Anda di halaman 1dari 61

Selasa, 17 Februari 2015

LAPORAN KASUS
ILEUS OBSTRUCTIVE
Penyusun : Anasti Putri. P
Ayu Rizkiyah
Monica Olivine
Pembimbing : dr. Endang Marsiti, Sp. B

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah


Sub Departement Bedah Umum
Rumah Sakit Umum Bekasi
Periode 5 Januari – 14 Maret 2015
LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
Identitas

Prognosis Anamnesis

Rencana Pemeriksaan
Penjajakan Fisik

Pemeriksaan
Komplikasi
Penunjang

Diagnosis dan
Penatalaksanaan Diagnosis
Banding
IDENTITAS PASIEN
IDENTITAS PASIEN

 Nama : Tn. AR
 Usia : 38 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Pendidikan Terakhir : D3
 Pekerjaan : Supir di perusahaan Asing
 Status : Menikah
 Alamat : Jln. Dewi Sartika
RT03/RW06 Bekasi
 Suku Bangsa / Agama : Jawa / Islam
 No. Rekam Medis : 00.55.45.51
 Tanggal Masuk : 2 Februari 2015
ANAMNESIS
ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan di bangsal Tulip pada hari Selasa, 3 Februari 2015


pukul 06.30 WIB, secara allo dan auto anamnesis.
Keluhan Utama

• Tidak dapat buang angin ± 12 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

• OS datang ke IGD RSU Bekasi pada tanggal 2 Februari 2015 dengan


keluhan tidak dapat buang angin sejak 12 hari SMRS.
• OS juga mengaku sejak 12 hari SMRS nyeri perut dirasakan
terus menerus, di selurh perut. Dan OS mengatakan perut terlihat
semakin membuncit.
• Mual (+), muntah (+), sejak ± 10 hari SMRS, berisi makanan, 1-2 jam
pasca makan.
• OS mengaku terdapat penurunan nafsu makan, dan cepat terasa
kenyang sejak kurang lebih 3 bulan SMRS.
• BAB dirasakan OS lancar, walaupun sedikit. Terakhir BAB kemarin
pagi, isi sedikit, berlendir, darah (-).
• Demam (-)
ANAMNESIS (2)
Riwayat Penyakit Dahulu

• OS telah dirawat di RS RL sejak tanggal 25 Januari – 2


Februari 2015, dengan keluhan yang sama.
• Sekitar awal bulan Desember, OS mengaku pernah datang ke IGD
di RS AM karena keluhan perut terasa begah dan sulit BAB,
namun setelah diberi pencahar supp, OS dapat kembali BAB.
Namun keluhan perut terasa begah tetap dirasakan
• OS mengaku tidak memiliki keganasan, ataupun sedang
melakukan kemoterapi.
• Riwayat pengobatan TB (-)
• Riwayat operasi sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

• Keganasan (-)

Riwayat Kebiasaan

• OS merokok sudah lebih dari 10 tahun, 3 bungkus perhari.


• OS mengaku tidak suka makan sayur.
ANAMNESIS (2)

2 Februari 2015
Keluar dari RS RL
25 Januari 2015 dengan alasan
Masuk RS RL masalah
penanggungan
10 yang lalu Dengan keluhan
biaya jaminan
sama, dan
Tidak bisa buang kesehatan. Dan
muntah yang
angin, datang ke IGD
semakin hebat.
RSU Bekasi.
Keluhan perut mual (+) dan
terasa begah, muntah (+), 2-3
dan penurunan jam pasca makan,
nafsu makan; isi makanan.
bila makan
cepat terasa
3 bulan yang lalu kenyang.
Perut terasa begah;
Pernah datang ke di RS
AM karena perut terasa
begah dan sulit BAB.
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Tulip pada hari Selasa, 3 Februari


2014 pukul 06.30 WIB.

Keadaan Umum

• Composmentis
• Tampak sakit sedang

Tanda Vital

• BP : 150/100 mmHg
• HR : 88 kali/menit
• RR : 25 kali/menit
• Temp : 37,3oC
PEMERIKSAAN FISIK (2)
Kepala

• KA -/-; SI -/-; oedema palpebra -/-

Leher

•KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba masa; Distensi vena leher (-);; JVP ±
5cmHg

Thorax

•Pulmo : vesikuler +/+; wheezing -/-; rhonki -/-


•Cor : S1S2 regular; Murmur (-); Gallop (-)

Abdomen

•Tampak membuncit; dam contour (-); dam stable (-); venektasi (-)
•BU ↓ 1 kali per menit, metallic sound (-)
•Nyeri tekan pada seluruh kuadran, organomegali tidak dapat diperiksa
•Timpani, Shifting dullnes (-)

Ekstremitas

•Hangat: atas +/+; bawah +/+


•Pitting oedema: atas -/-; bawah -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab.
Foto
Darah
Abdomen
Lengkap
3 posisi

Protein
lengkap,
Elektrolit
HASIL PEMERIKSAAN DARAH (25 JANUARI 2015)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Seri DHF
Hemoglobin 17.1 13,2-17,4 g/dl

Leukosit 13.8 3,80-10,60 x103/

Eritrosit 4,27 4,50-6,50 x106/

Trombosit 332 150-440 x103/

Hematokrit 51 % 40,0-52,0 %

Glukosa
Glukosa Darah Sewaktu 116 < 140 mg/dl

Elektrolit
Natrium 141 135-147 mEg/L

Kalium 3.95 3.5-5 mEg/L

Calsium 101 95-111 mEg/L


HASIL PEMERIKSAAN DARAH (2 FEBRUARI 2015)

Parameter Hasil Nilai Rujukan


KIMIA KLINIK
Protein Total 7.5 6.6-8.0 g/dl
Albumin 3.38 3.5-4.5g/dl

Globulin 4.12 1.5-3.0 g/dl

FUNGSI HATI
AST 24 <37U/L
ALT 24 <41U/L
FUNGSI GINJAL
Ureum 27 20-40 mg/dL
Creatinine 0.78 0.5-1.5 mg/dL
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 101 95-111 mEg/L

ELEKTROLIT
Natrium 133 135-145mmol/L
Kalium 4.4 3.5-5.0mmol/L
Clorida 92 94-111mmol/L
RONTGEN ABDOMEN 3 POSISI
RONTGEN ABDOMEN 3 POSISI (2)
RONTGEN ABDOMEN 3 POSISI (3)
DIAGNOSIS KERJA
DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja

• Ileus obstructive et cause tumor intra


abdominal
• Hipoalbuminemia
• Electrolyte imbalance
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN

Non-Medika Mentosa

• Non per oral intake


• Pasang IV line
• Pasang NGT
• Pasang DC

Medika Mentosa

• IVFD RL 1000ml/24jam
• Ceftriaxon 2x1gr
• Pumpitor 1x1gr
• Anjuran: extra albumin; koreksi Natrium dan Clorida

Konsul Sp.B

• Terapi lanjut
• Rencana laparotomi eksplorasi
LAPORAN OPERASI (3 FEBRUARI 2015)

Dx. Pre-Operative

• Ileus obstruktif et cause susp. Tumor Colon

Dx. Post-Operative

• Ileus obstruktif et cause tumor colon sigmoid

Tindakan Operasi

• Laparatomi eksplorasi
• Reseksi colon sigmoid
• Anastomosis end to end
• Apendiktomi

Jaringan yang Dieksisi/Insisi

• Colon desenden dan sigmoid


• Apendiks
KOMPLIKASI
KOMPILASI

Ileus Obstructive
• Intra abdominal abses
• Sepsis
• Multi organ failure

Pasca Laparotomy
• Electrolyte imbalance
• Asidosis/alkalosis metabolik
• Sepsis
• Wound dehiscence
• Ileus paralitik
• Hernia insisional
RENCANA PENJAJAKAN
RENCANA PENJAJAKAN

Pemantauan tanda vital, NGT dan drain secara rutin

Pemeriksaan PA

Pemeriksaan CT-Scan

Pemeriksaan Lab secara berkala

• Leukosit
• Protein total, Albumin dan Globulin
• Elektrolit darah
PROGNOSIS
PROGNOSIS

Ad Vitam : in dubia

Ad Sanationam : in dubia

Ad Functionam : in dubia
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
DEFINISI

 Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi


karena adanya daya mekanik yang bekerja atau
mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal
tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.

 Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai


kegagalan isi intestinal untuk melanjutkan
perjalanannya menuju ke anus.

 Obstruksi intestinal ini merujuk pada adanya sumbatan


mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus
besar dan usus halus.
ETIOLOGI
ETIOLOGI
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI

Penyebab

Klinis Klasifikasi Letak

Jenis
KLASIFIKASI (1)

Berdasarkan Penyebab (Yates, 2004)

• Lesi intraluminal, seperti fekalit, benda asing,


bezoar, batu empedu
• Lesi intramural, seperti malignansi atau
inflamasi.
• Lesi ekstramural, seperti adhesi, hernia,
volvulus atau intususepsi.

Berdasarkan Lokasi

• Letak tinggi: Duodenum-Jejunum


• Letak tengah: Ileum Terminal
• Letak rendah: Colon-Sigmoid-rectum
KLASIFIKASI (3)
 Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005):
a. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai
dengan terjepitnya pembuluh darah.
b. Ileus obstruktif strangulasi, adanya penjepitan pembuluh
darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan
nekrosis atau gangren
c. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila
jalan masuk dan keluar suatu gelung usus tersumbat,
dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.

 Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus


obstruktif dibagi dua (Ullah et al., 2009):
a. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi
dimana mengenai duodenum, jejunum dan ileum
b. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang
mengenai kolon, sigmoid dan rectum.
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
 Ileus obstruktif mengakibatkan akumulasi cairan intestinal di
proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan
mekanisme absorbsi normal proksimal daerah obstruksi serta
kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.
 Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi
dalam beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan
dan sekresi lumen yang terus bertambah terkumpul dalam
intestinal.
 Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah
terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang
akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal.
 Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa splanknik
pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran
cairan intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen.
 Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan
mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen
menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan
iskemia.
PATOFISIOLOGI (2)
 Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya
distensi intestinal di bagian proksimal obstruksi, yang
bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses obstruksi
yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan
sekresi semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi
mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit cairan
intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah,
akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan
transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan nasogastric
tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui
external loss. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis
metabolik merupakan komplikasi yang sering dari obstruksi
letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat
mengakibatkan terjadinya insufisiensi renal, syok, dan
kematian.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Lab
 Pemeriksaan radiologi
 Dilatasi usus halus (diameter > 3 cm), adanya air-fluid level pada posisi
foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon.
 Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1)Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2)Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4)Posisi supine dapat ditemukan :
a)distensi usus
b)step-ladder sign
5)String of pearls sign, gambaran beberapa kantung
gas kecil yang berderet
6)Coffee-bean sign gambaran gelung usus yang distensi dan
terisi udara dan gelung usus yang berbentuk U yang
dibedakan dari dinding usus yang oedem
PEMERIKSAAN PENUNJANG (2)

 Enteroclysis : mendeteksi adanya obstruksi dan juga


untuk membedakan obstruksi parsial dan total. Cara
ini berguna jika pada foto polos abdomen
memperlihatkan gambaran normal namun dengan
klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika
penemuan foto polos abdomen tidak spesifik.
 USG
 CT Scan:
 CT Scan ileus obstruksi akibat intususepsi :
tampak distensi usus halus
ANAMNESIS
MANIFESTASI KLINIS
 Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
 Nyeri abdomen
 Muntah
 Distensi
 Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

 Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung


kepada:
 Lokasi obstruksi
 Lamanya obstruksi
 Penyebabnya
 Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)
PEMERIKSAAN FISIK
 Inspeksi
 Tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
 Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen,
hernia dan massa abdomen.
 Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat
ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun
“darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak
jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik yang
disertai mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang
berat.
 Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan
kolik.
PEMERIKSAAN FISIK (2)

 Palpasi dan Perkusi


 Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi
Hipertympani yang menandakan adanya obstruksi.
Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup
„defance muscular‟ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.
PEMERIKSAAN FISIK (3)
 Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar
kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi
dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi
setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan
usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas
peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada
atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa
juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruktif strangulata.
DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS BANDING

 Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu:


 Ileus paralitik
 Appensicitis akut
 Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
 Konstipasi
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN
 Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya
mengalami dehidrasi dan kekurangan Natrium,
Khlorida dan Kalium yang membutuhkan
penggantian cairan intravena dengan cairan salin
isotonic seperti Ringer Laktat.
 Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley
Kateter.
 Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada
cairan intravena bila diperlukan.
 Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis
atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada
ostruksi intestinal. (Evers, 2004)
PENATALAKSANAAN (2)
 Tindakan Operatif
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang
dikerjakan pada obstruksi ileus.
 Koreksi sederhana (simple correction): tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada
volvulus ringan.
 Tindakan operatif by-pass: Membuat saluran usus baru yang
"melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
 Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari
tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
 Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat
anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan
kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
KOMPLIKASI
KOMPLIKASI

 Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat


meliputi:
 gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan,
 iskemia dan perforasi usus yang dapat menyebabkan
peritonitis, sepsis, dan kematian
PROGNOSIS
PROGNOSIS
 Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5%
sampai 8% asalkan operasi dapat segera dilakukan.
 Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau
jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan
meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau
40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
dilakukan dengan cepat (Nobie, 2009).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai