Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

N DENGAN DIAGNOSA MEDIS


FRAKTUR TIBIA SINISTRA DI RUANG IGD RSUD Dr. R.
SOEDJONO SELONG

Disusun Oleh:

ENDRA JAYADI SAPUTRA,S.Kep


016.02.0615

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XII C

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

MATARAM

2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada
integritas seseorang akan mengalami gangguan fisiologis
maupunp sikologis yang dapat menimbulkan respon berupa
nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana
seseorang memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal
maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri
dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang
budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian
nyeri.Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk
beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan
(Engram, 1999). Jumlah penderita mengalami fraktur di
Amerika Serikat sekitar 25 juta orang pertahun.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan
kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah ,jaringan di
sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema
jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi
sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi dari Fraktur?
2. Apa saja etiologi dari fraktur?
3. Apa saja manifestasi klinis dari Fraktur?
4. Apa saja klasifikasi dari fraktur?
5. Apa saja penatalaksanaan fraktur?
6. Apa saja komplikasi fraktur?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien fraktur?

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui definisi dari Fraktur
2. Untuk Mengetahui etiologi dari fraktur
3. Untuk Mengetahui manifestasi klinis dari Fraktur
4. Untuk Mengetahui klasifikasi dari fraktur
5. Untuk Mengetahui penatalaksanaan fraktur
6. Untuk Mengetahui komplikasi fraktur
7. Untuk Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia
dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang dapatdiabsorbsinya. (Brunner &Suddart,
2000).
Fracture is a break in the continuity of bone and is
defined according to its type and extent. (Brunner &Suddarth,
2008)
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas jaringan tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
diserap oleh tulang (LndaJuallCarpenito, 2000).
Fraktura dalah pemisahan atau patahnya tulang (Marilyam E.
Doenges, 2000).

B. ETIOLOGI
Etiologi patah tulang menurut Barbara C. Long adalah :
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi
patah pada tempat yang terkena.Hal ini mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak disekitarnya.Jika kekuatan tidak
langsung mengenai tulang maka dapat terjadi Fraktur pada
tempat yang jauh daro tempat yang terkena dan kerusakan
jaringan lunak difraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Otot-otot yang berada disekitar tulang tidak mampu
mengabsorsi energi.
3. Fraktur Patologis
Fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit, kanker yang
bermetastase atau osteoporosis.dm
4. Compresion force
Klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang
5. Muscle (otot)
Akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga
dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani)
Trauma dapat bersifat:
1. Trauma Langsung
Trauma langsung dapat menyebabkan tekanan langsung pada
tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang
terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan.
2. Trauma Tidak Langsung
Trauma yang dihantarkan lebih jauh dari daerah fraktur,
misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan
lunak tetap utuh.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Deformitas (Perubahan bentuk tubuh sebagian / umum)
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dar tempatnya.Perubahan keseimbangan dan kontur
terjadi karena rotasi pemendekan tulang dan penekanan
tulang.
2. Bengkak
3. Echymosis dari pendarahan
4. Spasme Otot
5. Nyeri yang disebabkan oleh spasme otot Karena berpindahnya
tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang
berdekatan.
6. Kehilangan sensasi
7. Terjadi karena rusaknya saraf.
8. Pergerakan Abnormal
9. Peningkatan temperature lokal
10. Krepitasi Rasa (gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian
tulang digerakkan)
11. Shock Hipovolemik akibat hilangnya darah.

D. KLASIFIKASI FRAKTUR
Penampilan Fraktur dapat sangat bervariasi dan dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu :
 Berdasarkan sifat fraktur
1. Fraktur tertutup (Closed Fraktur)
Adalah fraktur yang tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.Disebut juga fraktur
bersih karena kulit masih utuh.Klasifikasi fraktur
tertutup :
a) Tingkat 0 : Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa
cedera jaringan lunak disekitarnya
b) Tingkat 1 : Fraktur dengan abrasi dangkal / memar
jaringan subkutan
c) Tingkat 2 : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio
jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan
d) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan
lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur terbuka (Open Fraktur)
Adalah fraktur yang terdapat hubungan antara tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.Klasifikasi fraktur terbuka :
a) Derajat 1 : Jika kurang dari 1 cm, kerusakan
jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk,
kontaminasi ringan
b) Derajat 2 : Laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan
jaringan lunak lebih banyak namun tidak luas,
kontaminasi sedang
c) Derajat 3 : Terjadi kerusakan jaringan lunaik yang
luas meliputi struktur kulit otot dan neuromuskulan,
serta kontaminasi derajat tinggi
 Berdasarkan komplit / tidak komplitnya fraktur
1. Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2. Fraktur incomplit
Bila garis patah tidfak melalui seluruh penampang tulang.
 Bedasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma
1. Fraktur Transversal
Adalah fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi / langsung.
2. Fraktur Oblik
Adalah fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi juga.
3. Fraktur Spiral
Adalah fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5. Fraktur Avulasi
Fraktur yang diakibatkanh karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
 Berdasarkan jumlah garis patah
1. Fraktur Komunitif
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multipel
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tetapi tidak
pada tulang yang sama.
 Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1. Fraktur Undisplaced (Tideak bergeser)
Garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser
dan penosteum masih utuh
2. Fraktur Displaced (Bergeser)
Terjadi pergeseran fragmen tulang juga disebut lokasi
fragmen
3. Fraktur kelelahan
Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
4. Fraktur Patologis
Fraktur yang diakibatkan oleh karena proses patologis
tulang.
PATHWAY
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini menentukan lokasi dan luasnya fraktur /
cedera. Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan Lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) untuk memperlihatkan patoligi
yang dicari karena adanya super posisi.Perlu diketahui bahwa
permintaan X-Ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada X-Ray adalah :
a) Bayangan jaringan lunak
b) Tipis tebalnya korteks akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau rotasi
c) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
d) Selain X-Ray kadang perlu teknik khusus seperti :
 Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tetapi
struktur lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tetapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
 Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah diruang verkbre yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
 Arthografi meggambarkan jaringan-jaringan ikat yang
rusak karena ruda paksa.
2. Stan Tulang (Scan CT / MKI)
Memperlihatkan fraktur untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringa lunak. Dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Pemeriksaan laboratorium
1) Hitung darah lengkap
Mungkin terjadi peningkatan (Hemokonsentrasi) atau
penurunan (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau
organ jauh trauma multiple), peningkatan jumlah leuksit
adalah respon stress normal setelah trauma.
2) Kretinin
Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk ginjal.

F. PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan fraktur :
1. Rekoginisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, derajat keparahan, deskripsi
peristiwa yang terjadi.
2. Reduksi atau Refosisi
Usaha atau tindakan manipulasi fragmen dan tulang yang patah
sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
3. Retensi dari reduksi atau mobilisasi
Setelah direposisi fragmen tulang harus direlensi atau
mobilisasi untuk mempertahankan pada posisi kesejajaran
benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasinya dengan cara :
 Fiksasi Eksterna (Fips dan Traksi)
 Fiksasi Interna (Orif) dengan lempeng logam (Plate) dan
Nail yang melintang pada cavum medularis tulang.
4. Rehabilitasi
Mengembalikan fungsi normal bagian yang cidera.Rencana
rehabilitasi harus segera dimulai dan dilaksanakan bersama
dengan pengobatan.
Penatalaksanaan Medis:
1. Lakukan pemeriksaan fisik terhadap jalan nafas (airway),
proses pernafasan (breathing), dan mengetahui syok atau
tidak (sirkulasi).
2. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik secara terperinci,
waktu kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa
lama sampai diruma sakit (menginat golden periode 1-6 jam).
Bila lebih dari 8 jam komplikasi infeksi semakin besar.
3. Melakukan foto radiologi
4. Pemasangan bidai untuk menguranghi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak.
Selain itu untuk memudahkan proses pembuatan foto.

G. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG


1. Tahap pembentukan hematom
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin
yang masuk kearea fraktur. Suplai darah meningkat,
terbentuklah hematom yang berkembang menjadi jaringan
granulasi sampai hari kelima.

2. Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematom akan mengalami
organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan
darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi
fibroblast dan osteoblast yang akan menhasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.
Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.

3. Tahap pembentukan kalus


Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen
patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang
rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar
frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan
fibrus.

4. Konsolidasi (6-8 bulan)


Bilaaktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut,
anyaman tulang berubah menjadi lamellar.sistem ini sekarang
cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobosme lalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah yang tersisa di antara fragmen
dengan tulang yang baru.Ini adalah proses yang lamban dan
mungkin perlube berapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.

5. FaseRemodelling (6-12 bulan)


Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang
padat.Selama beberapa bulan atau tahun.Pengelasan kasar ini
dibentuk ulangoleh proses rearsorbsi dan pembentukan tulang
yang terus menerus. Lamallea yang lebih tebal diletakkan
pada tempat yang tekanannya lebihtinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

H. Komplikasi
 Komplikasi awal
1. Shock Hipovolemik/traumatik
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) →
perdarahan & kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak → shock hipovolemi.
2. Trombo emboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi
otot/bedrest
3. Infeksi
Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu
monitor tanda infeksi dan terapi antibiotik
 Komplikasi lambat
1. Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang
diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini
berhubungan dengan proses infeksi. Distraksi/tarikan
bagian fragmen tulang
2. Non union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi
pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fobrous union atau
pseudoarthrosis
3. Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada
perubahan bentuk)
4. Nekrosis avaskuler di tulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi
tulang .
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no registrasi,
tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada fraktur adalah nyeri.Nyeri
bisa akut maupun kronik, tergantung lamanya serangan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien mengeluh nyeri saat bergerak, adanya
deformitas atau gerakan abnormal setelah terjadi trauma
langsung yang mengenai tulang.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami fraktur sebelumnya, apakah
klien mempunyai penyakit tulang seperti osteoporosis,
kanker tulang, atau penyakit penyerta lainnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga ada yang mengalami hal serupa dengan
pasien, dan apakah keluarga memiliki penyakit tulang /
penyakit lainnya yang diturunkan.
6. f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam keluarga maupun masyarakat.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Breathing ( B1 )
Bagaimana pernafasannya, reguler/tidak, bagaimana
kesimetrisannya, bagaimana suaranya apakah terdapat
suara tambahan. Apakah terdapat pergerakan otot antar
rusuk, bagaimana gerakan dada, bagaimana suaranya apakah
ada pembesaran dada.
b. Blood ( B2 )
Tanda :
 Hipertensi (kadang-kadang terlihat senbagai respon
terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan
darah)
 Takikardi ( respon stress, hipovolemi )
 Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera, pengisian kapiler, lambat, pusat bagian yang
terkena.
 Pembengkakan jaringan atau masa hematon pada sisi
cedera.
c. Brain ( B3 )
Gejala :
 Hilang gerakan/sensori, spasme otot
 Kesemutan
Tanda :
 Deformitas local angurasi abnormal, pemendekan,
rotasi krepitasi (bunyi berdent) spasme otot,
terlihat kelemahan atau hilang fungsi.
 Agitasi (mungkin badan nyeri/ansietas/trauma lain)
d. Bowel ( B4 )
Bagaimana bentuk/kesimetrisnya, turgor kulit abdomen
apakah suara tambahan dan bagaimana peristaltik ususnya.
e. Bladder ( B5 )
Bagaimana bentuk/kesimetrisannya, apakah terdapat lesi,
apakah terjadi inkontinensia urun.
f. Bone ( B6 )
Tanda :
 Laserasi kulit, avulasi jaringan, perdarahan,
perubahan warna.
 Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap
atau tiba-tiba)
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :
 Lingkungan cedera memerlukan bantuan dengan
transplantasi, aktivitas perawatan diri dan tugas
pemeliharaan/perawatan rumah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeriakut b/d spasmeotot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Risiko disfungsi neuro vaskuler perifer b/d penurunan
aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah,
emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial,
edema paru, kongesti)
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
5. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat, sekrup)
6. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur
invasif/traksi tulang)
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
(Doengoes, 2000)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeriakut b/d spasmeotot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
dengan menunjukkan tindakan santai, mampu
berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat
dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi
untuk situasi individual
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan
aliran darah (cederavaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan :Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik
dengan kriteria akral hangat, tidak pucat dan
syanosis, bisa bergerak secara aktif
3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah,
emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial,
edema paru, kongesti)
Tujuan :Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi
terpenuhi dengan kriteria klien tidak sesak nafas,
tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan :Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas
pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat
mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas
5. Gangguan integritaskulit b/d fraktur terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan :Klien menyatakan ketidak nyamanan hilang,
menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu /penyembuhan lesi terjadi
6. Risiko infeksi b/d ketidak adekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/
traksi tulang)
Tujuan :Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu,
bebas drainase purulen atau eritema dan demam
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salahin
terpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
Tujuan :klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat
dengan kriteria klien mengerti dan memahami tentang
penyakitnya
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada
yang dapat di absorpsinya. Fraktur dapat disebabkan
oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun
tulang patah ,jaringan di sekitarnya juga akan
terpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur
tendon, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah.
Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.

B. SARAN
Diharapkan perawat lebih mengerti tentang konsep fraktur
dan disarankan perawat lebih banyak lagi mencari informasi
tentang konsep fraktur sehingga bisa menambah wawasan yang
lebih maksimal dan dapat melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta :EGC.

Tambayong. J.(2007). Patofisiologi Keperawatan editor Monica


Ester, S.Kep. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H. (2012). NANDA internasional. Diagnosis


Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. alih bahasa
Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tiar, editor bahasa
Indonesia Monica Ester. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai