Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Ida Bagus Udyoga Manuaba, Sp.OG
i
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu prasyarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya (KKM) di Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUD Sanjiwani Gianyar. Penulis juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kelancaran penyusunan laporan kasus ini, antara lain:
1. dr. Ida Bagus Udyoga Manuaba, Sp.OG selaku pembimbing atas waktu
dan kesediannya mengarahkan kami dalam pembuatan laporan kasus ini.
2. dr. I Nyoman Rudi Susantha, Sp.OG (K) MARS, selaku Kepala Bagian
Obstetri dan Ginekologi RSUD Sanjiwani Gianyar atas bimbingan secara
moral dan materiil yang diberikan.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dalam
rangka penyempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ............................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar isi ........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2
2.1 Definisi ............................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi .................................................................................... 2
2.3 Faktor risiko ..................................................................................... 3
2.4 Klasifikasi ........................................................................................ 4
2.5 Patofisiologi ..................................................................................... 6
2.6 Manifestasi klinis .............................................................................. 11
2.7 Diagnosis .......................................................................................... 13
2.8 Diagnosis banding ............................................................................ 14
2.9 Penatalaksanaan ............................................................................... 15
2.10 Prognosis ........................................................................................ 15
BAB III LAPORAN KASUS .......................................................................... 17
3.1 Identitas Pasien ................................................................................. 17
3.2 Anamnesis ......................................................................................... 17
3.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................................. 19
3.4 Pemeriksaan Penunjang .................................................................... 20
3.5 Diagnosis ........................................................................................... 23
3.6 Penatalaksanaan ................................................................................ 23
3.7 Catatan perkembangan pasien ........................................................... 23
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................... 29
BAB V SIMPULAN ....................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator penting dari
derajat kesehatan masyarakat dan derajat kesehatan dari suatu negara. AKI
menggambarkan jumlah kematian perempuan hamil atau kematian dalam 42 hari
setelah berakhirnya kehamilan tanpa mempertimbangkan umur dan jenis
kehamilan. AKI masih merupakan masalah kesehatan yang serius di negara
berkembang salah satunya Indonesia. Angka Kematian Ibu di Indonesia pada tahun
2015 sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup.1
Kematian ibu dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah
perdarahan. Perdarahan dapat terjadi pada usia kehamilan muda, usia kehamilan
lanjut maupun post partum. Salah satu hal yang dapat menyebabkan perdarahan
pada usia kehamilan muda adalah kehamilan ektopik terganggu (KET). Kehamilan
ektopik adalah keadaan dimana suatu kehamilan terjadi diluar dari rahim atau
uterus. Apabila suatu kehamilan ektopik mengalami proses pengakhiran (abortus)
maka akan disebut dengan kehamilan ektopik terganggu (KET).2 Angka insiden
kehamilan ektopik pada populasi umum mencapai 2 %.3 Angka kejadian kehamilan
ektopik ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Angka kejadian kehamilan
ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika Serikat meningkat empat
kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992.4
Kehamilan ektopik terganggu biasanya ditandai dengan trias klasik dari
KET yaitu amenorea, nyeri perut bawah, dan perdarahan pervaginam. Terdapat
kesukaran untuk membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum
terganggu, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau ruptur
tuba sebelum keadaan menjadi jelas.5
Oleh karena kehamilan ektopik terganggu adalah suatu keadaan yang dapat
mengancam kehidupan, untuk itu penulis tertarik membuat laporan kasus yang
memaparkan mengenai kehamilan ektopik terganggu.
Laporan kasus ini akan memaparkan mengenai tinjauan kepustakaan dari
kehamilan ektopik terganggu, laporan kasus pasien, serta pembahasan dari kasus
tadi berdasarkan tinjauan teoritis.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai suatu kehamilan dimana
pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding kavum uteri
sehingga terjadi kehamilan diluar dari rahim atau uterus. Kehamilan ini dapat
terjadi di dalam tuba Fallopii, ovarium dan juga didalam kavum abdomen. Namun,
umumnya kehamilan ektopik terjadi di saluran telur (tuba Fallopii) dan sangat
jarang terjadi di ovarium, cavum abdominal, canalis servikalis, dan
intraligamenter.2,3,5
Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah suatu keadaan dimana timbul
gangguan pada kehamilan ektopik sehingga mengakibatkan suatu kehamilan
ektopik mengalami proses pengakhiran (abortus).2
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Angka kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan
di Amerika Serikat meningkat empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992.
Insiden kehamilan ektopik yang dilaporkan meningkat dari total 17.800 kasus pada
tahun 1970 menjadi 108.800 kasus pada tahun 1992 (19,7 / 1000 kehamilan
dikonfirmasi seperti yang dilaporkan oleh Centers for Disease Control). Pada
tahun 1992 di Amerika Serikat angka kejadian kehamilan ektopik hampir 2% dari
seluruh kehamilan. Yang penting, kehamilan ektopik menyebabkan 10% kematian
yang berhubungan dengan kehamilan. Kehamilan ektopik menyumbang sekitar 2%
dari semua kehamilan yang diakui. Sebuah studi 2010 memperkirakan tingkat
kehamilan ektopik tahunan menjadi rata-rata 0,64% pada wanita berusia 15 hingga
44 tahun. Di Amerika Serikat tingkat kehamilan ektopik tahunan tertinggi adalah
0,99% pada kelompok usia 35 hingga 44 tahun.4
Indonesia, laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta,
angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007
persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Berdasarkan penelitian kehamilan ektopik
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember
1999) wanita yang mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun
3
1. Nyeri perut
Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi
pada kira-kira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral dan
bisa terjadi baik pada perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa dirasakan
sebagai nyeri tajam, nyeri tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau hilang
timbul. Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan
intensitasnya sangat berat disebabkan oleh darah yang mengalir ke dalam kavum
peritonei. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus
menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk
ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut
bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina dapat
menyebabkan nyeri saat defekasi.
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan biasanya
mulai 7-14 hari setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi. Selama
fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak
ditemukan; namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai
lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah
terjadi kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua.
Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua,
dan dapat terputus-putus atau terus menerus. Perdarahan berarti gangguan
pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat
dikeluarkan seluruhnya.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan kehamilan
tuba dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena
kematian janin sebelum haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore
yang dikemukakan berbagai penulis berkisar antara 23-97%. Riwayat amenore
tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah
8
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan
peritoneum oleh darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan
0
menurun. Suhu yang sampai 38 C dan mungkin berhubungan dengan
hemoperitonium dapat terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam
keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting
untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan
salpingitis akut; pada salpingitis akut, suhu tubuh umumnya di atas 38 0C.
9. Pada pemeriksaan dalam
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari,
dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau
sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur
terjadi.
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba
yang terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke
dalam lumen tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak
terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus
merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya
perlengketan, dan akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus,
hematokel pelvis akhirnya akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa
pembedahan. Pada sebagian lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum
peritonei atau mengalami infeksi dan membentuk abses. Kendati demikian,
peristiwa yang paling sering terjadi adalah rasa tidak enak terus menerus akibat
adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan memeriksakan diri ke dokter beberapa
minggu atau bahkan beberapa bulan setelah ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus
semacam ini merupakan kasus yang tidak khas.4,10,11
10
Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan
mendadak dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai
gejala-gejala yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa4,10,11
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-
tiba penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan
sering muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang
tak lama kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain
itu juga ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda
cairan intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior
menonjol dan nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba
sedikit membesar disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.
b. Gambaran gangguan tidak mendadak
Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan
abortus tuba atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa
minggu, penderita mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian
bawah. Tetapi dengan adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan
menetap. Tanda-tanda anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama-
lama dapat menggembung karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah
uterus (hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina
sehingga kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga
menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan
merasa tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari
uterus dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.
c. Gambaran gangguan atipik
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu
jenis atipik atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala
kehamilan muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering
penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan
berlangsung lambat. Dalam keadaan demikian, alat bantu diagnosis amat
diperlukan untuk memastikan diagnosis.
11
2.6 Diagnosis
Diagnosis KET dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.10
a. Anamnesis
Pada anamnesis umumnya didapatkan trias klasik dari KET yaitu
amenorrhea, perdarahan pervaginam, dan nyeri perut bawah. Amenorrhea adalah
suatu keadaan dimana terlambat haid atau menstruasi berhenti pada masa
menstruasi yang biasanya teratur dapat dimulai beberapa hari sampai beberapa
bulan. Nyeri umumnya merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik
terganggu. Nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba. Rasa nyeri mula-mula
terjadi unilateral, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri
menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Perdarahan pervaginam
merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik yang terganggu. Hal ini
menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna
cokelat tua. Frekuensi perdarahan dikemukakan dari 51 hingga 93 %. Perdarahan
berarti terjadi gangguan pembentukan human cborionic gonadotropin dan jika
plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.8,10
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, umumnya ditemukan nyeri saat porsio serviks uteri
digerakkan yang disebut dengan nyeri goyang (+) atau slinger pain. Ditemukan pula
kavum Douglasi yang menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh
darah. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping
uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi yang agak lunak. Hematokel
retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglasi. Pada ruptur tuba
dengan perdarahan yang banyak tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat;
perdarahan lebih banyak lagi menimbulkan syok.10
c. Pemeriksaan penunjang
Gambaran klinis untuk kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari
yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai
oleh abdomen akut sampai gejala-gejala yang samar-samar, sehingga umumnya
12
mungkin meluas sampai ke bagian aras rongga abdomen. Bila sudah terjadi bekuan
darah, gambaran berupa massa ekogenik yang tidak homogen.10
b. Kuldosintesis
Gambaran perdarahan akibat kehamilan ektopik sulit dibedakan dari
perdarahan atau cairan bebas yang terjadi oleh sebab lain, sepeni endometriosis
pelvik, peradangan pelvik, asites, pus, pecahnya kista, dan perdarahan ovulasi.
Sehingga dapat dilakukan pemeriksaan pungsi kavum Douglasi (kuldosentesis) di
mana jendalan darah yang melayang-layang di karum Douglasi terisap saat
dilakukan pungsi.10
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis,
abortus iminens, kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan
putaran tangkai, serta apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan
gambaran klinis yang hampir sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing
penyakit tersebut adalah sebagai berikut:4,10,
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang
setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat
diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET
serta tes kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak
dan lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah
median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping
atau di belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur korpus luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
14
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan
perdarahan pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat
daripada kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada
gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KET bergantung pada seperti lokasi kehamilan dan
tampilan klinis yang di tunjukkan. Penatalaksanaan KET dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dengan pembedahan ataupun medikamentosa.8
1. Pembedahan
a. Salpingotomi
Tindakan ini dapat dilakukan jika hasil konsepsi masih berada di tuba
dan tuba belum mengalami rupture, sehingga masih memungkinkan untuk
mempertahankan tuba dengan mengeluarkan produk konsepsi dan melakukan
rekontruksi tuba. Hal ini terutama dilakukan bila tuba kontralateral rusak atau
tidak ada. Sekitar 6% kasus membutuhkan pembedahan ulang atau pengobatan
bila jaringan trofoblas masih tertinggal.10
b. Salpingektomi
Tindakan ini dilakukan jika tuba mengalami kerusakan hebat atau tuba
kontralateral baik. Jika implantasi terjadi di pars interstitial, mungkin dapat
dilakukan tindakan reseksi kornu uterus.10
Pada kedua tindakan diatas, kesempatan hamil intrauterine menunjukkan
angka yang sama, walaupun risiko kehamilan ektopik berulang lebih besar pada
tindakan salpingotomi. Salpingektomi merupakan pilihan terutama bila tuba
rupture, mengurangi perdarahan, dan operasi lebih singkat. Kedua tindakan tersebut
dapat dilakukan dengan laparotomi atau laparoskopi. Keuntungan laparoskopi
adalah penyembuhan lebih cepat, perlengketan yang terbentuk lebih minimal, dan
merupakan pilihan bila kondisi pasien masih baik.10
2. Medikamentosa
Terapi medikamentosa untuk kehamilan ektopik dapat dilakukan dengan
pemberian metotreksat, baik secara sistemik maupun dengan injeksi ke kehamilan
ektopik melalui laparoskopi atau dengan bantuan USG.10
Syarat pemberian metotreksat adalah10 :
15
60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi,
walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak
yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi
bilateralis.4,10,11,13
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung
dan melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali
mengalami kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat
menjadi 10 kali lipat, dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.11
BAB III
LAPORAN KASUS
4. Riwayat Perkawinan
Pasien mengatakan menikah satu kali dengan suami saat ini sejak
tahun 2011, dan pernikahan pasien sudah berlangsung 8 tahun. Pasien
menikah saat berusia 19 tahun. Saat ini pasien sudah memiliki 2 anak
5. Riwayat Kehamilan
Hari Pertama haid Terakhir (HPHT) pasien mengatakan lupa dengan
hari haid terakhirnya. Tanggal tafsiran persalinan tidak dapat ditentukan.
Pasien mengatakan kehamilan saat ini merupakan kehamilan ke 3, dengan
riwayat kehamilan masing-masing :
1. Anak pertama berjenis kelamin perempuan, berusia 6 tahun, lahir
spontan pervaginam (bidan, 2012), dengan berat badan lahir 3500 gr,
cukup bulan
2. Anak kedua berjenis kelamin laki-laki, berusia 3 tahun lahir spontan
pervaginam (rumahsakit, 2016), dengan berat lahir 3500 gram, cukup
bulan
3. Hamil ini
6. Riwayat Kontrasepsi
Pasien sempat menggunakan alat kontrasepsi berupa suntik KB
suntik selama 3 bulan setelah kelahiran anak ke 2
7. Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Pada kehamilan ini pasien baru sekali memeriksakan kandungannya
ke dokter kandungan setelah itu segera dirujuk ke RSUD Sanjiwani
dikarenakan diketahui adanya kehamilan diluar kandungan.
8. Riwayat Penyakit terdahulu
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat gangguan pada
kandungan. Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit kronis seperti
hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit jantung, penyakit paru dan
penyakit ginjal. Pasien memiliki riwayat keputihan berbau berulang. Pasien
tidak memiliki riwayat alergi obat dan alergi makanan.
9. Riwayat Sosial dan Keluarga
Pasien bekerja sebagai wiraswasta, konsumsi alkohol dan merokok
disangkal. Pasien menyangkal riiwayat penyakit sistemik seperti hipertensi
19
diabetes mellitus, riwayat alergi, terhadap obat maupun makanan, asma, dan
penyakit jantung pada keluarga pasien.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : BaikSedang
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Nadi : 112 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu aksila : 36,0 0C
Berat badan : 52 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 19,1 kg/m2
Status General
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-
THT : kesan tenang
Leher : pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Mamae : bentuk simetris, puting susu menonjol, pengeluaran (-),
kebersihan cukup
Abdomen : sesuai status ginekologi
Ekstremitas : akral hangat ++/++, edema --/--
Status Ginekologi
Mamae :simetris, tidak nampak hiperpigmentasi areola
Abdomen
- Inspeksi : distensi (-) ,
- Auskultasi : Bising usus (+), Detak Jnatung janin tidak jelas
- Palpasi : TFU tidak teraba, nyeri tekan (+)
20
Pemeriksaan Dalam
- Inspekulo Vulva/Vagina
Porsio : pembukaan (-), fluksus (+), Flour(-), CD Bulging (+),
teraba licin
- Vaginal toucher (VT)
Fluksus (+), flour (-), pembukaan (-), nyeri goyang (+), CU.AF b/k ~
normal, Ap massa +/+ nyeri +/+ CD bulging (+)
Cor : S1S2
tunggal, regular,
murmur (-)
Pulmo :
suara nafas
vesikuler +/+,
rhonki -/-,
wheezing -/-
Mamae: bentuk
simetris, puting
susu menonjol,
pengeluaran (-)
,kebersihan cukup
Abdomen: sesuai
status ginekologi
Ekstremitas :
akral hangat ++/++,
edema --/--
St ginekologi
Abdomen :
Distensi (-), BU (+)
N, Nyeri tekan (+),
Luka operasi
terawat
Vagina:
perdarahan aktif
25
4.1. Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu (KET) dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berikut
adalah perbandingan antara teori dan temuan-temuan klinis yang dijumpai pada
pasien yang mendukung diagnosa KET pada pasien.
No. Teori Pasien
1. Anamnesis Anamnesis
1. Trias klasik KET - Riwayat telat haid (+)
- Amenorea - Nyeri perut mendadak di seluruh
- Nyeri perut perut bawah yang berat dan terus
- Perdarahan pervaginam menerus.
2. Tanda-tanda hamil muda
- Mual-muntah
- Rasa tegang pada payudara
2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda syok: - Dijumpai tanda-tanda syok,
- Tekanan darah menurun keadaan umum pasien lemah
(sistolik < 90 mmHg) dengan tensi menurun (80/60),
- Nadi cepat dan lemah (> 110 nadi cepat dan lemah (112x/mnt),
kali permenit) dengan respirasi masih dalam
- Pucat, berkeringat dingin, batas normal. Tampak pucat,
kulit yang lembab berkeringat dingin, kulit yang
- Nafas cepat (> 30 kali lembab.
permenit) - Status Ginekologi:
- Cemas, kesadaran berkurang Mamae :simetris,
atau tidak sadar. tidak nampak hiperpigmentasi
2. Gejala akut abdomen areola
- Nyeri tekan Abdomen
- Defance musculare - Inspeksi : distensi (-) ,
28
Berdasarkan tabel diatas, pada kolom anamnesis dapat dilihat bahwa pasien
memenuhi semua kriteria anamnesis untuk KET. Dari umur kehamilan tidak dapat
ditentukan dikarenakan ibu lupa dengan HPHT nya, kehamilan ini terjadi pada tuba.
Hal ini terjadi karena tuba bukan tempat ideal untuk pertumbuhan hasil konsepsi,
dimana pada umur kehamilan 6 – 10 minggu vili korialis dengan mudah dapat
menembus endosalping (karena pembentukan desidua tuba yang tidak sempurna)
dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh
darah. Proses ini selanjutnya akan diikuti dengan terjadinya abortus tuba atau ruptur
dari tuba yang menyebabkan berakhirnya kehamilan.
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri perut yang
mendadak dan berat. Pada umumnya nyeri seperti ini terjadi pada ruptur tuba akibat
darah yang mengalir deras ke dalam kavum peritoneium. Jika yang terjadi adalah
abortus tuba, nyeri yang timbul tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa
nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga
perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Dari
kondisi ini, disimpulkan kemungkinan pasien mengalami ruptur tuba.
Flek-flek yang dialami oleh pasien merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik. Flek-flek ini merupakan akibat dari perdarahan yang berasal
dari uterus. Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus
biasanya tidak ditemukan. Perdarahan uterus akan terjadi bila dukungan endokrin
30
terhadap endometrium sudah tidak memadai lagi, dan ini terjadi jika janin telah
mati. Pada keadaan telah terjadi kematian janin pembentukan hormon hCG akan
terganggu dan akan diikuti dengan terjadinya pelepasan desidua yang
bermanifestasi dalam bentuk perdarahan uterus.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien lemah yang
ditandai dengan tensi turun, nadi cepat, lemah dan respirasi yang masih dalam batas
normal. Hal ini merupakan tanda bahwa perdarahan ke dalam rongga perut yang
masif, komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien dengan KET yakni terjadi
syok. Untuk mencegah terjadinya perburukan kondisi pasien dan juga untuk
diagnostik, laparatomi cito merupakan terapi definitif yang tepat.
Pemeriksaan pada abdomen pasien, ditemukan fundus uteri yang masih
tidak teraba. Pada kehamilan ektopik, uterus juga membesar karena pengaruh
hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi
pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus
pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam
keadaan hidup.
Pemeriksaan dalam pada vagina juga mendukung bahwa pasien memang
dalam keadaan hamil (porsio yang livide). Nyeri goyang pada porsio, nyeri pada
adneksa dan parametrium, dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan
ektopik tuba yang sudah atau sedang mengalami ruptur. Nyeri goyang pada porsio
mendukung adanya rangsangan (iritasi) oleh darah pada peritoneum.
Dari pemeriksaan laboratorium, pada baru datang Hb masih normal
yaitu11,4 Namun pada pemeriksaan Hb post op didapatkan 5. Dari penurunan
kadar Hb ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perdarahan dalam tubuh pasien.
Pada awal pemeriksaan kadar Hb tidak terlalu turun karena penurunan Hb yang
terjadi akibat diencerkannya darah oleh air dan jaringan untuk mempetahankan
volume darah membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 24 jam.
Pemeriksaan PPT dengan hasil yang positif dengan ditunjang hasil USG
yang menunjukkan tidak adanya kantong gestasi di intrauterin, dan adanya cairan
bebas dalam kavum abdomen semakin menguatkan diagnosa bahwa pasien dalam
keadaan hamil ektopik yang terganggu (KET).
31
penurunan Hb. Apabila Hb < 9 gr/dL maka dilakukan tranfusi PRC. Namun karena
kondisi emergency dan Setelah mendapat persetujuan dari keluarga dilakukan
tindakan laparatomi untuk menghentikan perdarahan yang terjadi oleh karena
ruptur tuba. Tindakan laparatomi yang dilakukan bersifat sebagai alat diagnostik
sekaligus terapeutik. Setelah tuba diklem, dilakukan salfingektomi sinistra.
Setelah mendapatkan perawatan selama 4 hari kondisi pasien membaik dan
pasien diijinkan untuk pulang.
4.4. Komplikasi
Pada pasien ini ditemukan komplikasi berupa syok yang reversibel.
Komplikasi berupa perlengketan dengan usus tidak terjadi.
4.5. Prognosis
Pasien memiliki riwayat KET pada kehamilan pertama. Sebagian wanita
menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 0 - 4,6 %.
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Pada pasien ini, pemulihan
berlangsung dengan baik.
Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan terhadap tuba kanan, dan
didapatkan hasil post salpingektomi dekstra. Berdasarkan literatur yang ada, hanya
60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi,
apabila tuba yang lain masih berfungsi normal.
BAB V
SIMPULAN
Kehamilan ektopik terganggu adalah suatu keadaan gawat darurat dalam
obstetri dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar
endometrium dan terdapat keadaan dimana timbul gangguan pada kehamilan
ektopik sehingga mengalami proses pengakhiran. Angka kejadian kehamilan
ektopik meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan pada hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien didapatkan diagnosis
Kehamilan Ektopik Terganggu. Tatalaksana yang dilakukan Primary Survey,
Resusitasi cairan, Pro Laparotomi Eksplorasi, Monitoring keluhan, vital sign, dan
KIE pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien. Pada eksplorasi laparotomi
ditemukan ruptur tuba ampularis dextra. Pasien selanjutnya mendapatkan
perawatan post operatif di ICU, kemudian dipindahkan ke ruang rawat drupadi.
Setelah keadaan membaik pasien diperbolehkan pulang.
DAFTAR PUSTAKA