Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul “Endometriosis”. Referat ini
kami buat sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD
SIDOARJO.
Dengan rasa hormat kami juga menyampaikan banyak terima kasih dari semua pihak atas
bantuan, terutama kepada:
1. Dr, Wahyu Sp.OG selaku pembimbing tugas referat di SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Sidoarjo
2. Teman sejawat saya, kelompok “J4” dan “N4” dokter muda kepaniteraan klinik RSUD
Sidoarjo
Kami menyadari referat ini masih ada kekurangan dan masih jauh dari sempurna, sehingga
kami mohon kritik dan sarannya. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
bersama. Amin.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN…………………………………….……………………..3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………….…………………4
A. Definisi……………………………………………….……………….….4
B. Anatomi Endometrium…………………………………………………7
B. Epidemiologi……………………………………………………….….....8
C. Sistem Klasifikasi………………………………………………….….....9
D. Patogenesis………………………………………………………….…...10
E. Faktor Resiko……………………………………………………………18
. F. Gejala klinis……………………………………………………….……..19
G. Diagnosis…………………………………………..……………………..22
BAB III TATALAKSANA…………………….……………………………………..24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..30
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Endometriosis adalah suatu penyakit ginekologis yang bersifat kronis dan
menyerang 10% dari wanita usia reproduktif. Endometriosis pertama kali diidentifikasi
oleh Von Rokitansky pada abad ke 19. Insiden terjadinya endometriosis sulit untuk diukur,
pada sebagian besar wanita dengan endometriosis tidak ditemukan gejala yang spesifik,
selain itu modalitas pencitraan memiliki sensitivitas yang rendah. Wanita dengan
panggul dengan derajat nyeri yang bervariasi. Fokus utama dalam investigasi dan
pengobatan endometriosis harus ditujukan pada resolusi dari gejala yang timbul.
(Prawirohardjo, 2011)
lebih besar lagi. Sebagai contoh hingga 40% wanita yang melakukan prosedur sterilisasi
kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan antara semua
operasi pelvic. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang Negro, dan lebih sering
didapatkan pada wanita-wanita dari golongan social-ekonomi yang kuat. Yang menarik
perhatian ialah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin
pada umur muda dan yang tidak mempunyai banyak anak. Rupanya fungsi ovarium secara
siklus yang terus menerus tanpa diselingi oleh kehamilan, memengang peranan dalam
terjadinya endometriosis.
3
Namun, karena endometriosis bersifat kronis, klinisi harus mengembangkan
rencana jangka panjang dari manajemen tiap pasien dalam mengatasi gejala yang
dirasakan, dan tujuan jangka panjang untuk kesuburan dan peningkatan kualitas hidup.
(Cunningham, 2008)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
dependent yang menyerang 10% wanita usia reproduktif dan 35-50% wanita yang
menderita nyeri pelvis dan infertil. Definisi endometriosis bersifat histologis dan
membutuhkan indentifikasi atau penemuan dari jaringan endometrium dan jaringan stroma
5
Mengenai lokasi, endometriosis telah ditemukan hampir di semua tempat pada
tubuh wanita, namun endometriosis lebih sering terjadi di kavum pelvis. Area yang paling
sering terkena adalah area ovarium diikuti dengan kavum douglas, ligament uterosacral,
plika vesikouterina, permukaan serosa dari uterus, tuba fallopi, ligamentum rotundum, dan
(Sumber: Schrager, S., Falleroni, J., & Edgoose, J. (2013). Evaluation and Treatment for Endometriosis.
American Family Physician, 107-113.)
serviks dan vagina, terutama pada dinding posterior vagina, yang terkait dengan septum
rektovaginal yang sering menjadi lokasi terjadinya endometriosis. Endometriosis juga bisa
6
Gambar II.2 : Lokasi Endometriosis
Lokasi endometriosis yang tidak biasa akan diikuti dengan gejala yang atipikal,
sebagai contoh adalah wanita dengan endometriosis pada traktus urinarius akan
yang berlokasi di rectosigmoid gejalanya berupa perdarahan perektal dan lesi pada pleura
B. Anatomi Endometrium
Endometrium terdiri dari epitel prismatik tunggal berlapis dengan atau tanpa silia
(tergantung pada seberapa jauh sepanjang siklus menstruasi) dan lamina nya basal, kelenjar
rahim, dan khusus, yang kaya sel jaringan ikat (stroma) yang berisi pasokan yang kaya
7
Gambar II.3 : Struktur Anatomi Endometrium
(Sumber: Embryologi. (2017, March Tuesday). Retrieved from Human Embryology
Embryogenesis: http://www.embryology.ch/anglais/gnidation/role01.html)
C. Epidemiologi
Prevalensi endometriosis pada populasi general cenderung sulit untuk dievaluasi
secara akurat karena beberapa wanita yang menderita endometriosis hampir tidak memiliki
Endometriosis terdiagnosis pada 20-40% wanita yang mengalami inferitilitas, dan 70-90%
pada wanita yang mengeluhkan nyeri panggul kronis. (Schrager, Falleroni, & Edgoose,
2013)
inap rumah sakit akibat kasus ginekologik, diestimasikan bahwa terjadi kerugian sebesar
8
$2801 untuk biaya pengobatan dan $1023 akibat menurunnya produktivitas kerja per
D. Sistem Klasifikasi
Metode primer dalam mendiagnosis endometriosis adalah melalui gambaran
laparoskopi, dengan atau tanpa konfirasi hasil histologi PA. Luasnya endometriosis dapat
bervariasi antara tiap individu, berbagai upaya telah dibuat untuk mengembangkan sistem
klasifikasi terstandar yang secara objektif menilai sejauh mana endometriosis. Klasifikasi
Endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American Society For
Reproductive Medicine yang telah di revisi pada tahun 1996 yang berbasis pada tipe,
Namun, kelemahan dari sistem pembagian ini adalah derajat beratnya klasifikasi
endometriosis tidak selalu merujuk beratnya derajat nyeri yang ditimbulkan ataupun efek
severe) tergantung dari lokasi, luas, dan kedalaman implan endometriosis, adanya atau
endometriosis stage I atau II yang berupa implant superfisial dan perlengketan ringan.
Endometriosis stage III dan IV dikarakteristikan berupa kista coklat dan perlengketan yang
berat. Stage endometriosis tidak berkorelasi dengan beratnya gejala. (Medicine, 2017)
9
Gambar II.4 Sistem Klasifikasi Endometriosis
(Sumber: Medicine, A. S. (2017, 02 26). ASRM. Retrieved from ASRM:
https://www.asrm.org/Endometriosis_booklet/)
E. Patogenesis
o Retrograde Menstruation
Teori awal yang paling diterima secara luas merupakan teori retrograsi
10
dan menginvasi lapisan mesotelium peritoneal dan membentuk supply darah, lalu
o Coelomic Metaplasia
yang serupa dengan jaringan endometrium normal. Karena ovarium dan progenitor
endometriosis ovarium. Selain itu, teori ini juga telah diperluas untuk mencakup
(Cunningham, 2008)
endometriosis pada jaringan lain yang berasal dari epitel coelomic membantahkan
o Hormon
Salah satu faktor yang secara defintif telah ditetapkan berperan dalam
besar hormon estrogen pada wanita diproduksi oleh ovarium, banyak jaringan
11
untuk konversi androstenedion menjadi estron, dan estron menjadi estradiol, dan
dehydrogenase type 2 sangat sedikit jumlahnya atau tidak diproduksi oleh implant
akan terekspos pada lingkungan yang bersifat estrogenik.. Selain itu estrogen yang
diproduksi secara lokal di dalam lesi endometriosis akan mengatur efek biologis
mereka didalam jaringan yang sama atau sel dimana mereka diproduksi , proses
antagonis terhadap efek estrogen pada endometrium normal selama fase luteal dari
12
Gambar II.5: Mekanisme Hormonal dan Produksi E2
enzim COX-2 di sel endotel uterus. Hal ini menyebabkan feedback positif yang
2008)
13
o Stres Oksidatif dan inflamasi
lipid yang mengarah pada kerusakan sel DNA. Keberadaan air dan elektrolit dalam
sumber ROS. Pasien-pasien ini juga mengalami peningkatan kadar besi yang tinggi
dalam cairan peritoneum yang dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin dan akan
yang memproduksi sitokin yang akan mendorong pertumbuhan endotel. (Sourial &
Tempest, 2014)
Makrofag bertindak sebagai sel "scavenger" pada berbagai jaringan, dan kadarnya
stimulasi pada jaringan endometrium nya. Dalam sebuah penelitian, monosit yang
jaringan endometrium yang di kultur, dimana monosit dari wanita yang tidak
14
yang melimpah, dengan demikian, pada kasus-kasus dimana tidak ditemukan
(Cunningham, 2008)
(Sumber: Sourial, S., & Tempest, N. (2014). Theories on the Pathogenesis of Endometriosis. International
Journal of Reproductive Medicine, 1-9)
15
o Disfungsi Imun
dibersihkan oleh sel-sel imun seperti makrofag, sel natural killer (NK), dan limfosit.
Untuk alasan ini, disfungsi sistem kekebalan tubuh adalah salah satu kemungkinan
(Cunningham, 2008)
rendahnya imunitas seluler dan fungsi sel NK yang ditekan. Regurgitasi dari sel
aktivasi makrofag dan leukosit secara local. Respon inflamasi ini dapat
sisa-sisa debris post menstruasi dan justru menyebabkan terjadinya implantasi dan
Tempest, 2014)
o Genetik
menjadi 7 kali lebih besar bila ditemukan endometriosis pada ibu atau saudara
kandung
16
o Stem cell ~ Penyebaran Limfogen & Hematogen
melahirkan atau kuret, mendukung teori stem cell. Karena lapisan basal dari
endometrium tidak ikut luruh saat menstruasi, maka stem cell diduga berada di
dalam lapisan basalis dari endometrium. Stem cell dikarakteristik kan dengan
1 atau beberapa tipe sel. Brosens et al mengasumsi bahwa perdarahan uterus pada
endometrium, beberapa dari sel-sel ini mungkin terdeposit dan bertahan di cavum
peritoneum setelah terjadi aliran perdarahan retrograde dan akan teraktivasi pada
usia dewasa karena respon hormon ovarium (Sourial & Tempest, 2014)
endometrium yang kaya akan stem cell pada cavum pelvis menyebabkan 100%
Jika lapisan basalis mengandung stem cell, mereka cenderung dapat bertahan dan
fungsional. Dikarenakan kemampuan alami untuk beregenerasi, stem cell ini dapat
17
Secara alternatif, stem cell ini bisa ditransport lewat kelenjar limfatik atau
pembuluh darah hingga menetap di lokasi ektopik. Faktanya beberapa stem cell
F. Faktor Resiko
Telah diketahui bahwa resiko seorang wanita terkena endometriosis 6 kali lipat
lebih besar jika terdapat keluarga derajat pertama yang menderita endometriosis. Menarke
yang terlalu dini dan menopause yang lebih lama akan meningkatkan resiko terjadinya
Edgoose, 2013)
Indeks massa tubuh yang rendah, konsumsi alkohol dan kafein yang tinggi juga
dikaitkan dengan tingginya resiko terjadinya endometriosis, lalu kontrasepsi oral dan
olahraga yang teratur lebih dari 4 jam dalam 1 minggu bisa menurunkan resiko. (Schrager,
Wanita dengan postur tinggi dan kurus tampak lebih sering menderita
endometriosis, hal ini sesuai dengan tingginya kadar estradiol yang dihasilkan pada fase
folikuler siklus menstruasi. Faktor gaya hidup seperti merokok, olahraga, konsumsi
alkohol dan kafein telah dikaitkan dengan resiko endometriosis. Diketahui bahwa,
dengan tingginya kadar estrogen, dan konsentrasi plasma estradiol meningkat dengan
18
konsumsi alkohol dalam jumlah moderat, walaupun resikonya tidak bersifat linier dengan
tidak mengeluhkan adanya gejala. Cyclic pain merupakan salah satu tanda dari
nyerinya pada saat dimana fluksus menstruasi paling banyak keluar). Keparahan dari gejala
tidak selalu berkorelasi dengan derajat keparahan penyakit. Infertilitas disebabkan karena
distorsi anatomis dari struktur organ-organ di rongga pelvis akibat perlengketan dan
luasnya endometriosis, tapi dapat juga terjadi tanpa sebab yang jelas pada endometriosis
Gejala klasik dari endometriosis meliputi dysmenorea, dyspareunia, dyschezia dan atau
infertilitas. Menurut penelitian kasus control di Amerika Serikat, gejala seperti nyeri
endometriosis. Sebanyak 83% wanita dengan endometriosis mengeluhkan salah satu atau
lebih gejala tersebut, sedangkan hanya 29% wanita tanpa endometriosis yang mengeluhkan
gejala tersebut.
Dalam sebuah penelitian restrospektif di Brazil pada 892 pasien post laparoskopi yang
19
nyeri haid sebesar 62%, nyeri pelvik kronik 57%, dispareuni 55%, dan infertilitas 40%.
Dismenorea
Nyeri haid yang disebabkan oleh reaksi peradangan akibat sekresi sitokin
Nyeri pelvik
kronis. Rasa nyeri bisa menyebar jauh ke dalam panggul , punggung, paha dan
bahkan menjalar ke rektum dan diare. Dua per tiga dari perempuan yang menderita
Dispareunia
Diskezia
Keluhan sakit buang air besar bila endometriosis sudah tumbuh dalam
(Prawirohardjo, 2011)
Subfertilitas
20
Endometriosis selalu dihubungkan dengan infertilitas. Namun, penyebab
penderita lainnya membutuhkan waktu lama untuk hamil. (Senapati & Barnhart,
2012)
interaksi normal fimbrial cumulus. Perubahan ini dapat memberikan efek buruk
21
Tabel II.7: Differential Diagnosis dari Endometriosis Berdasarkan Gejala
(Sumber: Mounsey, A., & Wilgus, A. (2006). Diagnosis and Management of Endometriosis.
American Family of Physician, 1-9.)
H. Diagnosis
Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik, termasuk penggunaan spekulum dan
pemeriksaan bimanual, dapat membantu dalam diagnosis. Seringkali, tidak ada kelainan
yang ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien dengan endometriosis, dan pemeriksaan
spekulum jarang membantu untuk membuat diagnosis.
Ultrasonography(USG)
dapat mendeteksi adanya kista ovarium, dan berbagai kelainan di rongga pelvis
22
dapat dilihat gambaran karakteristik kista endometriosis dengan bentuk kistik dan
Serum CA -125
Serum CA-125 adalah petanda tumor yang sering digunakan pada kanker ovarium.
Dalam semua meta analisis dari 23 penelitian yang menginvestigasi kadar serum
Bedah Laparoskopi
endometriosis. Lesi aktif yang baru berwarna merah terang, sedangkan lesi aktif
yang sudah lama berwarna merah kehitaman. Lesi nonaktif terlihat berwarna putih
dengan jaringan parut. Pada endometriosis yang tumbuh di ovarium dapat terbentuk
Bedah laparoskopi bukan merupakan prioritas pada tiap pasien dengan keluhan
23
BAB III
TATALAKSANA
A. Pengobatan
Endometriosis merupakan penyakit kronik dan inflamasi yang progresif dengan gejala
yang didominasi oleh keluhan nyeri. Luasnya lokasi endometriosis tidak berkaitan dengan
frekuensi dan keparahan dari gejala, dan penyebab mengapa demikian masih belum
diketahui. Oleh karena itu, terapi dengan obat-obatan secara tidak langsung ditujukan untuk
meredakan nyeri,karena sampai saat ini obat untuk menyembuhkan endometriosis belum
ditemukan, maka obat-obatan ini bisa digunakan sampai usia menopause atau sampai
Progestin Oral
Management, 2010)
desisualisasi awal pada jaringan endometrium dan diikuti dengan atrofi. Progestin
efektif mengurangi rasa sakit seperti danazol,lebih murah tetapi mempunyai efek
Medroxyprogesterone Acetate (MPL) adalah hal yang paling sering diteliti dan
sangat efektif dalam meringankan rasa nyeri, dimulai dengan dosis 30 mg per hari
24
dan kemudian ditingkatkan sesuai dengan respons klinis dan pola perdarahan.
(Prawirohardjo, 2011)
Depot Progestin
DMPA di injeksi secara intramuscular, secara luas digunakan untuk KB dan telah
intramuscular dosisnya sebesar 150 mg setiap 3 bulan. Dalam bentuk depot, MPA
akan menunda kembalinya menstruasi normal dan ovulasi sehingga tidak boleh
digunakan pada wanita yang ingin segera hamil setelah menghentikan terapi ini.
(Cunningham, 2008)
dihindari pada wanita dengan faktor resiko osteoporosis atau yang menderita
pil kontrasepsi apa pun daiam dosis rendah yang mengandung 30 - 35 mikrogram
etinilestradiol yang digunakan secara terus menerus bisa menjadi efektif terhadap
25
dismenorea dan nyeri panggul dirasakan oleh 60 – 95% pasien Tingkat kambuh
pengobatan dengan biaya lebih rendah dibandingkan dengan lainnya dan bisa
(Prawirohardjo, 2011)
Danazol
meningkatnya level androgen dalam jumlah yang tinggi dan estrogen dalam jumlah
amenorea yang diproduksi untuk mencegah implan baru pada uterus sampai ke
GnRH Agonis
Untuk pasien endometriosis yang tidak merespon terhadap progestin atau terjadi
GnRH agonis harus dipertimbangkan sebagai lini ke dua dan pengobatan dengan
26
Namun, penggunaan GnRH saja tanpa disertai hormonal therapy akan
2010)
Gestrinon
dosis 2,5 - 10 mg, dua sampai tiga kali seminggu, selama enam bulan. Efek
Aromatase Inhibitor
B. Terapi pembedahan
Pembedahan pada endometriosis adalah untuk menangani efek endometriosis itu sendiri,
yaitu nyeri panggul, subfertilitas, dan kista. Pembedahan bertujuan menghilang- kan gejala,
27
meningkatkan kesuburan, menghilangkan bintik-bintik dan kista endome- triosis, serta
Pembedahan Konservatif
Sementara itu kista endometriosis <3 cm di drainase dan di kauter dinding kista,
rawatan yang pendek, nyeri pascaoperatif minimal, Iebih sedikit perlengketan, dan
Penanganan konservatif ini menjadi pilihan pada perempuan yang masih muda,
endometriosis ini merupakan suatu penyakit yang lambat pro- gresif, tidak
Pembedahan Radikal
Pembedahan Simtomatis
28
Dilakukan untuk menghilangkan nyeri dengan presacral neurectonty atau LUNA
normal. Laparoskopi merupakan teknik operasi yang dipilih untuk mengatasi infertilitas.
29
DAFTAR PUSTAKA
Acien, P., & Velasco, I. (2013). Endometriosis: A disease That Remains Enigmatic. ISRN
Obstetric and Gynecology, 1-12.
Beckmann, C., Ling, F., & Barzansky, B. (2010). Obstetric and Gynecology. Philadelphia:
American College of Obstetric and Gynecologist.
Bellelis, P., & Dias, A. (2010). Epidemiological and Cinical Aspects of Pelvic Endometriosis - A
Case Series. Rev Assoc Med Bras, 467-471.
Bieber, E., & Sanfilipo, J. (2006). Clinical Gynecology. Philadelphia: Elsevier.
Cunningham, F. (2008). Williams Gynecology. McGraw-Hill Companies.
Embryologi. (2017, March Tuesday). Retrieved from Human Embryology Embryogenesis:
http://www.embryology.ch/anglais/gnidation/role01.html
Endometriosis: Diagnostic and Management. (2010). Journal of Obstetric and Gynaecology
Canada.
Irmansyah, F. (2017, March 1). Penanganan Terkini Endometriosis. Retrieved from Rumah
Sakit Pusat Pertamina:
http://materiseminar.rspp.co.id/materi/Penanganan%20Terkini%20Nyeri%20Endometrio
sis_dr_frizar.pdf
Medicine, A. S. (2017, 02 26). ASRM. Retrieved from ASRM:
https://www.asrm.org/Endometriosis_booklet/
Mounsey, A., & Wilgus, A. (2006). Diagnosis and Management of Endometriosis. American
Family of Physician, 1-9.
Norwitz, E., & Schorge, J. (2013). Obstetric and Gynecology at a Glance . Malden: Willey-
Blackwell.
Prawirohardjo, S. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Jakarta.
Schrager, S., Falleroni, J., & Edgoose, J. (2013). Evaluation and Treatment for Endometriosis.
American Family Physician, 107-113.
Senapati, S., & Barnhart, K. (2012). Managing Endometriosis Associated Infertility. Clin Obstet
Gynecol, 1-8.
Sourial, S., & Tempest, N. (2014). Theories on the Pathogenesis of Endometriosis. International
Journal of Reproductive Medicine, 1-9.
30
31