Anda di halaman 1dari 17

SEMINAR AKUNTANSI

TEMA 3

“AUDIT INVESTIGASI”

Disusun Oleh

Kelompok 4

Dianing Ayu Novanti 31401800205

Dunyaa 31401800206

Mutya Nirmala 31401800233

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2019

1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL......................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................2
I. PENDAHULUAN.................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................3
1.3 Tujuan...................................................................................................................3

II. LANDASAN TEORI............................................................................................7


III. PEMBAHASAN.................................................................................................14

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

BAB II

LANDASAN TEORI

Investigasi ialah suatu bentuk audit atau pemeriksaan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi dan mengungkap kecurangan atau kejahatan dengan
menggunakan pendekatan, prosedur dan teknik-teknik yang umumnya digunakan
dalam suatu penyelidikan atau penyidikan terhadap suatu kejahatan. Karena
tujuan audit investigasi adalah untuk mengidentifikasi dan mengungkap
kecurangan atau kejahatan, maka pendekatan, prosedur dan teknik yang
digunakan di dalam audit investigatif relatif berbeda dengan pendekatan, prosedur
dan teknik yang digunakan di dalam audit keuangan, audit kinerja atau audit
dengan tujuan tertentu lainnya.
Dalam audit investigatif, seorang auditor memulai suatu audit dengan praduga/
indikasi akan adanya kemungkinan kecurangan dan kejahatan yang akan
diidentifikasi dan diungkap melalui audit yang akan dilaksanakan. Kondisi
tersebut, misalnya, akan mempengaruhi siapa yang akan diwawancarai terlebih
dahulu atau dokumen apa yang harus dikumpulkan terlebih dahulu. Selain itu,
dalam audit investigatif, jika memiliki kewenangan, auditor dapat menggunakan
prosedur dan teknik yang umumnya digunakan dalam proses penyelidikan dan
penyidikan kejahatan, seperti pengintaian dan penggeledahan.
Audit investigatif terhadap indikasi korupsi bisa dilaksanakan oleh auditor di
lembaga negara dan lembaga pemerintah serta auditor di lembaga non-
pemerintah.

 Kualifikasi Auditor
Audit investigatif seharusnya dilaksanakan oleh orang-orang yang mempunyai
pengalaman dan keahlian dalam melaksanakan audit investigatif. Auditor yang
belum memiliki pengalaman dan keahlian harus mendapat bimbingan dari auditor
lain yang memiliki pengalaman dan keahlian audit investigatif. Auditor
investigatif juga perlu mempunyai pemahaman yang cukup tentang hal-hal yang
akan diaudit terutama menyangkut peraturan yang berlaku serta proses bisnis yang
berkaitan dengan hal-hal yang akan diaudit. Secara khusus, auditor yang akan
melaksanakan audit investigatif juga harus mempunyai pemahaman yang cukup
tentang ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan hal-hal yang akan
diaudit maupun ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan pengungkapan
kejahatan misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

3
Pendekatan Audit Investigasi. Sebagaimana halnya penyelidikan dan penyidikan,
audit investigatif bisa dilaksanakan secara REAKTIF atau PROAKTIF.

1. REAKTIF: Audit investigatif dikatakan bersifat reaktif apabila auditor


melaksanakan audit setelah menerima atau mendapatkan informasi dari pihak
lain mengenai kemungkinan adanya tindak kecurangan dan kejahatan. Audit
investigatif yang bersifat reaktif umumnya dilaksanakan setelah auditor
menerima atau mendapatkan informasi dari berbagai sumber informasi
misalnya dari auditor lain yang melaksanakan audit reguler, dari pengaduan
masyarakat, atau karena adanya permintaan dari aparat penegak hukum.
Karena sifatnya yang reaktif maka auditor tidak akan melaksanakan audit jika
tidak tersedia informasi tentang adanya dugaan atau indikasi kecurangan dan
kejahatan.
2. PROAKTIF: Audit investigatif dikatakan bersifat proaktif apabila auditor
secara aktif mengumpulkan informasi dan menganalisis informasi tersebut
untuk menemukan kemungkinan adanya tindak kecurangan dan kejahatan
sebelum melaksanakan audit investigatif. Auditor secara aktif mencari,
mengumpulkan informasi dan menganalisis informasi-informasi yang
diperoleh untuk menemukan kemungkinan adanya kecurangan dan kejahatan.
Audit investigatif yang bersifat proaktif perlu dilakukan pada area atau
bidang-bidang yang memiliki potensi kecurangan atau kejahatan yang tinggi.
Audit yang bersifat proaktif dapat menemukan kemungkinan adanya
kecurangan dan kejahatan secara lebih dini sebelum kondisi tersebut
berkembang menjadi kecurangan atau kejahatan yang lebih besar. Selain itu
Audit investigatif yang bersifat proaktif juga dapat menemukan kejahatan
yang sedang atau masih berlangsung sehingga pengumpulan bukti untuk
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kejahatan tersebut lebih mudah
dilaksanakan.
Hasil dari suatu audit investigatif, baik yang bersifat reaktif maupun proaktif
dapat digunakan sebagai dasar penyelidikan dan penyidikan kejahatan oleh
aparat penegak hukum. Berdasarkan hasil audit tersebut, aparat penegak
hukum akan mengumpulkan bukti-bukti yang relevan sesuai dengan kaidah
hukum yang berlaku untuk kepentingan penuntutan dan pemeriksaan di
pengadilan.
 Tujuan Investigatif:

Dibawah ini disajikan bermacam-macam alternative mengenai tujuan


investigasi:

1. Memberhentikan manajemen. Tujuan utamanya adalah sebagai


teguran keras bahwa manajemen tidak mampu mempertanggung
jawabkan kewajiban fidusiernya. Kewajiban fidusier ini termasuk
mengawasi dan mencegah terjadinya kecurangan oleh karyawannya.

2. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukupnya dan relevannya bukti.


Tujuan ini akan menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai

4
alat bukti untuk meyakinkan hakim di pengadilan. Konsepnya adalah
forensic evidence, dan bukan sekedar bukti audit.

3. Melindungi reputasi karyawan yang tidak bersalah. Misalnya dalam


pemberitaan di media masa bahwa karyawan di bagian produksi menerima
uang suap. Tanpa investigasi, reputasi dari semua karyawan dibagian
produksi akan tercemar. Investigasi mengungkapkan siapa yang
bersalah. Mereka yang tidak bersalah terbebas dari tuduhan (meskipun
perguncingan seringkali tetap tidak terhindari).

4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi.


Banyak bukti dalam kejahatan keuangan berupa dokumen. Jika banyak
dokumen disusun untuk menyembunyikan kejahatan, atau jika dokumen
ini dapat memberi petunjuk kepada pelaku dan penanggung jawab
kecurangan, maka tujuan dari investigasi ini adalah menjaga keutuhan
dokumen. Ruang kerja harus diamankan, tidak boleh ada orang masuk
keluar tanpa izin, dokumen harus diindeks dan dicatat.

5. Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari


kerugian yang terjadi. Ini meliputi penelusuran rekening bank, pembekuan
rekening, izin-izin untuk proses penyitaan dan atau penjualan asset, dan
penentuan kerugian yang terjadi.

6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi


pelaku kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut;
harapannya adalah bahwa mereka bersedia bersikap kooperatif
dalam investigasi itu. Teknik pelaksanaannya adalah dengan
“dengar pendapat orang terbuka” yang menghadirkan orang luar
sebagai panelis. Orang luar ini biasanya orang terkemuka dan
terpandang. Hal ini umumnya dilakukan apabila “operasi tertutup dan
rahasia” (covert operations) gagal mengungkapkan kecurangan
yang berdampak luas.

7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya.


Ada dua versi dari pendekatan ini. Pertama, lakukan penuntutan
tanpa pandang bulu, berapapun besar biayanya, siapapun pelakunya
(penjahat besar maupun kecil). Hal ini akan mengirimkan pesan kepada
seluruh karyawan dan pihak luar, bahwa perusahaan atau lembaga itu
serius dalam mengejar si penjahat. Kedua, kejar si penjahat untuk
mengembalikan dana atau asset yang dicurinya, dan kemudian minta dia
mengundurkan diri atau diberhentikan. Pendekatan kedua, lebih
“tenang”, tak ada gembar-gembor.

8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan. Seperti pada butir


diatas, tujuan utamanya adalah menyingkirkan “buah busuk” agar “buah
segar” tidak ikut busuk. Pendekatannya adalah pendekatan disiplin

5
perusahaan. Pembuktian terhadap tindak kejahatan ini mungkin tidak
akan lolos disidang pengadilan. Tapi pembuktian disini diarahkan kepada
penerapan peraturan intern perusahaan.

9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran


penjarahan. Kecurangan menggerogoti sumber daya perusahaan, dan
umumnya pemulihan kerugian ini tidak ada atau sangat sedikit.
Pendekatan ini menghentikan kerugian lebih lanjut dan menutup celah-
celah peluang (loopholes) terjadinya kejahatan.

10. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan. Apakah investigasi


akan diperluas atau diperdalam, atau justru dibatasi lingkupnya. Kadang-
kadang suatu investigasi dilaksanakan secara tentative atau eksploratif dan
bertahap. Dalam investigasi ini laporan kemajuan memungkinkan
evaluasi, apakah kita akan melanjutkannya dan jika ya, bagaiman
lingkupnya.

11. Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan


perusahaan, sesuai dengan buku pedoman. Tujuan semacam ini
biasanya didasarkan atas pengalaman buruk. Dimasa lalu, misalnya, tujuan
dari pada investigasi adalah

 Praktik audit Investigatif sendiri terdiri dari tiga tahap, yaitu :

A. Tahap perencanaan

Perencanaan audit Investigatif dilakukan setelah adanya informasi awal,


kemudian organisasi pengawas membentuk tim Audit Investigasi.
Pelaksanaan Audit Investigasi harus dilakukan oleh auditor yang
kompeten, memiliki integritas serta independensi. Tugas pertama tim
tersebut menelaah informasi awal tersebut. Pada tahap ini tim harus
menentukan:

 Jenis-jenis penyimpangan yang terjadi


 Modus operandi
 Sebab-sebab penyimpangan
 Unsur-unsur kerjasama
 pihak-pihak yang terlibat
 Estimate besarnya kerugian negara atau daerah akibat kasus korupsi
tersebut.

B. Tahap pelaksanaan

6
Pada tahap ini tim harus memperoleh bukti audit yang memperkuat dugaan
tindakan pidana korupsi. Bukti diperoleh dengan cara-cara:

 Inspeksi
 Observasi
 Wawancara
 Konfirmasi
 Analisa
 Pemeriksaan bukti tertulis
 Perbandingan
 Rekonsiliasi
 Penelusuran
 Perhitungan kembali
 Penelahaan
 Review analitis
 Pemaparan

C. Tahap Pelaporan

Pelaporan hasil audit investigatif harus memenuhi unsur

 Akurat
 Jelas
 Berimbang
 Relevan
 Tepat waktu.

 Dalam melakukan audit investigasi, terdapat beberapa teknik yang dapat


dipergunakan. Tujuh di antaranya, ialah:

A. Memeriksa Fisik

Pengamatan fisik dari alat bukti atau petunjuk fraud menolong investigator
untuk menemukan kemungkinan korupsi yang telah dilakukan.

B. Meminta informasi dan konfirmasi

7
Meminta informasi dari auditee dalam audit investigatif harus disertai
dengan informasi dari sumber lain agar dapat meminimalkan peluang
auditee untuk berbohong. Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain
(selain auditee) untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu
informasi. Meminta konfirmasi dapat diterapkan untuk berbagai informasi,
baik keuangan maupun nonkeuangan. Harus diperhatikan apakah pihak
ketiga yang dimintai konfirmasi punya kepentingan dalam audit
investigatif. Jika ada, konfirmasi harus diperkuat dengan konfirmasi
kepada pihak ketiga lainnya

C. Memeriksa Dokumen

Tidak ada audit investigatif tanpa pemeriksaan dokumen. Definisi


dokumen menjadi lebih luas akibat kemajuan teknologi, meliputi informasi
yang diolah, disimpan, dan dipindahkan secara elektronis. Karena itu,
teknik memeriksa dokumen mencakup komputer forensik.

D. ReviewAnalitikal

Dalam review analitikal, yang penting adalah: kuasai gambaran besarnya


dulu (think analytical first!). Review analitikal adalah suatu bentuk
penalaran yang membawa auditor pada gambaran mengenai wajar atau
pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh
secara global. Kesimpulan wajar atau tidak diperoleh dari perbandingan
terhadap benchmark. Kesenjangan antara apa yang dihadapi dengan
benchmark: apakah ada kesalahan (error), fraud, atau salah merumuskan
patokan.

Kenali pola hubungan (relationship pattern) data keuangan yang satu


dengan data keuangan yang lain atau data non-keuangan yang satu dengan
data non-keuangan yang lain.

E. Menghitung Kembali (Reperform)

Reperform dalam audit investigatif harus disupervisi oleh auditor yang


berpengalaman karena perhitungan yang dihadapi dalam audit investigatif
umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak yang sangat rumit,
dan kemungkinan terjadi perubahan dan renegosiasi berkali-kali.

F. Net Worth Method

Membuktikan adanya penghasilan yang tidak sah dan melawan hukum.


Pemerikasan dapat dihubungkan dengan besarnya pajak yang dilaporkan
dan dibayar setiap tahunnya. Laporan harta kekayaan pejabat merupakan
dasar dari penyelidikan. Pembalikan beban pembukitian kepada yang
bersangkutan.

8
G. Follow The Money

Berarti mengikuti jejak yang ditinggalkan dari arus uang sampai arus uang
tersebut berakhir. Naluri penjahat selalu menutup rapat identitas pelaku,
berupaya memberi kesan tidak terlihat atau tidak di tempat saat kejadian
berlangsung. Dana bisa mengalir secara bertahap dan berjenjang, tapi
akhirnya akan berhenti di satu atau beberapa tempat penghentian terakhir.
Tempat inilah yang memberikan petunjuk kuat mengenai pelaku fraud.

BAB III

PEMBAHASAN

Istilah audit investigasi dalam penggunaan sehari-hari, memberi kesan


seolah-olah hanya ada satu jenis. Jenis yang kita kenal umumnya adalah dalam
konterks tindak pidanna korupsi. Tujuan akhirnya adalah menjebloskan koruptor
ke penjara dan atau mendapatkan kembali sebagian atau seluruh hasil jarahannya.

Pemilihan di antara berbagai alternatif tujuan investigasi, tergantung dari


organisasi atau lembaganya serta mandat yang dipunyainya, jenis dan besarnya
kecurangan, dan budaya di lembaga tersebut. Tanggung jawab untuk menentukan
tujuan yang ingin dicapai dalam suatu investigasi terletak pada pimpinan.

Kronologis Audit Investigatif

A. Pertemuan Pendahuluan

Akuntan forensik melakukan pertemuan pendahuluan dengan calon klien


(pimpinan perusahaan di sektor swasta). Hal-hal yang ditanyakan adalah sebagai
berikut.

1. Mengapa pimpinan menduga atau mencurigai adanya fraudi?

2. Pada unit usaha (cabangm departemen, bagian) atau transksi apa diduga
terjadi fraud sehingga audit investigatif diperlukan?

3. Apa sifat (nature) dari fraud tersebut?

9
4. Kapan fraud diduga atau dicurigai terjadi?

5. Bagaimana masalahnya ditemukan?

6. Siapa yang menemukan masalahnya?

7. Bagaiman fraud tersebut dilakukan (modus operandi)?

8. Berapa banyak jumlah yang dijarah?

9. Siapa yang diduga menjadi pelaku fraud?

10. Apakah ada pekerjaan pendahuluan yang sudah dilakukan sebagai


persiapan untuk audit investigatif?

Kalau dapat, peroleh jawaban tertulis atas pertanyaan di atas. Penasihat hukum
perusahaan keberatan dengan penyediaan jawaban tertulis, kalau jawaban
berpotensi merugikan klien dalam sidang pengendalian.

Akuntan forensik kemudian merumuskan lingkup dan tujuan audit investigatif


yang memenuhi harapan klien.

B. Predication

Langkah pertama akuntan forensik dalam audit investigatifnya adalah menyusun


predication.

Fraud Examiners Manual (2006) menjelaskan predication adalah keseluruhan dari


peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan segala hal yang terkait atau
berkaitan yang membawa seseorang yang cukup terlatih dan berpengalaman
dengan kehati-hatian yang memadai, kepada kesimpulan bahwa fraud telah,
sedang atau akan berlangsung. Predication adalah dasar untuk memulai
investigasi. Investigasi atau pemeriksaan fraud jangan dilaksanakan tanpa adanya
predication yang tepat”.)

Investigasi dengan pendekatan teori fraud meliputi langkah-langkah sebagai


berikut

1. Analisis data yang tersedia.

2. Ciptakan (atau kembangkan) hipotesis berdasarkan analisis di atas.

3. Uji atau tes hipotesis tersebut.

4. Perhalus atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.

C. Pemeriksaan dalam Hukum Acara Pidana


10
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981)
mengatur tahapan hukum acara pidana sebagai berikut.

1. Penyelidikan

Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untu mencari dan


menemukan suatu perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya penyidikan dilakukan.

2. Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian kegitan penyidik untuk mencari dan


mengumpulkann bukti, dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang
terjadi untuk menemukan tersangkanya. Untuk mencari dan mengumpulkan bukti.

3. Penuntutan

Prapenuntutan adalah tindakan jaksa (penuntu umum) untuk memantau


perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya
penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara
hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna
dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut
dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.

4. Pemeriksaan di sidang pengadilan

Bukti-bukti yang diperoleh di tingkat penyidikan diperiksa kembali di sidang


pengadilan untuk dijadikan alat bukti adalah sebagai berikut.

1. Saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali ke sidang


pengadilan untuk memperoleh alat bukti keterangan saksi.

2. Tersangka yang sudah diperiksa di tahap penyidikan, diperiksa kembali di


pengadilan, untuk mendapat alat bukti keterangan terdakwa.

3. Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah


membuat laporan ahli, dipanggil lagi untuk didengar pendapatnya atau dibacakan
laporannya di disang pengadilan, agar diperoleh alat bukti keterangan ahli.

4. Surat dan barang yang telah disita oleh penyidik diajukan ke sidang
pengadilan untuk dijadikan alat bukti surat dan petunjuk.

Itulah cara memperoleh alat bukti di sidang pengadilan. Hanya alat bukti yang sah
yang diperoleh di sidang pengadilan, yang dapat meyakinkan hakim tentang
kesalahan terdakwa. Alat bukti yang sah ini terdiri atas:

11
1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli

3. Surat

4. Keterangan terdakwa

5. Petunjuk

Pemeriksaan di sidang pengadilan mempunyai satu tujuan saja, yaitu mencari alat
bukti yang membentuk keyakinan hakim tentang bersalah atau tidaknya terdakwa.

Putusan pengadilan
Berdasarkan alat bukti yang diperoleh di sidang pengadilan, hakim menjatuhkan
putusan berikut ini.

1. Putusan pemidanaan, apabila pengadilan berpendapat bahwa terdajwa terbukti


bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadnya.

2. Putusan bebas, apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan


di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan.

3. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila pengadilan berpendapat


bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu
tidak merupakan suatu tindak pidana atau terbukti tetapi terdakwa tidak dapt
dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya.

6. Upaya hukum

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima
putusan pengadilan yang berupaya perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak
terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali, atau hak Jaksa
Agung untuk mengajukan kasasi demi kepentingan hukum dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

7. Pelaksanaan putusan pengadilan

8. Pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan

Dari penjelasan di bagian terdahulu, jelas bahwa keenam tahapan dalam KUHP
(mulai Tahap Penyelidikan sampai Tahap Upaya Hukum, baik upaya hukum biasa

12
maupun upaya hukum luar biasa) berkenaan dengan pembuktian. Juga penjelasan
mengenai fraud theory tidak lain dari proses mengumpulkan bukti yang dapat
diterima di pengadilan.

Audit Investigatif dengan Teknik Audit


Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian
laporan keuangan. Hasil daripenerapan teknik audit adalah bukti audit. Ada tujuh
teknik, yang dirinci dalam bentuk kata kerja bahasa Indonesia, dengan jenis bukti
auditnya dalam kurung (kata benda bahasa Inggris), yakni:

1. Memeriksa fisik (physical examination);

Memeriksa fisik atau physical examination lazimnya diartikan sebagai


penghitungan uang tunai (baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing).
Keras berharga, persediaan barang, dan barang berwujud (tangible assets) lainnya.

Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahui


sesuatu.

Dalam kedua teknik ini investigator menggunakan inderanya, untuk mengetahui


atau memahami sesuatu.

2. Meminta konfirmasi (confirmation);

Meminta informasi baik lisan maupun tertulis kepada auditee, merupakan


prosedur yang biasa dilakukan auditor.

Seperti dalam audit, juga dalam audit investigatif, permintaan informasi harus
dibarengi, diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau
diperkuat (substantiate) dengan cara lain. Permintaan informasi sangat penting,
dan juga merupakan prosedur yang normal dalam suatu audit investigatif.

Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang diaudit investigatif)
untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbeneran suatu informasi.

3. Memeriksa dokumen (documentation);

Tak ada audit investigatif tanpa pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan
kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi
yang diolah, disimpan, dan dipindahkan secara elektronis (digital).

4. Review analitikal (analytic review atau analytical review);

13
Stringer dan Stewart menulis, Analytical review sebagai suatu bentuk penalaran
deduktif. Tekanannya adalah pada penalarna, proses berpikirnya. Penalaran yang
membawa seorang auditor atau investigator pada gambaran mengenai wajar,
layak, atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang
diperoleh secara global, menyeluruh atau agregat.

5. Meminta informasi lisan atau tertulis dari auditee (inquaries of the auditee);

6. Menghitung kembali (reperformance);

Menghitung kembali atau reperform tidak lain dari mengecek kebenaran


perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang, dan lain-lain). Ini prosedur yang sangat
lazim dalam audit. Biasanya tugas ini diberikan kepada seorang yang baru mulai
bekerja sebagai auditor; seorang junior auditor di kantor akuntan.

7. Mengamati (observation).

Kunci keberhasilan dari semua teknik audit investigatif adalah sebagai berikut.

1. Mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diaudit
investigatif.

2. Kuasai dengan baik teknik-teknik audit investigatif.

3. Cermat dalam menerapkan teknik yang dipilih.

4. Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan teknik yang kita
pilih.

2.3.6 Audit Investigatif dengan Teknik Perpajakan

(Tujuan sub-bab ini adalah pembaca dapat mempraktekkan audit investigatif


dengan menggunakan teknik perpajakan)

Dua teknik audit investigatif adalah net worth method dan expenditure method.
Keduanya menggunakan logika pembukuan atau akuntansi yang sederhana.

1. Net Worth Method untuk Perpajakan

Di Amerika Serikat di mana net worth method diterima sebagai cara pembuktian
tidak langsung, dasar penggunaannya adalah kewajiban Wajib Pajak untuk
melaporkan semua penghasilannya (sebagaimana didefinisikan oleh undang-
undangnya) dalam tax returns mereka. Ketentuan serupa juga berlaku di Indonesia
di mana Wajib Pajak diwajibkan penghasilannya secara lengkap dan benar dalam
SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan, dalam hal ini SPT PPh).

14
2. Net Worth untuk Organized Crime

Dengan rumus yang hampir sama, kita dapat menentukan illegal income. Seperti
disebutkan tadi, di Amerika Serikat metode ini digunakan dalam memerangi
organized crime. Di Indonesia pendekatan ini dapat digunakan untuk memerangi
korupsi. Ketentuan perundangannya sudah ada, yakni laporan mengenai kekayaan
pejabat.

BAB IV

PENUTUP

 Kesimpulan

Praktik korupsi bisa dikatakan menjadi rutinitas atau kebiasaan sebagian besar
masyarakat Indonesia, mulai dari struktur pemerintah daerah sampai pemerintah
pusat. Jika korupsi menjadi suatu praktek yang lazim maka sebenarnya
masyarakat telah ayomi oleh sebuah struktur atau pola yang sejak lama dan
terulang. Apalagi besarnya pengaruh lingkungan sosial terhadap organisasi
BPK-RI sendiri menjadikan auditor tidak sia mengadapi dunia sosial yang
terlanjur salah kaprah, menganggap suap sebagai suatu hal yang lumrah, terdapat
ketidakadilan, dan berlakunya hukum rimba ”siapa yang kuat/berkuasa, dia yang
akan menang”. Pengaruh yang demikian akan mengurangi integritas,
independensi, serta profesionalitas auditor BPK-RI, untuk itu teori strukturasi
yang diperkenalkan oleh Giddens maka memberikan angin segar bagi upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi, strukturasi secara jelas memberikan
gambaran kepada auditor BPK-RI bahwa segala tindakan direfleksikan bentuk
kesadaran dan individu memiliki kekuatan dalam menciptakan kebijakan-
kebijakan yang tidak sesuai nilai-nilai yang ada pada struktur organisasi BPK-RI,
sehingga tercipta pola strukturasi. Bentuk kesadaran auditor yang diupayakan
dalam bentuk kesadaran praktis, dimana agar nantinya pemberantasan korupsi
oleh auditor bukan sebagi bentuk formalitas melainkan menjadi sesuatu
kebiasaan. Kesadaran diskursif dicontohkan dengan tindakan auditor dalam
menolak segala bentuk suap. Kesadaran tersebut timbul karena menganggap suap
merupakan bagian dari korupsi dan tindakan menerima suap berarti melanggar
undang-undang, serta ada sanksi hukumnya. Motivasi tidak sadar
dicontohkan pada keberanian auditor dalam menghadapi segala bentuk
ancaman dan tantangan, secara sadar sebenarnya auditor mengetahui
bahwa tugas yang diembannya begitu berat, dan sulit rasanya untuk diselesaikan,
namun berkat keberanian yang dimiliki maka praktik audit investigatif dapat
terselesaikan.

15
Pemberantasan korupsi bisa terwujud jika masing-masing auditor secara
komprehensif melakukan revolusi kesadaran. Kesadaran praktis yang diwujudkan
dengan ketaatan terhadap peraturan merupakan imperatif kesadaran yang bersifat
internal. Kesadaran yang dimiliki auditor seharusnya mendapat supporting dari
eksternal berupa penegakan hukum. Semuanya akan bisa terlaksana jika masing-
masing masyarakat Indonesia, tidak hanya auditor BPK-RI memiliki
kemampuan untuk intropeksi dan mawas diri, yang diperlukan saat ini
adalah merubah pola pikir yang telanjur menganggap korupsi merupakan suatu
hal yang wajar menjadi suatu perbuatan yang tercela. Dengan membangun
kesadaran global anti korupsi dan harus ditegakkan secara terus menerus serta
diperjuangkan, sehingga masyarakat Indonesia dengan penuh kesadaran akan
merasa malu jika melakukan korupsi, dan menemukan struktur yang baru menuju
bangsa yang lebih bermartabat.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://mywaskitopedia.blogspot.com/2017/04/audit-investigatif.html
https://murthadokilwo.wordpress.com/2015/01/26/fraud-kecurangan-dan-
penerapan-audit-investigatif/
https://diantrilestari.wordpress.com/2010/05/23/audit-investigasi/

17

Anda mungkin juga menyukai