Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN DIAGNOSA PERITONITIS
DI RUANG 13 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR, MALANG
A. Definisi

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga


abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri
tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan
dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis. (Baugman dan
Hackley, 2012).

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membrane yang


melapisi rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari
saluran cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang perotonium melalui
perforasi usus atau rupturnya suatu organ. (Corwin, 2012).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peritonitis adalah radang


selaput perut atau inflamasi peritoneum baik bersifat primer atau sekunder, akut atau
kronis yang disebabkan oleh kontaminasi isi usus, bakteri atau kimia.

B. Klasifikasi

Berdasarkan pathogenesis peritonitis dapat di klasifikasikan sebagai berikut:

a. Peritonitis bacterial primer

Akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan


tidak ditemukan focus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat
monomikrobial, biasanya E.coli, Streotokokus atau Pneumococus, peritonitis ini
dibagi menjadi dua yaitu:

a. Spesifik : Seperti Tuberculosa.

b. Non-spesifik : Pneumonia non tuberculosis dan tonsillitis.


Factor yang beresiko pada peritonitis ini adalah malnutrisi, keganasan intra
abdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah dengan
sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis
dengan asites.

b. Peritonitis bacterial akut sekunder(supurative)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akaut atau perforasi traktus


gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umunya organism tunggal tidak akan
menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multiple organism dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies bacteroides
dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Luas dan
lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat peritonitis. Kuman dapat
berasal:

a. Luka trauma atau penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke
dalam cavum peritoneal.
b. Perforasi organ-organ dalam perut. Seperti di akibatkan oleh bahan kimia.
Perforasi usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses
inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendicitis.

c. Peritonitis Tersier

Peritonitis ini terjadi akibat timbulnya abses atau flagmon dengan atau tanpa
fistula. Yang disebabkan oleh jamur, peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat
ditemukan. Seperti disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah
lambung, getah pancreas, dan urine.

d. Peritonitis bentuk lain

C. Etiologi

a. Infeksi bakteri :

Organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ
reproduktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E. coli, klebsiella,
proteus, dan pseudomonas.
b. Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka tusuk)
atau inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti ginjal.

c. Penyakit gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan perforasi


usus, trauma abdomen (luka tusuk atau tembak) trauma tumpul (kecelakaan ) atau
pembedahan gastrointestinal.

d. Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal

D. Manifestasi Klinis:

a. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang.

b. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan


cairan kedalam peritoneum.

c. Mual dan muntah.

d. Abdomen yang kaku.

e. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot terhadap
trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis.

f. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih dan
takikardia.

g. Rasa sakit pada daerah abdomen

h. Dehidrasi

i. Lemas

j. Nyeri tekan pada daerah abdomen

k. Bising usus berkurang atau menghilang

l. Nafas dangkal

m. Tekanan darah menurun

n. Nadi kecil dan cepat

o. Berkeringat dingin
p. Pekak hati menghilang

E. Patofisiologi

Disebabkan oleh kebocoren dari organ abdomen kedalam rongga abdomen


bisanya sebagai akibat dari inflamasi,infeksi,iskemia, trauma atau perforasi tumor.
Terjadi proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu
yang singkat terjadi eksudasi cairan. cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan
peningkatan protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari
saluran usus adalah hipermotilitas, diikut oleh oleh ileus pralitik, disertai akumudasi
udara dan cairan dalam usus.

Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen


(meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin
dengan adanya pembentukan jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan
mekanisme terpenting dari system pertahanan tubuh, sengan cara ini akan terikat
bakteri dalam jumlah yang sangat banyak diantara matrika fibrin. Pembentukan
abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan
substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi
abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah
tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman
dengan membentuk kompartemen yang dikenal sebagai abses.

Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai
sumber.Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit
visceral atau intervensibedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri
transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi
karena virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan
pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya disertai
dengan pertumbuhan bakteri lain ataujamur.
F. PATHWAY
Steptokok Cedera Benda asing
Bakteri stapilokok perforasi dialysis, tumor
eksternal saluran cerna

Masuk saluran Porte, de entre


cerna Keluarnya benda asing,
Masuk keginjal enzim pancreas bakteri
asam lambung
Peradangan empedu
saluran cerna Peradangan
ginjal

Masuk ke
rongga
peritoneum

Peritonitis

Fase Merangsang Merangsang Perangsangan


penyembuhan aktifitas pusat nyeri pirogen di
parasimpatik hipotalamus

Perlekatan Nyeri
fibrasa Absorpsi
menurun Hipertermi

Obstruksi usus Diare

Refluk makan
ke atas Kekurangan
volume cairan

Mual, muntah,
anoreksia

Intake
inadekuat

Ketidakseimbangan
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
G. Komplikasi
a. Septikemia dan syok septic.
b. Syok hipovelmia.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system.
d. Abses residual intraperitoneal
e. Eviserasi luka.
f. Obstruksi usus
g. Oliguri
H. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih dari
20.000 /mm3. Sel darah merah mungkin meningkat menunjukan
hemokonsentrasi.

b. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan cairan.

c. Amylase serum biasanya meningkat.

d. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.

e. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat/sekret


atau cairan asites.

f. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila perforasi
visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen.

g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.

h. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat,


amilase, empedu, dan kreatinin.

I. Penatalaksanaan
a. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaanmedik.
b. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
c. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
d. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
e. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga
diperlukan.
f. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
g. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (appendks ), reseksi ,
memperbaiki (perforasi ), dan drainase ( abses ).
h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal
J. Pencegahan
Pencegahan peritonitis adalah dengan menjaga kebersihan diri yang baik
K. Prognosis

Menurut Sylvia Price dan Lorraine (2012) penyakit ini baik pada peritonitis
loal dan ringan sedangkan prognosisinya buruk (mematikan) pada peritonitis
generalisata yang disebabkan oleh organisme virulens.
Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah pasien, agar dapat memberi arah kepada tidakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data perumusan diagnosis keperawatan.
A. Identitas kliean meliputi, Nama pasien, Umur, Jenis kelamin, Suku /Bangsa,
Pendidikan, Pekerjaan, Alamat
B. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut
sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia,
peritoneal diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post
operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada
kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini
disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka
kemungkinan diturunkan ada.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan (B1)
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu
pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan.
2. Sistem kardiovaskuler (B2)
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan
hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama
jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau
septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
3. Sistem Persarafan (B3)
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun
hanya mengalami penurunan kesadaran.
4. Sistem Perkemihan (B4)
Terjadi penurunan produksi urin.
5. Sistem Pencernaan (B5)
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul
akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara
sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen,
bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).
6. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut
dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot
mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan
volume cairan.
G. Pengkajian Psikososial
Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas
sosial yang sering dilakukan.
H. Personal Hygiene
Kelemahan selama aktivitas perawatan diri.
I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidak mamapuan untuk mengabsorbsi nutrien
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
4. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi
J. Intervensi keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
diharapkan nyeri hilang dengan kriteria hasil :
NOC:-Pain level, pain control, comfort level
- TTV dalam rentang normal
TD : 90-120 mmHg
70-90
N : 60-100 x/menit
S : 36,5-37,5 oC
RR : 16-24 x/menit
-Mampu mengontrol nyeri
-Mampu mengenali nyeri
-Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC:Pain Management
- Monitor TTV
- Ajarkan tentang teknik non farmologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Kontrol lingkungann yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan butuh berhubungan


dengan ketidak mamapuan untuk mengabsorbsi nutrien.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
diharapkan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil:
NOC: Nutritional status
- TTV dalam rentang normal
TD : 90-120 mmHg
70-90
N : 60-100 x/menit
S : 36,5-37,5 oC
RR : 16-24 x/menit
- Adanya peningkatan berat badan sesuai degan tujuan
- Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

NIC: Nutrition Management

- Monitor TTV
- Kaji adanya alergi makanan
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
- Kaji adanya alergi makanan
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
diharapkan volume cairan terpenuhi dengan kriteria hasil:
NOC: Electrolitand acid base balance
- TTV dalam rentang normal
TD : 90-120 mmHg
70-90
N : 60-100 x/menit
S : 36,5-37,5 oC
RR : 16-24 x/menit
- Terbebas dari edema, efusi, anaskara
- Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular
- Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru output
jantung dan vital sign dalam batas normal

NIC: Fluid management

- Monitor TTV
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Kaji lokasi dan luas edema
- Kolaborasi pemberian diuretic sesuai interuksi
4. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
diharapkan dehidrasi terpenuhi dengan kriteria hasil:
NOC: Thermoregulation
- TTV dalam rentang normal
TD : 90-120 mmHg
70-90
N : 60-100 x/menit
S : 36,5-37,5 oC
RR : 16-24 x/menit
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

NIC: Fever treatment

- Monitor TTV
- Berikan antibiotik
- Kolaborasi pemberian cairan intravena
- Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
Daftar pustaka

Doengoes, M.E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta Sjamsuhidajat. R &
Jong

Wim de.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. Revisi.EGC.Jakarta Price, Anderson
Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarta : EGC.

Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ECG ;


Jakarta

Anda mungkin juga menyukai