecal memprediksi perlunya
mengulangi STEP [13], sementara dilatasi usus kecil adaptif berlebihan dikaitkan
dengan peradangan usus, diukur dengan peningkatan calprotectin tinja, dan
dengan infeksi aliran darah yang diturunkan dari usus, yang tampaknya berperan
dalam mempromosikan peradangan hati dan kolestasis [4,23,25].
Dilatasi usus halus yang berlebihan menghambat motilitas usus propulsi, yang
pada gilirannya dapat mempengaruhi perubahan mikrobiota usus, peradangan dan
peningkatan permeabilitas epitel [4,5,26-28]. Lebih lanjut, pengurangan dari
dilatasi usus halus yang berlebihan secara signifikan menurunkan konsentrasi
calprotectin tinja ke tingkat normal di antara 17 pasien yang 71% disapih oleh 3,1
tahun setelah operasi, menunjukkan bahwa STEP yang berhasil membantu untuk
memperbaiki peradangan usus [29]. Pengamatan kami saat ini lebih lanjut
menunjukkan bahwa pada pasien dengan STEP pertama yang gagal dan perlunya
pembedahan berulang, inflamasi usus histologis bertahan mungkin berkontribusi
terhadap hasil fungsional yang tidak menguntungkan pada subkelompok pasien
ini [10,14].
Dengan demikian, dalam penelitian ini tidak ada pasien yang menjalani STEP
berulang mencapai otonomi enteral. Peningkatan peradangan mukosa dan
penurunan proliferasi sel crypt sel mukosa seperti yang diamati di sini setelah
pengangkatan katup ileocecal, dapat mencerminkan mekanisme patofisiologis
penting yang menjelaskan mengapa tidak ada katup ileocecal menjadi predisposisi
untuk mengulangi STEP [13].
Operasi pengangkatan daerah ileocecal dapat mendorong proliferasi mikrobiota
kolon yang tidak terkontrol dalam usus halus yang tersisa setelah kehilangan
kompartementalisasi antara usus besar dan kecil dan mempengaruhi motilitas dan
pertumbuhan mukosa dengan mengurangi sekresi beberapa peptida
enteroendokrin fisiologis seperti glukagon ysng menyerupai peptida 2 [ 30].
Selain tidak adanya katup ileocecal, usia muda dan penurunan apoptosis sel crypt
pada STEP pertama tampaknya berhubungan dengan kebutuhan untuk operasi
berulang, menunjukkan bahwa operasi STEP awal mungkin merupakan
predisposisi untuk hasil yang tidak menguntungkan. Secara keseluruhan, temuan
ini menunjukkan bahwa STEP harus ditunda melampaui periode adaptasi
fisiologis yang paling aktif.
Kami mengakui banyak keterbatasan penelitian ini, termasuk kurangnya kontrol
yang sehat, kelompok kontrol pasien IF yang dapat menghentikan PN setelah
prosedur STEP, pengukuran aktual diameter usus halus dan penilaian simultan
mikrobiota usus. Karena desain penelitian retrospektif kami juga tidak dapat
menghubungkan indikasi operasi individu tertentu dengan hasil.