Pembahasan Sindrome Down
Pembahasan Sindrome Down
I. IDENTITAS
Nama : By. Tutupoho
Umur : 17 hari
Anak : Keempat
Anamnesis terpimpin : Seorang bayi Perempuan usia 17 hari masuk Rumah Sakit
dengan pengantar dari dokter spesialis anak dengan keluhan kuning seluruh tubuh
dialami sejak pasien lahir. Menurut orang tuanya bahwa, pasien lahir tidak menangis
secara spontan. Pasien juga sempat biru dan kemudian diberi oksigen serta dirawat
selama 3 hari di RS. Setelah dibawa pulang oleh orang tuanya kerumah, pasien mulai
terlihat kuning. Awalnya ibu pasien melihat mata pasien kuning, setelah itu kuning
seluruh tubuh dan semakin memberat hingga orang tua pasien memutuskan untuk
membawa pasien ke dokter anak. Bayi bergerak tidak aktif. Selama dirumah pasien
diberi ASI namun menurut ibunya pasien malas minum. BAB/BAK langsung setelah
bayi lahir.
Berdasarkan riwayat kelahiran, pasien dilahirkan secara normal, spontan dan ditolong
oleh bidan di RS Bhakti Rahayu. Selama kehamilan, ibu pasien mengaku mengalami
keputihan sejak usia kehamilan 6 bulan kehamilan. Keputihan tidak gatal dan tidak
berbau. Ibu mengaku mengkonsumsi obat antibiotik yang diberikan oleh dokter
dialami ibu mengalami perubahan warna menjadi putih kekuningan disertai gatal.
Ibu pasien juga sering muntah pada pagi hari dan banyak. Keluhan seperti ini baru
pertama kali dialami ibu pasien. Berdasarkan riwayat imunisasi, diketahui mendapat
Berdasarkan riwayat sosioekonomi, diketahui bahwa orang tua pasien dari keluarga
dicabut.
kiri)
a. Jantung :
o Perkusi : Redup
Batas kanan atas : ICS II linea parasternalis dextra
tambahan (-)
b. Paru :
- Abdomen :
abdomen,
o Perkusi : Timpani
- Panjang badan : 42 cm
- Lingkar kepala : 30 cm
- BB/U :
- BB/PB :
- PB/U :
- Status gizi :
V. Anjuran
VI. Diagnosis
VII. Terapi
ASI 5-7,5 ml
DISKUSI
informasi bahwasanya ibu pasien hamil bayi ini pada usia ibu menjelang 36 tahun.
Berdasarkan teori, Risiko untuk mendapat bayi dengan down syndrome didapatkan
meningkat dengan bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada
usia di atas 35 tahun. Walaubagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak bebas
Dari pemeriksaan fisik didapatkan sutura sagitalis terpisah/ melebar, oksiput datar,
wajah mongoloid face/sembab, fisurra palpebralis oblique, jarak pupil lebar, ada lekukan
epikantus, tulang hidung hipoplasia hidung terlihat pesek, ukuran dan letak telinga
yang abnormal, mulut terbuka, peningkatan jaringan sekitar leher, tangan dan kaki
yang pendek dan lebar, hipotoni dan kelemahan otot sehingga bayi tersebut terlihat
letargis. Semua gejala yang didapatkan pada pemeriksaan fisik sesuai dengan teori
yang menjelaskan bahwa anak dengan sindroma Down pada umumya memiliki berat
badan lahir yang kurang dari normal. Diperkirakan 20% kasus mempunyai berat
badan lahir 2500 gr atau kurang.2Secara fenotip karakteristik yang terdapat pada bayi
Pemeriksaan penunjang
meliputi :
a. Pemeriksaan Skrining
Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi
sindrom Down. Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test
dan/atau sonogram. Uji kedua adalah uji diagnostik yang dapat memberi hasil
pasti apakah bayi yang dikandung menderita sindrom Down atau tidak.5
Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal
Translucency (NT test). Uji ini dilakukan pada minggu 11 – 14 kehamilan. Apa
yang diuji adalah jumlah cairan di bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh
dari pada sepulah bayi dengan sindrom Down dapat dikenal pasti dengan tehnik
ini. 5
Hasil uji sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada darah ibu
hamil yang disuspek bayinya sindrom down dan yang diperhatikan adalah
plasma protein-A dan hormon human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang
tidak normal menjadi indikasi bahwa mungkin adanya kelainan pada bayi yang
dikandung. 5
b. Amniocentesis
Amniocentesis dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang
kemudiannya diuji untuk menganalisa kromosom janin. Amniosentesis
merupakan pemeriksaan yang berguna untuk diagnosis berbagai kelainan
kromososm bayi terutama sindroma down, di mana dengan mengambil sejumlah
kecil cairan amniotik dari ruang amnion secara transabdominal antara usia
kehamilan 14-16 minggu. Amniosentesis dianjurkan untuk semua wanita hamil di
atas usia 35 tahun. Risiko keguguran adalah 1 per 200 kehamilan. 5
c. Chorionic villus sampling (CVS)
CVS dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel
tersebut akan diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada
kehamilan minggu kesembilan hingga 14. Resiko keguguran adalah 1 per 100
kehamilan. 5
d. Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS)
PUBS adalah tehnik di mana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk
melihat kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes
ini dilakukan sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan hasil yang jelas.
Resiko keguguran adalah lebih tinggi. 5
e. Pemeriksaan sitogenik
Diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan studi sitogenetika.
Karyotyping sangat penting untuk menentukan risiko kekambuhan. Dalam
translokasi sindrom Down, karyotyping dari orang tua dan kerabat lainnya
diperlukan untuk konseling genetik yang tepat. 5
f. Ekokardiografi
Tes ini harus dilakukan pada semua bayi dengan sindroma Down untuk
mengidentifikasi penyakit jantung bawaan, terlepas dari temuan pada
pemeriksaan fisik. 5
Pada kasus ini didiagnosis down syndrome berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan tidak berdasarkan pemeriksaan penunjang karena keterbatasan alat
untuk pemeriksaan.
Prognosis
Survival rate penderita sindroma Down umumnya hingga usia 30-40 tahun.
Selain perkembangan fisik dan mental terganggu, juga ditemukan berbagai kelainan
fisik. Kemampuan berpikir penderita dapat digolongkan idiot dan biasanya ditemukan
prognosis.15 Sebesar 44% penderita sindroma Down hidup sampai 60 tahun dan