Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pendahuluan
Sudah jadi pendapat umum bahwa filsafat adalah induk atau Ibu dari segala macam jenis ilmu pengetahuan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa ilmu pengetahuan itu pada mulanya hanya ada satu yaitu filsafat. Akan
tetapi, karena filsafat yang mempersoalkan hal-hal yang umum abstrak, dan universal, maka filsafat semakin tidak
mampu menjawab persoalan-persoalan hidup yang semakin konkrit, positif, praktis, dan pragmatis. Oleh karena itu,
secara kuantitatif muncullah berbagai jenis ilmu pengetahuan khusus menurut objek studinya masing-masing seperti
ilmu pengetahuan Humaniora. Ilmu pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Agama. Sedangkan
secara kualitatif jenis-jenis ilmu pengetahuan itu berkembang sifatnya mulai dari yang teoritis sampai pada yang
praktis teknologis.
Kenyataan tersebut adalah wajar, karena memang filsafat hanyalah berkepentingan untuk menjawab
pertanyaan apa. Pertanyaan ini memerlukan jawaban yang bersifat global, menyeluruh, dan abstrak universal
pengetahuan demikian sudah barang tertentu tidak akan mampu secara langsung menjawab tuntutan hidup sehari-
hari. Di mana tuntutan hidup sehari-hari itu adalah berupa hal-hal atau barang-barang bersifat nyata, konkrit, dan
khusus, seperti: makanan , minuman, pakaian, perumahan, dan peralatan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan
yang demikian itu, maka diperlukan adanya ilmu pengetahuan praktis-teknis yang secara langsung dapat
memproduksi bahan-bahan kebutuhan tersebut.
Demikian konsep-konsep dan teori-teori yang bersifat umum universal perlahan-lahan ditinggalkan, ilmu
pengetahuan bergerak ke arah teknologi yang berurusan langsung dengan pengadaan barang-barang produksi.
Sebagai konsekuensinya. Terjadilah pergeseran nilai-nilai yang terkandung di dalam perdagangan hidup dari yang
kualitatif menjadi kuantitatif material.
Fakta kegagalan manusia sebagai khalifatullah alam ini, yang dengan teknologi justru menindas dunianya,
diri sendiri, dan sesamanya. Hal inilah yang menarik kembali perhatian filsafat sebagai Ibu ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dengan posisi dan peranannya yang demikian itu, wajarlah jika filsafat merasa khawatir terhadap
kemungkinan terjadi malapetaka besar yang menimpa kelestarian hidup manusia dan dunia sebagai tempat
tinggalnya.
Untuk mendapatkan pemahaman tentang filsafat, maka dapat ditemukan pokok-pokok pembahasan dalam
makalah ini yaitu:
a. Istilah pengetahuan dan ilmu
b. Istilah filsafat pengetahuan dan filsafat ilmu
c. Perkembangan ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
Pengetahuan yang dipergunakan orang, terutama untuk hidupnya sehari-hari tanpa mengetahui seluk-beluk
yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya tidak mengetahui sebabnya demikian dan apa sebabnya harus
demikian, dinamai pengetahuan biasa.
Pengetahuan langsung diperoleh dari dua sumber, sumber external (luar) dan sumber internal (dalam).
Contoh pengetahuan yang bersumber dari dalam, umpanya kita dapat mengetahui keadaan diri kita sekarang,
keadaan sedih, gembira atau marah.
Pengetahuan konklusi adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penarikan kesimpulan dari data empirik
atau indrawi, seperti: apabila kita tahu bahwa di atas sebuah gunung (yang tampak di depan kita) ada kumpulan
asap. Kita tahu bahwa setiap ada asap pasti ada api sedang menyala.
Pengetahuan kesaksian dan otoritas adalah pengetahuan yang diperoleh melalui kesaksian dari orang lain
atau berita orang yang biasa dipercaya, contoh, kita mengetahui adanya Tuhan melalui para Rasul dan kitab-kitab-
Nya
Pengetahuan yang diperoleh melalui indera disebut dengan pengetahuan inderawi. Setelah diadakan
penyelidikan dan eksperimen, maka ilmu tersebut sekarang menjadi ilmu pengetahuan (science). Apabila sesuatu hal
sudah dapat diketahui oleh indera, dieksperimen dan diteliti, maka di sana orang mulai berfilsafat. Filsafat ini satu
tahap lebih tinggi dari pengetahuan biasa. Oleh karena itulah, para pilsuf sudah mulai memikirkan hakikat sesuatu,
seperti hakikat dari Tuhan, alam, dan manusia.
Cukup lama diterima bahwa pengetahuan harus merupakan representasi (gambaran atau ungkapan)
kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat (objektivisme). Pengetahuan dianggap sebagai kumpulan fakta.
Namun, akhir-akhir ini terlebih dalam bidang sains, diterima bahwa pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang
belajar mengerti. Pengetahuan lebih diaggap sebagai suatu proses pembentuk (konstruksi) yang terus-menerus,
terus berkembang dan berubah. Konsep-konsep yang dulu dianggap sudah tetap dan kuat, seperti hukum Newton
dalam ilmu Fisika, ternyata harus diubah karena tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai.
Banyak situasi yang memaksa atau membantu seseorang untuk mengadakan perubahan dalam
pengetahuannya. Perubahan ini mengembangkan pengetahuan seseorang. Ada beberapa situasi atau konteks yang
membantu perubahan, yaitu:
a. Konteks tindakan,
b. Konteks membuat masuk akal
c. Konteks penjelasan, dan
d. Konteks pembebanan.
Bila seseorang harus cepat bertindak atau memecahkan sesuatu secara terencana. Ia akan terdorong untuk
mengalisis situasi dan persoalan yang dihadapi Dalam situasi seperti itu ia dapat bertindak secara efisien dan
membentuk pengetahuan atau konsep yang baru. Juga bila seseorang berhadapan dengan suatu persoalan atau
kejadian baru yang tidak disangka-sangka, ia ditantang untuk mencari arti dan makna hal itu dengan menggunakan
gagasan, ide-ide, maupun konsep-konsep yang telah ia punyai. Bila konsepnya tidak cocok, maka ia terpaksa harus
mengubah konsepnya. Dengan demikian ia mengembangkan ilmu yang baru.
Pertanyaan “apa yang kamu maksudkan dengan ini, bagaimana kamu dapat menjelaskan hal ini?” memacu
orang untuk mengkonstruksi sesuatu dan mengerti sesuatu. Juga bila seseorang harus mempertahankan dan
membenarkan gagasannya terhadap kritikan orang lain, ia didorong untuk menciptakan konstruksi yang baru. Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa situasi atau konteks yang memaksa seseorang untuk menyadari “sesuatu” dapat
membantu orang itu mengubah atau paling sedikit mengembangkan pengetahuannya.
Pengertian filsafat secara terminologis sangat beragam, baik dalam ungkapan. maupun titik tekanannya.
C. Perkembangan Ilmu
Permulaan ilmu dapat ditelusuri sejak permulaan manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang
bersifat emprises yang memungkinkan untuk mengerti keadaan dunia.
Perkembangan pengetahuan manusia diawali malalui proses: (1) kemampuan mengamati, (2) kemampuan
membeda-bedakan. (3) kemampuan memilih dan (4) kemampuan melakukan percobaan berdasarkan prinsip trial
and error.
Berlangsungnya proses mental dengan cara belajar yang telah disebutkan di atas. maka kemampuan
penalaran manusia mulai meningkat, diiringi dengan berkembangnya ciri kreatif yang menjadi salah satu karakteristik
manusia, yang secara cepat dinamai makhluk yang berpikir (homo sapiens).
Usaha paling awal dalam bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah, dilakukan oleh bangsa
Mesir, yaitu banjir yang melanda sungai Nil yang terjadi uap tahun menyebabkan berkembangnya sistem almanak,
geometri, dengan kegiatan survey. Keberhasilan tersebut diikuti oleh bangsa Babylonia dan Hindu yang memberikan
sumbangan-sumbangan yang berharga. Setelah itu muncul pula bangsa Yunani yang menitikberatkan pada
pengorganisasian ilmu yang bukan saja menyumbang perkembangan ilmu astronomi, kedokteran, dan sistem
klasifikasi Aritosteles, melainkan juga silogisme yang menjadi dasar penjabaran pengalaman-pengalaman manusia
scare dedukatif.
Rangkaian penemuan manusia, disebabkan oleh adanya akal serta pikiran yang menjadikan proses
Pembudayaan alam semakin meluas. sehingga menyebabkan. Perubahan alam di bumi sepanjang sejarah hidup
manusia mencapai berbagai bentuk ciptaan dan kreativitas manusia yang menjelmakan berbagai tata cara hidup
yang muncul. Berkembang dan berubah sesuai dengan ruang dan waktu tertentu.
Perkembangan ilmu disebabkan oleh adanya kecenderungan di kalangan para ilmuwan yaitu terangsangnya
imajinasi mereka, bila rekannya menemukan hal baru. Untuk mendapatkan penemuan barn lainnya disamping
menyelidiki kemungkinan adanya manfaat lain dan penemuan asal.
Pernyataan tersebut di atas sejalan dengan pernyataan "para ilmuwan tidak akar. puas bila belum
menyelidiki akar fenomena yang tampak. Mereka akan terus-menerus mencari akhir dan masalah yang sedang
digeluti sampai akhir hayatnya. Mereka juga tidak akan cepat puas atau membatasi diri pada ketentuan-ketentuan
atau penjelasan-penjelasan yang sudah baku yang dianggap merupakan jawaban akhir dan yang meresahkan
mereka". (Semiawan).
Berkenaan dengan itu, para ilmuwan tidak akan ragu untuk mempertanyakan, keabsahan dan kebenaran
pendapat orang-orang yang dihormati atau pendapatnya menjadi panutan saat itu walaupun keselamatan jiwa
mereka atau ketentraman hidup menjadi taruhannya.
Berdasarkan uraian di atas, akan diuraikan perkembangan ilmu, sebagai berikut:
1. Metode Deduktif
Aristoteles merupakan pelopor utama logika deduktif dalam bukunya yang berjudul “logika”. Aristoteles
mengemukakan analisa bahasa yang didasarkan atas silogisme. Kalimat pertama mengemukakah hal yang umum
disebut premis mayor, kalimat kedua mengemukakan hal yang khusus disebut premis minor. Berdasarkan kedua
premsi ditarik kesimpulan.
Contoh:
Premis mayor : semaua yang hidup dan berpikir adalah manusia
Premis minor : Amir hidup dan berpikir
Kesimpulan : Amir adalah manusia
Pendekatan silogisme adalah satu-satunya metode yang efektif tentang cara berpikir secara sistematis pada
zaman Yunani dan Romawi sampai pada masa Galileo dan Renaisance. Berpikir secara silogisme pada abad
pertengahan mencapai puncaknya dihubungkan dengan pengamatan dan pengalaman alam nyata. Aristotels pun
melakukan kesalahan yang sama, wanita mempunyai gigi yang lebih sedikit dari pada laki-laki (Suriyasumantri,
1995:88)
Pendapat ini merupakan pendapat yang keliru, meskipun Aristoteles pernah kawin dua kali, tidak pernah
terlintas dalam pikirannya untuk menguji pendapatnya dengan mengatasi mulut isterinya.
Sampan Renaisance ajaran Aristoteles tersebut dianggap benar, relevan, memuaskan dan sekaligus
cocok untuk semua tujuan, dengan demikian maka ilmu terjatuh kembali ke lembah baru yang penuh kemandulan.
2. Metode Induktif
Francis Bacon sebagai tokoh utama pemikir induktif. Sumbangan Bacon terhadap kemajuan ilmu adalah
penting, yakni sebagai perintis yang menembus kubu pemikiran deduktif yang penggunaannya scare berlebihan yang
menyebabkan dunia keilmuan mengalami kemacetan. Bacon adalah pelopor pada saat orang-orang seperti Galileo.
Lavoiser, dan Darwin menolak logika dan pendapat ahli yang berwenang sebagai sumber kebenaran dan berpaling
ke alam nyata untuk menemukan pemecahan masalah keilmuan, logika, pengalaman, dan kewenangan para ahli
kesemuanya itu dipergunakan sebagai dugaan (hipotesis) dan bukan sebagai bukti atas kebenaran, karena
berpegang kepada bukti-bukti empiris sebagai bukti untuk menguji kebenaran.
Bacon ternyata keliru dalam anggapan dasarnya bahwa suatu hipotesis" mempunyai tendensi untuk
berwasangka yang membelokkan pengambilan kesimpulan dari keadaan yang sebenarnya dan menyebabkan
pengamatan menjadi tidak objektif. Hal ini tidak usah demikian bila seorang bermaksud untuk mengadakan
penyelidikan. yakni untuk menguji benar tidaknya suatu pendapat sementara, dan bukan untuk membuktikan suatu
pendapat yang sudah ada. Kenyataan sekarang adalah, bahwa seseorang yang akan menulis tesis diharuskan untuk
menyatakan secara tepat hipotesis-hipotesis yang akan diuji. Suatu penelitian yang tidak diarahkan kepada suatu
hipotesis kemungkinan sekali akan berakhir dengan kebingungan dan bukan dengan kejelasan atau kesimpulan
yang bersifat umum.
4. Animisme
Tugas manusia pada dasarnya adalah mengerti segenap gejala yang ditemuinya dalam kehidupan untuk
mampu menghadapi masalah. Manusia primitif ketika mendengar petir dan melihat kilat yang menyambar diikuti
dengan hujan deras serta banjir. mereka merenungi penuh keinginan.
Antropologi dan sejarah menjelaskan bahwa, manusia pertama sekali menerangkan gejala-
gejala seperti itu sebagai perbuatan dewa, hantu, Setan, dan berbagai makhluk halus. Mitologi kuno penuh
dengan bermacam dewa dan dewi yang
memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia primitif. Bangsa Indian . menghubungkan sakit.
kelaparan, dan berbagai bencana dengan makhluk-makhluk halus yang sedang berang. Bahkan sampai hari ini
upacara-upacara pada suku yang primitif: dilakukan untuk menyenangkan hati makhluk tersebut dan meminta
pertolongannya. Keadaan yang bersifat gaib belum sepenuhnya berlalu. Bukan hal yang aneh bagi orang modern
untuk percaya pada hantu, iblis naik kuda, dan berbagai makhluk halus untuk menerangkan sesuatu kejadian yang
belum mampu dijelaskan. Cerita rakyat bangsa Irlandia penuh dengan mitos-mitos, bahkan negara seperti Amerika
Serikat kepercayaan gaib akan kucing hitam, Jumat ke-13, dan mengguna-guna lewat boneka sihir masih juga
terdapat.
5. Empiris
Lambat laun manusia menyadari bahwa, gejala alam dapat diterangkan sebab-musababnya. Langkah yang
paling penting yang menandai permulaan ilmu sebagai suatu pendekatan sistematis dalam pemecahan masalah.
Perkembangan ke arah ini berlangsung lambat. Perkiraan yang kasar dan tidak sistematis secara iamb at laun
memberi jalan kepala observasi yang lebih sistematis dan kritis, kemudian mengarah kepada pengujian hipotesis.
Secara sistematis dan teliti di bawah kondisi yang dikontrol, meskipun hipotesis-hipotesis ini masih terpisah-pisah,
dan akhirnya minimal dalam beberapa bidang keilmuan pengembangan teori yang menyatukan penemuan-
penemuan yang terpisah-pisah itu ke dalam suatu struktur yang utuh, dan kepada formulasi pengujian secara
sistematis dan teliti dari hipotesis-hipotesis yang telah terintegrasi yang diturunkan dari teori tertentu. Proses ini
dibagi dua tahap yang saling beraturan:
1) Tingkat empiris, tingkat ini terdiri alas hubungan yang empiris yang ditemukan dalam berbagai gejala dalam bentuk-
bentuk X menyebabkan Y tanpa mengetahui mengapa hal itu terjadi.
2) tingkat penjelasan (teoritis), tingkat ini mengembangkan suatu struktur teoritis yang tidak saja menerangkan
hubungan empiris yang terpisah-pisah. Namun, juga mengintegrasikannya menjadi suatu pola yang berarti.
Ilmu empiris meliputi pengalaman, klasifikasi, kuantifikasi penemuan hubungan-hubungan, dan
perkiraan kebenaran.
1) Pengalaman. Titik tolak ilmu pada tahap permulaan adalah pengalaman, apakah tabling yang pecah karena
pengembangan air yang membeku. gerhana, atau keteraturan yang terlihat sehari-hari. Ilmu mulai dengan observasi,
kemudian ditambahkan observasi-observasi lain b:>;k yang serupa maupun yang tidak, sampai suatu kesamaan atau
perbedaan dapat dicapai. Akhirnya suatu sistem prinsip-prinsip dasar akan disusun yang akan menerangkan tentang
terjadinya atau tidak terjadinya serangkaian pengamatan. Tujuan ilmu adalah mensistematikan pengetahuan tentang
gejala yang dialami.
Pada tahap permulaan, ilmu harus berurusan dengan penambahan pengalaman. Betapapun terang dan jelasnya
pengalaman. kalau tetap berpisah-pisah, cenderung tidak mempunyai arti ditinjau dari segi pendinian keilmuan.
2) klasifikasi. Prosedur yang paling dasar untuk mengubah data terpisah menjadi dasar yang fungsional adalah
klasifikasi, suatu prosedur yang pokok bagi semua penelitian dan bagi semua kegiatan mental, karena hal ini
merupakan era sederhana dan cermat dalam memahami sejumlah pesan data. Dengan mengetahui kelas di mana
suatu gejala termasuk, makna hal ini akan. Memberikan dasar untuk memahami gejala tersebut. Dengan
memasukkan hujan lebat yang akan turun ke dalam klasifikasi topan, misalnya, hal ini memberikan dasar untuk
mengetahui secara terlebih dulu bagaimana kemungkinan akan terjadinya hujan tersebut. Karena identifikasi sebuah
objek atau gejala sebagai anggota dari suatu kelas dengan segera menghubungkan kepada sifat-sifat tertentu yang
dipunyai kelas tersebut. Makin persis klasifikasi yang dibuat, makin jelas arti yang dibawahnya dan makin spesifik
dasar yang membentuk klasifikasi.
Klasifikasi harus didasarkan pada tujuan tertentu. Seperti jeruk dan pisang. Apakah jeruk ini akan diklasifikasikan
bersama pisang atau bersama bola kaki, tergantung kepada apakah akan dimakannya atau akan digelindingkannya
di lantai. Sistem klasifikasi dapat dimulai dari yang paling sederhana sampai paling rumit
3) Klasifikasi. Tahap yang pertama dalam perkembangan ilmu adalah pengumpulan dan penjelasan pengalaman, yang
kemudian menyebabkan adanya keinginan untuk mengkuantifikasi observasi. Meskipun observasi kualitatif sudah
cukup memuaskan dalam tahap-tahap permulaan ilmu, hanya kuantifikasi yang dapat memberikan ketelitian
klasifikasi dalam ilmu. Makin maju suatu ilmu maka makin kurang pengumpulan pengalaman dan melangkah ke arah
pengukuran yang memungkinkan dilakukan suatu analisis yang Lebih layak melalui manipulasi matematis.
4) Penemuan Hubungan-hubungan. Melalui berbagai klasifikasi yang berbeda-beda sering terjadi adanya hubungan
fungsional antara aspek-aspek komponennya. Mengklasifikasikan anak-anak berdasarkan jenis kelamin dan
kekuatan jasmani. kemungkinan menyebabkan akan melihat hubungan bahwa anak laki-laki cenderung lebih kuat
dibandingkan anak wanita. Hubungan fungsional antara berbagai gejala dapat juga diobservasi melalui urutan
kejadian. Misalnya, hari yang panas cenderung diikuti petir dan hujan lebat. Pada tingkat yang lebih maju, ilmu
empiris mengemukakan hukum alam dalam bentuk persamaan angka-angka yang menghubungkan aspek kuantitatif
dari variabel yang satu dengan aspek kuantitatif variabel yang lain umpamanya keliling suatu lingkaran = 2nr,
5) Perkiraan Kebenaran. ilmuwan pada umumnya menaruh perhatian terhadap hubungan yang lebih fundamental
daripada hubungan yang tampak pada kulitnya. Suatu peristiwa yang rumit sering terjadi sehingga hubungan-
hubungan yang mungkin terdapat tampaknya menjadi kabur. Oleh sebab itu, perlu menganalisis kejadian tersebut
dengan memperhatikan unsur-unsur yang bersifat dasar dengan tujuan untuk menentukan secara lebih jelas
hubungan-hubungan dari berbagai aspek.
Dua langkah fundamental dalam perkembangan ilmu: proses perkiraan kebenaran yang terus-menerus dan
proses pendefenisian kembali masalah-masalah ditinjau dan keberhasilan atau kegagalan perkiraan. Contoh dalam
pertanian tiap tahun ditemukan berbahagia varietas padi-padian yang lebih baik. Apakah pada akhirnya terhubungan
dengan gejala alam, kebenaran akhir akan dicapai. Hal seperti ini merupakan sesuatu yang bisa diperdebatkan yang
pada dasarnya sesuatu yang bersifat akademis yang mungkin tak ada gunya.
Konsep ilmu sebagai suatu rangkaian dan perkiraan kebenaran di mana kebenaran ini jarang sekali, bahkan
mungkin takkan pernah tercapai, tidaklah memuaskan bagi mereka yang memandang ilmu itu sebagai sesuatu yang
absolut dan tidak menghargai bahwa apa yang mampu dilakukan dalam ilmu hanyalah memberikan pengertian yang
lebih dalam. Sesuatu yang menarik dalam hubungan ini adalah terdapatnya kecenderungan yang lazim seperti yang
terjadi dalam bidang kedokteran dalam bentuk pemakaian shot gun approach. Dalam hal ini pasien diberikan obat
yang berkasiat umum, umpamanya pensilin, yang mungkin akan menyembuhkan, tetapi karena hal ini tidak
menolong untuk menemukan faktor penyembuh, maka hal ini tidak mendapatkan nilai keilmuan maksimal mungkin
pendekatan yang dilakukan haruslah mempergunakan obat satu per satu, atau kemungkinan untuk mendapatkan
kasus cukup, mencoba berbagai jenis obat dalam suatu kombinasi dalam suatu kerangka percobaan.
6. Ilmu Teoritis
Tingkat yang paling akhir dari ilmu adalah ilmu teoritis. Hubungan dan gejala
yang ditemukan dalam ilmu empiris diterangkan dengan dasar suatu kerangka pemikiran tenang sebab-
musabab sebagai langkah untuk meramaikan dan menentukan cara untuk mengontrol kegiatan agar hasil yang
diharapkan dapat dicapai. Tahap yang maju ini kelihatannya akan Ibis mampu dicapai dalam ilmu-ilmu alam
dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial. Bertahun-tahun ahli kimia menyadari bahwa benda tertentu akan terbakar,
mengucurkan panas, serta asap, dan meninggalkan abu. Pengetahuan tentang hal ini sudah berguna. Namun. tidak
menjelaskan apakah sebenarnya yang sedang terjadi. Kemudian. ahli-
ahli kimia mengajukan berbagai teori untuk mendengarkan kejadian tersebut, di antaranya terdapat suatu
postulat yang diajukan tentang phlogiston yang dianggap terdapat dalam atmosfir yang kelihatannya penyebab
benda menjadi terbakar. Teori ini kemudian ditolak dan berpihak pada teori oksidasi
modern yang mampu menghubungkan proses terbakarnya kayu dengan proses pembusukan kayu.
berkaratnya besi dan berbagai reaksi kimia lainnya.
Ilmu teoritis dapat memperpendek proses untuk sampai pada pemecahan masalah. Jika, seorang mengerti
apa sebab terjadinya sesuatu, maka dapat mengalihkan pengetahuannya dalam pemecahan masalah lain yang
serupa. Ilmu teoritis mempunyai kelebihan yang nyata dalam merangsang penelitian dan dalam memberikan
hipotesis yang berharga. Nyatanya. puncak keunggulan keilmuan adalah dicapai oleh ilmu seperti fisika, karena teori
telah berkembang cukup berdasarkan penemuan-penemuan empiris terdahulu. sebab dengan teori dapat
meramaikan dan mengarahkan penemuan fakta-fakta empiris. Bom atom, umpamanya, pada awalnya tidak dibuat
secara empiris lalu dilelangkan sebaliknya. Einstein dan rekan-rekan sejawatnya mula-mula mengembangkan-
nya secara teoritis dan baru berpaling ke pengujian secara empiris.
Peralihan dari ilmu empiris ke ilmu teoritis merupakan suatu langkah yang sukar. Menemukan apa yang terjadi
sebenarnya mudah, terapi tidak semuda kalau hams diterangkan mengapa sebenarnya hal itu terjadi. Hal semacam
ini terjadi pula dalam ilmu-ilmu sosial yang belum mempunyai penjelasan secara keilmuan untuk sebagian besar
masalab dan hal-hal yang paling elementer lenting apa yang terjadi bila seseorang anak sedang belajar. Di dalam
ilmu-ilmu alam yang tetap maju tidak satu pun yang mempunyai kesamaan pendapat dalam keseluruhan aspek-
aspeknya. Misalnya fisika menerangkan gejala cahaya dengan dua teori yakni teori gelombang dan teori partikel.
Diam ilmu-ilmu sosial. psikologi telah mengembangkan sejumlah teori yang menerangkan sejumlah gejala psikologis,
tetapi tak seorang pun yang mampu untuk memberikan keterangan mengenai seluruh aspek kelakuan manusia.
Dapat dikatakan bahwa sampai saat ini ilmu-ilmu sosial terlalu menitikberatkan aspek empiris dan melalaikan
aspek teoritis. Akhir-akhir ini barulah disadari bahwa empirisme merupakan aspek keilmuan yang belum lengkap dan
memerlukan aspek keilmuan besar terhadap teori.
Dalam perkembangan ilmu, ilmu yang selalu diperbincangkan adalah matematika.
astronomi. dan fisika. Ketiga ilmu inilah yang merintis ilmu-ilmu lainnya, bahkan selalu mempunyai kaitan yang erat
dengan filsafat dan agama. Selain itu. rasionalitas ketiga ilmu tersebut dapat diikuti teori.
Pada awalnya perkembangan ilmu kimia berdasarkan empiri. Ilmu kimia berkembang berdasarkan percobaan-
percobaan yang dikenal hasilnya ditafsirkan.
Salah seorang ilmuwan yang berjaya dalam pengembangan ilmu kimia adalah Antoine Laurent. la meletakkan
dasar ilmu kimia sebagaimana yang dikenai sekarang. Berdasarkan penemuan ahli-ahli lainnya, lavoiser
melaksanakan percobaan yang didasarkan atas berat timbangan buah-buahan sebelum dan sesudah percobaan.
Dengan demikian. Ia memulai menggunakan pengukuran dalam kimia. Hal ini menunjukkan bahwa ia telah
meninggalkan percobaan yang bersifat kualitatif dan berpindah ke bidang yang bersifat kuantitatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, maka dapatlah disimpulkan, sebagai berikut:
1. Pengetahuan dan ilmu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pengetahuan tidak lain dari hasil
tahu. Pengetahuan itu berarti segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan mempunyai sistem. Ilmu adalah
pengetahuan yang sistematis. Pengetahuan yang dengan sadar menuntut kebenaran, dan yang bermetode
dan bersistem ini, disebut "ilmu";
2. Ilmu secara umum dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang melekat pada manusia, dengan ilmu manusia
dapat mengetahui sesuatu yang asalnya tidak ia ketahui. Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat
koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan diuji. Filsafat mengambil pengetahuan yang terpotong-
potong dari berbagai ilmu kemudian mengaturnya dalam pandangan hidup yang lebih
sempurna dan terpadu .Perbedaan antara ilmu dan filsafat dalam bagian yang benar adalah perbedaan
derajat dan penekanan. Ilmu lebih menekankan kebenaran yang bersifat logis dan objektif. Filsafat bersifat
radikal dan subjektif. Ilmu bisa berjalan mengadakan penelitian, selama objeknya dapat diindera, di analisis,
dan dieksperimen, maka berhentilah ilmu sampai di situ. Sedangkan filsafat justru mulai bekerja manakala
ilmu sudah tidak dapat berbicara apa-apa tentang suatu objek. Sekalipun demikian, bukan berarti ilmu tidak
penting bagi filsafat, justru filsafat pun bekerja dan bantuan ilmu.
3. Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait baik secara substansial maupun historis karena
kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan
filsafat. Semua ilmu sudah dibicarakan dalam filsafat. Bahkan semua ilmu pengetahuan lahir dari filsafat.
4. Pendekatan silogisme adalah satu-satunya metode yang efektif tentang cara berpikir deduktif
5. Lahirnya metode induktif karena Bacon menganggap bahwa apabila hendak memahami alam seharusnya
berkonsultasi dengan alam. Oleh karena itu, logika, pengalaman, dan kewenangan para ahli dipengaruhi
sebagai hipotesis dan bukan sebagai bukti atas kebenaran.
6. Metode induktif-deduktif merupakan kegiatan beranting yang dipergunakan oleh ilmuwan modern, karena
kedua logika berpikir tersebut harus tercermin dalam argumentasi ilmiah yang secara sistematis terwujud
dalam penulisan-penulisan ilmiah;
7. Bukan suatu hal yang aneh bagi orang modern untuk percaya kepada makhluk-makhluk halus, karena
keadaan yang bersifat gaib belum sepenuhnya berlalu dan belum mampu dijelaskan
8. Ilmu-ilmu empiris memperoleh bahan-bahan dan kenyataan empiris yang dapat diamati dengan berbagai
cara ilmu ini meliputi pengalaman, klasifikasi kuantifikasi, penemuan, hubungan, dan perkiraan kebenaran;
9. Kelebihan ilmu teoritis secara mudah dapat dilihat dengan memperlihatkan keterbatasan ilmu empris. Ilmu
teoritis dapat memperpendek proses untuk sampai pada masalah. Jika seseorang mengerti, maka dia
mengalihkan pengetahuannya dalam pemecahan masalah lain yang serupa.