Abstract. According to the Ministry of Education & Culture in lY9Y there were 13.67 %
dropouts,from primary schools und MI (Madrasuh Ihtidaiyuh) and 3.5 % children who have
never attended school. Since lYYN health services jbr primary/ MI school age namely BIAS
program hus been carried out. However, up to now there has been no diphtheriae and tetanus
BIAS program ,fir school dropouts or those children who never attended school. If'school
dropouts children do not get DT and TT BIAS immunization, it will influence Tetunus
Neonatorum Elimination target, and delay the target achievement to stop immunization .for
childbeuring age and pregntrnt women in 2005. It will ulso increase the possibility of'
diphtheriae outhrecrk accurence. A cross sectional study fo I 0Y children school drop oui wtrs
conducted in North ,Jukurta municipality during March to December 2001. The objective of
the study was to identzjj the immunization status und to measure the immunity status of
primury/MI school dropouts or those children who have never attended school (7 through 15
years). Interview wu,s carried out with their parents too. The proportion c?fprirnary school
dropouts in North .Jakarta was 4.4 %, whereby the highest was found in Kuliburu, Subdistrict
Cilincing (I I. 1 %). The highest percentage of immunization for diphtheria and tetanus were
TT 0 (34%) and D 1 (39%). Fifv point nine percent (n = 106) of school dropouts showed
protective antibody for tetanus (titre 2 1 IU/ml with Elisa test) with a geometric mean titre
(GMT) o f 0.4625 IU/ml while 75 % of drop out students showed protective antibody level o f
diphtheriae (titre 2 0.01 IU/ml with netralization test) with GMT of 0.0248 IU/ml. This results
were less than BIAS research result to primary school students showed 100 % (n = 61)
protective antibody level with GMT of 0.7408 IU/ml and GMT ($9 1157 IU/ml of diphtheriae
and tetanus. It showed that school dropouts children or those who never attended school still
required immunization through BIAS program.
PENDAHULUAN
(I)Imunisasi DT kelas 1, TT kelas 2 & 3
SD melalui program BIAS bertujuan untuk
Pelayanan kesehatan bagi anak usia Eliminasi Tetanus Neonatorurn (ETN) dan
sekolah setara Sekolah DasarIMadrasah pencegahan terhadap penyakit difieri. (2.3)
Ibtidayah (SDIMI) saat ini berupa program Imunisasi Tetanus Toxoid sebanyak 5 do-
BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) sis dapat memberikan perlindungan selama
yang telah dilaksanakan sejak tahun 1998. 25 tahun terhadap tetanus dan imunisasi
I
Peneliti Puslitbang Biomedis dan Farmasi
Litkayasa Puslitbang Biomedis dan Farmasi
152
Status Kekebalan 'ferhadap ... ... ...... ...(Whinie o! ul)
booster difteri dapat memberikan perlin- Jawa Barat masih terjadi KLB difteri,
dungan selama 10 tahun terhadap difteri. dengan kasus terbanyak menyerang kelom-
(4.5) pok umur 5 - 14 tahun dengan case.fatality
rate (CFR) 17 - 28 % (9,IO).
Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS) diselenggarakan secara terpadu lin- Karena itu perlu dilakukan penelitian
tas program dan lintas sektoral. Sasaran untuk mengetahui status imunisasi dan me-
BIAS diperluas, selain menjangkau murid ngukur status kekebalan anak SDIMI yang
SDJMI, juga menjangkau warga belajar putus sekolaWtidak pernah sekolah (umur
paket A setara SD yang tergabung dalam 7-1 5 tahun). Diharapkan hasil penelitian
Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). BIAS ini dapat memberi masukan perlu tidaknya
DT dan TT ini diberikan juga di tempat- pemberian imunisasi pada anak putus
tempat penampungan anak jalanan (Rumah sekolah.
Singgah) '6). Imunisasi DT dan TT diberi-
kan berdasarkan kelompok umur yang di-
sesuaikan dengan SD. Hal ini sudah dija- SUBYEK PENELITIAN DAN CARA
lankan di beberapa Provinsi, tapi masih KERJA
banyak kendala yang dihadapi karena tidak Penelitian dilaksanakan di 6 Puskes-
semua anak putus sekolahltidak bersekolah mas Kelurahan yang mewakili 6 Kecamat-
masuk dalam Sanggar Kegiatan Belajar. an di Kotamadya Jakarta Utara. Puskesmas
Imunisasi juga tidak dapat diberikan secara Kelurahan yang terpilih secara random
rutin bagi anak putus sekolah karena mobi- adalah :
litasnya tinggi.
1. Puskesmas Kelurahan Sungai Bambu
Data yang diperoleh dari Departemen mewakili Kecamatan Tanjung Priok
Pendidikan & Kebudayaan tahun 1999
memperlihatkan jurnlah siswa SDIMI yang 2. Puskesmas Kelurahan Tugu Utara me-
putus sekolah di Indonesia adalah wakili Kecamatan Koja
1.032.003 anak (13,67%) dari total anak 3. Puskesmas Kelurahan Kalibaru mewa-
SD/MI.(') Data ini bertambah dengan ada- kili Kecamatan Cilincing
nya anak-anak yang sama sekali tidak per-
4. Puskesmas Kelurahan Pademangan Ba-
nah mengenyam endidikan sebesar 3,5%
rat mewakili Kecamatan Pademangan
(data Indonesia). )' Untuk kelompok sasar-
an anak putus sekolah tersebut perlu diupa- 5. Puskesmas Kelurahan Penjaringan me-
yakan penanganan secara khusus untuk wakili Kecamatan Penjaringan
imunisasi DT dan 'IT.Hal ini diperlukan 6. Puskesmas Kelurahan Pegangsaan Dua
untuk meningkatkan cakupan imunisasi mewakili Kecamatan Kelapa Gading
DT dan TT BIAS sehingga memastikan
pencapaian target Eliminasi Tetanus Neo- Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan
natorum dari 811000 kelahiran hidup men- Maret 2001 sampai dengan Desember
jadi 111000 kelahiran hidup, serta memasti- 2001.
kan waktu penghentian imunisasi TT bagi Sampel adalah anak putus sekolahlti-
ibu hamil (Bumil) dan wanita usia suburl dak pernah sekolah setara SD umur 7-15
WUS (tahun 2005) (2). Penyakit difteri da- tahun di Jakarta Utara. Sampel berjumlah
lam kurun waktu terakhir ini juga menjadi 109 anak putus sekolah dengan a = 5 % ,P
reemerging disease. Sejak tahun 2000 = 20 %. Pengambilan sampel dilakukan
sampai 2003 di beberapa daerah seperti di secara mullistuge random sampling dari
I3ul. I'cncl. Kcschatan, Vol. 34. No. 4, 2000: 152 160
Tabel 1. Distribusi Anak Putus Sekolah (Umur 7-15 tahun) di Kotarnadya Jakarta Utara Bulan
Januari -April Tahun 2001 (Data BKKBN Jakarta Utara)
sekolah menunjukkan tidak ada perbedaan Sesuai dugaan, ada perbedaan secara
bermakna (p = 0.1 52) antara masing- bermakna titer antibodi tetanus antara TT 0
masing kelompok umur. dengan TT 3 (p = 0.002), dan TT 0 dengan
TT 4 (p = 0.008). Peningkatan status imu-
Persentase kekebalan protektif teta-
nisasi dari status TT 0 ke TT 3 dan TT 4
nus berdasarkan status imunisasi TT, ter-
dapat memberikan rata-rata kenaikan titer
tinggi adalah status TT 4 (100%) dan TT 5
antibodi tetanus sebanyak 10 kali sampai
(100%) dengan titer antibodi rata-rata
30 kali secara bermakna (Tabel 5).
3.9924 IU/ml dan 6.4343 IUIml.
Tabel 2. Status Imunisasi Tetanus dan Jumlah Suntikan Imunisasi Difteri Berdasarkan
Jenis Kelamin Pada Anak Putus Sekolah (Umur 7-15 tahun) Th 2001
'~'~'O:DPT~~.TT~:DPT~~~~~~DT/TTIX.TT~:DPT~X~~~~DT+TTI
'1'1' 3 : 6 bln setelah TT 2,TT 4 : I tahun setelah TT 3 , TT 5 : 1 tahun setelah T'I' 4
Tabel 5. Persentase Kekebalan Protektif (Titer Ab 2 1 IUIml) dan Titer Antibodi Rata-Rata
(GMT) Terhadap Tetanus Berdasarkan Status Imunisasi Tetanus Pada Anak Putus
Sekolah (Th 2001)\
Tabel 6. Persentase Kekebalan Protektif, Fully Protective dan Titer Antibodi Rata-Rata (GMT)
Terhadap Difteri Berdasarkan Kelompok Umur Pada Anak Putus Sekolah (Th 2001)
Hasil serologi terhadap difteri me- di 2 0.1 IUIml) terhadap difteri dengan
nunjukkan bahwa 75% anak putus sekolah GMT sebesar 0.0248 IUIml (Tabel 3,6).
memiliki kekebalan protektif (2 0.01 IUI Persentase kekebalan protektif dan fully
protective difteri terbanyak berdasarkan
ml), hanya 32% anak putus sekolah memi-
liki kekebalan fully protective (titer antibo- kelompok umur berturut-turut adalah umur
13ul. I'cncl. Kcschatan. Vol. 34, No. 4, 2006: 152 - 160
Tabel 7. Persentase Kekebalan Protektif, Fully Protective dan Titer Antibodi Rata-Rata (GMT)
Terhadap Difteri Berdasarkan Jumlah Suntikan lmunisasi Difteri Pada Anak Putus
Sekolah (Th 2001)
10-12 tahun (87 %) dan umur 13-15 tahun Persentase kekebalan protektif terha-
(36.4 %) Tabel 6. dap tetanus pada anak putus sekolah 50,9%
dengan GM'I' 0,4625 lU/ml lebih rendah
Persentase kekebalan protektif dan
dibandingkan dengan hasil penelitian pada
fully prokclive di fteri terbanyak berdasar-
121 siswa SD Cimandala Bogor sebelum
kan jumlah suntikan imunisasi difteri ber-
turut - turut adalah 1) 4 (88 %) dan 11 3 imunisasi DT 1 tahun 1997 sebesar 100%
(53.8 %) Tabel 7. Titer antibodi difteri dengan GMrl'0,6450 IUIml " ". Persentase
pada anak putus sekolah menunjukkan kekebalan terhadap tetanus pada anak pu-
tus sekolah juga lebih rendah bila diban-
tidak ada perbedaan antara masing-masing
kelompok umur (p = 0.082) dan antara dingkan dengan hasil penelitian pada siswa
jumlah suntikan imunisasi difteri (p = SD kelas 1, 2, 3 dan 4 Cimandala Bogor
0.3 13). tahun 1999 sebesar 100 % 'I2'. Hasil ter-
sebut menunjukkan bahwa persentase ke-
kebalan protektif terhadap tetanus pada
PEMBAHASAN anak putus sekolah 30%-50% lebih rendah
dibandingkan dengan beberapa hasil pene-
Titer antibodi tetanus pada anak pu- litian lain pada siswa SD dan populasi ke-
tus sekolah menunjukkan tidak ada perbe- lompok umur serupa.
daan bermakna (p = 0.152) antara masing-
masing kclompok umur. llasil ini menun- Titer antibodi diftcri pada anak putus
jukkan bahwa pada anak putus sekolah sekolah menunjukkan tidak ada perbedaan
dengan umur yang semakin tinggi tidak antara masing-masing kelompok umur (p =
ada perbedaan antara status kekebalan teta- 0.082) dan antara jumlah suntikan imunisa-
nus. Seharusnya dengan umur yang sema- si difteri (p = 0.3 13). Pada kelompok umur
kin tinggi terdapat peningkatan status ke- yang lebih tinggi dengan jumlah suntikan
kebalan tetanus. Hal ini mungkin disebab- difteri yang lebih banyak diharapkan ada
kan anak putus sekolah tidak mendapatkan perbedaan status kekebalan difteri. Namun
booster imunisasi TT melalui program pada anak putus sekolah tidak terdapat per-
BIAS. Hal lain mungkin disebabkan riwa- bedaan, kemungkinan disebabkan tidak
yat imunisasi DPT saat bayi kurang leng- pernah mendapat imunisasi booster DT
kap. melalui program BIAS. Hal lain mungkin
disebabkan status imunisasi DPT bayi pada
Status Kekebalan 'l'erhadap ...............(Whinie at (11)
anak putus sekolah rendah, sehingga wa- yang telah menyediakan data anak putus
laupun pernah mendapat boster imunisasi sekolah, Kepala Puskesmas yang telah
saat masih sekolah kurang memberi respon membantu dalam pengambilan sampel, Dr.
peningkatan status kekebalan protektif. Hartono, Kadit Diklusepora DepDikNas
yang telah membantu referensi penelitian,
Kekebalan alamiah terhadap difteri
Dra. Muljati Prijanto, Dr. Jane Supandi
kurang berperan, karena imunisasi DPT su-
MSc (Subdit Imunisasi P2M/PLP), yang
dah mencapai UCI, yang berarti cakupan
banyak memberikan saran dan masukan
imunisasi sudah mencapai > 80%. Penyakit
untuk penelitian serta seluruh anggota tim
difteri sudah bukan merupakan penyakit
penelitian yang telah membantu pengam-
endemis lagi, dengan tidak ditemukannya
bilan dan pemeriksaan sampel.
kasus infeksi kulit yang disebabkan oleh
difteri. Narnun sejak tahun 2000-2003, di
daerah tertentu seperti Cianjur, Ciamis, DAFTAR RUJUKAN
Subang, difteri masih sering menimbulkan
KLB dengan CFR 17-28%, sehingga untuk I. Depkes. Tim Pembina UKS. Pedoman BlAS
(DT & TT). Jakarta. 1999.
memberikan kekebalan protektif masih
diperlukan booster imunisasi DT. 2. Dit. Pengamatan Epim Kesma. Dit Jen PI'M-
PL. Materi Pelatihan Manajemen Program
Persentase kekebalan protektif terha- lmunisasi Tingkat Kabupatenl Kota. Jakarta.
dap difteri pada anak putus sekolah (75 %) 2000.
lebih rendah dibandingkan hasil penelitian 3. Sub Dit Im. Dit Jen P2M & PLP. Epi Info
lain di Cimandala Bogor pada 121 siswa Tetanus. Jakarta. I994
SD (tahun 1997) dan pada 61 siswa SD 4. Galazka. The lmmunological Basis for Immu-
(tahun 1999) berturut-turut sebesar 85 % nization. Difieri. Geneva. 1993.
dan 82 %. ( l 2 , I 4 ) . H a d tersebut menunjuk- 5. Galazka. The lrnmunological Basis for
kan bahwa status kekebalan protektif dan Immunization. Tetanus. Geneva. 1993
fully protective terhadap difteri adalah 10
6. Depkes. Tim Pembina UKS Pusat. Petunjuk
%-20 % dan 40 % lebih rendah dibanding- Teknis BlAS Bagi Pengelola Program.
kan dengan beberapa hasil penelitian lain Jakarta. 1998.
pada siswa SD dan anak kelompok umur 7. Informatika Data. Data Perkembangan Jumlah
serupa. Putus Sekolah Tiap Propinsi. Litbang
Bila anak putus sekolah ini tidak di- DepDikNas. Jakarta. 1999.
imunisasi akan mempengaruhi pencapaian 8. Badan Litbang DepDikNas. Dampak Krisis
target ETN, waktu penghentian imunisasi Ekonomi Terhadap Pendidikan Dasar di
Indonesia. Laporan No. 02-599. Mei 1999.
'IT WUS dan Bumil tahun 2005 serta keja-
dian KLB difteri. Perlu dipertimbangkan 9. Muljati Prijanto, Nadirin M, Narain Punjabi.
pemberian imunisasi DT dan TT pada anak Kejadian Luar Biasa Penyakit Difieri di
Kabupaten Cianjur. Laporan KLB Difteri.
putus sekolah melalui program BIAS serta 200 1
penelitian lanjutan untuk mendapatkan mo-
del yang sesuai untuk menjaring imunisasi 10. Tim lnvestigasi dan Penanggulangan KLB
Propinsi Jawa Barat dan Kabupaten Cian-jur.
anak putus sekolah. Laporan Hasil Penyelidikan KLB Difteri di
Kampung Bunisari Desa Bale Gede Kecamatan
Naringgul Cianjur. Mei 2003
UCAPAN TERIMA KASIH I I. Sarwo Handayani dkk. Status Kekebalan Anak
Penulis mengucapkan terima kasih SD Kelas 1 Sebelum & Sesudah lmunisasi DT
1 Dosis. Laporan Akhir. 1997.
kepada BKKBN Kotamadya Jakarta Utara
I3ul. I'cnel. Kcschatan. Vol. 34. No. 4. 2006: 152 - 160
12. Dyah Widyaningroem dkk. Kekebalan Terha- 14. Muljati Prijanto dkk. Status Kekebalan
dap Difteri & Tetanus Anak SD Dalam terhadap Difteri dan Tetanus pada Anak Usia
Program BIAS. Laporan Akhir Penelitian 4-5 Tahun dan Siswa SD Kelas VI. Cermin
Risbinkes. 199912000. Dunia Kedokteran. 2002. 134: 24-26
13. Maple PA, Jones CS et al. Immunity to
Diphtheria and Tetanus in England and Wales.
Vaccine. 2000 Sep 1 5 ; 19(2-3): 167-173.