Bab 2
Bab 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Skizofrenia
2.1.1 Definisi
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang banyak terdapat dalam
masyarakat, dan sering dikonotasikan dengan keadaan gila.(Ibrahim Sani
Ayub,2011).Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang banyak terdapat dalam
masyarakat, dan sering dikonotasikan dengan keadaan gila.(Ibrahim Sani
Ayub,2011).
2.1.2 Jenis Skizofrenia
1. Tipe Paranoid
Tipe paranoid ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih
waham atau halusinasi dengar dan tidakada perilaku spesifi lain yang
mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik.Secara klasik, skizofrenia
tipe paranoid ditandai oleh waham persekutorik (waham kejar) dan atau waham
kebesaran. Kekuatan ego pasien paranoid cenderung mempunyai ide kebesaran
disbanding pasien katatonik dan terdisorganisasi.Pasien skizofrenia paranoid
menunjukkan regresi lambat dalam hal kemampuan mental, respon emosional dan
perilakunya dibandingkan skizofrenia tipe lainnya,mempunyai sifat tegang,
pencuriga, berhati-hati dan tak ramah. Mereka dapat bersikap bermusuhan atau
agresif.
2. Tipe Hebefrenik
Ditandai oleh regresi yang nyata pada perilaku primitive, terdisinhibisi dan
tidak teratur. Tidak ada gejala yang memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. Onset
biasanya lebih awal yaitu sebelum usia 25 tahun.Penampilan pribadi dan perilaku
sosialnya berada dalam keadaan yang rusak. Respon emosialnya tidak sesuai dan
mereka sering memperlihatkan tingkah laku aneh seperti misalnya tertawanya
yang meledak tanpa alasan. Meringis dan seringai wajah sering ditemukan pada
tipe pasien ini. Perilaku tersebut digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau
bodoh.
3. Tipe Katatonik
Adanya gangguan nyata pada fungsi motoric, berupa stupor, negativism,
rigiditas, kegembiraan, atau posturing.
4. Tipe Tidak Tergolongkan
Pasien jelas skizofrenia, namun tidakdapat dimasukkan ke dalam salah
satu tipe,berdasarkan DSM-IV. Pasien tersebut diklasifikasikan sebagai tipe tidak
tergolongkan.
5. Tipe Residual
Menunjukkan gejala psikotik yang menonjol, meskipun tanda penyakit
masih tetap ada. Yang umum ditemukan adalah penumpukan emosi, penarikan
diri dari hubungan sosial, tingkah laku ekstrentik. Pikiran tak logis, dan
pelonggaran asosiasi.
2.1.3 Etiologi
Etiologi terjadinya skizofrenia belum diketahui secara pasti. Diduga
penyebabnya adalah :
1) Faktor genetik, meskipun ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan
muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut faktor epigenetik,
seperti virus atau infeksi lain selama kehamilan, menurunnya auto-immune yang
mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan, berbagai macam komplikasi
kandungan dan kekurangan gizi yang cukup berat (Hawari, 2006).
2) Faktor biologi seperti hiperaktivitas sistem dopaminergik, faktor serotonin,
faktor neuroimunovirologi, hipoksia atau kerusakan neurotoksik selama
kehamilan dan kelahiran (Sadock dan Sadock, 2007).
3) Faktor lingkungan yang menyebabkan skizofrenia meliputi penyalahgunaan
obat, pendidikan yang rendah, dan status ekonomi (Carpenter, 2010).
4) Abnormalitas korteks cerebral, talamus, dan batang otak pada penderita
skizofrenia ditunjukkan dengan penelitian neuropatologi dan pemeriksaan dengan
Ctscan (Sadock dan Sadock, 2007).
5) Faktor psikososial dan sosiokultural (Supratiknya, 2003).
2.1.4 Gejala Skizofrenia
2.1.4.1 Gejala Primer
1. Gangguan proses pikir
2. Gangguan afek dan emosi
3. Gangguan kemauan
2.1.4.2 Gejala Sekunder
1. Waham
2. Halusinasi
Dengan gambaran klinis penyerta sebagai berikut:
1. Kendaya dalam daya kerja, hubungan sosial merawat diri
2. Penarikan diri dari lingkungan sosialnya
3. Perilaku aneh
4. Afek yang tumpul tidak serasi
5. Si bicara yang tidak jelas
6. Pendapat tentang dirinya yang terlalu tinggi
7. Persepsi yang tidak biasa, sepert merasa ada kekuatan dari luar atau orang
yang memengaruhinya
8. Tidak ada hubungan yang hangat dengan orang tua
2.1.5 Fase Skizofrenia
American Psychiatric Association(APA) menyatakan bahwa perjalanan
penyakit skizofrenia terdiri dari tiga fase yaitu fase akut, fase stabilisasi dan fase
stabil (Reverger, 2012). Ketiga fase tersebut disebut dengan fase psikotik.
Sebelum fase psikotik muncul, terdapat fase premorbid dan fase prodormal
(Muhyi, 2011).
2.1.6 Terapi
2.1.6.1 Terapi Farmakologi
1. Haloperidol
Dasar pengobatan skizofrenia adalah medikasi dengan antipsikotik yang
dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu antipsikotik tipikal dan antipsikotik
atipikal (Sadock dan Sadock, 2007). Haloperidol merupakan antipsikotik tipikal
yang merupakan antagonis reseptor dopamin berafinitas tinggi (Sianturi, 2014).
Aksi terapi dari obat-obat antipsikotik tipikal secara langsung memblok reseptor
dopamin tipe 2 (D2) yang spesifik di jalur dopamin mesolimbik (Stahl, 2000).
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Orang dewasa dalam keadaan akut cukup sesuai dengan
menggunakan dosis ekivalen Haloperidol 5-20 mg (Stahl, 2000). Sediaan
Haloperidol yang disediakan oleh sistem JKN menurut Pedoman Penerapan
Formularium Nasional adalah tablet 0,5 mg; 1,5 mg; dan 5 mg serta injeksi 5
mg/mL.
2. Risperidon
Risperidon merupakan obat atipikal atau obat antipsikotik generasi kedua
(Lesmanawati, 2012). Cara kerja Risperidon adalah dengan memblok reseptor
dopamin dan reseptor 5 HT-2. Cara kerja seperti ini efektif untuk menurunkan
atau menghilangkan simtom positif maupun negatif (Sianturi, 2014). Dosis efektif
Risperidon yang digunakan sebesar 2,7 mg/hari dan aman digunakan pada fase
akut psikotik dengan dosis dibawah 4 mg/hari (Lesmanawati, 2012). Pemberian
Risperidon 4 mg/hari menunjukkan kerja yang sangat cepat dalam menangani
psikosis atau skizofrenia dibandingkan dengan pemberian Haloperidol 10 mg/hari
terutama selama minggu pertama (Sianturi, 2014). Penggunaan obat antipsikotik
yang direkomendasikan berdasarkan American Psychiatric Association (APA)
menyebutkan bahwa rentang dosis untuk Haloperidol adalah 5 sampai 20 mg/hari
setara dengan Risperidon 2 sampai 8 mg/hari (Mclntyere, 2006). Sediaan
Risperidon yang disediakan oleh sistem JKN menurut Pedoman Penerapan
Formularium Nasional adalah tablet salut 1 mg dan 2 mg serta tablet 3 mg.
3.Klorpromazin
Klorpromazin merupakan obat antipsikotik golongan pertama yang
merupakan turunan alifatik dari Fenotiazin.Menurut APA, dosis yang dianjurkan
bagi Klorpromazin adalah 300-1000 mg per hari.
4.Triheksifenidil
Triheksifenidil merupakan obat yang direkomendasikan dan paling sering
digunakan untuk mengatasi efek samping dari obat antipsikotik tipikal yaitu gejala
ekstrapiramidal (Perwitasari, 2008). Panduan berasal dari konsensus WHO berupa
pemberian dosis obat sesuai dengan kebutuhan pasien dimulai dari dosis terendah
yang direkomendasikan yaitu 1-4 mg diminum 2-3 kali sehari dan tidak melebihi
15 mg sehari, kemudian dinaikkan secara bertahap sampai terdapat kejadian
toleransi dari pasien (Swayami, 2014), dan dievaluasi setiap 3 bulan sekali dengan
mengurangi dosis secara bertahap, bila dalam pengurangan dosis timbul gejala
ekstrapiramidal maka dosis dikembalikan dan dievaluasi ulang setiap 6 bulan
(Wijono dkk, 2013).
2.1.6.2 Terapi elektro
Terapi konvulsi dapat memperpendek serangan skizofrenia dan
mempermudah kontak dengan penderita.
2.1.6.3 Terapi koma insulin
Memberi hasil yang baik pada katatonia dan skizofrenia paranoid.
2.1.6.4 Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu pasien
kembali ke masyarakat, mendorong penderita untuk bergaul dengan orang lain,
penderita lain dan dokter.
2.1.6.5 Lobotomi Prefontal
Dilakukan bila terapi klien tidak berhasil.
2.2 Konsep Dasar Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
2.2.1 Konsep Diri
2.2.1.1 Definisi
1. Respon adaptif
Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat membangun
(konstruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri.
2. Aktualisasi diri
Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat mengekspresikan
kemampuan yang dimiliknya.
3. Konsep diri positif
Individu dapat mengidintefikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur
dan dalam menilai suatu masalah individu berpikir secara positif dan realistis.
4. Harga diri rendah
Transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptif.
5. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa
kanak-kanan jedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
6. Depersonalisasi
Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari lingkungan.
2.2.2 Konsep Harga Diri Rendah
2.2.2.1 Definisi
Harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri dan harga diri merasa gagal mencapai keinginan. Harga diri rendah
merupakan evaluasi dari atau kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan
dalam waktu yang lama (Direja, 2011).
Harga diri rendah adalah kondisi seseorang yang menilai keberadaan
dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain yang berpikir adalah hal negatif diri
sendiri sebagai individu yang gagal, tidak mampu, dan tidak berprestasi (Budi A
Kelliat, 2010).
Harga diri rendah merupakan penilaian subjektif individu terhadap dirinya,
perasaan sadar atau tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi, peran dan tubuh
(Kusumawati, 2010).
2.2.2.2 Etiologi
4. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik secara yang dapat mempengaruhi kerja hormon
yang dapat pula berdampak pada keseimbangan neurotransmiter di otak, seperti
kadar hormon serotonin menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi.
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi yang
dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atau stresor dapat
mepengaruhi gambaran diri.
Menurut Sulaswati (2005) tanda dan gejala pada harga diri rendah harga diri
rendah yaitu:
1. Situasional
2. Kronik
Perasaan negatif terhadap diri sendiri yang telah berlangsung lama.
Klien yang mengalami gangguan konsep diri : harga diri rendah dapat
mengakibatkan gangguan interaksi sosial : menarik diri dan memicu munculnya
perilaku kekerasan yang berisiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
2.3 A. Pohon Masalah
Menurut Fajariyah, 2012.
Resiko tinggi perilaku kekerasan
SP Klien:
SP Keluarga: