Anda di halaman 1dari 8

Mendel adalah seorang biarawan dari Austria dengan nama lengkap Gregor Johann Mendel,

lahir pada 22 Juli 1822, yang antara tahun 1856-1863 melakukan penelitian tentang
persilangan kacang polong dan keturunannya di kebun biara. Ia menyimpulkan bahwa setiap
individu baru akan menerima faktor pembawa sifat yang disebut gen, masing-masing satu
gen dari setiap orang tuanya, dengan demikian individu baru tersebut mempunyai sepasang
gen. Hasil penelitiannya ini dirangkum dalam hukum Mendel I (hukum segregasi) dan hukum
Mendel II (hukum berpasangan bebas), melalui penemuannya ini Mendel dikenal sebagai
Bapak Genetika Modern.1

Hukum Mendel I menyatakan pemisahan atau segregasi yaitu selama pembentukan gamet,
dua alel yang terpisah secara acak, dengan masing-masing gamet memiliki probabilitas yang
sama untuk menerima alel kembali. Pembuahan melibatkan peleburan dua gamet, yang dapat
membentuk kembali dua salinan gen dalam sel.2 Sedangkan Hukum Mendel II disebut
hukum berpasangan bebas, yang menyatakan bahwa alel untuk satu gen dapat mengalami
segregasi tergantung dari alel-alel atau gen. Berpasangan secara bebas terjadi karena ada
beragam cara dimana kromosom terdapat pada metafase I meiosis. Dimana untuk dua gen
pada kromosom yang berbeda, atau jika ditempatkan secara relatif jauh satu sama lain pada
lengan kromosom berdampingan pada kromosom yang sama, pindah silang penting untuk
tidak terangkai gen, dan gen berpasangan secara bebas.2

DNA

Deoxyribonucleic acid (DNA) atau Asam Deoksiribosa Nukleat adalah asam nukleat yang
mengandung informasi genetik dan berfungsi mengatur perkembangan biologis seluruh
kehidupan manusia dan dapat diturunkan. Seperti yang kita ketahui bahwa kita memiliki
DNA yang sangat unik, pada eukariot DNA terutama terletak di inti tetapi juga terdapat di
mitokondria dalam jumlah kecil. Sel prokariot yang tidak mempunyai nukleus mempunyai
satu kromosom dalam bentuk plasmid.3 Pada inti sel, DNA membentuk suatu kesatuan yang
disebut kromosom. Sel manusia normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang
kromosom somatic dan 1 pasang kromosom sex (XX atau YY). Secara umum, peran DNA di
dalam sebuah sel adalah sebagai unit dasar informasi genetik. Maksudnya adalah DNA
menyimpan cetak biru untuk semua aktivitas sel.4

Struktur DNA

1
DNA merupakan polinukleotida yang mengandung banyak nukleotida yang dihubungkan
secara kovalen melalui ikatan 3’-5’-fosfodiester.3 Setiap nukleotida terdiri dari satu basa
nitrogen berupa senyawa purin (adenin dan guanin) atau pirimidin (sitosin dan timin), satu
gula pentosa berupa 2’-deoksi-D-ribosa dalam bentuk furanosa, dan satu molekul fosfat.
Dimana jumlah residu adenin yang sama dengan jumlah residu timin (A=T), dan jumlah
residu guanin yang sama dengan jumlah residu sitosin (G=C) maka A+G= C+T, yang disebut
aturan Charrgaff.5 DNA terdapat dalam bentuk molekul untai-ganda yang kedua untainya
saling memilin dan membentuk heliks ganda.3 Heliks ganda tersebut tersusun dari dua untai
polinukleotida secara antiparalel (saling berlawanan), berputar ke kanan dan melingkari suatu
sumbu. Unit gula fosfat berada di luar molekul DNA dengan basa-basa komplementer yang
berpasangan di dalam molekul. Ikatan hidrogen di antara pasangan basa memegangi kedua
untai heliks ganda. Jarak di antara kedua untai hanya memungkinkan pemasangan basa purin
(lebih besar) dengan basa pirimidin (lebih kecil). Adenin berpasangan dengan timin
membentuk dua ikatan hidrogen sedangkan guanin berpasangan dengan sitosin membentuk
tiga ikatan hidrogen.5 (Lihat gambar 1)

Gambar 1 Struktur DNA


(Sumber: https://priyambodo1971.wordpress.com/category/artikel/, 26 Maret 2014)

Pada sel eukariot, DNA ditemukan bergabung bersama beberapa tipe protein( bentuk
gabungan disebut nukleoprotein) yang terdapat di nukleus, sementara pada sel prokariotik,
komplek protein- DNA terdapat di nukleoid. 3
DNA memiliki fungsi yaitu sebagai sumber informasi bagi sintesis semua molekul protein sel
dan organism dan sebagai informasi yang diwariskan ke keturunan atau sel anak. Sifat
komplementer model DNA untai ganda induk terpisah dari komplementer yang baru. Dua

2
molekul DNA untai ganda anak yang baru terbentuk yang masing-masing mengandung satu
untai molekul DNA untai ganda induk, kemudian disortir di antara dua sel anak. Masing-
masing sel anak mengandung molekul DNA dengan informasi yang identik dengan informasi
yang dimiliki oleh sel induk. Namun, di masing-masing sel anak, molekul DNA induk hanya
mengalami semi konservasi.6

Replikasi DNA

Pada pembelahan sel, DNA dalam nukleus berduplikasi sehingga setiap sel baru mendapat
satu set lengkap kromosom. Ini karena struktur DNA adalah heliks ganda. Dua molekul
panjang DNA yang menyusun setiap kromosom disusun dari perlekatan basa purin dan
pirimidin yaitu adenin, guanin, sitosin dan timin. Perlekatan ini spesifik, sehingga adenin
berikatan dengan timin, sedangkan guanin berikatan dengan sitosin. Inilah yang
memungkinkan terjadinya replikasi DNA atau proses penyalinan menjadi proses yang sangat
akurat dan memastikan bahwa setiap sel memiliki informasi genetik yang sama.7 Pada sel,
replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel. Prokariota terus-menerus melakukan replikasi
DNA. Pada eukariota, waktu terjadinya replikasi DNA sangatlah diatur, yaitu pada fase S
daur sel, sebelum mitosis atau meiosis I. Penggandaan tersebut memanfaatkan enzim DNA
polimerase yang membantu pembentukan ikatan antara nukleotida-nukleotida penyusun
polimer DNA.8

Model-model pada replikasi DNA9:

 Semikonservatif, merupakan model yang tepat untuk proses replikasi DNA. Replikasi DNA
semikonservatif ini berlaku bagi organisme prokariot maupun eukariot. Perbedaan
antara organisme prokariot dengan eukariot adalah dalam hal jenis dan jumlah enzim
yang terlibat, serta kecepatan dan kompleksitas replikasi DNA. Pada organisme eukariot,
peristiwa replikasi terjadi sebelum pembelahan mitosis, tepatnya pada fase sintesis
dalam siklus pembelahan sel. Tahapan mekanisme replikasi DNA semikonservatif secara
garis besar adalah: pemisahan (denaturation, denaturasi) untaian DNA induk,
peng“awal”-an (initiation, inisiasi) sintesis DNA, pemanjangan (elongation, elongasi)
untaian DNA, ligasi (ligation) fragmen-fragmen DNA, dan peng-“akhir”-an (termination,
terminasi) sintesis DNA.

3
 Konservatif , menyatakan setiap molekul untai ganda DNA anakan terdiri atas satu untai
tunggal DNA induk dan satu untai tunggal DNA hasil sintesis baru.
 Dispersif, menyatakan bahwa molekul DNA induk mengalami fragmentasi sehingga DNA
anakan terdiri atas campuran molekul lama (berasal dari DNA induk) dan molekul hasil
sintesis baru. (Lihat Gambar 2)

Gambar 2 Model-model Replikasi DNA


(Sumber : http://biomansmaitnh.blogspot.com/2011/08/hereditas-bag-1.html,Oktober
2012)

Transkripsi dan Translasi

Transkripsi adalah suatu proses dimana RNA terbentuk dari hasil pencetakan DNA. Beberapa
faktor yang turut berperan dalam proses transkripsi seperti RNA polimerase, promotor, dan
enhancer.10 Transkripsi terdiri dari 3 tahap yaitu: Inisiasi (permulaan), elongasi
(pemanjangan),terminasi (pengakhiran) rantai mRNA. Pada Inisiasi Daerah DNA di mana
RNA polimerase melekat dan mengawali transkripsi disebut sebagai promotor. Suatu
promotor menentukan di mana transkripsi dimulai, juga menentukan yang mana dari kedua
untai heliks DNA yang digunakan sebagaicetakan. Kemudian terjadi elongasi, yaitu saat RNA
bergerak di sepanjang DNA, RNA membuka pilinan heliks ganda DNA, sehingga
terbentuklah molekul RNA yang akan lepas dari cetakan DNA-nya. Tahap terakhir terminasi,
dimana transkripsi berlangsung sampai RNA polimerase mentranskripsi urutan DNA
yangdisebut terminator. Terminator yang ditranskripsi merupakan suatu urutan RNA yang
berfungsi sebagai sinyal terminasi yang sesungguhnya.11

Translasi adalah pembaca kode triplet pada untai mRNA oleh kompleks ribosom yang pada
akhirnya menghasilkan suatu polipeptida.10 Selama proses transkripsi informasi DNA ke
mRNA, untai ganda yang saling berkomplementer akan terbuka. Untai sense akan terpisah
dari untai antisense. Untai antisense dengan arah 3’-5’ selanjutnya berperan menjadi cetakan
untuk membentuk mRNA dengan arah 5’-3’, suatu proses yang dikenal dengan transkripsi.

4
Kemudian mRNA bermigrasi ke sitoplasma dimana kompleks ribosom dapat
menterjemahkan informasi yang dibawa oleh mRNA menjadi suatu polipeptida atau protein
tertentu. Proses ini yang dikenal dengan translasi.10 Terdapat 3 tahap translasi yaitu inisiasi,
elongasi dan terminasi. Inisiasi terjadi dengan adanya mRNA, sebuah tRNA yang memuat
asam amino pertama dari polipeptida, dan dua sub unit ribosom. Kemudian elongasi, yaitu
asam amino–asam amino ditambahkan satu per satu pada asam amino pertama, sehingga
kodon mRNA pada ribosom membentuk ikatan hidrogen dengan antikodon molekul tRNA
yang baru masuk yang membawa asam amino yang tepat. Molekul rRNA dari sub unit
ribosom besar berfungsi sebagai enzim, yaitu mengkatalisis pembentukan ikatan peptida yang
menggabungkan polipeptida yang memanjang ke asam amino yang baru tiba. Tahap akhir
yaitu terminasi, dimana tahap ini merupakan akhir translasi. Kodon stop tidak mengkode
suatu asam amino melainkan bertindak sebagai sinyal untuk menghentikan translasi.11 (Lihat
Gambar 3)

Gambar 3 Transkripsi dan Translasi DNA


(Sumber: http://ngblog.blog.com/2010/11/30/sintesis-protein/, 30 November 2013)

Pemeriksaan

DNA dengan PCR

Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR),
merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro.
Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah
semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi
dua kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target.
Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi
hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi, annealing dan
ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Sepasang primer oligonukleotida yang spesifik

5
digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung 5’ menuju ujung 3’ untai DNA target dan
mengamplifikasi untuk urutan yang diinginkan.12

Ada 3 tahap dalam proses PCR yaitu12:

 Denaturation, yaitu segmen atau urutan DNA rantai ganda dipisahkan menjadi dua
rantai tunggal dengan cara memanaskan. Ini merupakan langkah yang kritis selama
proses PCR.
 Annealing atau Hybridization. Pada proses ini setiap rantai tunggal tersebut dipersiapkan
dengan cara mengikatkannya dengan DNA primer. DNA primer adalah DNA pendek
yang dibuat secara sintetis yang menunjukkan urutan DNA yang akan diperbanyak.
 Extension, yaitu enzim DNA polymerase ditambahkan bersama dengan sejumlah basa
bebas dari keempat jenis basa DNA dilanjutkan dengan proses replikasi.
Dalam perkembangannya telah dikembangkan teknik real time PCR yang mampu
mengevaluasi dan melakukan kuantifikasi secara langsung. Teknik ini dilakukan dengan
mengintegrasikan teknik PCR dengan komputer dan perangkat lunak.13 Hasil amplifikasi
DNA dengan PCR konvensional pengamatan keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi
dengan menggunakan gel agarose setelah dilakukan proses elektroforesis. Sedangkan analisa
dapat menggunakan real time yang memungkinkan untuk melakukan pengamatan pada saat
reaksi berlangsung, dimana keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik
yang muncul sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari probe (penanda). Pada real time PCR
pengamatan hasil tidak lagi membutuhkan tahap elektroforesis sehingga tidak lagi dibutuhkan
gel agarose dan penggunaan Ethidium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa
karsinogenetik.13

Golongan Darah

Golongan darah sangat penting untuk diketahui sehubungan dengan transfusi darah, yaitu
memasukkan darah seseorang ke dalam tubuh orang lain melalui pembuluh darah vena.
Dalam darah terdapat aglutinin atau penggumpalan, yang mengakibatkan pembuluh darah
akan tersumbat sehingga dapat membahayakan atau menimbulkan kematian. Di dalam serum
darah manusia terdapat suatu zat yang disebut aglutinin/zat penggumpal yang terdiri dari 2

6
macam, yaitu aglutinin alfa dan aglutinin beta. Sedangkan di dalam eritrosit terdapat pula zat
lain yang disebut aglutinogen A dan aglutinogen B.14
Berdasarkan faktor tersebut di atas, darah dibagi ke dalam empat golongan, yaitu14:
 Golongan darah A yang mempunyai aglutinogen A dalam eritrositnya dan mengandung
aglutinin beta dalam serumnya.
 Golongan darah B yang mempunyai aglutinogen B dalam eritrositnya dan mengandung
aglutinin alfa dalam serumnya.
 Golongan darah AB, yaitu darah yang mempunyai aglutinogen A dan B dalam
eritrositnya dan tidak mengandung alfa dan beta dalam serumnya.
 Golongan darah O, yaitu darah yang tidak mengandung aglutinogen (antigen) dan
mengandung aglutinin alfa dan beta dalam serumnya.
Untuk menentukan golongan darah diperlukan suatu serum penguji yang disebut tes serum
yang terdiri dari tes serum A dan tes serum B. Sistem penamaan golongan darah yang paling
dikenal adalah sistem ABO. Sistem ini sebenarnya berasal dari antigen (protein yang
memproduksi antibodi) yang ditemukan pada permukaan sel darah merah. Antigen tersebut
bisa dibagi ke dalam tiga kategori sederhana, yaitu golongan darah A, golongan darah B,
golongan darah AB atau golongan darah O.14

Kesimpulan
DNA merupakan informasi genetik yang dapat diturunkan dari orang tua kepada
keturunannya. Apabila ingin mengetahui kebenaran hubungan antara anak dengan
keluarganya, dapat dibuktikan dengan melakukan pemeriksaan DNA melalui teknik PCR
dan penggolongan darah.

Daftar Pustaka

1. Maryam A Dwinanto D, Herlina I, Kartini. Ensiklopedia Tokoh Biologi. Jakarta: Balai


Pustaka; 2008: h.25
2. Priastini R, Hartono B. Hukum mendel.Buku ajar biologi kedokteran. Edisi 3. Jakarta:
Fakultas kedokteran UKRIDA; 2010: h.339-344
3. Champe Pamela. Biokimia: ulasan bergambar. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2010: h.483

7
4. Anonim. Brief History of Forensik DNA Typing. Availableat :
www.cstl.nist.gov/strbase/ppt/intro.pdf. Accessed on: january 31, 2015
5. Kusuma SAF. PCR. Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran; 2010
6. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. Ed 27th. Jakarta: EGC; 2006:
p.321
7. James J, Baker C, Swain H. Prinsip-prinsip sains untuk keperawatan. Jakarta: Erlangga;
2006: h.83
8. Damayanti E. Replikasi DNA dan abnormalitasnya pada pertumbuhan sel tumor.
Banjarbaru: FK Universitas Lambung Mangkurat; 2011
9. Saraswati NKL. Replikasi molekul DNA secara semikonservatif, konservatif dan
dispersif. Diunduh dari: http://www.academia.edu/5753049/Replikasi_Molekul_DNA,
31 Januari 2015
10. Laksmitawati DR, Prijanti AR. Penghambatan ekspresi gen dengan antisense
oligonukleotida sebagai upaya pengobatan penyakit. Jurnal ilmu kefarmasian Indonesia.
September 2005; 3(2): 92-95
11. Anonim. Sintesis protein. Diunduh dari: www.academia.edu/4590317/Sintesis_Protein, 1
Februari 2015
12. Nurullita L. Tes DNA. Diunduh dari: http://www.academia.edu/6875008/Tes_DNA, 1
Februari 2015
13. Pranawaty RN, Burwono ID, Liviawaty E. Aplikasi PCR konvensional dan real time
PCR untuk deteksi white spot syndrome virus pada kepiting. Desember 2012; 3(4): 62
14. Panggabean B C. Pemeriksaan Golongan darah berdasarkan sistem ABO. Kalimantan
Timur: Universitas Mulawarman. 2014

Anda mungkin juga menyukai