Pi’i
SMA Negeri 1 Turen Kabupaten Malang
Abstrak. Salah satu permasalahan pembelajaran sejarah adalah ketiadaan keberanian dalam
mengembangkan pembelajaran dan penilaian berpikir tingkat tinggi. Hal ini berdampak dari
pembelajaran sejarah yang dilaksanakan secara konvensional. Guru menjadi titik sentral (teacher
centered) dalam pembelajaran dengan gaya bertutur, bercerita atau ceramah, dan penilaian hasil
belajar yang hanya menuntut perilaku “ingatan” yang cenderung teroritis dan tidak bersifat
kontekstual. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, guru sejarah merupakan salah satu
komponen penting yang langsung berhadapan dengan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Maka, sebagai guru sejarah dalam melaksanakan pembelajaran sebaiknya mengacu pada
paradigma baru dalam pembelajaran kontruktivisme yang berorientasi dari pembelajaran yang
berpusat pada guru (teacher centered) beralih ke peserta didik (student centered) sehingga mampu
memberikan ruang gerak kepada peserta untuk meningkatkan kemampuan menalar, berpikir
kritis, logis, dan menumbuhkan kreativitas berpikir peserta didik. Guru sejarah juga sebaiknya
mampu melaksanakan penilaian berpikir tingkat tinggi sesuai dengan tuntutan Kompetensi Dasar
(KD) yang level kognitifnya berpikir tingkat tinggi.
Abstract. An existing problem of history teaching is teachers’ afraid in developing teaching and
higher order thinking evaluation. The conventional teaching of history and teacher centred
learning with textual teaching process causes the problem. History teachers should change their
mind-set to solve the related problem. Therefore, teachers should teach based on the new
paradigm, so-called constructivism. The newer paradigm could create a space for students to
reason, think critically, and think creatively. History teachers are able to teach the higher order
thinking based on its basic competence.
Permasalahan pembelajaran sejarah merupakan Hal ini berarti KD menjadi acuan dalam proses
permasalahan yang selalu aktual menjadi bahan pembelajaran maupun penilaian hasil belajar
kajian khususnya para dosen sejarah maupun guru peserta didik. Artinya, pelaksanaan pembelajaran
sejarah dalam kegiatan MGMP (Musyawarah dan penilaian hasil belajar menyesuaikan dengan
Guru Mata Pelajaran), serta mencari solusi untuk tuntutan level kognitif KD. Jika, kemampuan
menyempurnakan proses pembelajaran. yang dituntut oleh KD pada level berfikir tingkat
Permasalahan tersebut antara lain adalah tinggi, maka pelaksanaan pembelajaran dan
kurangnya keterampilan guru sejarah dalam penilaian hasil belajar sebaiknya dilaksanakan
mengembangkan berfikir tingkat tinggi baik pada level yang sama..
berkaitan dengan proses pembelajaran maupun Kenyataannya di lapangan, sebagian
penilaian hasil belajar. Pembelajaran berfungsi besar guru sejarah cenderung mengabaikan
untuk mengantarkan peserta didik untuk tuntutan KD, tetapi lebih mengacu pada buku
mencapai kemampuan yang dituntut dalam KD pelajaran (paket), meski buku pelajaran tersebut
(Kompetensi Dasar), sedangkan penilaian hasil kurang sesuai dengan tuntutan KD. Hal ini
belajar sebagai alat untuk mengukur keberhasilan merupakan dampak dari keengganan guru sejarah
proses pembelajaran dan ketercapaian beranjak dari sistem pembelajaran konvensional
kemampuan peserta didik terhadap tuntutan KD. “zona nyaman” yang mengedepankan gaya
197
198 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesepuluh, Nomor 2, Desember 2016
bertutur, bercerita atau ceramah. Pola internasional masih sangat rendah. Hal ini
pembelajaran yang menjadikan dirinya sebagai dibuktikan dari hasil studi internasional PISA
titik sentral (teacher centered) dalam (Programme for International Student
pembelajaran ini, pada dasarnya kurang Assessment) yang meliputi kegiatan literasi
memberikan ruang gerak kepada peserta didik membaca (reading literacy), literasi matematika
dalam mengembangkan berfikir kritis dan logis, (mathematical literacy), dan literasi sains
bahkan pola pembelajaran konvensional ini (scientific literacy) bahwa peserta didik Indonesia
cenderung membelenggu kreatifitas berfikir prestasinya sangat rendah dalam (1) memahami
peserta didik. informasi yang kompleks; (2) teori, analisis, dan
Demikian pula dalam melaksanakan penilaian pemecahan masalah; (3) pemakaian alat, prosedur
hasil belajar, sebagian besar guru sejarah masih dan pemecahan masalah; dan (4) melakukan
cenderung melaksanakan penilaian pada level investigasi (Widana, 2016; 2).
kognitif berfikir tingkat rendah (Low Order Oleh karena itu, perlu dikembangkan sistem
Thinkhing Skill/LOTS) dengan butir soal yang pembelajaran yang memberikan ruang gerak
menuntut perilaku “ingatan”. Penulisan butir soal kepada peserta didik untuk meningkatkan
yang mengukur perilaku “ingatan” diyakini lebih kemampuan berfikir kritis, logis dan kreatif
mudah antara lain yaitu mudah dalam penulisan sehingga mampu mengantarkan peserta didik
soalnya, dan materi yang ditanyakan diperoleh mencapai kemampuan yang dituntut oleh KD
dari buku pelajaran (Safari, 2004; 15). Bila dilihat yang level kognitifnya berfikir tingkat tinggi.
dari konteksnya penilaian berfikir tingkat rendah Serta mampu melaksanakan sistem penilaian
(Low Order Thinkhing Skill/LOTS) sebagian berfikir tingkat tinggi (Higher Order Thinkhing
besar menggunakan konteks di dalam kelas dan Skill/HOTS), suatu penilaian yang menuntut
sangat teoritis, serta jarang menggunakan konteks kemampuan penalaran tingkat tinggi, kreatifitas
di luar kelas sehingga tidak memperlihatkaan berfikir, dan membangun kemandirian peserta
keterkaitan antara pengetahuan yang diperoleh di didik dalam memecahkan masalah. Sehubungan
kelas dengan situasi nyata dalam kehidupan dengan hal tersebut, Kemendikbud telah
sehari-hari (Widana, 2016; 2).. menyisipkan sekitar 20% soal HOTS (Higher
Sebaliknya, guru sejarah merasa enggan menulis Order Thinkhing Skill) dalam Ujian Nasional
butir soal yang mengukur perilaku pada level (UN) pada tahun pelajaran 2015-2016. Bahkan
berfikir tingkat tinggi (Higher Order Thinkhing untuk menghadapi Ujian Sekolah (US) SMA
Skill/HOTS) yang mencakup kemampuan tahun pelajaran 2016-2017 Kemendikbud telah
menganalisis, mengevaluasi dan mengkreasi. Hal menyusun modul penulisan soal HOTS. Hal ini
ini disebabkan beberapa kesulitan antara lain menunjukkan bahwa setiap guru, termasuk guru
yaitu; (1) menentukan perilaku yang akan diukur, sejarah wajib melaksanakan penilaian hasil
(2) merumuskan masalah yang akan dijadikan belajar dengan menggunakan soal-soal HOTS
sebagai dasar pertanyaan (stimulus), (3) materi untuk memenuhi tuntutan KD yang level
yang ditanyakan tidak selalu tersedia dalam buku kognitifnya berfikir tingkat tinggi.
pelajaran, dan menuntut penalaran tingkat tinggi.
Akibatnya peserta didik selalu dikondisikan LEVEL KOGNITIF KD SEJARAH
dengan pola “ingatan” seperti pembelajaran,
mengerjakan PR, tugas-tugas yang selalu berpola Anderson & Krathwohl
“ingatan” (Safari, 2004; 15), meskipun KD yang mengklasifikasikan dimensi proses berfikir
akan dicapai pada level berfikir tingkat tinggi. menjadi tiga level kognitif yaitu; (1) kemampuan
Penerapan pembelajaran konvensional dan berfikir tingkat rendah (Low Order Thinkhing
penilaian yang hanya mengacu pada penilaian Skill/LOTS) meliputi dimensi proses berfikir;
level berfikir tingkat rendah seperti mengukur mengetahui (mengingat), (2) kemampuan berfikir
perilaku “ingatan”, berdampak kemampuan tingkat menengah (Middle Order Thinking
literasi peserta didik Indonesia di kancah Skill/MOTS) meliputi dimensi proses berfikir;
Pi’i, Mengembangkan Pembelajaran dan Penilaian…. 199
memahami dan mengaplikasi, dan (3) mengkreasi. Untuk lebih jelasnya mengenai level
kemampuan berfikir tingkat tinggi (Higher Order kognitif dan dimensi proses berfikir marilah kita
Thinkhing Skill/HOTS) meliputi dimensi proses lihat tabel berikut ini.
berfikir; menganalisis, mengevaluasi dan
Level kognitif dan dimensi proses berfikir level kemampuan berfikir tingkat rendah pada
tercermin dalam KD pengetahuan semua mapel dimensi proses berfikir “memahami”, dan 5 KD
termasuk mapel Sejarah (wajib dan peminatan (3.3, 3.5, 3.6, 3.7 dan 3.8) pada level berfikir
IPS). KD merupakan kemampuan spesifik yang tingkat tinggi pada dimensi proses berfikir
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan “menganalisis”. KD pengetahuan untuk kelas XI
yang terkait muatan atau mapel (Lampiran semuanya pada kemampuan berfikir tingkat
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016). Aspek tinggi yang terdiri atas 10 KD (3.1, 3.2, 3.3, 3.5,
pengetahuan berkaitan dengan pengembangan 3.6, 3.7, 3.8, 3.9, dan 3.10) pada dimensi proses
materi/bahan pembelajaran, dan aspek berfikir “menganalisis”, dan 1 KD (3.4) dimensi
keterampilan berkaitan keterampilam dan proses berfikir mengevaluasi (menghargai nilai-
pengalaman belajar peserta didik (Direktorat nilai). Demikian pula untuk kelas XII terdapat 9
Pembinaan SMA, 2014; 1). Sedangkan aspek KD seluruhnya juga berada pada kemampuan
sikap (spiritual dan sosial) dicapai melalui berfikir tingkat tinggi yang terdiri atas 5 KD (3.1,
pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), 3.3, 3.4, 3.5, 3.6) pada dimensi proses berfikir
yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya “menganalisis”, dan 4 KD (3.2, 3.7, 3.8 dan 3.9)
sekolah dengan memperhatikan karakteristik pada dimensi proses berfikir “mengevaluasi”.
mata pelajaran, serta kebutuhan dan kondisi siswa Sedangkan keterampilan (KI-4) yang akan
(Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016). dicapai pada kelas X, XI dan XII yaitu
KD dari KI-3 (pengetahuan) dan KD dari “mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah
KI-4 (keterampilan) mapel Sejarah Indonesia konkret dan ranah abstrak ...”. Untuk kelas X
(wajib) sebagaimana yang terdapat dalam terdapat 8 KD dari KI-4 yang meliputi
Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 masing- keterampilan yaitu; (1) mengolah informasi (KD
masing terdapat 27 KD yang terdiri atas; 8 KD 4.5 dan 4.7), (2) menerapkan (KD 4.2), dan (3)
untuk kelas X, 10 KD untuk kelas XI, dan 9 KD menyajikan (KD 4.1, 4.3, 4.4, 4.6, dan 4.8). Kelas
untuk kelas XII. Dari 8 KD pengetahuan untuk XI keterampilan yang ingin dicapai meliputi
kelas X, terdapat 3 KD (3.1, 3.2 dan 3.4) pada yaitu; (1) mengolah informasi (KD 4.1, 4.2,
200 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesepuluh, Nomor 2, Desember 2016
4.10), (2) menalar (KD 4.3, 4.5, 4.7, dan 4.8), (3) adanya peningkatan kompetensi dibandingkan
menyajikan (KD 4.4), dan (4) menulis dengan kelas XI yaitu keterampilan
/menuliskan (KD 4.6 dan 4.9). Sedangkan kelas mengkreasi/mencipta. Kelas XII terdapat 6 KD
XII terdapat 10 KD keterampilan yang dicapai dari KI-4 (keterampilan) yang terdiri atas; (1)
peserta didik meliputi yaitu; (1) melakukan keterampilan “menyajikan” dan (2) keterampilan
penelitian (KD 4.4, 4.5, dan 4.6), (2) “merekonstruksi”.
“merekontruksi” (KD 4.1 dan 4.3), (3) KD dari KI-3 (pengetahuan) mapel Sejarah
“menulis/menuliskan” (KD 4.2 dan 4.7), (4) Indonesia (wajib) secara total 27 KD yang terdiri
“menyajikan” (KD 4.8), dan (5) “membuat studi atas 3 KD pada level berfikir tingkat rendah pada
evaluasi” (KD 4.9). dimensi proses berfikir “memahami” (kelas X),
Sedangkan KD dari KI-3 (pengetahuan) dan 24 KD selebihnya berada pada level berfikir
dan KD dari KI-4 (keterampilan) mapel Sejarah tingkat tinggi. Hal ini mengidikasikan meskipun
(Peminatan IPS) kelas X masing-masing terdapat mapel Sejarah Indonesia (wajib) diorientasikan
11 KD, kelas XI masing-masing 12 KD, dan kelas untuk membentuk sikap dan karakter bangsa,
XII masing-masing 6 KD. Kelas X terdapat 11 tetapi tidak mengesampingkan sejarah sebagai
KD pengetahuan yang terdiri atas 1 KD (3.7) pada ilmu. Sedangkan KD dari KI-3 (pengetahuan)
level berfikir tingkat rendah pada dimensi proses pada mapel Sejarah (peminatan IPS) SMA secara
berfikir “memahami”, dan 10 KD (3.1, 3.2, 3.3, total sebanyak 29 KD yang terdiri atas 1 KD pada
3.4, 3.5, 3.8, 3.9, 3.10, 3.11 dan 3.12) berada pada level berfikir tingkat rendah pada dimensi proses
level berfikir tingkat tinggi pada dimensi proses berfikir “memahami”, dan 28 KD selebihnya
berfikir “menganalisis”. Kelas XI terdapat 12 KD pada level berfikir tingkat tinggi pada dimensi
yang seluruhnya pada level berfikir tingkat tinggi proses berfikir “menganalisis dan mengevaluasi”.
pada dimensi proses berfikir “menganalisis”. KD Mapel Sejarah (peminatan IPS) diharapkan
untuk kelas XII seluruhnya juga berada pada peserta didik mampu berfikir sejarah (historical
kemampuan berfikir tingkat tinggi yang terdiri thinking) dan memiliki keterampilan sejarah
atas yaitu 4 KD (3.1, 3.3, 3.4 dan 3.6) pada (historical skill). Jadi penekanannya lebih pada
dimensi proses berfikir “menganalisis”, dan 2 KD sejarah sebagai ranah ilmu (Zuhdi, 2014: 2).
(3.2 dan 3.5) pada dimensi proses berfikir Sedangkan aspek keterampilan yang
“mengevaluasi”. dikembangkan dalam mapel Sejarah Indonesia
Sementara itu, aspek keterampilan (KI-4) (wajib) dan mapel Sejarah (peminatan IPS) tidak
dari mapel sejarah kelas X dan XI diharapkan hanya menyangkut keterampilan konkrit tetapi
peserta didik memiliki keterampilan “mengolah, juga keterampilan abstrak. Keterampilan konkrit
menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan merupakan tindak motorik yang hasilnya
ranah abstrak ...” Kelas X terdapat 11 KD dari cenderung berupa karya benda misalnya
KI-4 (keterampilan) yang terdiri atas yaitu; (1) membuat laporan tertulis hasil penelitian
keterampilan “menerapkan” (KD. 4.7), (2) sederhana. Sedangkan keterampilan abstrak
keterampilan “menyajikan” (KD. 4.1, 4.2, 4.4, merupakan kemampuan pikir dan tindak mental
4.5, 4.6, 4.8, 4.9, 4.11), (3) keterampilan non motorik seperti menalar dan mengambil
“membuat tulisan”, dan (4) keterampilan keputusan. Keterampilan abstrak mencakup
“menarik kesimpulan” . Sedangkan kelas XI kemampuan belajar dan kemampuan berfikir.
terdapat 12 KD dari KI-4 (keterampilan) yang Kemampuan belajar meliputi mengamati,
meliputi (1) keterampilan “mengolah informasi”, menanya, mengumpulkan informasi,
(2) keterampilan “menyajikan” (3) keterampilan menalar/mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
“menyusun cerita sejarah”, dan (4) keterampilan Sedangkan kemampuan berfikir meliputi
“membuat karya tulis” Aspek keterampilan (KI- mengingat, memahami, menerapkan,
4) pada kelas XII diharapkan peserta didik menganalisis, mengevaluasi dan mencipta
memiliki keterampilan “mengolah, menalar, (Direktorat Pembinaan SMA, 2014; 10). Hal ini
menyaji” dan mengkreasi. Hal ini menunjukkan menunjukkan bahwa aspek keterampilan
Pi’i, Mengembangkan Pembelajaran dan Penilaian…. 201
discovery learning, project-based learning, yang ditawarkan kepada kelompok diskusi antara
problem-based learning, inquiry learning lain sebagai berikut;
(Lampiran Permendikbud No. 103 Tahun 2014). Adakah hubungan kekalahan Jepang
Sebagai contoh pembelajaran berfikir terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia?
tinggi dengan menerapkan model inquiry Berilah penjelasan !
learning Model inquiry learning adalah suatu Siapa yang benar antara golongan pemuda
proses untuk memperoleh dan mendapatkan atau golongan tua berkaitan dengan Peristiwa
informasi untuk mencari jawaban atau Rengasdengklok?
memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau Siapakah yang paling berperan dalam
rumusan masalah dengan menggunakan merumuskan teks proklamasi kemerdekaan?
kemampuan berfikir kritis dan logis (Direktorat Golongan pemuda ataukah golongan tua?
Pembinaan SMA, 2014; 31). Sintaks model Mengapa dalam menentukan tempat
inquiry learning meliputi; (1) pelaksanaan proklamasi kemerdekaan golongan
observasi/mengamati berbagai fakta-fakta tua lebih memilih di halaman kediaman Sukarno,
sejarah, (2) mengajukan pertanyaan tentang fakta sedangkan golongan pemuda lebih memilih di
sejarah yang dihadapi, dalam tahap ini melatih lapangan Ikada?
peserta didik untuk mengeksplorasi melalui Siapakah yang berperan dalam
kegiatan menanya kepada guru atau sumber- mempersiapkan dan atau yang melaksanakan
sumber lainnya, (3) mengajukan hipotesis, pada proklamasi kemerdekaan?
tahap ini peserta didik melakukan penalaran atau Dalam menyebarkan berita proklamasi,
mengasosiasi, (4) mengumpulkan data terkait lebih penting manakah penggunaan media radio
dengan fakta-fakta yang ditanyakan, dibandingkan dengan penggunaan media
mempredidiksi hipotesis sebagai dasar untuk lainnya?
merumuskan suatu kesimpulan, dan (5) Pertanyaan/permasalahan atau issu yang
merumuskan kesimpulan berdasarkan data yang mengandung dua konsep atau lebih tersebut,
dianalisis, sehingga peserta didik dapat dalam proses pemecahan masalah memerlukan
mempresentasikan atau menyajikan hasil kemampuan menalar dan berfikir logis. Selaras
temuannya (Direktorat Pembinaan SMA, 2014; dengan hal tersebut, Limbach & Waugh
31). menyatakan bahwa untuk mengembangkan
Model inquiry learning ini mampu melatih kemampuan berfikir tingkat tinggi, ada lima
peserta didik menumbuhkan keberanian dalam pembelajaran yang dapat ditempuh, yakni; (1)
mengajukan pertanyaan dan mengemukakan menentukan tujuan pembelajaran, (2)
gagasan kepada orang lain. Penerapan model mengajarkan melalui pertanyaan, (3)
inquiry learning mendorong peserta didik terlibat mempraktikkan, (4) menelaah, mempertajam dan
secara mental maupun fisik untuk memecahkan meningkatkan pemahaman, dan (5)
permasalahan atau issu yang berkaitan dengan mempraktikkan umpan balik dan menilai
fakta sejarah yang diberikan guru. pembelajaran (dalam Saippudin
Pertanyaan/permasalahan atau issue yang http://wawasanedukasi.blogspot.
ditawarkan paling tidak mengandung antara lain; co.id/2015/11/pengembangan-tes-untuk-
(1) dua konsep atau lebih, (2) banyak alternatif, mengukur.html). Sintaks pembelajaran yang
dan (3) mengundang pengambilan keputusan ditawarkan Limbach & Waugh pada prinsipnya
(Wiriaatmadja, 2002; 140-141). Ketika sama dengan sintaks pembelajaran inquiry
pembelajaran Sejarah Indonesia (wajib) kelas XI learning, keduanya mencerminkan pembelajaran
membahas KD 3.7 “menganalisis peristiwa yang menggunakan pendekatan saintifiks, salah
proklamasi kemerdekaan dan maknanya bagi satu pendekatan yang digunakan dalam
kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan Kurikulum 2013. Dalam konteks ini,
pendidikan bangsa Indonesia”. pembelajaran Limbach & Waugh pada langkah
Pertanyaan/permasalahan atau issu (Pi’i, 2016: 8)
Pi’i, Mengembangkan Pembelajaran dan Penilaian…. 203
Penilaian berfikir tingkat tinggi dengan menuntut kemampuan berfikir tingkat tinggi
menggunakan bentuk soal yang beragam (Higher Order Thinkhing Skill/HOTS) yaitu; (1)
sebagaimana yang digunakan dalam PISA, hal ini menentukan KD yang akan dibuat soal hots
bertujuan untuk mencari informasi secara detail, karena tidak semua KD menuntut berfikir tingkat
riel dan menyeluruh tentang kompetensi peserta tinggi, (2) menentukan perilaku yang akan diukur
didik. Adapun bentuk soal yang digunakan pada misalnya tentang dimensi proses berfikir
pengujian PISA yaitu; pilihan ganda, pilihan menganalisis, mengevaluasi atau mengkreasi, (3)
ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak), isian merumuskan/menyusun dasar pertanyaan
singkat atau melengkapi, jawaban singkat atau (stimulus) yang menarik (mendorong peserta
pendek, dan uraian. Dalam penulisan soal HOTS didik untuk membaca) dan konstektual (gambar,
setiap butir soal secara umum diberi dasar teks dan lain-lain sesuai dengan dunia nyata), (4)
pertanyaan (stimulus). Dasar pertanyaan merumuskan pokok soal (stem soal) dengan
(stimulus) bentuknya bisa berupa seperti peta, singkat, jelas dan tegas yang mengukur level
bacaan, paragraf, kasus, gambar, grafik, foto, kognitif penalaran (menganalisis, mengevaluasi
rumus, tabel, daftar kata/simbol, contoh, peta, atau mengkreasi), dan (5) pilihan jawaban bersifat
film atau suara yang direkam. Dasar pertanyaan homogen dan berfungsi.
tersebut berfungsi sebagai pengantar untuk Berikut ini disajikan contoh-contoh soal
mempermudah memahami pokok soal (stem soal) pilihan ganda/uraian sesuai dengan dimensi
yang menuntut pemikiran tingkat tinggi. (Adi proses berfikir dan level kognitif dari berfikir
Saputra dalam http://www. tingkat rendah sampai dengan level berfikir
oasepembelajaran.com / 2015/09 tingkat tinggi.
Beberapa cara/langkah yang dapat
dijadikan pedoman dalam penyusunan soal yang
3. Menerapkan Bila Anda seorang peneliti, dan Anda telah berhasil mengumpulkan
sumber-sumber sejarah, maka langkah awal yang harus Anda lakukan
adalah ... .
menjaga keaslian sumber sejarah
Aplikasi (MOTS)
5. Mengevaluasi Pada masa demokrasi liberal (1950-1959) kondisi politik Indonesia tidak
stabil. Kabinet sering mengalami jatuh bangun. Selama 9 tahun terjadi 7 kali
pergantian pemerintahan. Konstituante gagal melaksanakan amanah Pemilu
1955 dan hanya dijadikan sebagai ajang perdebatan dan pertentangan antar
kelompok partai. Kondisi ini ditambah lagi dengan adanya gerakan
sparatisme munculnya Pemberontakan PRRI/Permesta. Untuk
menyelamatkan bangsa dan negara Presiden Sukarno pada tanggal 5 Juli
1959 mengeluarkan Dekrit Presiden.
Petunjuk.
Berdasarkan deskripsi di atas buatlah karya tulis minimal 5 halaman tentang
makna kemerdekaan Indonesia di berbagai bidang kehidupan, dengan
Penalaran (HOTS)
ketentuan; kertas A4, jenis huruf times new roman ukuran 12, spasi 1,5
margin letf 3 cm, top 2,5 cm, right 2,5 cm dan bottom 2,5 cm.
PENUTUP