Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Skizofrenia
2.1.1 Definisi
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang banyak terdapat dalam
masyarakat, dan sering dikonotasikan dengan keadaan gila.(Ibrahim Sani
Ayub,2011).Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang banyak terdapat dalam
masyarakat, dan sering dikonotasikan dengan keadaan gila.(Ibrahim Sani
Ayub,2011).
2.1.2 Jenis Skizofrenia
1. Tipe Paranoid
Tipe paranoid ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih
waham atau halusinasi dengar dan tidakada perilaku spesifi lain yang
mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik.Secara klasik, skizofrenia
tipe paranoid ditandai oleh waham persekutorik (waham kejar) dan atau waham
kebesaran. Kekuatan ego pasien paranoid cenderung mempunyai ide kebesaran
disbanding pasien katatonik dan terdisorganisasi.Pasien skizofrenia paranoid
menunjukkan regresi lambat dalam hal kemampuan mental, respon emosional dan
perilakunya dibandingkan skizofrenia tipe lainnya,mempunyai sifat tegang,
pencuriga, berhati-hati dan tak ramah. Mereka dapat bersikap bermusuhan atau
agresif.
2. Tipe Hebefrenik
Ditandai oleh regresi yang nyata pada perilaku primitive, terdisinhibisi dan
tidak teratur. Tidak ada gejala yang memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. Onset
biasanya lebih awal yaitu sebelum usia 25 tahun.Penampilan pribadi dan perilaku
sosialnya berada dalam keadaan yang rusak. Respon emosialnya tidak sesuai dan
mereka sering memperlihatkan tingkah laku aneh seperti misalnya tertawanya
yang meledak tanpa alasan. Meringis dan seringai wajah sering ditemukan pada
tipe pasien ini. Perilaku tersebut digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau
bodoh.
3. Tipe Katatonik
Adanya gangguan nyata pada fungsi motoric, berupa stupor, negativism,
rigiditas, kegembiraan, atau posturing.
4. Tipe Tidak Tergolongkan
Pasien jelas skizofrenia, namun tidakdapat dimasukkan ke dalam salah
satu tipe,berdasarkan DSM-IV. Pasien tersebut diklasifikasikan sebagai tipe tidak
tergolongkan.
5. Tipe Residual
Menunjukkan gejala psikotik yang menonjol, meskipun tanda penyakit
masih tetap ada. Yang umum ditemukan adalah penumpukan emosi, penarikan
diri dari hubungan sosial, tingkah laku ekstrentik. Pikiran tak logis, dan
pelonggaran asosiasi.

2.1.3 Etiologi
Etiologi terjadinya skizofrenia belum diketahui secara pasti. Diduga
penyebabnya adalah :
1) Faktor genetik, meskipun ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan
muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut faktor epigenetik,
seperti virus atau infeksi lain selama kehamilan, menurunnya auto-immune yang
mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan, berbagai macam komplikasi
kandungan dan kekurangan gizi yang cukup berat (Hawari, 2006).
2) Faktor biologi seperti hiperaktivitas sistem dopaminergik, faktor serotonin,
faktor neuroimunovirologi, hipoksia atau kerusakan neurotoksik selama
kehamilan dan kelahiran (Sadock dan Sadock, 2007).
3) Faktor lingkungan yang menyebabkan skizofrenia meliputi penyalahgunaan
obat, pendidikan yang rendah, dan status ekonomi (Carpenter, 2010).
4) Abnormalitas korteks cerebral, talamus, dan batang otak pada penderita
skizofrenia ditunjukkan dengan penelitian neuropatologi dan pemeriksaan dengan
Ctscan (Sadock dan Sadock, 2007).
5) Faktor psikososial dan sosiokultural (Supratiknya, 2003).
2.1.4 Gejala Skizofrenia
2.1.4.1 Gejala Primer
1. Gangguan proses pikir
2. Gangguan afek dan emosi
3. Gangguan kemauan
2.1.4.2 Gejala Sekunder
1. Waham
2. Halusinasi
Dengan gambaran klinis penyerta sebagai berikut:
1. Kendaya dalam daya kerja, hubungan sosial merawat diri
2. Penarikan diri dari lingkungan sosialnya
3. Perilaku aneh
4. Afek yang tumpul tidak serasi
5. Si bicara yang tidak jelas
6. Pendapat tentang dirinya yang terlalu tinggi
7. Persepsi yang tidak biasa, sepert merasa ada kekuatan dari luar atau orang
yang memengaruhinya
8. Tidak ada hubungan yang hangat dengan orang tua
2.1.5 Fase Skizofrenia
American Psychiatric Association(APA) menyatakan bahwa perjalanan
penyakit skizofrenia terdiri dari tiga fase yaitu fase akut, fase stabilisasi dan fase
stabil (Reverger, 2012). Ketiga fase tersebut disebut dengan fase psikotik.
Sebelum fase psikotik muncul, terdapat fase premorbid dan fase prodormal
(Muhyi, 2011).
2.1.6 Terapi
2.1.6.1 Terapi Farmakologi
1. Haloperidol
Dasar pengobatan skizofrenia adalah medikasi dengan antipsikotik yang
dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu antipsikotik tipikal dan antipsikotik
atipikal (Sadock dan Sadock, 2007). Haloperidol merupakan antipsikotik tipikal
yang merupakan antagonis reseptor dopamin berafinitas tinggi (Sianturi, 2014).
Aksi terapi dari obat-obat antipsikotik tipikal secara langsung memblok reseptor
dopamin tipe 2 (D2) yang spesifik di jalur dopamin mesolimbik (Stahl, 2000).
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Orang dewasa dalam keadaan akut cukup sesuai dengan
menggunakan dosis ekivalen Haloperidol 5-20 mg (Stahl, 2000). Sediaan
Haloperidol yang disediakan oleh sistem JKN menurut Pedoman Penerapan
Formularium Nasional adalah tablet 0,5 mg; 1,5 mg; dan 5 mg serta injeksi 5
mg/mL.
2. Risperidon
Risperidon merupakan obat atipikal atau obat antipsikotik generasi kedua
(Lesmanawati, 2012). Cara kerja Risperidon adalah dengan memblok reseptor
dopamin dan reseptor 5 HT-2. Cara kerja seperti ini efektif untuk menurunkan
atau menghilangkan simtom positif maupun negatif (Sianturi, 2014). Dosis efektif
Risperidon yang digunakan sebesar 2,7 mg/hari dan aman digunakan pada fase
akut psikotik dengan dosis dibawah 4 mg/hari (Lesmanawati, 2012). Pemberian
Risperidon 4 mg/hari menunjukkan kerja yang sangat cepat dalam menangani
psikosis atau skizofrenia dibandingkan dengan pemberian Haloperidol 10 mg/hari
terutama selama minggu pertama (Sianturi, 2014). Penggunaan obat antipsikotik
yang direkomendasikan berdasarkan American Psychiatric Association (APA)
menyebutkan bahwa rentang dosis untuk Haloperidol adalah 5 sampai 20 mg/hari
setara dengan Risperidon 2 sampai 8 mg/hari (Mclntyere, 2006). Sediaan
Risperidon yang disediakan oleh sistem JKN menurut Pedoman Penerapan
Formularium Nasional adalah tablet salut 1 mg dan 2 mg serta tablet 3 mg.
3.Klorpromazin
Klorpromazin merupakan obat antipsikotik golongan pertama yang
merupakan turunan alifatik dari Fenotiazin.Menurut APA, dosis yang dianjurkan
bagi Klorpromazin adalah 300-1000 mg per hari.
4.Triheksifenidil
Triheksifenidil merupakan obat yang direkomendasikan dan paling sering
digunakan untuk mengatasi efek samping dari obat antipsikotik tipikal yaitu gejala
ekstrapiramidal (Perwitasari, 2008). Panduan berasal dari konsensus WHO berupa
pemberian dosis obat sesuai dengan kebutuhan pasien dimulai dari dosis terendah
yang direkomendasikan yaitu 1-4 mg diminum 2-3 kali sehari dan tidak melebihi
15 mg sehari, kemudian dinaikkan secara bertahap sampai terdapat kejadian
toleransi dari pasien (Swayami, 2014), dan dievaluasi setiap 3 bulan sekali dengan
mengurangi dosis secara bertahap, bila dalam pengurangan dosis timbul gejala
ekstrapiramidal maka dosis dikembalikan dan dievaluasi ulang setiap 6 bulan
(Wijono dkk, 2013).
2.1.6.2 Terapi elektro
Terapi konvulsi dapat memperpendek serangan skizofrenia dan
mempermudah kontak dengan penderita.
2.1.6.3 Terapi koma insulin
Memberi hasil yang baik pada katatonia dan skizofrenia paranoid.
2.1.6.4 Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu pasien
kembali ke masyarakat, mendorong penderita untuk bergaul dengan orang lain,
penderita lain dan dokter.
2.1.6.5 Lobotomi Prefontal
Dilakukan bila terapi klien tidak berhasil.
2.2 Konsep Dasar Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
2.2.1 Konsep Diri

2.2.1.1 Definisi

Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan dan kenyakinan yang


diketahui tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan
orang lain (Fajariyah, 2012).
Ciri konsep diri menurut Fajariyah (2012) terdiri dari konsep diri yang
positif, gambaran diri yang tepat dan positif, ideal diri yang realitis, harga diri
yang tinggi, penampilan diri yang memuaskan, dan identitas yang jelas. Konsep
diri terdiri dari citra tubuh (body image), ideal diri (self-ideal), harga diri (self-
esteem), peran (self-role), dan identitas diri (self-identity) (Suliswati, 2004).
a) Citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak
disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk,
fungsi penampilan dan potensi tubuh. Citra tubuh sangat dinamis karena secara
konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru. Citra
tubuh harus realitis karena semakin dapat menerima dan menyukai tubuhnya
individu akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan. Individu yang
menerima tubuhnya apa adanya biasanya memiliki harga diri tinggi daripada
individu yang tidak menyukai tubuhnya (Suliswati, 2004).
b) Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaiman ia seharusnya
bertingkah laku berdasarkan standart pribadi. Standart dapat berhubungan dengan
tipe orang yang diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang
ingin diraih. Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita atau penghargaan diri
berdasarkan norma-norma sosial dimasyarakat tempat individu tersebut
melahirkan penyesuaian diri (Suliswati, 2004).
c) Harga diri
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri
yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat,
walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai
orang yang penting dan berharga (Stuart,2006).
d) Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu didalam
sekelompok sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan
memvalidasi pada orang berarti. Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran
yeng berhubungan dengan posisi setiap waktu sepanjang daur kehidupnya. Harga
diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok
dengan ideali diri (Suliswati, 2004).
e) Identitas diri
Prinsip penorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip tersebut
sama artinya dengan otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang.
Pembentukan identitas, dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang
kehidupan, tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja (Stuart, 2006).
2.2.1.2 Pembentukan konsep diri
Elizabeth B. Hurlock (1978: 59-60) menyatakan bahwa konsep diri bersifat
hierarki. Konsep diri primer merupakan yang pertama terbentuk atas dasar
pengalaman anak di rumah. Konsep diri ini dibentuk dari berbagai konsep
terpisah, yang masing-masing merupakan hasil dari pengalaman dengan anggota
keluarga. Konsep diri primer mencakup gambaran diri (self image), baik itu fisik
maupun psikologis. Gambaran diri (self image) merupakan cara seseorang melihat
dirinya dan berpikir mengenai dirinya. Hal ini akan berpengaruh terhadap
bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku. Gambaran diri mulai
muncul pada masa balita, dimana anak-anak mulai mengembangkan kesadaran
diri. Setelah terbentuknya gambaran-gambaran diri akan terbentuk pula penilaian
terhadap harga diri. Jika anak melihat tinggi dirinya, maka akan mendapat harga
diri (self esteem) yang tinggi pula. Jika anak melihat dirinya rendah, maka akan
mendapat harga diri (self esteem) yang rendah pula. Perasaan harga diri
berkembang pada masa awal kanak-kanak dan terbentuk dari interaksi anak
dengan orang tua mereka.
Kemudian menurut Amaryllia Puspasari (2007: 19-32) terdapat beberapa
penggolongan mengenai pembentukan konsep diri.
a. Pola pandang diri subjektif (subjective self)
Konsep diri terbentuk melalui pengenalan diri. Pengenalan diri merupakan
proses bagaimana orang melihat dirinya sendiri. Proses ini dapat terjadi saat orang
melihat bayangannya sendiri di cermin. Apa yang dipikirkan seseorang pada
proses pengenalan diri ini dapat terdiri dari gambaran-gambaran diri (self image),
baik itu potongan visual maupun persepsi diri. Potongan visual ini seperti bentuk
wajah dan tubuh yang dicermati ketika bercermin, sedangkan persepsi diri
biasanya diperoleh darikomunikasi terhadap diri sendiri maupun pengalaman
berinteraksi dengan orang lain.
b. Bentuk dan bayangan tubuh (body image)
Selain melalui proses pengenalan diri yang biasa dilakukan dengan melihat
bayangan diri sendiri di cermin, pembentukan konsep diri dapat melalui
penghayatan diri terhadap bentuk fisiknya. Persepsi ataupun pengalaman
emosional dapat memberikan pengaruh terhadap bagaimana seseorang mengenali
bentuk fisiknya.
c. Perbandingan ideal (the ideal self)
Salah satu proses pengenalan diri adalah dengan membandingkan diri
dengan sosok ideal yang diharapkan. Dengan melihat sosok ideal yang
diharapkannya, seseorang akan mengacu pada sosok tersebut dalam proses
pengenalan dirinya. Pada masa anak-anak, lingkungan keluarga menjadi pusat
pembentukan konsep diri pada anak.
d. Pembentukan diri secara sosial (the sosial self)
Proses pembentukan diri secara sosial merupakan proses dimana seseorang
mencoba untuk memahami persepsi orang lain terhadap dirinya. Penilaian
kelompok terhadap seseorang akan membentuk konsep diri pada orang tersebut.
2.2.1.3 Rentang respon
Keadaan klien yang dimanifestasikan oleh keyakinan yang salah dan
dipertahankan dengan orang lain dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan
maladaptive dibawah ini :
Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptive

Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri Kekacauan Depersonalisasi


positif rendah identitas

1. Respon adaptif
Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat membangun
(konstruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri.
2. Aktualisasi diri
Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat mengekspresikan
kemampuan yang dimiliknya.
3. Konsep diri positif
Individu dapat mengidintefikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur
dan dalam menilai suatu masalah individu berpikir secara positif dan realistis.
4. Harga diri rendah
Transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptif.
5. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa
kanak-kanan jedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
6. Depersonalisasi
Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari lingkungan.
2.2.2 Konsep Harga Diri Rendah

2.2.2.1 Definisi

Harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri dan harga diri merasa gagal mencapai keinginan. Harga diri rendah
merupakan evaluasi dari atau kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan
dalam waktu yang lama (Direja, 2011).
Harga diri rendah adalah kondisi seseorang yang menilai keberadaan
dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain yang berpikir adalah hal negatif diri
sendiri sebagai individu yang gagal, tidak mampu, dan tidak berprestasi (Budi A
Kelliat, 2010).
Harga diri rendah merupakan penilaian subjektif individu terhadap dirinya,
perasaan sadar atau tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi, peran dan tubuh
(Kusumawati, 2010).

2.2.2.2 Etiologi

Menurut Stuart (2010), terdapat faktr predisposisi dan presipitasi penyebab


harga diri rendah antara lain :

2.2.2.3 Faktor Predisposisi

1. Faktor yang mempengaruhi harga diri

Meliputi penolakan orangtua, harapan orangtua tidak realitas, kegagalan


yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran

Dimasyarakat umumnya peran sesorang disesuaikan dengan jenis


kelaminnya. Misalnya, seorang wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri,
kurang obyektif dan rasional. Sedangkan pria dianggap kurang sensitif, kurang
hangat, kurang ekspresif dibanding wanita. Sesuai dengan standard tersebut, jika
wanita atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan konflik
diri maupun hubungan sosial.

3. Faktor yang mempengaruhi identitas diri

Ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya dan perubahan struktur sosial.


Orangtua yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan anak menjadi kurang
percaya diri, ragu dalam mengambil keotusan dan dihantui rasa bersalah ketika
akan melakukan sesuatu.

4. Faktor biologis

Adanya kondisi sakit fisik secara yang dapat mempengaruhi kerja hormon
yang dapat pula berdampak pada keseimbangan neurotransmiter di otak, seperti
kadar hormon serotonin menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi.

2.2.2.4 Faktor Presipitasi

Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi yang
dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atau stresor dapat
mepengaruhi gambaran diri.

2.2.2.5 Tanda dan Gejala

Menurut Sulaswati (2005) tanda dan gejala pada harga diri rendah harga diri
rendah yaitu:

1. Mengejek dan mengkritik diri sendiri


2. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri
3. Mengalami gejala fisik : misal TD tinggi
4. Menunda keputusan
5. Sulit bergaul
6. Menghindari kesenangan yang memberi rasa puas
7. Menarik diri dari realitas, cemas, panik, curiga
8. Merusak diri dengan `mengakhiri hidup
9. Merusak atau melukai orang lain
10. Perasaan tidak mampu
11. Pandangan hidup yang pesimis
12. Tidak menerima ujian
13. Penurunan produktivitas
14. Penolakan terhadap kemampuan diri
15. Kurang memperhatikan perawatan diri
16. Berpakaian tidak rapi
17. Lebih banyak menunduk

2.2.2.6 Jenis Harga Diri Rendah

1. Situasional

Terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi, kecelakaan, diceraikan


suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, dll. pada klien yang dirawat dapat
terjadi harga diri rendah karena privasi yang kurang diperhatikan.

2. Kronik
Perasaan negatif terhadap diri sendiri yang telah berlangsung lama.

2.2.2.7 Akibat yang Ditimbulkan

Klien yang mengalami gangguan konsep diri : harga diri rendah dapat
mengakibatkan gangguan interaksi sosial : menarik diri dan memicu munculnya
perilaku kekerasan yang berisiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
2.3 A. Pohon Masalah
Menurut Fajariyah, 2012.
Resiko tinggi perilaku kekerasan

Effect : Gangguan persepsi sensori halusinasi


Isolasi sosial: menarik diri

Core Problem ................. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Penyebab ......................... Koping individu tidak efektif

B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan
a. Data Subjektif :
- Klien mengatakan ingin memukul orang disekitarnya.
- Klien mengatakan orang lain selalu membicarakannya sehingga
klien merasa tidak aman.
b. Data Objektif :
- Klien gelisah
- Sering marah – marah
- Klien mengamuk
- Klien berbicara keras dengan orang disektarnya
2. Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
a. Data Subjektif :
a. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
b. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
c. Klien mengatakan mencium tanpa ada stimulus
d. Klien merasa makan sesuatu
e. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. Klien takut pada suara/bunyi/ gambaryang dilihat dan didengar
g. Klien ingin memukul/melempar barang-barang
b. Data objektif
h. Klien berbicara dan tertawa sendiri
i. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
j. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengar sesuatu
k. Klien kesulitan dalam berinteraksi
3. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
a. Data Subjektif :
1) Klien mengatakan jika dia tidak bisa melakukan apa – apa
2) Klien mengatakan jika dirinya tidak berguna, tidak bisa
membantu orang tua.
b. Data Obektif :
1) Tidak menatap lawan bicara
2) Jika bicara nadanya lemah
3) Pasien lebih banyak menunduk
2.4 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2.5 Rencana Tindakan Keperawatan Commented [A1]: Dibuat dalam tabel mulai dari tujuan sampai
rasional
1. Diagnosa 1 : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
a. Tum / Tujuan Umum
Klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, dapat berhubungan dengan
orang lain dan lingkungan.
b. TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rencana tindakan :
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Perkenalkan diri dengan sopan
4) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
5) Menjelaskan tujuan interaksi
6) Membuat kontak topik, waktu, tempat setiap kali bertemu pasien
7) Tunjukan sikap empati dan menrima klien apa adanya
8) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
c. TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
Intervensi :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien
3) Utamakan memberi pujian yang realistis
4) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
d. TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
3) Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan
keampuan yang dimiliki
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan intoleransi kondisi klien
3) Ber contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
e. TUK 4 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan
kemampuan
Rencana tindakan :
1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2) Beri ujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemampuan pelaksanaan dirumah
f. TUK 5 : Klien daat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rencana tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3) Bantu keluarga menyiapakan lingkungan dirumah
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
2.6 Implementasi Keperawatan Commented [A2]: Dibuat sampai percakapannya secara teori

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam


rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaboratif. Tindakan mandiri adalah aktifitas perawat
yang didasarkan pada keputusan mandiri dan bukan merupakan petunjuk atau
perintah dari kesehatan lainnya. Tindakan kolaboratif adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama seperti dekter dan petugas kesehatan lain,
(Tarwoto – Wartonah : 2015).

SP Klien:

1. SP 1 Pasien : Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan,
membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih
kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan
yang telah dilatih dalam rencana harian
2. SP 2 Pasien : Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan
kemampuan pasien

SP Keluarga:

1. SP 1 Keluarga: Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam


merawat pasien dirumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala
harga diri rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah,
dan memberi kesempatan pada keluarga untuk mempraktek’an cara merawat
2. SP 2 Keluarga :
Melatihkeluargamempraktekkancaramerawatpasiendenganmasalahhargadiriren
dahlangsungkepadapasien
3. SP 3 Keluarga : Membuatperencanaanpulangbersamakeluarga
2.7 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam keperawatan untuk
dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada
dasarnya adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan
atau kriteria hasil yang telah dihadapkan. Tujuannya adalah mengevaluasi status
kesehatan pasien, menentukan perkembangan tujuan perwat, menentukan
efektifitas dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan dan sebagai dasar
menentukan diagnosa keperawatan yang sudah terjadi atau tidak. Evaluasi
pengembangan kesehatan dapat dilihat dari tindakan keperawatan, (Tarwoto –
Wartonah : 2015).

Anda mungkin juga menyukai