Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab 4 ini kelompok akan menguraikan bahasan tentang asuhan


keperawatan yang telah dilakuakn selama 1x14 jam pada tanggal 21 januari 2019 di
ruang Instalsi Gawat Darurat RSUPN Cipto Mangkusumo dengan Acute decompensasi
Heart Fealure. Pembahasan ini bertujuan untuk menganalisis kesenjangan yang
komponen asuhan keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, implementasi dan evaluasi.

1.1 Pengkajian
Pengkajian yaang dilakukan oleh kelompok meliputi pengkajian
kegawatdaruratan primary survey meliputi Circulation, Airway, Breathing,
Disability, Exposure. Klien datang ke IGD RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan
keluhan sesak saat melakukan aktivitas maupun saat istirahat dan kedua kaki terasa
nyeri saat digerakkan. Saat dilakukan pengkajian, didapatkan data Circulation
Tekanan darah: 99/70 mmHg, Nadi: 105x/menit, nadi perifer teraba lemah dan nadi
radialis teraba kuat, tidak ada sinosis, akral dingin, kulit klien pucat, turgor kulit
elastis dan konjungtiva anemis, CRT 4 detik, tidak ada pendarahan, JVP 5 + 3
cmH2O. pada bagian Circulation kelompok mendapatkan data yang tidak normal
meliputi: akral dingin, kulit klien pucat dan konjugtiva anemis, CRT 4 detik
menurut Wilkinson & Ahern, 2012 pada klien dengan ADHF akan mengalami
masalah penurunan curah jantung, dimana penurunan curah jantung ini
menyebabkan jantung tidak memompa darah secara maksimal ke seluruh tubuh.
Maka adanya kesamaan antara data kasus yang didapat kelompok dengan teori. JVP
5 + 3 cmH2O i
Pada pengkajian Airway didapatkan data jalan nafas paten, tidak ada gangguan
dan tidak ada suara nafas tambahan, pada bagian airway kelompok tidak
menemukan adanya gangguan. Breathing klien mengeluh sesak nafas, terdapat
retraksi otot dada, adanya pernafasan cuping hidung, ekspansi memanjang, irama
nafas cepat dan dangkal, pola nafas tidak beraturan. Setelah dilakukan pengkajian
pada bagian Breathing kelompok mendapatkan data yang tidak normal yaitu
adanya sesak nafas, adanya retraksi otot dada, adanya pernafasan cuping hidung,
ekspansi memanjang, irama nafas cepat dan dangkal, pola nafas tdak teraturan, data
ini sesuai menurut teori kasuari (2002) pada pasien ADHF saat dilakukan
pengkajian frekuensi nafas meningkat, adanya penggunaan otot bantu nafas, adanya
retraksi dinding dada, adanya sesak nafas dan adanya suara nafas tambahan. Maka
adanya kesamaan antara data yang didapatkan kelompok dengan teori yang ada.
Pengkajian Disability didapatkan data respon klien alert (sadar penuh),
kesadaran composmentis, GCS 15 E4 V5 M6, reflek cahaya ada, ukuran pupil
kanan 3 mm dan ukuran pupil kiri 3 mm. Pada bagian Disability kelompok tidak
menemukan adanya gangguan. Pada pengkajian Exposure kelompok mendapatkan
data tidak adanya deformitas pada ekstemitas bagian atas maupun ekstemitas
bagian bawah, tidak adanya memar, tidak ada luka, terdapat edema derajat 2 pada
ekstemitas bawah sebelah kanan dan kiri dengan kedalam 4 mm dengan waktu
kembali ke bentuk normal dalam waktu 15 menit. Pada bagian Exposure kelompok
mendapatkan data yang tidak normal meliputi: terdapat edema derajat 2 pada
ekstemitas bawah sebelah kanan dan kiri dengan kedalam 4 mm dengan waktu
kembali ke bentuk normal dalam waktu 15 menit, edema ini disebabkan karena
adanya kegagalan jantung kanan dalam mengosongkan darah secara adekuat
sehingga tidak dapat mensuplai semua darah secara normal kembali sirkulasi vena
(Smeltzer, 2002). Maka adanya kesamaan antara data yang didapatkan kelompok
dengan teori yang ada.
Pada pengkajian secondary survey, kelompok mendapatkan data: klien
mengatakan sesak nafas dan nyeri pada bagian dada sebelah kiri menjalar sampai
ke punggung belakang sejak 8 jam yang lalu, nyeri hilang timbul dan adanya
peningkatan JVP. Menurut Ponikowski (2016) tanda dan gejala ADHF meliputi
sesak napas, peningkatan JVP, ortopneu reflek hepatojuguler, paroksismal nocturnal
dispneu, bunyi jantung 3 (gallop), kelelahan, letih dan kebutuhan waktu yang lebih
banyak untuk istirahat setelah aktivitas, bising jantung dan edema tungkai
Pada pasien kelolaan kelompok dilakukan pemeriksaan diagnostic rontgen
dengan hasil infiltrate di supratiler kanan dan paritiler kanan, suspek pneumonia
disertai gambaran awal bendungan paru, kardiomegali. Menurut Doengoes, 2000
pemeriksaan penunjang pada pasien ADHF dengan foto X-ray menggambarkan
adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung dan foto polos dada
menggambarkan adanya proyeksi A-P, konus pulmonalis menonjol, cefalisasi arteri
pulmonal. Proyeksi RAO: tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan
pembesaran ventrikel. Klien juga menjalankan pemeriksaan penunjang perekaman
jantung (EKG), dengan kesimpulan
Menurut …… , pemeriksaan penunjang EKG untuk melihat ada tidaknya infark
myocardial akut dan untuk mengetahui hipertropi ventrikel. Irama sinus atau atrium
fibrilasi, gel. Mitral yaitu gelombang P yang melebarserta berpuncak dua serta
tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderum tampak gambaran atrium fibrilasi.

1.2 Diagnosa keperawatan


1. Penurunan Curah Jantung
Dalam penyusunan diagnosa keperawatan, kelompok mengacu pada
pengkajian yang didapatkan dari klien dengan kegawatan. Saat dilakukan
pengkajian didapatkan data yang meliputi: adanya edema pada ektremitas
bawah kanan dan kiri, JVP 5+3 cmH2O, hasil TTV : TD : 99/70 mmHg, N :
105x/menit, RR : 32x/ menit, S : 36.2ºC, CRT 4 detik , tidak terdengar
bunyi jantung tambahan : murmur (-) gallop (-), bj 1 dan 2 irreguler, adanya
hepatomegali, mual, lelah, sesak, nadi perifer teraba lemah, kulit pucat.
Menurut PPNI (2016), penurunan curah jantung adalah ketidak adekuatan
jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian, kelompok mendapatkan
data-data yang menunjang untuk ditegakannya penurunan curah jantung
sebesar 80%.

2. Pola Nafas tidak efektif


Diagnosa ini muncul karena saat pengkajian, kelompok mendapatkan
data-data yang menunjang seperti klien mengeluh sesak, RR 32x/menit,
terdapat otot bantu nafas, ekspirasi memanjang, terdapat pernafasan cuping
hidung, irama nafas cepat dan dangkal ( takipnea ), dan terdapat retraksi otot
dada. Menurut PPNI (2016), pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat. Diagnosa ini muncul
karena saat pengkajian, kelompok mendapatkan data-data yang menunjang
untuk ditegakannya pola nafas tidak efektif sebesar 100%.

3. Hipervolemi
Kelompok mengangkat diagnosa hipervolemi, yang didukung oleh data-
data saat pengkajian seperti adanya edema pada ekstemitas bawah kanan dan
kiri, terdapat peningkatn berat badan pasca udem, adanya peningkatan JVP
yaitu sebesar 5 + 3, terdapat hematomegali, oliguria, dan kongesti paru.
Menurut PPNI (2016), hipervolemi adalah peningkatan volume caitran
intravascular, intersisial dan intaseluler. Diagnosa ini muncul karena saat
pengkajian, kelompok mendapatkan data-data yang menunjang untuk
ditegakannya pola nafas tidak efektif sebesar 80%.

1.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi menurut Dermawan (2012) adalah suatu proses di dalam
pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang
akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan
dari semua tindakan keperawatan. Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam
proses keperawatan.
Pada tahap pertama dilakukannya perencanaan penentu prioritas masalah,
tujuan keperawatan dan penentuan rencana keperawatan yang akan dilakukan
(Potter & Perry, 2007). Pada gawat darurat prioritas masalah ditentukan
berdasarkan 3 fokus yaitu airway, breathing, dan circulation dan hal tersebut
ditentukan berdasarkan mengancam nyawa klien atau tidak setalah itu
memutuskan apa yang harus dilakukan (kartikawati, 2011).
Saat klien berada ditahap primary survey prioritas utama ada pada breathing,
yaitu intervensi yang berikan posisi fowler untuk memaksimalkan proses
pengembangan dada klien saat bernafas serta intervensi kolaborasi berikan terapi
oksigen melalui nasal kanul 5 Liter/menit. Pada tahap secondary survey dimana
kelompok melakukan pengkajian, memprioritaskan menjadi CAB (Circulation,
Airway, Breathing), pada circulation dengan diagnosa Penurunan curah jantung
diutamakan dikarena masalah ini dianggap pemicu munculnya masalah pada
breathing dengan diagnosa pola napas tidak efektif serta pada eksposure dengan
diagnose hypervolemia, intervensi yang yang kami buat yaitu monitor klien
setiap satu jam berkaitan dengan intervensi yang telah dilakukan untuk
menyusun lagi intervensi lanjutan.

1.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi yang dilakukan pada tahap primary survey dilakukan
berdasarkan golden time dimana klien datang masuk trise 09.16 pada 09. 18
klien sudah mendapat penangan pada breathing dengan diagnose pola napas
tidak efektif yaitu terapi oksigen nasal kanul 5lpm setelah mendapat penangan
klien diobservasi apakah perlu ada rencana yang di kembangkan, saat klien
diobservasi kembali terdapat penurunan saturasi menjadi 94%, dalam
kegawatdaruratan proses keperawatan cepat dilakukan maka dari itu kadar
okisigen di tambahkan menjadi 15lpm dan mengganti nasal kanul dengan NRM
Impelementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
ynag telah disusun pada tahap perencanaan. Focus dari intervensi antara lain,
mempertahankan daya tubuh, mencegah komplikasi, menemukan perubahan
sistem tubuh, menatap hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan
kolaborasi (Setiadi, 2012). Respon time penanganan pada kegawat daruratan
mulair dari 2-5 menit untuk mencegah adanya komplikasi, kecacatan, dan
hilangnya nyawa klien (kartikawati, 2011)

4.5 Evalusi keperawatan


Evaluasi keperawtan adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan criteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur dan Saiful, 2012).
Setelah dilakuakn tindakan keperawatan 1x14 jam kelompok telah
menyelesaikan 1 masalah keperawatan yang terdapat pada klien yaitu nyeri akut
Masalah nyeri akut sudah teratasi karena kriteria hasil sudah tercapai yaitu, klien
melaporkan nyeri berkurang (skala nyeri 2-3), klien mampu menggunakan
teknik nonfarmakologis (teknik nafas dalam, mendengarkan lagu dan ambulasi
dini) dan TTV dalam rentang normal (tekanan darah 110-130/70-90 mmHg, nadi
60-100x/menit, pernapasan 16-24x/menit, suhu 36,5˚C-37,5˚C).
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Deden. 2010. Proses Keperawatan. Gosyen Publishing. Yogjakarta


Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan
Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang,
2002
Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001

Nasuution SA, Ismail D. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Jakarta: EGC

Nikmatur Romlah dan Saiful Walid. 2010. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-ruzzmedia

Nurarif, A. H & Kusuma, H. 2013. Apikasi Asuhan Keperawatan Bedasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC Jilid: 2. Yogyakarta: Medi Action
Mc.Bride BF, White M. 2010. Acute Decompensated Heart Failure: Pathophysiology.
Journal of Medicine. http://www.medscape.com/viewarticle/459179_3. Diakses
pada tanggal 28 Februari 2019 pukul 09.00

Potter, P.A& Perry, A. G. 2007. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.

Putra, Semara. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien ADHF. Jakarta : ECG.

Price A.S Wilson L.M. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit-edisi 6.
Jakarta : ECG.

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai