Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Mayoritas program pendidikan saat ini hanya berorientasi pada penguatan
materi kognitif pengetahuan saja. Sementara nilai-nilai yang terkait dengan jiwa
kewirausahaan kurang mendapat sentuhan, meskipun ada tapi masih sangat
terbatas. Perlu di sadari, saat ini pengangguran di Indonesia semakin hari semakin
meningkat jumlahnya seiring dengan berjalannya waktu. Para pencari kerja baik
yang mempunyai gelar sarjana ataupun tidak harus bersaing untuk mendapatkan
pekerjaan pada lapangan kerja yang terbatas. Adapun penyebab masalah
pengangguran terdidik adalah banyaknya sarjana yang bertujuan hanya mencari
pekerjaan, bukan menciptakan lapangan pekerjaan. Padahal menjadi seorang
wirausaha merupakan salah satu pendukung yang menentukan maju mundurnya
perekonomian, karena bidang wirausaha mempunyai kebebasan untuk berkarya
dan mandiri (Prawirokusumo, 1997). Wirausaha inilah yang mampu menciptakan
lapangan kerja baru agar mampu menyerap tenaga kerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah angkatan kerja
Agustus 2018 sebanyak 131,01 juta orang naik 2,95 juta orang dibanding Agustus
2017 dengan jumlah pengangguran sebanyak 6,87 juta orang. Dalam setahun
terakhir, pengangguran berkurang 40 ribu orang, sejalan dengan TPT yang turun
menjadi 5,34% pada Agustus 2018. Dari data tesebut, dapat dilihat bahwa masih
banyak pengangguran karena kurangnya kemampuan yang dimiliki. Oleh karena
itu, menumbuhkembangkan mental wirausaha merupakan salah satu solusi dan
harus mendapat perhatian. Pemerintah dalam hal ini bertanggungjawab
menumbuhkan jiwa kewirausahaan peserta didik melalui pendidikan
kewirausahaan. Karena dipercaya pendidikan kewirausahaan merupakan alternatif
jalan keluar untuk mengurangi tingkat pengangguran. Jadi kewirausahaan perlu
diberikan kepada seseorang dalam suatu sistem pendidikan yang baik dan
diharapkan berpotensi besar untuk menjadi seorang entrepreneur.
Sehubungan dengan hal itu, lembaga pendidikan tidak hanya bertugas
melahirkan banyaknya lulusan, akan tetapi yang terpenting adalah seberapa besar

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 1


lulusannya itu bisa berkontribusi untuk masyarakat dan mampu menghadapi
tantangan di masyarakat. Oleh karena itu, sekolah harus mampu meningkatkan
kecakapan lulusan yang tujuannya adalah menyiapkan peserta didik untuk
memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap professional, menyiapkan
peserta didik agar mampu memilih karir, mampu berkompetisi dan mampu
mengembangkan diri, menyiapkan tamatan agar menjadi warga negara yang
produktif, adaptif dan kreatif, maka sebuah lembaga pendidikan memiliki
tanggung jawab yang sangat relevan terhadap pembentukan jiwa entrepreneurship
bagi lulusannya (Widia Riska Wahyuni & Wiji Hidayati, 2017).
Perubahan sistem pendidikan yang terjadi di Indonesia dari waktu ke
waktu bertujuan untuk memasuki era globalisasi, dimana dalam masa globalisasi
diwarnai oleh persaingan tenaga kerja yang semakin ketat. Persaingan kualitas
SDM mencakup semua sektor kehidupan, seperti sektor pendidikan maupun
sektor industri. Sektor pendidikan dan sektor industri mempunyai peran yang
sama yaitu sama-sama menghasilkan suatu produk atau jasa tertentu yang dapat
bersaing di pasaran dengan membutuhkan tenaga kerja produktif dari hasil
tamatan yang berkualitas dan terampil dibidangnya (Widia Riska Wahyuni & Wiji
Hidayati, 2017).
Termuatnya Pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan (PKWU) dalam
kurikulum pendidikan SMA/MA/SMK merupakan salah satu program yang
dimunculkan pemerintah guna memberikan pendidikan khusus dalam hal ini
pendidikan kewirausahaan di sekolah yang nantinya dapat mengarahkan peserta
didik menjadi tamatan yang siap terjun secara profesional serta ikut bergerak di
dunia usaha maupun industri. Sehingga, kedepannya SMA/MA/SMK juga
merupakan lembaga pendidikan yang berorientasi pada dunia kerja yang bertujuan
untuk memberikan bekal siap kerja yang terampil, sehingga setelah lulus dari
sekolah dapat memperdalam atau mengembangkan keterampilan sesuai
pendidikan prakarya dan kewirausahaan yang telah mereka peroleh.
Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan dapat digolongkan ke dalam
pengetahuan transcience-knowledge, yaitu mengembangkan pengetahuan dan
melatih keterampilan kecakapan hidup berbasis seni dan teknologi berbasis
ekonomis. Pembelajaran ini berawal dengan melatih kemampuan ekspresi-kreatif

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 2


untuk menuangkan ide dan gagasan agar menyenangkan orang lain, dan
dirasionalisasikan secara teknologis sehingga keterampilan tersebut bermuara
apresiasi teknologi terbarukan, hasil ergonomis dan aplikatif dalam memanfaatkan
lingkungan sekitar dengan memperhatikan dampak ekosistem, manajemen dan
ekonomis (Sri Mayanti, 2013:1). Esensi dari mata pelajaran prakarya dan
kewirausahaan tersebut adalah menumbuhkan kreativitas yang memiliki nilai
ekonomis dalam meningkatkan semangat kewirausahaan. Harapannya, mata
pelajaran prakarya yang biasanya tidak dilirik oleh siswa dan hanya menjadi mata
pelajaran pelengkap di sekolah dapat menjadi mata pelajaran yang mampu
memberikan bekal keterampilan bagi siswa dalam mengasah kreativitas yang
berupa seni dan teknologi. Dengan berbekal keterampilan tersebut diharapkan
agar mampu menumbuhkan semangat kewirausahaan demi mencapai kemandirian
siswa pasca sekolah.

1.2 Permasalahan
Mata pelajaran PKWU dapat digolongkan ke dalam pengetahuan
transcience-knowledge, yaitu mengembangkan pengetahuan dan melatih
keterampilan kecakapan hidup berbasis seni, teknologi, dan ekonomi.
Pembelajaran ini berawal dari melatih kemampuan ekspresi kreatif untuk
menuangkan ide dan gagasan agar menyenangkan orang lain, dan
dirasionalisasikan secara teknologis sehingga keterampilan tersebut bermuara
apresiasi teknologi terbarukan, hasil ergonomis dan aplikatif dalam memanfaatkan
lingkungan sekitar dengan memperhatikan dampaknya terhadap ekosistem,
manajemen, dan ekonomis.
Kendala pelaksanaannya pembelajaran PKWU di SMA Negeri 2 Negara
yaitu lemahnya motivasi belajar peserta didik dan kurangnya kreativitas peserta
didik dalam menghasilkan produk yang layak dijual dipasaran. Motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri peserta didik yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar
dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki
oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2007). Sedangkan, kreativitas
adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 3


gagasan maupun karya yang nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada.
Kreativitas merupakan kemampuan berpikir tingkat tiggi yang mengimplikasikan
terjadinya eskalasi dalam kemampuan berpikir, di tandai oleh suksesi,
diskontinuitas, dan integrasi antara setiap perkembangan (Rachmawati, 2010).
Hal tersebut disebabkan peserta didik selama melaksanakan pembelajaran
kurang memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya dan kurang maksimal
dalam memanfaatkan kearifan lokal yang ada disekitarnya. Selama pembelajaran
tenaga pendidik juga cenderung menggunakan sumber belajar yang ada (buku
pembelajaran) dan jarang melakukan pengembangan. Hal ini tentu bertentangan
dengan tujuan pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan. Tujuan mata pelajaran
Prakarya dan Kewirausahaan adalah peserta didik dituntut untuk menghasilkan
karya yang siap dimanfaatkan dalam kehidupan, bersifat pengetahuan maupun
landasan pengembangan berdasarkan pemanfaatan teknologi kearifan lokal
maupun teknologi terbarukan, serta menumbuhkembangkan jiwa wirausaha
melalui melatih dan mengelola penciptaan karya (produksi), mengemas, dan
menjual berdasarkan prinsip ekonomis, ergonomis, dan berwawasan lingkungan
(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017). Hal ini perlu mendapat
perhatian serius mengingat Kurikulum 2013 menunut peserta didik untuk aktif,
inovatif, kreatif, dan efektif dalam melaksanakan pembelajaran sehingga
pembelajaran lebih bermakna.

1.3 Strategi Pemecahan Masalah


Upaya mengatasi masalah tersebut, perlu dilaksanakan pembelajaran
efektif dalam membentuk peserta didik agar dapat belajar mandiri tanpa
melupakan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, salah satunya adalah dengan
menggunakan pembelajaran berbasis proyek. Project Based Learning (PjBL)
dinyatakan oleh Thomas, (2000) dan Kamdi (2007) sebagai pembelajaran berbasis
proyek yang merupakan pendekatan pembelajaran inovatif, yang menekankan
pada belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Fokus
pembelajaran terletak pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu
disiplin studi, melibatkan pebelajar dalam investigasi pemecahan masalah dan
kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan kepada pebelajar

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 4


bekerja secara otonom untuk mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri, dan
mencapai puncaknya yaitu menghasilkan produk nyata. Dijelaskan oleh Tinker
(1992) dalam Colley (2008), bahwa pembelajaran proyek identik dengan
pembelajaran berbasis sains, yaitu sesuatu yang dikerjakan oleh para ilmuwan.
Peserta didik yang terlibat dalam proyek secara menyeluruh akan memilih topik,
memutuskan pendekatan, melakukan eksperimen, menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan hasil proyek yang dikerjakan. Melalui penerapan Project
Based Learning (PjBL) pada pembelajaran PKWU diharapkan lulusan SMA
Negeri 2 Negara memiliki potensi yang besar untuk dipersiapkan menjadi
wirausahawan yang unggul, yang tidak hanya akan memandirikan dirinya secara
ekonomi, namun juga akan turut mengembangkan potensi ekonomi daerah yang
pada gilirannya akan berdampak positif bagi perekonomian negara.

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 5


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah


Menurut Chard dalam Curtis (2011), melalui pembelajaran proyek peserta
didik dapat bebas melintasi disiplin ilmu untuk memecahkan masalah dengan
memberikan kebebasan pada peserta didik untuk mengeksplorasi dirinya. Dengan
demikian, peserta didik termotivasi untuk bereksplorasi ketika berada dalam
pembelajaran yang membebaskan mereka tanpa ada banyak aturan yang kaku
seperti ketika pembelajaran yang ada di dalam kelas. Peranan pembimbingan
tenaga pendidik pada saat pembelajaran berbasis proyek sangat penting, karena
didalamnya tenaga pendidik akan membimbing pola pikir mereka sehingga
muncul kreativitas dan cara berpikir peserta didik yang kritis dari lingkungan
sekitarnya.
Motivasi belajar aktif sangat berhubungan dengan individu yang
berperilaku kreatif dalam menuangkan idei-denya. Motivasi dan kreativitas
individu dapat memunculkan perilaku seperti mengembangkan ide-ide original,
sikap dalam menentukan strategi mereka dalam belajar (fluency), dan biasanya
peserta didik yang kreatif juga berkecenderungan untuk lebih tertarik pada hal
yang rumit dan detil (elaboracy) serta fleksibel dalam menyikapi suatu
permasalahan (Munandar 2009).
Pembelajaran berbasis proyek merupakan salah satu pembelajaran aktif
dengan melibatkan peserta didik secara mandiri dengan kriteria bahwa dalam
pembelajaran tersebut juga akan meningkatkan daya pikir peserta didik menuju
metakognitif seperti berpikir kritis terhadap proyek yang akan dikerjakan melalui
permasalahan yang ditemukan oleh peserta didik. Pembelajaran berbasis proyek
ini bersifat autentik, sehingga secara tidak langsung pembelajaran ini akan
melibatkan pembelajar dalam investigasi konstruktif. Harapannya melalui
pembelajaran yang bersifat otonom, tanggung jawab pada pebelajar dapat lebih
baik dan dapat memunculkan ide-ide kreatif dari peserta didik karena pada
pengerjaan proyek mereka pasti akan berbeda dalam pengerjaannya dari pada

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 6


proyek tradisional atau pembelajaran konvensional hal ini menjadikan proyek
sebagai tugas yang bermakna dan menantang (Ledward dan Hirata, 2011).
Bie (2012), menambahkan bahwa dalam pembelajaran berbasis proyek,
peserta didik akan melalui proses panjang dalam penyelidikan, menanggapi
pertanyaan dari masalah yang kompleks, atau tantangan, melatih keterampilan
yang dituntut di abad 21 (kolaborasi, komunikasi dan berpikir kritis). Berpikir
kritis yang menggunakan dasar berpikir untuk menyelesaikan masalah, dengan
cara menganalisis, berargumen, mengevaluasi, menentukan langkah apa yang
harus diambil, menyimpulkan dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap
permasalahan. Sebuah model pembelajaran yang bermakna tidak hanya akan
berguna bagi peserta didik melainkan juga bagi tenaga pendidik dalam
menciptakan budaya kelas yang dapat menumbuhkan semacam kecenderungan,
kepekaan, dan kemampuan untuk menjangkau lebih jauh dan fleksibel. Pelajaran
berbasis proyek meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengarah pada
perkembangan kognitif ke tingkat yang lebih tinggi melalui keterlibatan peserta
didik dengan masalah yang kompleks. Harapannya nanti peserta didik akan
memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan segala kreativitas yang
mereka miliki. Dengan demikian, kreativitas tersebut akan meningkatkan
kemampuan kognitif peserta didik.

2.2 Hasil-hasil yang Dicapai


Secara sederhana pembelajaran berbasis proyek didefinisikan sebagai
suatu pengajaran yang mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalah
kehidupan sehari-hari yang akrab denganpeserta didik, atau dengan proyek
sekolah. Menurut (Trianto, 2011:51) model pembelajaran berbasis proyek
memiliki potensi yang amat besar untuk (Santyasa, 2006:12). Dalam
pembelajaran berbasis proyek, peserta didik terdorong lebih aktif dalam belajar.
Tenaga pendidik hanya sebagai fasilitator, mengevaluasi produk hasil kerja
peserta didik yang ditampikan dalam hasil proyek yang dikerjakan, sehingga
menghasilkan produk nyata yang dapat mendorong kreativitas peserta didik agar
mampu berpikir kritis dalam menganalisa factor dalam konsep masalah ekonomi.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia “Proyek adalah rencana pekerjaan dengan

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 7


sasaran khusus dan dengan saat penyelesaian yang tegas”. Joel LKleinet. Al dalam
Widyantini (2014) menjelaskan bahwa“ Pembelajaran berbasis proyek adalah
strategi pembelajaran yang memberdayakan peserta didik untuk memperoleh
pengetahuan dan pemahaman baru berdasar pengalamannya melalui berbagai
presentasi”. Menurut Thomas, dkk (1999) dalam Wena (2010) disebutkan bahwa
Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada tenaga pendidik untuk mengelola pembelajaran di kelas
dengan melibatkan kerja proyek.
Adapun hasil-hasil yang dicapai setelah penerapan Project Based Learning
(PjBL) pada Pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Laporan-laporan tertulis tentang
proyek itu banyak yang mengatakan bahwa peserta didik suka tekun sampai
kelewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek. Tenaga
pendidik juga melaporkan pengembangan dalam kehadiran dan berkurangnya
keterlambatan. Peserta didik melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih
fundari pada komponen kurikulum yang lain.
2. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian pada
pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi peserta didik menekankan
perlunya bagi peserta didik untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan
masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana
menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang
mendiskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat peserta didik
menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang
kompleks.
3. Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek
memerlukan peserta didik mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
komunikasi. Kelompok kerja kooperatif, evaluasi peserta didik, pertukaran
informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-
teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar
adalah fenomenasosial, dan bahwa peserta didik akan belajar lebih di dalam
lingkungan kolaboratif.

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 8


4. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari menjadi peserta
didik yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas
yang kompleks. Pembelajaran Berbasis Proyek yang diimplementasikan
secara baik memberikan kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam
mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain
seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
Pembelajaran proyek merupakan pembelajaran yang dilakukan secara
kolaboratif dan melatih peserta didik dalam bersosialisasi bekerja dalam suatu
kelompok untuk menyelesaikan proyek. Rasa percaya diri dan kemandirian serta
tanggung jawab peserta didik dalam belajar peserta didik juga muncul dari proyek
yang mereka kerjakan. Hal ini sesuai dengan Schunk dan Zimmerman (2004)
dalam Curtis (2011) yang mempelajari bagaimana motivasi dapat muncul secara
ekstrinsik (eksternal) atau intrinsik dari diri peserta didik yang berusaha untuk
membentuk prestasi mereka.
Motivasi dan kemandirian peserta didik muncul ketika proyek yang
diberikan berbeda antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya.
Peserta didik sangat bersemangat dalam proyek yang mereka kerjakan. Dengan
antusias mereka yakin akan keberhasilan menyelesaikan tugas secara bersama-
sama. Rasa ingin tahu yang muncul, ternyata memotivasi secara intrinsik untuk
memperhatikan pada proyek kelompok lainnya, sehingga mereka saling bertukar
pengalaman dalam pembelajaran secara langsung untuk memperoleh informasi
yang merupakan materi belajar yang harus mereka kuasai.
Ketika tenaga pendidik berhasil menerapkan pembelajaran berbasis
proyek, peserta didik akan termotivasi, dengan terlibat secara aktif dalam
pembelajaran mereka sendiri, dan menghasilkan pekerjaan kompleks yang
berkualitas tinggi (Blumenfeld et al, 1991, dalam Bos, 2011). Mioduser & Betzer,
(2003) menyampaikan bahwa dengan PjBL memiliki efek positif pada kelompok
khusus peserta didik. Misalnya, peserta didik dengan rata-rata kemampuan verbal
rendah dan peserta didik dengan rata-rata kemampuan yang lebih tinggi akan
memperoleh konten dari pengetahuan yang dipelajari sedikit lebih banyak di kelas
PjBL dibandingkan di kelas tradisional. Selain itu, peserta didik mampu
menunjukkan keterampilan konten area tertentu setelah mengambil bagian dalam

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 9


PjBL karena mereka harus menyelesaikan tugas proyek yang memiliki tuntutan
yang sama.
PjBL juga menunjukkan keterlibatan yang tinggi pada semua peserta didik,
etos kerja, kekompakan, serta kepercayaan diri peserta didik meningkat. Peserta
didik yang diajarkan di kelas PjBL akan mendapat pengetahuan yang berguna di
dunia nyata dengan konten yang mereka dapat sesuai tugas masing-masing.
(Belland, et al, 2006; Brush & Saye, 2008). Hal ini didukung oleh pendapat
Arends (2008) yang mengatakan bahwa motivasi akan terbentuk pada saat
seseorang dikelompokkan dalam suatu kelompok yang akan membantu peserta
didik menemukan pemahaman dalam proses pembelajaran, namun tidak menutup
kemungkinan pada beberapa peserta didik akan mengalami penurunan motivasi
ketika harus bekerja secara kelompok karena biasanya peserta didik yang seperti
ini merasa sudah mampu untuk bekerja sendiri dari pada bekerja dalam kelompok.
Dalam pembejaran Project Based Learning (PjBL), peserta didik dituntut
terampil untuk mengambil sikap dan keputusan dalam menghadapi masalah secara
detil (elaboracy), sehingga dari pengukuran kreativitas juga dapat menunjukkan
bagaimana peserta didik itu berpikir secara kreatif. Menurut Blank, 1997;
Dickinson et al, 1998, dalam Bas (2011), peserta didik akan memiliki kemampuan
kreatif ketika dihadapkan pada berbagai keterampilan dan kompetensi seperti
kolaborasi, perencanaan proyek, pengambilan keputusan, dan manajemen waktu
melalui pembelajaran proyek.

2.3 Kendala yang dihadapi dalam Melaksanakan Strategi yang Dipilih


Kendala-kendala penerapan Project Based Learning (PjBL) pada
Pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan di SMA Negeri 2 Negara adalah
sebagai berikut:
1. Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan.
2. Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok
3. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda,
dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 10


2.4 Faktor-faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung penerapan Project Based Learning (PjBL) pada
Pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan di SMA Negeri 2 Negara adalah
sebagai berikut:
a. Tanaga pendidik memberikan rangsangan mental baik pada aspek kognitif
maupun kepribadiannya serta suasana psikologis kepada peserta didik yang
berdampak positif pada peningkatan motivasi belajar peserta didik.
b. Tersedianya sumber belajar relevan yang dapat diakses dengan mudah oleh
peserta didik. Tenaga pendidik juga menciptakan lingkungan kondusif yang
memudahkan anak untuk mengakses apapun yang dilihatnya, dipegang,
didengar, dan dimainkan untuk pengembangan kreativitasnya.
c. Tenaga pendidik melibatkan peserta didik dengan aktif dalam pembelajaran
sehingga peserta didik dapat berkolaborasi, berkomunikasi dan berpikir kritis
sehingga peserta didik dapat menciptakan produk yang berkualitas dan
bernilai ekonomi tinggi.
d. Tenaga pendidik dan peserta didik tanggap akan isu-isu lingkungan dan
memaksimalkan potensi/kearifan lokal yang ada sehingga dapat
menghasilkan produk lokal yang berkualitas.
Faktor-faktor lain yang juga mendukung dari pihak lembaga dalam hal ini
SMA Negeri 2 Negara yaitu pihak sekolah mengintergasikan pendidikan
kewirausahaan melalui kultur sekolah dan muatan local dalam kegiatan
ekstrakurikuler, pengembangan diri serta mengubah pole pembelajaran teori ke
praktik pada pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan.

2.5 Alternatif Pengembangan


Berkaitan dengan permasahan atau kendala-kendala yang dihadapi dalam
pengimplementasiannya, maka penulis merencanakan suatu alternatif
pengembangan agar dalam pelaksanaannya nanti dapat berjalan lebih optimal,
yaitu: Pertama : menyediakan informasi/sumber belajar yang mudah diakses oleh
peserta didik dan melakukan pendampingan secara kontinu pada kelompok yang
kurang maksimal dalam menyelesaikan masalah sehingga peserta didik tidak
mengalami kesulitan dalam pengumpulan informasi dan menyelesaikan masalah.

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 11


Kedua : Secara kontinu mengawasi peserta didik dalam kelompoknya sehingga
peserta didik semua terlibat aktif dalam pembelajaran/tidak ada peserta didik yang
mendominasi. Ketiga : memberikan topik pembelajaran/permasalahan terlebih
dahulu kepada peserta didik sehingga peserta didik dapat mempersiapkan
pembelajaran lebih awal.

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 12


BAB III
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

3.1 Simpulan dari Permasalahan yang Dihadapi


Berdasarkan pembahasan pada BAB sebelumnya diperoleh simpulan
bahwa Penerapan Model Project Based Learning (PjBL) pada Mata Pelajaran
Pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan sangat efektif untuk Meningkatkan
Motivasi dan Kreativitas Peserta Didik SMA Negeri 2 Negara. Hal ini
dikarenakan pembelajaran proyek merupakan pembelajaran yang dilakukan secara
kolaboratif untuk melatih peserta didik dalam bersosialisasi bekerja dalam suatu
kelompok untuk menyelesaikan proyek. Rasa percaya diri dan kemandirian serta
tanggung jawab peserta didik dalam belajar peserta didik juga muncul dari proyek
yang mereka kerjakan sehingga motivasi belajar mereka otomatis akan meningkat.
Dalam pembejaran Project Based Learning (PjBL), peserta didik juga dituntut
terampil untuk mengambil sikap dan keputusan dalam menghadapi masalah secara
detil (elaboracy) sehingga dari pengukuran kreativitas juga dapat menunjukkan
bagaimana peserta didik itu berpikir secara kreatif. Dalam hal ini peserta didik
akan memiliki kemampuan kreatif ketika dihadapkan pada berbagai keterampilan
dan kompetensi seperti kolaborasi, perencanaan proyek, pengambilan keputusan,
dan manajemen waktu melalui pembelajaran proyek.

3.2 Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan dan simpulan yang diperoleh melalui best
practice ini, rekomendasi yang dapat penulis sampaikan adalah tenaga pendidik
dapat menerapkan model pembelajaran Project Based Learning (PBL) untuk
meningkatkan motivasi dan kreativitas peserta didik terutama dalam pembelajaran
Prakarya dan Kewirausahaan. Pihak sekolah juga dapat menerapkan model
pembelajaran Project Based Learning (PBL) untuk meningkatkan motivasi dan
kreativitas pada pembelajaran lainnya yang relevan. Selain itu, akademisi/penulis
lainnya juga dapat menerapkan model pembelajaran Project Based Learning
(PBL) dengan menggunakan objek selain motivasi dan kreativitas peserta didik
serta diterapkan pada mata pelajaran yang berbeda.

Best Practice SMA Negeri 2 Negara | 13

Anda mungkin juga menyukai