KASUS
1.2 Etiologi
Keadaan hipertensi pada masa kehamilan dibedakan menjadi 4 kategori,
yaitu preeklampsia, hipertensi kronik, hipertensi kronik dengan superimposed
preeclampsia, dan hipertensi gestasional. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang
sudah diderita sebelum kehamilan atau hipertensi yang muncul kurang dari 20
minggu usia kehamilan dan bersifat persisting lebih dari 12 minggu pos partum.
Sementara itu, superimposed preeclampsia adalah new onset dari proteinuria yang
muncul setelah 20 minggu usia kehamilan pada pasien sebelum kehamilan sudah
mengidap hipertensi. Hipertensi gestasional adalah keadaan dimana tekanan sistol
140mmHg dan atau diastol 90mmHg setelah 20 minggu usia kehamilan tanpa
adanya proteinuri dan akan hilang 12 minggu post partum (G. Lambert, et al.
2014).
Predisposisi Genetik
Respon imun
Histokompabilitas antigen
Hipertensi
Proteinuria
Edema
PRE-EKLAMPSIA
1.3 Patofisiologi
Tabel 1.1 Manifestasi Pre Eklampsia pada berbagai Sistem Organ (Peres, G.M, et
al. 2018).
Sistem Organ Gejala
Sistem Saraf Pusat Sakit kepala, gangguan penglihatan, kejang
(eklampsia)
Sistem renal Proteinuria, oliguria, hipertensi
Sistem Vaskular Hipertensi
Sistem Cardiorespiratori Nyeri dada, dyspnea, saturasi oksigen yang
rendah, edema pulmoner
Sistem Hepatik Fungsi liver yang abnormal, nyeri epigastric,
Nausea
Sistem Hematologik Pendarahan, gangguan koagulasi, shock
(PPK, 2018)
2. Tubektomi
2.1 Definisi
Tubektomi merupakan metode pengikatan atau pemotongan tuba fallopi
agar ovum tidak dapat dibuahi oleh sperma (Gambar 2.1). Tubektomi adalah
tindakan oklusi atau pengambilan sebagian saluran telur wanita untuk mencegah
proses fertilisasi. Setelah tubektomi fertilitas dari pasangan tersebut akan terhenti
secara permanen. Waktu yang terbaik untuk melakukan tubektomi pasca
persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah melahirkan karena posisi tuba
mudah dicapai oleh sub umbilicus dan rendahnya resiko infeksi (Saifuddin, 2007).
Gambar
2.1
Tindakan Tubektomi
(Affandi, 2012).
BAB II
FORMAT ASUHAN KEFARMASIAN
LAPORAN KASUS
Komentar
DATA KLINIK Nilai Normal 22/5 23/5
04.00 12.00 20.00 04.00 06.00 Tekanan darah pasien ≥160/110 mmHg merupakan
Suhu 36-37,5 oC 37 37 36,6 36,6 36,6 manifestasi preeklampsia, pasien juga memiki riwayat
Nadi < 90 x/menit 80 88 80 80 -
hipertensi setelah konsultasi ke bagian kardiologi
RR <20 x/menit 20 20 - 20 -
120/80 mmHg
didiagnosis hipertensi stage 2 (JNC VII) tanpa tanda-tanda
Tekanan darah 140/90 130/70 120/80 120/80 130/90
KU/GCS acute decompensated heart failure
456 456 456 456 456 -
Skala nyeri 0 1 1 0 1 1 Skala nyeri pasien 1-2 karena pasien pasca melahirkan dan
Saturasi O2 98 98 98 98 - pasca operasi MOW post partum tubektomi bilateral
TANGGAL
DATA
NILAI NORMAL KOMENTAR
LABORATORIUM
18/5
HEMATOLOGI
Hb 11,0-14,7103 g/dl 13,5
RBC 3,69-5,46x 106/�l 4,69
HCT 35-47 % 39,5
Nilai MCV pasien kurang dari normal dan nilai
MCV 86,7-102,3 fL 79,5
MCHC lebih dari normal, namun tidak ada
MCH 27,1-32,4 pg 27,2
tanda-tanda anemia pada pasien (Hb normal)
MCHC 29,7-33,1 g/dl 34,2
RDW 12,2-14,8 % 13,1
MPV 9,2-12,0 fL 10,0
Trombosit 150-450 103/μl 342
PTT 9-12 detik 9,6 Tidak adanya tanda-tanda perdarahan, dengan
APTT 23 – 33 detik 23,8 nilai PTT dan APTT pasien normal
Leukosit 3,37-10,0 103/μl 14,07 Nilai leukosit dan neutrofil pasien meningkat di
Neutrofil 39,8-70,5 % 76,6 atas normal, namun data klinik lainnya yaitu
nadi, suhu, dan RR pasien normal sehingga tidak
terjadi infeksi pada pasien
SEKRESI DAN
EKSKRESI
Urine Lengkap
GLU Negatif Negatif
BIL Negatif Negatif
SG 1,003-1,030 1,017
BLD Negatif -
PH 4,5-8,0 6,50
Protein Negatif 2+ Nilai protein urea pasien positif merupakan
URO < 1,0 1,0 manifestasi preeklampsia
Colour Yellow
Clarity Clear
KIMIA KLINIK < 200 mg/dl 151
GDA Kadar gula darah pasien normal
SGOT 0-35 U/L 14
Tidak ada gangguan fungsi hati pada pasien
SGPT 0-35 U/L 12
BUN 7-18 mg/dL 7
Tidak ada gangguan fungsi ginjal pada pasien
Kreatinin 0,5-1,2 mg/dL 0,46
Albumin 3,4 – 5 mg/dl 3,8 Kadar albumin pasien normal
GDA <200 mg/dL 151 Gula darah pasien normal
ELEKTROLIT 136-145 mmol/l 134
Natrium
Kalium 3,5 – 5,1 mmol/l 3,7 Kadar elektrolit pasien normal
Klorida 98 -107 mmol/l 101
DATA LABORATORIUM
ANALISIS TERAPI
Tanggal
Tanggal Regimen Pemantauan
Pemberian Nama Obat Rute Indikasi Komentar dan Alasan
Berhenti Dosis Kefarmasian
Obat
18/5/19 IV 500 ml/24 Sumber Kondisi pasien Pemilihan terapi cairan pasien sudah tepat karena
20/5/19 RD5
jam elektrolit dan pemberian cairan koloid akan mencegah edema pada
selanjutnya kalori pasien karena mencegah cairan keluar dari vaskular.
1500 Infus RD5 (dekstrosa 5% dalam ringer laktat) secara
mg/jam parenteral guna memenuhi kebutuhan kalori dan
elektrolit normal.
Terapi Cairan IV diperlukan untuk pasien yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan cairan atau elektrolit
normal dengan rute oral atau enteral. Glukosa 50-100
gram/hari dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
normal (NCGC, 2013).
Dosis, laju, dan durasi pemberian bersifat individual
dan tergantung pada indikasi pemberian, usia pasien,
berat badan, pengobatan bersamaan dan kondisi klinis
pasien serta hasil laboratorium.
ESO: Respon demam, infeksi pada tempat
penyuntikan, trombosis vena, atau phlebitis yang
meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi, dan
hipervolemia.
18/5/19 20/5/19 Nifedipin PO 3 x 10 mg Antihipertensi Tekanan darah Nifedipin, Adalat Oros (Nifedipin Long Acting) dan
Nicardipin adalah obat antihipertensi golongan
Calcium Channel Blocker dihidropiridin.
Dihidropiridin adalah vasodilator poten pada arteri
koroner dan perifer. Golongan obat ini bekerja dengan
menghambat influks transmembran dari ion kalsium
pada otot jantung dan otot halus pembuluh darah
10 mg (Alldrege et al, 2013; Neal et al, 2015)
19/5/19 20/5/19 Nicardipin IV SP
(1ml/jam) Pemilihan terapi ini sudah tepat karena nifedipin
merupakan salah satu drug of choice pada penanganan
hipertensi emergensi pada wanita hamil, dan tidak ada
data bahwa nifedipin menembus placenta sehingga
tidak membahayakan janin (Lacy, 2009). ESO:
Flushing (10-25%), sakit kepala (10-23%),
22/5/19 23/5/19 Adalat oros PO 1 x 30 mg mual/heartbun (10-12%) (DIH 17th Ed).
Dosis Metildopa yaitu 250-500 mg per oral sehari dua
sampai empat kali (maksimal 2gram/hari). Dosis
Nifedipine yaitu 5-10 mg kapsul, setiap 30
Pasien didiagnosa preeklamsi berat dengan, sehingga
perlu diberikan terapi antihipertensi untuk menurunkan
tekanan darah pasien. Methyldopa merupakan
antihipertensi golongan Alpha2-adrenergik agonis yang
bekerja pada sentral dengan menstimulasi reseptor
alpha-adrenergik dengan false transmitter yang
menghasilkan penurunan aliran simpatetik ke jantung,
18/5/19 21/5/19 Metildopa PO 3 x 500 mg Antihipertensi Tekanan darah
ginjal, dan pembuluh darah perifer (Lacy, 2009).
Methyldopa merupakan drug of choice inisial terapi
antihipertensi oral pada wanita hamil. Dosis yang
disarankan adalah 500-2000 mg per hari terbagi
menjadi 2-4 dosis (McEvoy et al., 2011).
ESO: 1-10%: gelisah, sakit kepala, mulut kering (DIH
17th Ed).
Pasien awal masuk dengan diagnosa preeklampsi berat.
Magnesium Sulfat digunakan pada penaganan
18/5/19 19/5/19 Inj MgSO4 20% IV Bolus 4 gram konservatif preeklamisa (pasien tidak mengalami
kejang). Magnesium sulfat berperan sebagai
vasodilator, pada vaskularisasi perifer dan cerebral,
Mencegah yang dapat mengurangi resistensi perifer dan mengatasi
kejang yang vasokonstriksi, sehingga dapat mencegah terjadinya
Profilaksi kejang /
berhubngan kejang (eklamsi) (Euser & Cipolla, 2009).
eklamsia
dengan Dosis : I.V. 4-5 g infus; diikuti dengan 1-2 g/jam (Lacy
preeklampsai et al., 2009). Dosis pada pasien telah sesuai dengan
18/5/19 19/5/19 Inj MgSO4 20% IV SP 1 gram/jam
literatur.
Pada penggunaan MgSO4 diperlukan perhatian
terhadap efek samping dari MgSO4 yaitu kelemahan
otot, depresi pernapasan (DIH, 2015)
PARAMETER TUJUAN
Elektrolit (Na, Cl, K, Ca) dan glukosa Mengetahui efektivitas nutrisi parenteral
Kadar Hb, MCV, MCH, MCHC Mengetahui efektifitas dai terapi SF dan transfusi PRC
Obat Konseling
KONSELING PADA PERAWAT
Pasien mendapatkan injeksi MgSO4 4 Dapat digunakan melalui rute iv dan biasa digunakan MgSO4 20%. Rate injeksi tidak boleh melebihi
gram/24 jam IV 1,5ml dari larutan 10% per menit. Sediaan disimpan pada suhu ruangan yang terkontrol, dan dihindarkan
dari beku (ASHP Handbook of Injectable Drug).
Ranitidin 50 mg/12 jam IV Bentuk sediaan: ampu 50 mg/ 2 mL, cara pemberian: IV Ranitidin 50 mg dilarutkan dengan 20 ml NaCl
0,9%; diberikan secara IV, lama pemberian minimal 5 menit, penyimpanan: suhu 4-30°C, BUD: maksimal
24 jam setelah diencerkan, (Trissel et al, 2013).
Injeksi ketorolac 3x10 mg IV Bentuk Sediaan : vial 30 mg/mL
Cara Pemberian (injeksi intravena) berikan dengan bolus IV melebihi waktu minimum 15 detik, dianjutkan
1 hingga 2 menit (Gahart, 2018). Tidak diperlukan pengenceran. Bila diperlukan pengenceran, dapat
digunakan natrium klorida 0,9% atau glukosa 5%. Stabilitas : Segera diberika setelah disiapkan
Cairan infus yang kompatibel : Larutan Ringer, Ringer laktasi, glukosa 5% dan natrium klorida 0,9%.
Injeksi cefazolin 2 gram IV Injeksi Cefazolin 2 g diberikan untuk tujuan antibiotik profilaksis saat proses operasi.Setiap 1 gram atau
fraksi dari serbuk liofilisasi dilarutkan sampai homogen dalam minimal 2,5 ml SWFI. Berikan dalam 3
sampai 5 menit per 1 gram. Penyimpanan : maksimal 24 jam setelah preparasi jika disimpan dalam CRT
atau 10 hari jika disimpan dalam kulkas (Gahart, 2018).
Stabilitas 1 hari, bila ada sisa dibuang atau di rapacking bagian produksi.
Saat pemberian 30-60 menit sebelum insisi, sekali pemberian atau dosis tunggal dalam waktu 15-30 menit
secara drip intravena (di larutkan dalam 100 ml normal saline pada pasien dewasa) dan pemberian di kamar
operasi (PPAB, 2018)
DAFTAR PUSTAKA
Alldrege BK, Corelli RL, Ernst ME, Guglielmo BJ, Jacobson PA, Kradjan WA,
Williams BR. 2013. Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics The
Clinical Use of Drugs, 10th Edition. USA: Lippncott Williams & Wilkins.
Beckmann, C.R.B., et al. 2010. Obstretic and Gynecology 6th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Bina Pelayanan Kefarmasian. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Dipiro, JT (Eds). 2015. Pharmacotherapy a Pathopysiologic Approach, 9th
Edition. United. States: The McGraw-Hill Companies.
Divisi Kedokteran Fetomaternal Departemen Obstetri dan Ginekologi. 2018.
Panduan Praktek Klinis dan Standar Prosedur Operasional Kedokteran
Fetomaternal. Surabaya: Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr.
Soetomo.
G. Lambert, et al. 2014. Preeclampsia: An Update. Acta Anasethesiologica
Belgica, Vol. 65, pp.137-149.
IBM. Micromedex ® Drug Reference. 2018.
Katzung, B.G (Eds). 2012. Basic and Clinical Pharmacology, 12th Edition.
United States: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Lacy, Charles. F., 2009. Drug Information Handbook 17th Edition, Lexi Comp.
McEvoy, Gerald K .(2008). AHFS Drug Information Essential. American
Society of Health- System Pharmacists.
NCGC, 2013. Intravenous Fluid Therapy in AdultsiIn Hospital, National
Clinical Guideline Centre.
Peres, G.M, et al. 2018. Review Pre-Eclampsia and Eclampsia : An Update on the
Pharmacological Treatment Applied in Portugal. Journal of Cardiovascular
Development and Disease. Vol. 5, doi:10.3390/jcdd5010003.
Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan Tatalaksana Pre-eklamsia. Jakarta
PPAB. 2018. Pedoman Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
www.emedicine.medscape.com diakses pada 20 Mei 2019
www.micromedexsolutions.com diakses pada 20 Mei 2019