TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1. Definisi
II.1.2. Insidensi
tekanan dari weight bearing mencapai maksimum, lalu diikuti dengan area servikal dan sakral.13
Insidensi keterlibatan daerah servikal adalah 2-3%.9 Pada penelitian oleh Androniku, et al
(2002), terhadap 42 pasien spondilitis tuberkulosa, destruksi korpus vertebra paling sering
melibatkan vertebra torakalis (83%), diikuti vertebra lumbal (23%) dan vertebra servikal
(13%).8
II.1.3. Patogenesa
Diagnosis spondilitis tuberkulosa harus dijajaki jika terdapat kecurigaan klinis, bahkan
jika tidak dijumpai gambaran radiologi paru yang mendukung. Spondilitis tuberkulosa
juga harus selalu diduga jika gambaran radiologis menunjukkan proses destruksi
vertebra.21
Algoritma diagnostik untuk infeksi tulang belakang dapat dilihat pada gambar 5.
Terlepas dari agen penyebabnya, gejala klinis yang paling sering adalah nyeri punggung
dan spasme otot para vertebral. 29
Dapat dijumpai peningkatan laju endap darah (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari
100mm/jam. Pemeriksaan apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang
bersifat relatif. 13
Foto polos anterior-posterior dan lateral merupakan pemeriksaan imejing awal yang
dilakukan pada tiap pasien dengan nyeri punggung kronis dan progresif. Pada pasien
dengan spondilitis tuberkulosa, gambaran radiologis bergantung pada luas dan durasi
infeksi. Gambaran radiologis awal dapat terlihat normal pada penyakit tuberkulosis,
namun seiring perjalanan waktu, penyempitan celah diskus dan reaksi end-plate dapat
menjadi gambaran yang menonjol.6
Foto polos harus dievaluasi untuk destruksi tulang, sklerosis tulang, disrupsi
end-plate,destruksi pedikel, diskus intervertebralis dan jaringan lunak paravertebral.28
Gambaran radiologis yang mendukung diagnosis tuberkulosis mencakup keterlibatan
banyak level, relatif tidak terkenanya diskus intervertebralis, abses paravertebral yang
besar, dan penyebaran subligamentosa.2
Destruksi endplate dan destruksi korpus vertebra adalah dua tanda yang paling
bermanfaat pada foto polos untuk mendiagnosa spondilitis tuberkulosa dengan
sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi (>79%). Adanya jaringan lunak paravertertebral
dan destruksi pedikel memiliki spesifisitas yang tinggi namun sensitifitas yang rendah,
sedangkan penyempitan diskus memiliki sensitifitas yang tinggi namun spesifisitas yang
rendah. Secara keseluruhan, sensitifitas dan spesifisitas dari foto polos adalah 82.8%
dan 83.9% secara berurutan. (tabel 1) 28
Pada foto polos, temuan dini yang paling sering adalah penyempitan diskus dan
osteolisis vertebra. Kemudian diikuti dengan bayangan paravertebra, kolaps vertebra dan
angulasi vertebra pada kasus lanjut. Abnormalitas ini mungkin tidak dijumpai pada foto polos
hingga 8 minggu.28,30
Kalsifikasi di sekitar paraspinal paling baik terlihat dengan CT Scan, yang juga
paling baik untuk menunjukkan sejumlah fragmen tulang kecil yang mungkin masih
berada di daerah tulang yang rusak. CT scan juga paling baik menunjukkan perluasan
anatomis dari destruksi tulang, terutama elemen posterior dan juga membantu untuk
mengklarifikasi apakah gangguan pada kanalis spinalis disebabkan oleh keterlibatan
jaringan lunak atau tulang. 30
Magnetic resonance imaging (MRI) adalah modalitas pilihan untuk evaluasi adanya
infeksi tulang belakang.31 Magnetic resonance imaging adalah metode investigasi pilihan untuk
diagnosis spondilitis karena berbagai keuntungannya, mencakup sensitifitas yang tinggi pada
tahap awal, gambaran epidural dan paravertebral yang lebih jelas, keterlibatan medula spinalis
dan kemungkinan untuk membedakan infeksi tuberkulosa dari yang lain.28
Mycobacterium tuberculosis membentuk tuberkel dengan nekrosis central
caseating yang menunjukkan intensitas sinyal intermediat pada gambaran T2-weighted.
Spondilitis tuberkulosa menunjukkan derajat edema marrow yang kurang luas
dibandingkan spondilitis piogenik. 32
Pada MRI, berbagai gambaran yang perlu dievaluasi adalah intensitas sinyal dari
vertebra dan diskus intervertebralis yang terlibat pada T1W, T2W dan gambaran
Pada pasien dengan infeksi spinal, tujuan terapi adalah untuk menghilangkan
penyakit dan untuk mencegah atau memperbaiki defisit neurologis dan deformitas
spinal.6 Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosa masih kontroversi; beberapa penulis
menganjurkan pemberian obat-obatan saja sedangkan yang lain merekomendasikan
pemberian obat-obatan dengan intervensi bedah. Penatalaksanaan optimal spondilitis
tuberkulosa bersifat individual pada tiap kasus. Strategi manajemen optimal bergantung
Tabel 6. Klasifikasi Spondilitis Tuberkulosa Dikutip dari : Oguz E, Sehirlioglu A, Altinmakas M,et al. A
new classification and guide for surgical treatment of spinal tuberculosis. International Orthopaedics.
2008 ; 32 : 127-133.
Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konsep
dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Penderita Karakteristik:
Spondilitis - Jenis kelamin
- Usia
- Indeks massa tubuh
- Riwayat penyakit TB paru
- Riwayat penyakit TB ekstra
paru selain spondilitis TB
- Keluhan utama
- Lokasi infeksi
- Defisit neurologis
- Tatalaksana
Definisi Operasional
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin dikelompokkan menjadi skala ordinal, yaitu pria atau wanita
7. Keluhan utama
K eluhan utama adalah keluhan yang dirasakan paling mengganggu hingga
membuat pasien datang berobat. Keluhan utama dikelompokkan ke dalam skala
ordinal, yatu:
a. Nyeri pinggang
b. Benjolan di tulang belakang
c. Abses atau fistel
d. Deformitas
8. Lokasi infeksi
Lokasi infeksi adalah bagian dari vertebra yang mengalami infeksi tuberkulosis.
Lokasi infeksi dikelompokkan ke dalam skala ordinal, yaitu:
a. Cervical (C1 – C8)
b. Thorakal (Th1 – Th12)
c. Lumbal (L1 – L5)
d. Sakral (S1 – S5)
9. Defisit neurologis
10. Tatalaksana
Tata laksana adalah jenis penatalaksanaan yang diberikan pada pasien, baik
berupa tatalaksana operatif (apapun metode operasinya), ataupun non operatif,
yaitu hanya mengonsumsi obat anti tuberkulosis saja.
Tatalaksana dikelompokkan ke dalam skala ordinal, yaitu:
a. Tatalaksana operatif
b. Tatalaksana non-operatif