Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK

PENGKAJIAN KELUARGA PADA BUDAYA BATAK


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Transcultural Nursing
Dosen Pengampu: Bapak Syamsul Fidaus, S.Kp, M.Kes

Disusun Oleh:

Kelompok 3

1. Helda Maghfurah P07120117054

2. Muhammad Erdin Firdaus P07120117062

3. Muhammad Riza Rahmadi P07120117065

4. Nurrany Fitriani P07120117072

5. Raudatul Aulia P07120117075

6. Retno Anitasari P07120117076

7. Saniah P07120117080

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

2019
ASKEP TRANSKULTURAL NURSING KEBUDAYAAN KELUARGA BATAK

A. Pengertian
Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture, Trans
berarti alur perpindahan , jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus , melalui.
Cultur berarti budaya . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti :
1. Kebudayaan , cara pemeliharaan , pembudidayaan.
2. Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok
dan diteruskan pada generasi berikutnya , sedangkan cultural berarti : Sesuatu yang
berkaitan dengan kebudayaan.
3. Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat.

Kazier Barabara ( 1983 ) dalam bukuya yang berjudul Fundamentals of Nursing Concept
and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan perawatan yang
merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan
ilmu humanistic , philosopi perawatan, praktik klinis keperawatan , komunikasi dan ilmu
sosial . Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi
target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio – psycho – social – spiritual . Oleh
karenanya , tindakan perawatan harus didasarkan pada tindakan yang komperhensif sekaligus
holistik.
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai
manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma , adat istiadat menjadi acuan
perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan yang berlangsung lama
dalam suatu tempat , selalu diulangi , membuat manusia terikat dalam proses yang
dijalaninya . Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari
suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter , pola pikir , pola interaksi
perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi
keperawatan ( cultural nursing approach ).
Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema
kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal
dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan
sebagai Batak adalah: Batak Toba,Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak
Angkola, dan Batak Mandailing.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi
ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme
(disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah
semakin berkurang. Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui
kapan.

1. Aspek Demografi
Orang-orang Batak atau orang-orang Sumatera Utara merupakan kelompok etnis yang
terdiri dari pribumi asal Sumatera Utara,pribumi pendatang ke daerah Sumatera Utara,dan
warga Negara keturunan asing.Menurut catatan kantor sensus dan statistika Provinsi
Sumatera Utara,dalam tahun 2000 tercatat jumlah penduduk Sumatera Utara 7.632.955
jiwa,dengan perincian 7.252.820 warga Negara Indonesia dan 380.135 orang Negara
asing.ibu kota Sumatera Utara adalah Medan.
Dilihat dari struktur usia penduduk,Kota Medan dihuni lebih kurang 1.266.696 jiwa yang
berusia produktif (15-59 tahun).Selanjutnya,berdasarkan tingkat pendidikan,91,88%
penduduk telah mengenyam pendidikan dasar dan menenah,mulai dari tingkat SLTA,SMP
dan SD serta 8,12% jenjang perguruan tinggi.Dengan demikian,Kota Medan cukup memiliki
tenaga kerja yang dapat bekerja di berbagai jenis perusahaan,seperti jasa,perdagangan,dan
manufaktur.
Umumnya di Sumatera Utara,gerakan perpindahan penduduk terjadi di daerah pedalaman
ke daerah pantai,terutama ke daerah pantai timur provinsi ini.Pada masa sebelumnya perang
kemerdekaan,perpindahan tersebut tidak terlalu cepat,hanya sedikit urbanisasi ke kota-kota di
tepi pantai,terutama karena dorongan ingin mencari mata pencaharian.Tanah Deli merupakan
tumpuan utama sehingga pernah mendapat julukan sebagai “Tanah Dolar”.
Setelah berakhirnya perang kemerdekaan,gerakan perpindahan penduduk terjadi dari
daerah pedalaman ke daerah pantai,terutama karena didorong ingin mencari mata
pencaharian dan hasrat menuntut ilmu yang tinggi.Mobilitas perpindahan itu makin
dipercepat dengan semakin baiknya sarana transportasi dan komunikasi.
Pada beberapa tahun terakhir ini,penduduk Sumatera Utara cenderung mengelami
pertambahan tetap.Artinya,pertambahan jumlah penduduk dari tahun ke tahun naik antara
100.000 dan 200.000 orang pertahun.
Selanjutnya, kepadatan penduduk di kota-kota besar cenderung lebih padat dari
kabupaten-kabupaten. Umumnya, kepadatan di kabupaten-kabupaten kurang dari 1000/km2
dengan luas wilayah maksimum 16.102 km2 (Tapanuli Selatan) dan minimum 2.349 km2
(Kabupaten Karo). Di kota-kota kepadatan maksimum 20.628 jiwa/km2 dengan minimum 1,7
km2 (Kodya Tanjung Balai) atau kepadatan minimum 3.689 jiwa/km2 dengan luas 17,1 km2
(Kodya Binjai).

2. ASPEK PSIKOSOSIAL
a. Perbedaan kelas social
Stratifikasi social orang Batak di dalam kehidupan sehari-hari mungkin tidak terlihat
jelas. Strafikasi social orang Batak dibedakan berdasarkan tiga prinsip berikut.
1. Perbedaan usia
2. Perbedaan pangkat dan jabatan
3. Perbedaan sifat keaslian
Pelapisan social berdasarkan perbedaan usia terlihat dalam hubungan adat yang ada
dalam masyarakat. Dalam hubungan masalah-masalah adat, hanya orang-orang tua yang ikut
serta, sedangkan orang-orang muda tidak ikut campur. Bahkan, dalam masalah warisan,
anak-anak akan diwakilkan oleh orangtuanya. Setelah anak tersebut dewasa, hak tersebut
baru dikembalikan kepadanya. Dalam persoalan pekerjaan adat, tetapi anak-anak tidak
mempunyai pekerjaan apa pun.
System pelapisan social berdasarkan pangkat dan jabatan terlihat dalam kehidupan sehari-
hari. Dahulu keturunan bangsawan selalu diutamakan kedudukan dan peranannya dalam
masyarakat. Mereka diutamkan dalam adat, pembagian daging atau “jambar”, dan tempat
duduknya di tengah-tengah pertemuan apa pun. Pada dasarnya, orang-orang bangsawanlah
yang menentukan segala persoalan kemasyarakatan dalam adat. Tingkatan kedudukan yang
teratas ini pada masyarakat Simalungun disebut “partongah” atau “puang”. Pada masyarakat
Mandailing, juga terdapat lapisan masyarakat, seperi “namora” dan bangsawan. Namora-
namora dan orang-orang bangsawanlah yang memegang peranan dalam soal-soal adat dan
hokum.
Pada masyarakat Nias juga terdapat lapisan masyarakat yang terdiri atas beberapa lapisan
yang disebut kasta. Kaum bangsawan merupakan lapisan masyarakat yang paling atas dan
budak adalah lapisan paling bawah. Pergaulan dibatasi hanya dalam satu golongan. Pergaulan
dengan golongan lain seperti golongan atas ke golongan bawah dianggap hina. Sebaliknya,
bila seseoaranf dari tingkatan yang lebih rendah menaikkan tingkatnya, ia harus mengadakan
upacara adat. Pada masyarakat Melayu, juga ada pembagian lapisan masyarakat. Lapisan
bangsawan adalah kelas paling atas, termasuk didalamnya Sultan dan Tengku. Kaum
bangsawan ini menguasai seluruh daerah Sumatera Timur pada masa penjajahan Belanda.
Sesudah proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, perbedaan-perbedaan golongan di daerah
Sumatera Utara sudah dihapuskan. Perbedaan tersebut sebenarnya adalah ciptaan penjajah
Belanda untuk menjalankan polotik devide et impera di Indonesia. Akan tetapi, dengan jiwa
dan semangat juanga angkatan 45, perbedaan golongan dalan masyarakat dihapus karena
tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berjiwa kekeluargaan.
Pembagian lapisan lain yang membatasi golongan-golongan dalammasyarakat, antara lain
petani, pedagang, pegawai, dan buruh. Dalam ruang social modern sekarang ini, mobilitas
social merupakan arus yang bebas.
Pada masyarakat Batak, orang yang mula-mula mendirikan sebuah kampong dinamakan
“marga tanah” dan orang yang dating kemudian dinamakan “marga parripe”. Umumnya,
“marga parripe” adalah marga-marga lain dari “marga tanah” sering marga parripe ini adalah
kemenakan darai “marga tanah” itu sendiri.
Dahulu , “marga tanah” lebih tinggi kedudukannya ditengah-tengah masyarakat. Tidak
hanya memegang pimpinan dalam bidang pemerintahan, tetepi juga adat dan kepercayaan.
Marga pendatang harus tunduk marga tanah.
Walaupun menurut peraturantidak ada lagi perbedaan kedudukan setiap warga
Negara, dalam praktek sehari-hari masih sering terlihat adanya sisa-sisa pengaruh lama.
“marga tanah” selalu di utamakan dalam masyarakat. Umumnya, marga tanah masih
mempunyai pengaruh besar untuk mempengaruhi menduduki posisi dalam masyarakat.
Terlebih lagi dalam masyarakat dalam pedesaan, masih terasa pengaruh tersebut. Kuat
lemahnya pengaruh lama tersebut tergantung pada dinamika dan cara berfikir masyarakat
setempat. Makin cepat dinamika suatu masyarakat semakin cepat penghapusan perbedaan
tersebut
b. Bentuk-bentuk keluarga batak dan system ikatan kekerabatan
Pengertian “keluarga” yang lebih luas adalah kerabat yang terdiri dari beberapa gezin.
Keluarga Batak terdiri dari Karo, Simalungun, Fakfak (Dairi), Tapanuli Selatan (Natal)
Tapanuli Tengah (Sibolga). Pada umumnya, dalam keluarga Batak tersebut sekurang-
kurangnya ada tiga unsure yang terjalin dalam “Dalihan Na Tolu” atau Tri Tengku. Dalam
sikap sehari-hari Dalihan Na Tolu diatur sedemikian rupa sebagai berikut.
1) Manat Mardongan Tubu. Artinya, kita harus bersikap hati-hati kepada dongan tubu agar
tidak menyinggung perasaannya. Kita minta penjelasan dan pendapat dalam segala
sesuatu. Jangan pernah kita memperlakukan seolah-olah dongan tubu itu tidak penting
karena semua suka duka menjadi tanggung jawab dari dongan sabutuha (saudara satu ayah
satu ibu )
2) Somba Maehula-hula. Artinya, kita harus merendah diri pada hula-hula dan selalu
menghormati dengan setinggi-tingginya karena semua rejeki, hamoroan dan hangabeon
ada karena restu dari hula-hula. Siapa pun yang tidak hormat kepada hula-hula akan
mendapat celaka. Kita harus mem berikan segala permintaan hula-hula agar tidak terkutuk.
3) Elek Marboru. Artinya, kita harus bersikap membujuk, membimbing, dan memaafkan
kepada boru. Barulah yang diharapkan dapat membantu segala pekerjaan kita, baik berupa
tenaga atau materi. Jadi, kalau boru bersalah, kita tidak boleh terlalu marah agar ia tidak
menjauh. Bila perlu, boru di bujuk dengan membawa makanan (dengke=ikan) agar jangan
marah lagi.
Pada masyarakat batak masih terdapat beberapa rumah tangga dalam satu rumah besar \,
misalnya “rumah bolon” (Simalungun, Toba) seperti di Tanah Karo. Di kampong Lingga
masih masih terdapat rumah tangga tinggal dalam satu rumah besar yang merupakan keluarga
luas virilokal.
Rumah tangga virilokal di masyarakat Batak bermakna ganda, yaitu pertama virilokal di
masyarakat batak arti tinggal dalam “rumah bolon” bersama orangtuanya setelah menikah
dan kedua adalah virilokal tertentu untuk anak yang bungsu. Menurut hokum kebapaan pada
adat Simalungun, anak laki-laki yang bungsu telah ditentukan mewarisi rumah orangtua.oleh
karena itu, setelah menikah, ia tinggal bersama orangtuanya. Bila orang tuanya meninggal
dunia, dengan sendirinya rumah yang ditempatinya itu diwariskan kepadanya.
Selama hidup bersama ibu dan bapak atau mertua, pasangan suami istri di berikan
berbagai bimbingan, nasihat, contoh-contoh baik dan lain-lain. Setelah sekian lama hidup
dengan orangtua dan merasa rumah tangga baru tersebut sudah mampu berdiri sendiri,
barulah mereka dimerdekakan (ipajae). Dalam rangka “pajaehon” atau memerdekakan rumah
tangga baru tersebut, mereka dibekali dengan berbagai alat-alat rumah tangga, antara lain satu
periuk, satu kuali, dua piring, dua mangkok,satu pisau, satu cangkul, satu tumba beras, dan
satu kaleng padi. Pemberian alat-alat ini hanya berupa simbolik menurut adat.
Hubungan dengan orangtua atau mertua sudah berbeda dengan sebelumnya. Bila
sebelumnya mereka bebas mengambil apa saja yang mereka sukai di rumah orangtuanya,
setelah dimerdekakan mereka dapat memperolehnya dengan cara meminta, meminjam, dan
membelinya bila perlu.
Kedudukan rumah tangga baru ini sepenuhnya memiliki peran sendiri dalam hubungan
adat ditengah-tengah kerabatnya. Kedudukan dalam adat ditentukan oleh kelompok kerabat
yang di sebut “Dalihan Na Tolu”.
Kedudukan suami sebagai kepala rumah tanggal adalah yang tertinggi, tetapi dalam
mengambil keputusan harus dimusyawarahkan bersama istri yang disebut “Riah Tongah
Jabu”
c. Nilai-nilai dan Startegi Koping
System kepercayaan kuno di daerah Batak Toba dan Karo yang masih dianut oleh
sebagian penduduk sampai sekarang berpangkal darikepercayaan tentang adanya pencipta
dan ciptaannya. Pembagian alam atas tiga bagian dunia tentang roh, dan makhluk-makhluk
halus lainnya, ramalan, korban, dan kepercayaan tersebut dapat disimpulkan menjadi tiga
bagian, yaitu:
1. Dunia dewa-dewa pencipta ((kosmologi dan kosmogoni),
2. Konsepsi tentang roh, dan
3. Kepercayaan tentang hantu, begu, atau jin.
Menurut kepercayaan animisme Batak, dunia terbagi atas tiga bagian yakni dunia atau
‘benua” (benua toru, benua tonga, dan benua ginjang) atau ‘benua bawah, benua tengah,
benua atas’. Benua atas memiliki tujuh lapisan dan disinilah rumah dewa-dewa serta keluarga
bengu dan jin. Ketiga pembagian ini sebenarnya tidak mutlak karena di benua tengah juga
begu. Tuhan yang tertinggi bagi suku Batak adalah “Mula Jadi Na Balon”, yakni pemula dari
segalanya atau diolah menjadi pemula sendiri. Akan tetapi, setelah Belanda dating di daerah
Toba, mayoritas masyarakat Batak beragama Kristen dan sebagian beragama islam meskipun
sampai sekarang masih ada yang menganut kepercayaan nenek moyangnya.
Pada masyarakat Batak yang patrilineal, anak perempuan tidak berhak menjadi ahli waris.
Sebagai imbalan, anak perempuan wajib disekolahkan, diberi uang belanja, dan dikawinkan
oleh orangtuanya apabila telah ditemu jodohnya. Perempuan tidak berhak mewarisi, tetapi
sebaliknya, mempunyai hak untuk dirawat, disekolahkan, dan dikawinkan. Hal ini merupakan
system yang bersesuaian. Bila yang satu diubah, yang lainnya harus diubah pula. Sebagai
contoh, bila si perempuan berhak mewarisi, kewajiban membelanjai harus ditiadakan.
Kebelakangan ini ada kecenderungan untuk memberi sesuatu kepada anak perempuan
seperti dalam istilah Batak “Pauseang”. Hal tersebut tidak ditafsirkan sebagai warisan.
Pemberian ini dianggap sebagai tanda kasih sayang, bukan warisan. Nilai-nilai dan strategi
koping yang digunakan oleh masyarakat Batak adalah sebagai berikut.
1. Menghormati yang lebih tua
2. Memecahkan masalah dengan musyawarah
3. Suami sebagai kepala rumah tangga, tetapi dalam mengambil keputusan harus
mendiskusikan terlebih dahulu dengan istri dan anaknya.
3. ASPEK BUDAYA
a. Nilai Budaya
1. Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian
Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang
dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang
menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis
disebut Boru.
2. Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan
yang baik-baik.
3. Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan
meterial.
4. Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan
sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban
oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.
Aspek kehidupan orang batak dikelompokkan dalam Sembilan nilai budaya sebagai
berikut.
1. Kekerabatan mencakup hubungan suku dan kasih sayang berdasarkan hubungan darang
dan kerukunan.
2. Religi mencakup kehidupan keagamaan, baik agama warisan nenek moyang maupun
agama yang dating dari luar, yang mengatur hubungan dengan Maha Pencipta serta
hubungan antara manusia dan lingkingan.
3. Hagabean mencakup lengkapnya putra-putri, banyaknya jumlah keturunan, dan
panjangnya umur.
4. Kehormatan mencakup kemuliaan, wibawa, dan karisma.
5. Kemajuan diraih dengan jalan merantau dan menuntut ilmu.
6. Norma dan hukum.
7. Kekayaan lahir batin.
8. Pengayoman.
9. Konflik menyangkut perjuangan mempertahankan dan memperjuangkan keseimbangan
aspek di atas.
b. Unsur Budaya
a. Bahasa
Rumpun bahasa Batak adalah sekelompok bahasa yang dituturkan di Sumatera Utara.
Kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok yang dijuluki Northwest Sumatra-Barrier
Islands dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia.
Bahasa Batak mempunyai aksara bernama Surat Batak
b. Pengetahuan
Arti “ sakit “ bagi orang Batak adalah keadaan dimana seseorang hanya berbaring ,
dan penyembuhannya melalui cara – cara tradisional , atau ada juga yang membawa
orang yang sakit tersebut kepada dukun atau “ orang pintar “. Dalam kehidupan
sehari – hari orang batak , segala sesuatunya termasukmengenai pengobatan jaman
dahulu , untuk mengetahui bagaimana cara mendekatkan diri pada sang pencipta agar
manusia tetap sehat dan jauh dari mara bahaya.
Bagi orang batak , di samping penyakit alamiah , ada juga beberapa tipe spesifik
penyakit supernatural , yaitu :
- Jika mata seseorang bengkak ,orang tersebut diyakini telah melakukan perbuatan
yang tidak baik ( mis : mengintip ) . Cara mengatasinya agar matanya tersebut
sembuh adalah dengan mengoleskan air sirih.
- Nama tidak cocok dengan dirinya ( keberatan nama ) sehingga membuat orang
tersebut sakit.
Cara mengobatinya dengan mengganti nama tersebut dengan nama yang lain , yang
lebih cocok dan didoakan serta diadakan jamuan adat bersama keluarga.
- Ada juga orang batak sakit karena tarhirim
Mis : seorang bapak menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya , tetapi
janji tersebut tidak ditepati . Karena janji tersebut tidak ditepati , si anak bisa menjadi
sakit.
- Jika ada orang batak menderita penyakit kusta , maka orang tersebut dianggap
telah menerima kutukan dari para leluhur dan diasingkan dalam pergaulan
masyarakat.
Di samping itu , dalam budaya batak dikenal adanya “kitab pengobatan” yang isinya
diantaranya adalah , Mulajadi Namolon Tuhan Yang Maha Esa bersabda :
“ Segala sesuatu yang tumbuh di atas bumi dan di dalam air sudah ada gunanya
masing – masing di dalam kehidupan sehari – hari , sebab tidak semua manusia yang
dapat menyatukan darahku dengan darahnya , maka gunakan tumbuhan ini untuk
kehidupan”

c. Teknologi
Di dalam kehidupan Si raja Batak dahulu ilmu pengobatan telah ada , mulai sejak dalam
kandungan sampai melahirkan.
1. Obat mulai dari kandungan sampai melahirkan
- Perawatan dalam kandungan : menggunakan salusu yaitu satu butir telur ayam
kampung yang terlebih dahulu di doakan
- Perawatan setelah melahirkan : menggunakan kemiri , jeruk purut dan daun sirih
- Perawatan bayi : biasanya menggunakan kemiri , biji lada putih dan iris jorango
- Perawatan dugu – dugu : sebuah makanan ciri khas Batak saat melahirkan yang diresap
dari bangun – bangun , daging ayam , kemiri dan kelapa.
2. Dappol Siburuk ( obat urut dan tulang )
Asal mula manusia menurut orang batak adalah dari ayam dan burung. Obat dappol si
buruk ini dulunya berasal dari burung siburuk yang mana langsung di praktikkan dengan
penelitian alami dan hamper seluruh keturunan Siraja Batak menggunakan obat ini dalam
kehidupan sehari – hari.
3. Untuk mengobati sakit mata.
Menurut orang batak , mata adalah satu panca indra sekaligus penentu dalam kehidupan
manusia , dan menurut legenda pada mata manusia berdiam Roh Raja Simosimin ,
Berdasarkan pesan dari si raja batak , untuk mengeluarkan penyakit dari mata ,
maukkanlah biji sirintak ke dalam mata yang sakit . Setelah itu tutuplah mata dan
tunggulah beberapa saat , karena biji sirintak akan menarik seluruh penyakit yang ada di
dalam mata . Gunakan waktu 1x 19 hari , supaya mata tetap sehat. Sirintak adalah
tumbuhan Batak yang dalam bahasa Indonesia berarti mencabut ( mengeluarkan ) , nama
ramuannya dengan sdama tujuannnya.
4. Mengobati penyakit kulit yang sampai membusuk
Berdasarkan pesan siraja batak untuk mengobati orang yang berpenyakit kulit supaya
menggunakan tawar mulajadi ( sesuatu yang berasal dari asap dapur ). Rumpak 7 macam
dan diseduh dengan air hangat.

Disamping itu , siraja batak berpesan kepada keturunannya , supaya manusia dapat
hidup sehat , maka makanlah atau minumlah : apapaga , airman , anggir , adolorab ,
alinggo , abajora , ambaluang , assigning , dan arip – arip. Dalam budaya batak juga
dikenal dengan adanya charisma , wibawa dan kesehatan menurut orang batak dahulu ,
supaya manusia dapat sukses dalam segala hal biasanya diwajibkan membuat sesajen
berupa : ayam merah , ayam putih , ayam hitam , ketan beras ( nitak ) , jeruk purut , sirih
beserta perlengkapannya.

Beberapa contoh pengobatan tradisional lainnya yang dilakukan oleh orang batak adalah
- Jika ada orang batak yang menderita penyakit gondok , maka cara pengobatannya
dengan menggunakan belau.
- Apabila ada orang batak yang menderita penyakit panas ( demam ) biasanya
pengobatannya dengan cara menyelimutinya dengan selimut / kain yang tebal
.
d. Oganisasi Sosial
a. Perkawinan
Perkawinan orang batak adalah eksogami marga, yaitu mengambil si gadis dari luar
marga. Menikah dengan orang semarga dilarang, tetapi menikah denga anak perempuan
saudara laki-laki ibu, marboru tondong/tulang(Simalungun), marboru tulang(batak Toba),
anak beru(Karo) justru dianjurkan, atau dianggap perkawinan yang ideal.
Perkawinan menurut patrilineal-eksogen menimbulkan beberapa ketentuan dan akibat
sebagai berikut.
 Harus ada sedikitnya tiga marga/klan
 Timbul perbedaan status atau kedudukan pihak pemberi gadis, tondong(Simalungun),
hula-hula(Toba), Kalibubu(Karo), Mora(Tapanuli Selatan), dengan penerima gadis, anak
boru(simalungun), anak boru(Toba), anak beru(Karo),dan anak Boru(Tapanuli Selatan)
b.Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta
atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu
marga.Ada pula kelompok kerabat yangdisebut marga taneh yaitu kelompok pariteral
keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya
nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu
kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak
saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu
disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat
prinsip yaitu :
a) perbedaan tigkat umur,
b) perbedaan pangkat dan jabatan,
c) perbedaan sifat keaslian dan,
d) status kawin.
e) Mata Pencarian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan
didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi
tidak boleh menjualnya. Selain tanahulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan.
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi,
babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar
danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu,
temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
f) Religi
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan. Agama
kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun demikian
banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mempertahankan konsep asli
religi penduduk batak.
Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh
Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama
sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal
dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa
dunia mahluk halus.
g) Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat
hiburan). Alat Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak
adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah,
upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara
menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang.
h) Hukum
Patik dohot uhum, aturan dan hukum. Nilai patik dohot dan uhum merupakan nilai yang
kuat di sosialisasikan oleh orang Batak. Budaya menegakkan kebenaran, berkecimpung
dalam dunia hukum merupakan dunia orang Batak.
Nilai ini mungkin lahir dari tingginya frekuensi pelanggaran hak asasi dalam perjalanan
hidup orang Batak sejak jaman purba. Sehingga mereka mahir dalam berbicara dan berjuang
memperjuangkan hak-hak asasi. Ini tampil dalam permukaan kehidupan hukum di Indonesia
yang mencatat nama orang Batak dalam daftar pendekar-pendekar hukum, baik sebagai
Jaksa, Pembela maupun Hakim.
i) Konflik
Dalam kehidupan orang Batak Toba kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada
pada Angkola-Mandailing. Ini dapat dipahami dari perbedaan mentalitas kedua sub suku
Batak ini. Sumber konflik terutama ialah kehidupan kekerabatan dalam kehidupan Angkola-
Mandailing. Sedang pada orang Toba lebih luas lagi karena menyangkut perjuangan meraih
hasil nilai budaya lainnya. Antara lain Hamoraon yang mau tidak mau merupakan sumber
konflik yang abadi bagi orang Toba.
j) Makanan
Keluarga Batak memiliki beragam jenis makanan khas yang dihidangkan pada waktu-
waktu tertentu. Masyarakat Batak selalu berusaha untuk makan bersama. Apabila masih ada
anggota keluarga yang belum dating, mereka bersama. Apabila masih ada anggota keluarga
yang belum dating, mereka akan menunggu untuk makan bersama. Sebelum mengadakan
suatu perkumpulan, mereka harus menyiapkan sesaji berupa indahan(nasi), pirai ni
minuk(telur ayam kampong), sitompion(sagu), lampet(tepung beras, kelapa,dan gula
dibungkus daun pisang lalu direbus), gambiri(kemiri), ansimun(mentimun), itak gur-
gur(tepung beras,kelapa,gula dikepel tanpa direbus), parbue(beras),pisang dan aek sitio-
tio(air putih). Sesaji ini diletakkan dalam mombang(sejenis tampah yang terbuat dari pelepah
dan daun enau atau kelapa), kemudian diberi asap bakaran kemenyan untuk mengiringi
tonggo.
Ada salah satu budaya yang tidak bisa lepas dari suku batak yaitu mengkonsumsi ikan
asin. Mayoritas orang Batak sangat suka makan ikan asin. Terutama yang tinggal di
Bonapasogit, semboyannya adalah : tiada hari tanpa ikan asin. Ikan asin sudah berjasa besar
mengentaskan jutaan orang Batak dari kemiskinan; mencetak sejumlah jenderal, menteri,
pejabat tinggi, pengusaha besar, dan menghasilkan sejuta sarjana. Jika mengikuti acuan
budaya pop, ikon masyarakat Batak modern adalah gulamo ataugambas (ikan asin); terutama
jenis kapala batu atau hase-hase.
Mayoritas orang Batak sangat suka makan ikan asin. Terutama yang tinggal di
Bonapasogit, semboyannya adalah : tiada hari tanpa ikan asin. Ikan asin sudah berjasa besar
mengentaskan jutaan orang Batak dari kemiskinan; mencetak sejumlah jenderal, menteri,
pejabat tinggi, pengusaha besar, dan menghasilkan sejuta sarjana. Jika mengikuti acuan
budaya pop, ikon masyarakat Batak modern adalah gulamo ataugambas (ikan asin); terutama
jenis kapala batu atau hase-hase. Namun di balik jasa besarnya itu, ternyata ikan asin
merupakan faktor kedua yang membuat orang Batak rentan terhadap kanker hidung.
Penyakit yang dapat ditimbulkan dari budaya suku batak yang mengkonsumsi ikan asin
adalah Kanker nasofaring ( KNF ). Hal ini disebabkan karena, secara genetis orang Batak
punya keunikan atau kelebihan dibanding etnis lain. Orang Batak memiliki gen HLADRB
108, yang tidak dipunyai oleh orang Jawa, Melayu, Minang dan suku-suku lain. Hanya
orang-orang di Cina Selatan yang punya kesamaan dengan orang Batak dalam perkara genetis
ini. Dan lantaran memiliki gen yang namanya sulit diucapkan itu, orang Batak sangat disukai
oleh Karsinoma Nasofaring. Nama yang terdengar eksotis dan biasa disingkat KNF ini
adalah, ternyata, “nama panggung” si kanker hidung”.
Selain karena gen HLADRB 108, hal yang menyebabkan ikan asin menjadi penyebab
KNF adalah di dalam ikan asin terdapat kandungan yang dapat memicu virus dalam tubuh
sehingga kekebalan tubuh akan menurun. Berdasarkan penelitian, kemungkinan adanya
nitrosamin pada ikan asin karena dalam proses pengeringan dijemur di bawah terik matahari.
Diduga, sinar ultraviolet dari matahari yang membentuk nitrosamin pada ikan asin.

4. Praktik kesehatan keluarga


Kepercyaan kuno batak adalah syamaisme, yaitu suatu kepercayaan dengan melakukan
pemasukan roh kedalam tubuh seseorang sehingga roh itu dapat berkata-kata. Orang yang
menjadi perantara disebut “shaman”. Shaman bagi orang batak disebut si “baso” yang berarti
“kata”. Pada umumnya, si “baso” ini adalah dukun wanita. Ketika baso ini berkatat-kata,
bahasanya harus ditafsirkan secara khas. Pembicaraan inilah yang dipercayai akan menjadi
petunjuk bagi orang untuk pengobatan dan ramalan. Selain Baso, ada juga yang memegang
peranan penting yaitu Datu,biasanya seorang pria. Berlainan dengan baso,datu didalam
kegiatanya tidak menjadi medium, melainkan langsung berbicara dengan roh. Datu bertugas
mengobati orang sakit sehingga dalam tugas ini datu tidak saja mengetahui white magic,
tetapi juga mengetahui black magic atau magis jahat. Tugas lain dari datu adalah memimpin
upacara pesta sajian besar dan menjadi pawing hujan.
Menurut kepercayaan orang batak, apabila seseorang sakit, “tondi” atau “tendi” si sakit
pergi kesuatu tempat meninggalkan tubuhnya. Karena tondi itu pergi, orang tersebut jatuh
sakit. Agar orang yang sakit dapat sembuh, tendinya harus dipanggil agar masuk kembali
ketubuh orang yang sakit itu (tondi mulak tu badan). Mediator untuk memanggil tondi
tersebut adalah baso atau datu. Kalau tondi itu setelah beruang-ulang dipanggil tidak mau
pulang juga, berarti orang sakit tersebut tidak ada harapan lagi untuk hidup.
DAFTAR PUSTAKA

ANTROPOLOGI – Universitas Airlangga, Surabaya. 1992

Hidayah, Zuliyani.1997. Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES

Koentjaraningrat.1971. Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan

Melalatoa, M. Junus.1997. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan kebudayaan

Sudiharto.2007.Asuhan Keparawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan


Transkultural.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai