Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Revisi Undang-Undang 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD, atau lebih
dikenal dengan sebutan UU MD3 berlaku secara efektif pada Rabu (14/03), dengan atau
tanpa tanda tangan Presiden Joko Widodo. Sejak dibahas dan disahkan oleh DPR pada 12
Februari 2018, revisi UU ini mengundang kontroversi karena berpotensi menjadikan
anggota DPR kebal hukum. UU MD3 adalah Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD
dan DPD yang berisi aturan mengenai wewenang, tugas, dan keanggotaan MPR, DPR,
DPRD dan DPD. Hak, kewajiban, kode etik serta detil dari pelaksanaan tugas juga diatur.
Aturan ini menggantikan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 mengenai MD3 yang
dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum. UU ini terdiri atas 428 pasal
dan disahkan pada 5 Agustus 2014 oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Revisi
terakhirnya disahkan oleh DPR pada Senin, 12 Februari 2018. Revisi yang paling memicu
kotroversi adalah Revisi Pasal 122 k terkait tugas Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)
dalam revisi UU MD3 menuai kontroversi karena DPR dianggap menjadi antikritik dan
kebal hukum. Pengamat menganggapnya sebagai upaya kriminalisasi terhadap praktik
demokrasi, khususnya rakyat yang kritis terhadap DPR. Pasal yang memuat perihal
penghinaan terhadap parlemen berisi tambahan peraturan yang memerintahkan MKD
untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan,
kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota
DPR.

Selain kontroversi soal pasal "antikritik", ada beberapa pasal yang diubah dalam UU
MD3. Berikut ini beberapa pasal lain yang perubahannya menuai kontroversi.

Pasal 73
Sebelum direvisi UU MD3 menyatakan bahwa polisi membantu memanggil pihak yang
enggan datang saat diperiksa DPR. Kini pasal tersebut ditambah dengan poin bahwa
Polisi wajib memenuhi permintaan DPR untuk memanggil paksa.

"Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah
dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak
melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik
Indonesia."

Pasal 84 dan 15 tentang komposisi pimpinan DPR dan MPR


Pasal ini lebih menimbulkan kontroversi politik karena kursi pimpinan DPR yang semula
satu ketua dan empat wakil, menjadi satu ketua dan lima wakil.

Satu pimpinan tambahan ini akan menjadi jatah pemilik kursi terbanyak yang saat ini
dipegang oleh PDI-P. Pada pasal 15, pimpinan MPR awalnya terdiri atas satu ketua dan
empat wakil ketua, menjadi satu ketua dan tujuh wakil. MPR terdiri atas 10 fraksi partai
politik dan satu fraksi Kelompok DPD.

Pasal 245 tentang pemeriksaan anggota DPR


Pada tahun 2015 MK sudah memutuskan bahwa pemeriksaan harus dengan seizin
presiden, bukan lagi MKD namun pada akhirnya diubah. Pemeriksaan anggota DPR yang
terlibat tindak pidana harus ada pertimbangan MKD sebelum DPR memberi izin.
"Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan
terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah
mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)."

Bivitri Susanti, pakar hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, menyebut UU itu
merupakan kriminalisasi terhadap rakyat yang kritis terhadap DPR. Ia menegaskah bahwa
pasal yang seakan-akan menakut-nakuti masyarakat itu harus dibatalkan, karena tidak
sesuai dengan nafas konstitusi yang melindungi warga untuk menyatakan pendapat.
Selain itu, pasal lain yang dinilai bermasalah adalah wewenang pemanggilan paksa oleh
DPR. Menurut Bivitri, DPR bisa memanggil paksa setiap orang dalam konteks fungsi
tertentu.Pemanggilan paksa ini menggunakan kewenangan kepolisian, jadi kepolisian
wajib untuk memenuhi permintaan DPR sehingga hal tersebut dirasa dapat merusak
demokrasi di Indonesia.

Demo menolak UU MD3 dilakukan oleh mahasiswa di berbagai daerah. Di Medan,


mahasiswa menumbangkan gerbang DPRD.Di Bengkulu empat mahasiswa sempat
ditangkap polisi pada 5 Maret karena demo berujung ricuh.Di Surabaya mahasiswa
menutup jalan di depan DPRD saat menolak revisi UU MD3 pada akhir Februari lalu.
Selain ditolak oleh para aktivis, mahasiswa dan pakar hukum, revisi ini ditolak oleh
masyarakat melalui beberapa petisi di Change.org yang berbunyi "Tolak revisi UU MD3,
DPR tidak boleh mempidanakan kritik!” yang ditandatangani oleh 203 ribu orang,
sedangkan petisi "Tolak Revisi RUU MD3! Ajukan Judicial Review ke Mahkamah
Konstitusi' ditandatangani 78 ribu pendukung.

Banyaknya kontroversi dan perbedaan pendapat di antara masyarakat dan pemerintah


tentang UU MD3 inilah yang menimbulkan terjadi kerusuhan dimana-mana baik oleh
mahasiswa maupun masyarakat. Kerusuhan ini merupakan cerminan dari penyimpangan
nilai-nilai yang terkadung dalam pancasila sila ke-4. Oleh karena itu dari permasalahan
ini kami ingin membahas lebih dalam lagi mengenai sebab-sebab utama terjadinya
masalah ini sehingga nantinya diharapkan dapat ditemukan solusi yang konkret dan
terarah. Hal inilah yang mendorong kami untuk membuat makalah yang berjudul
“Penyimpangan sila ke-4”.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan, maka dapat dirumuskan beberapa


permasalahan sebagai berikut.

1. Apa tujuan direvisinya UU MD3?

2. Apakah revisi UU MD3 termasuk melanggar sila ke-4 Pancasila?

3. Mengapa UU MD3 tetap direvisi walaupun belum ditandatangani ?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini adalah


sebagai berikut.

Tujuan Umum

Menjelaskan penyimpangan sila ke-4 yang ditemukan terjadi pada revisi UU MD3

Tujuan Khusus

1. Menjelaskan tujuan dilakukannya revisi UU MD3

2. Menjelaskan apakah revisi UU MD3 termasuk penyimpangan sila ke-4

3. Menjelaskan alasan revisi UU MD3 sudah disahkan walaupun belum ditandatangani

oleh Presiden

1.4 Manfaat

Adapun beberapa manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Akademik

Diharapkan dengan adanya pembuatan tulisan ini dapat menjelaskan....

2. Manfaat Terapan

Diharapkan dengan adanya tulisan ini pembaca dapat mengaplikasikan dalam


kehidupan sehari-hari melalui pengambilan keputusan dengan bermusyawarah
sehingga diperoleh hasil yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai