Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
 Nama : By. Tutupoho

 Umur : 17 hari

 Jenis kelamin : Perempuan

 BBL : 1700 gram, PBL : 50 cm

 Alamat : Kebun Cengkeh

 Anak : Keempat

 Tanggal lahir : 27 april 2019

II. ANAMNESIS : Alloanamnesis (21 Mei 2019)

Keluhan utama : Kuning seluruh tubuh

Anamnesis terpimpin : Seorang bayi Perempuan usia 17 hari masuk Rumah Sakit

dengan pengantar dari dokter spesialis anak dengan keluhan kuning seluruh tubuh

dialami sejak pasien lahir. Menurut orang tuanya bahwa, pasien lahir tidak menangis

secara spontan. Pasien juga sempat biru dan kemudian diberi oksigen serta dirawat

selama 3 hari di RS. Setelah dibawa pulang oleh orang tuanya kerumah, pasien mulai

terlihat kuning. Awalnya ibu pasien melihat mata pasien kuning, setelah itu kuning

seluruh tubuh dan semakin memberat hingga orang tua pasien memutuskan untuk

membawa pasien ke dokter anak. Bayi bergerak tidak aktif. Selama dirumah pasien
diberi ASI namun menurut ibunya pasien malas minum. BAB/BAK langsung setelah

bayi lahir.

Berdasarkan riwayat kelahiran, pasien dilahirkan secara normal, spontan dan ditolong

oleh bidan di RS Bhakti Rahayu. Selama kehamilan, ibu pasien mengaku mengalami

keputihan sejak usia kehamilan 6 bulan kehamilan. Keputihan tidak gatal dan tidak

berbau. Ibu mengaku mengkonsumsi obat antibiotik yang diberikan oleh dokter

kandungan untuk mengurangi keputihan selama 1 minggu. Namun, keputihan yang

dialami ibu mengalami perubahan warna menjadi putih kekuningan disertai gatal.

Ibu pasien juga sering muntah pada pagi hari dan banyak. Keluhan seperti ini baru

pertama kali dialami ibu pasien. Berdasarkan riwayat imunisasi, diketahui mendapat

imunisasi Hb0 di RS.

Berdasarkan riwayat sosioekonomi, diketahui bahwa orang tua pasien dari keluarga

yang mampu ( pekerjaaan sebagai PNS).

III. Pemeriksaan Fisik

- Kesadaran : Compos Mentis

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Nadi : 124 x/menit, reguler, isi cukup,


Pernafasan : 58 x/menit, reguler, abdominothorakal,
Suhu : 38,50 C
- Kepala : Bulat, tidak ada tanda-tanda trauma, ubun-ubun besar

belum menutup, microsefal, sutura sagitalis terpisah/

melebar, oksiput datar.


- Rambut : Hitam, lurus, distribusi merata, dan tidak mudah

dicabut.

- Wajah : Mongoloid / Sembab

- Mata : simetris, pupil isokor +|+, refleks cahaya langsung

+|+, refleks cahaya tidak langsung +|+, eksoftalmus(-)

enoftalmus (-), strabismus (-), nistagmus (-), palpebra

normal, konjungtiva: anemia -|-, sklera : ikterik -|-,

lensa kekeruhan -|-. Conjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik (+/+), fisurra palpebralis oblique, jarak pupil

lebar, ada lekukan epikantus

- Telinga : Ukuran, bentuk dan letak asimetris ( telinga kanan

lebih besar dan lebuh tinggi dibandingkan telinga

kiri)

- Hidung : Deviasi septum nasi (-), sekret -|-, darah -|-,

pernafasan cuping hidung +|+, pesek

- Lidah : Makroglosia (-/-), bibir kering (+)

- Thorax : Pengembangan dada simetris

a. Jantung :

o Inspeksi : ictus cordis tampak

o Palpasi : ictus cordis teraba

o Perkusi : Redup
 Batas kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra

 Batas kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra

 Batas kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra

 Batas kiri bawah : ICS V linea medioclavicularis

o Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, bunyi jantung

tambahan (-)

b. Paru :

o Inspeksi : Pengembangan dada simetris kanan-kiri

o Palpasi : Fremitus raba (+/+), nyeri tekan -

o Perkusi : Sonor (+/+)

o Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler, bunyi tambahan : rhonki

(-/-), wheezing (-/-)

- Abdomen :

o Inspeksi : Tampak abdomen kembung, disertai pelebaran vena

abdomen,

o Auskultasi : Bising usus (+) dan lemah, BU terdengar 10

kali/menit, kesan normal

o Perkusi : Timpani

o Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran organ (-)

- Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Ekstremitas : Akral hangat, edema (-).

IV. Pemeriksaan Antropometri


- Berat badan Lahir : 2000 gram,

BB saat di tempat praktek dokter: 1700 gram.

- Panjang badan : 42 cm

- Lingkar kepala : 30 cm

- BB/U :

- BB/PB :

- PB/U :

- Status gizi :

V. Anjuran

VI. Diagnosis

Sepsis + sindrom down + Hipotiroid kongenital + susp atresia bilier

VII. Terapi

Oksigen canul 0,5 lpm k/p

IVFD D10% 10 tpm

Inj. Ampicilin 2x100mg iv/12 jam

Inj. Gentamisin 1x10mg iv/24 jam

ASI 5-7,5 ml
DISKUSI

Down syndrome merupakan kelainan kromosom terletak pada kromosom 21


dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan ialah : Non disjunction sewaktu
osteogenesis (trisomi), translokasi kromosom 21 dan 15, Postzygotic non disjunction
(mosaicism)1
Adanya ekstra kromosom 21 memberikan pengaruh terhadap banyak sistem
organ, sehingga membentuk spektrum fenotip sindrom down yang luas, yaitu2
1. Adanya Kromosom 21 q 22,3. Menyebabkan
a. Keterlambatan Mental
b. Gambaran wajah yang khas (Mongoilism).
c. Anomali jari tangan,
d. Kelainan jantung bawaan.
2. Adanya kromosom 21q 22.1-q 22.2, menyebabkan:
a. Kelainan sistem saraf pusat (keterlambatan mental)
b. Kelainan jantung bawaan
Sampai saat ini penyebab non disjunction belum diketahui, namun diduga

penyebabnya adalah genetik, radiasi, infeksi, autoimun, dan usia ibu3

Pasien didiagnosis down syndrome karena berdasarkan anamnesis diperoleh

informasi bahwasanya ibu pasien hamil bayi ini pada usia ibu menjelang 36 tahun.

Berdasarkan teori, Risiko untuk mendapat bayi dengan down syndrome didapatkan

meningkat dengan bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada

usia di atas 35 tahun. Walaubagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak bebas

terhadap risiko mendapat bayi dengan sindrom Down.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan sutura sagitalis terpisah/ melebar, oksiput datar,

wajah mongoloid face/sembab, fisurra palpebralis oblique, jarak pupil lebar, ada lekukan
epikantus, tulang hidung hipoplasia hidung terlihat pesek, ukuran dan letak telinga

yang abnormal, mulut terbuka, peningkatan jaringan sekitar leher, tangan dan kaki

yang pendek dan lebar, hipotoni dan kelemahan otot sehingga bayi tersebut terlihat

letargis. Semua gejala yang didapatkan pada pemeriksaan fisik sesuai dengan teori

yang menjelaskan bahwa anak dengan sindroma Down pada umumya memiliki berat

badan lahir yang kurang dari normal. Diperkirakan 20% kasus mempunyai berat

badan lahir 2500 gr atau kurang.2Secara fenotip karakteristik yang terdapat pada bayi

dengan sindroma Down yaitu: 3,4,5,6

 Sutura sagitalis yang terpisah


 Fisura palpebralis yang oblique
 Jarak yang lebar antara jari kaki I dan II
 “plantar crease” jari kaki I dan II
 Hiperfleksibilitas
 Peningkatan jaringan sekitar leher
 Bentuk palatum yang abnormal
 Tulang Hidung hipoplasia
 Kelemahan otot
 Hipotonia
 Bercak Brushfield pada mata
 Mulut terbuka
 Lidah terjulur
 Lekukan epikantus
 “single palmar crease” pada tangan kiri
 ”single palmar crease” pada tangan kanan
 “Brachyclinodactily” tangan kiri
 “Brachyclinodactily” tangan kanan
 Jarak pupil yang lebar
 Tangan yang pendek dan lebar
 Oksiput yang datar
 Ukuran telinga yang abnormal
 Kaki yang pendek dan lebar
 Bentuk atau struktur telinga abnormal
 Letak telinga yang abnormal
 Kelainan tangan lainnya
 Kelainan mata lainnya
 Sindaktili
 Kelainan kaki lainnya
 Kelainan mulut lainnya

Pemeriksaan penunjang

Berdasarkan teori, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk

mendeteksi adanya kelainan bawaan dalam kandungan seperti down syndrome

meliputi :

a. Pemeriksaan Skrining
Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi
sindrom Down. Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test
dan/atau sonogram. Uji kedua adalah uji diagnostik yang dapat memberi hasil
pasti apakah bayi yang dikandung menderita sindrom Down atau tidak.5
Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal
Translucency (NT test). Uji ini dilakukan pada minggu 11 – 14 kehamilan. Apa
yang diuji adalah jumlah cairan di bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh
dari pada sepulah bayi dengan sindrom Down dapat dikenal pasti dengan tehnik
ini. 5
Hasil uji sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada darah ibu
hamil yang disuspek bayinya sindrom down dan yang diperhatikan adalah
plasma protein-A dan hormon human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang
tidak normal menjadi indikasi bahwa mungkin adanya kelainan pada bayi yang
dikandung. 5
b. Amniocentesis
Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang
kemudiannya diuji untuk menganalisa kromosom janin. Amniosentesis
merupakan pemeriksaan yang berguna untuk diagnosis berbagai kelainan
kromososm bayi terutama sindroma down, di mana dengan mengambil sejumlah
kecil cairan amniotik dari ruang amnion secara transabdominal antara usia
kehamilan 14-16 minggu. Amniosentesis dianjurkan untuk semua wanita hamil di
atas usia 35 tahun. Risiko keguguran adalah 1 per 200 kehamilan. 5
c. Chorionic villus sampling (CVS)
CVS dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel
tersebut akan diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada
kehamilan minggu kesembilan hingga 14. Resiko keguguran adalah 1 per 100
kehamilan. 5
d. Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS)
PUBS adalah tehnik di mana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk
melihat kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes
ini dilakukan sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan hasil yang jelas.
Resiko keguguran adalah lebih tinggi. 5
e. Pemeriksaan sitogenik
Diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan studi sitogenetika.
Karyotyping sangat penting untuk menentukan risiko kekambuhan. Dalam
translokasi sindrom Down, karyotyping dari orang tua dan kerabat lainnya
diperlukan untuk konseling genetik yang tepat. 5

Gambar (6). Karyotipe G-banded menunjukkan trisomi 21 (47,XY,+21)10

Gambar (7). Karyotipe G-banded menunjukkan trisomi 21 dari lengan


isochromosome arm 21q tipe [46,XY,i(21)(q10)]10

f. Ekokardiografi
Tes ini harus dilakukan pada semua bayi dengan sindroma Down untuk
mengidentifikasi penyakit jantung bawaan, terlepas dari temuan pada
pemeriksaan fisik. 5
Pada kasus ini didiagnosis down syndrome berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan tidak berdasarkan pemeriksaan penunjang karena keterbatasan alat
untuk pemeriksaan.
Prognosis

Survival rate penderita sindroma Down umumnya hingga usia 30-40 tahun.

Selain perkembangan fisik dan mental terganggu, juga ditemukan berbagai kelainan

fisik. Kemampuan berpikir penderita dapat digolongkan idiot dan biasanya ditemukan

kelainan jantung bawaan, seperti defek septum ventrikel yang memperburuk

prognosis.15 Sebesar 44% penderita sindroma Down hidup sampai 60 tahun dan

hanya 14% hidup sampai 68 tahun.


DAFTAR PUSTAKA

1. Staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sindrom Down.


Dalam : Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Hassan R., Alatas H. : editor.
1985; 217-9
2. Departemen Kesehatan Republik Iindonesia. Pelayanan Kesehatan Di Rumah
Sakit. Jakarta , 2009 : 89
3. Suryo. Abnormalitas akibat kelainan kromosom dalam Genetika manusia,
Universitas Gadjah Mada press, cetakan ke 6 tahun 2001. Hal 259-270
4. Sietske N.H. Down syndrome 10 July 2011. Available at
http://www.medicinenet.com/down_syndrome/article.html. Accessed on May
2019.
5. Down syndrome. Genetics Home Reference. 30 Aug 2010. Available at
http://www.ghr.nlm.nih.gov/condition/down-syndrome. Accessed on May
2019.
6. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku ajar Neonatology.
Edisi I. IDAI 2008
7. Kliegman RM. Nelson texbook of pediatrics. Edition 20th. Volume 1 dan 2.
Elsevier; Philadelphia 2016

Anda mungkin juga menyukai