Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi manusia. Dalam undang-
undang no.23 tahun 1992 dijelaskan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa
dan sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Atas dasar defenisi tersebut dapat dikatakan bahwa kesehatan jiwa merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan dan unsur utama dalam terwujudnya kualitas
hidup yang utuh. (1)
Masalah gangguan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat
serius. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kesehatan jiwa yang paling sering
menjadi perhatian dan dikategorikan dalam gangguan psikis yang paling serius karena dapat
menyebabkan menurunnya fungsi manusia dalam melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-
hari seperti kesulitan merawat diri sendiri, bekerja, bersekolah memenuhi kewajiban peran
dan membangun hubungan yang dekat dengan seseorang.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk
dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasa muncul pada usia
remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15 - 25 tahun dan pada
perempuan antara 25-35 tahun. Prognosa biasanya lebih buruk pada laki-laki bila
dibandingkan pada perempuan. (1)
Skizofrenia sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi dua jenis kelamin
tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai
onset lebih skizofrenia lebih awal daripada wanita.(2) Dalam sejarah perkembangan skizofrenia
sebagai gangguan klinis banyak tokoh neurologi yang berperan, mula-mula Emil Kreaplin
1926 menyebutkan gangguan dengan istilah dementia precox yaitu suatu istilah yang
menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal, Istilah skizofrenia itu
sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleurer ( 1857 – 1939 ), untuk menggambarkan munculnya
perpecahan antara pikiran, emosi dan perilaku pada pasien yang mengalami gangguan ini.
Bleuler mengindentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4 A antara
lain ; Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.
Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika serikat skizofrenia
seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan untuk
merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan di gawat
darurat atau di tempat praktik disebabkan oleh halusinasi yang menimbulkan ketegangan
yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya maupun orang lain, perilaku kacau,
inkoherensi, agitasi dan penelantaran.
Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang.
Kira-kira 90% pasien dalam pengobatan skizofrenia adalah antara usia 15 dan 55 tahun.
Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki lebih mungkin dari pada perempuan
untuk terganggu oleh gejala negatif dan bahwa wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial
yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenik
perempuan adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenik laki-laki. .(3)
Diagnosis skizofrenia menurut sejarah mengalami perubahan-perubahan. Ada
beberapa cara menegakkan diagnosis. Pedoman untuk menegakkan diagnostik adalah DSM-
IV (Diagnostic and Statistical manual) dan PPDGJ2-III/ICD-X. .(1)
Ada beberapa subtype skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variable klinik :
1. Definisi
Skizofrenia adalah penyakit yang ditandai oleh gejala-gejala yang meliputi kelainan
kepribadian , cara berpikir, emosi, tingkah laku, dan hubungan dengan orang lain serta
terdapat kecenderungan untuk menarik diri dari realitas ke dalam dunianya sendiri.
Kecenderungan untuk membentuk hubungan yang khas dalam berpikir dan
memproyeksikannya.(4). Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul
sesudah suatu serangan skizofrenia. Depresi pasca skizofrenia, dimana masih terdapat
beberapa gejala skizofrenia tetapi tidak mendominasi gambaran klinisnya. (1,5)
Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang
ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna,
putus asa dan lain sebagainya. Diperkirakan Prevalensi depresi pada populasi dunia adalah 3
– 8 % dengan 50 % kasus terjadi pada usia produktif antara 20 – 50 tahun. WHO,
Memperkirakan pada tahun 2020 Depresi akan menduduki peringkat kedua setelah penyakit
jantung coroner dalam urutan penyakit yang menimbulkan beban global dunia. Sekitar 20 %
wanita dan 12 % Pria. (6)
Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar
dibandingkan masalah kesehatan lainnya. Depresi pasca skizofrenia merupakan suatu Gejala
depresif yang mempengaruhi seluruh tubuh dengan mengganggu kesehatan mental, kesehatan
fisik, rasa dan perilaku terhadap aktifitas yang biasa dilakukan. Semakin cepat keluarga
memeriksakan anggota keluarganya yang dicurigai depresi ke pelayanan kesehatan semakin
cepat strategi penanganan yang sesuai untuk menghadapi masalah ini yang sebetulnya adalah
gangguan yang sangat nyata terhadap kesehatan (6).
2. Etiologi
Ada beberapa teori yang mungkin bisa menjelaskan penyebab skizofrenia. Adapun
teori-teori tersebut seperti tersebut di bawah ini:
1. Teori Neurotransmitter
Di dalam otak manusia terdapat berbagai macam neurotransmitter, yaitu substansi
atau zat kimia yang bertugas menghantarkan impuls-impuls saraf. Ada beberapa
neurotransmitter yang diduga berpengaruh terhadap timbulnya skizofrenia. Dua di antaranya
yang paling jelas adalah neurotransmitter dopamine dan serotonin. Berdasarkan penelitian,
pada pasien-pasien dengan skizofrenia ditemukan peningkatan kadar dopamine dan serotonin
di otak secara relatif.(1,2,5)
2. Teori biologik dan Genetik
Penelitian keluarga sangat mendukung teori bahwa faktor genetik mempunyai peran
penting dalam trasmisi skizofrenia.(2,6)
Dari penelitian didapatkan prevalensi sebagai berikut:
Ø Populasi umum 1%
Ø Saudara Kandung 8%
Ø Anak dengan salah satu orang tua skizofrenia 12%
Ø Kembar 2 telur (dizigot) 12%
Ø Anak dengan kedua orang tua skizofrenia 40%
Ø Kembar monozigot pasien skizofrenia 47%
3. Kriteria Diagnostik
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga
(PPDGJ III) membagi simtom skizofrenia dalam kelompok-kelompok penting dan yang
sering terdapat secara bersama-sama untuk diagnosis. (7)
Kelompok simptom tersebut:
a. Thought echo, thought insertion, thought withdrawal, dan thought,broadcasting.
b. Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, atau passivity yang jelas merujuk pada
pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan
khusus, dan persepsi delusional.
c. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien atau
mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang
berasal dari satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta sama
sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan
dan kemampuan manusia super (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi
dengan makhluk asing dari dunia lain).
e. Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apakah disertai baik oleh waham yang
mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus.
f. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, sikap tubuh tertentu, atau fleksibilitas
serea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Simptom negatif, seperti sikap apatis, pembicaraan terhenti, dan respons emosional yang
menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika.
i. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari
beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan,
sikap malas, sikap berdiam diri, dan penarikan diri secara sosial. (7)
Pedoman diagnostik:
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada sedikitnya satu simptom tersebut
di atas yang amat jelas ( dan biasanya dua simptom atau lebih, apabila simptom tersebut
kurang tajam atau kurang jelas ) dari simptom yang termasuk salah satu dari kelompok (a)
sampai dengan (d) tersebut di atas, atau paling sedikit dua simptom dari kelompok (e) sampai
dengan (h) yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih. (2)
Selain itu para ahli membagi gejala skizofrenia menjadi dua bagian, yaitu :
1. Gejala positif
· Disorganisasi pikiran dan bicara. Penderita biasa menceritakan keadaan sedih dengan mimik
muka yang gembira atau sebaliknya.
· Waham. Penderita merasa dirinya seorang pahlawan dan bertindak seperti seorang pahlawan.
· Halusinasi dan gangguan persepsi lainnya
· Agitasi atau mengamuk(8)
2. Gejala negatif
· Tidak ada dorongan kehendak atau inisiatif atau apatis
· Menarik diri dari pergaulan sosial
· Afek datar
· Anhedonia ( tidak mampu merasakan kesenangan )
· Tidak menunjukan emosi emosional (8)
Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesudah suatu
serangan skizofrenia. Depresi pasca skizofrenia, dimana masih terdapat beberapa gejala
skizofrenia tetapi tidak mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap ini
dapat “positif” atau “negatif”, walaupun biasanya yang sering adalah gejala negatif. (2)
Pedoman diagnostik :
Gejala utama :
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah ( rasa lelah yang nyata
sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya aktifitas. (5)
Gejala lainnya
1. Fenotiazine
Semua fenotiazine mempunyai struktur yang sama yaitu tiga cincin. Subtitusi
pada rantai alifatik, seperti khlopromazin, menyebabkan turunnya potensi AP. Obat ini
cendrung menyebabkan sedasi, hipotensi, dan efek antikolinergik. Mensubtitusi piperidine
pada posisi sepuluh dapat menghasilkan kelompok AP seperti tioridazine, obat ini
mempunyai potensi dan profil efek samping yang sama dengan fenotiazine alifatik.
Flufenazin dan trifluoperaazine merupakan AP dengan kelompok piperazin yang disubtitusi
pada posisi sepuluh. (1)
2. Butirofenon
3. Difenilbutil Piperidine
1. Clozapine
Clozapine merupakan antipsikotika pertama yang efek samping ektraprimidalnya
dapat diabaikan. Dibandingkan dengan obat-obat generasi pertama, semua APG-II
mempunyai rasio blokade serotonin (5 hidrositriptamin) (5-HT) tipe 2 (5-HT2) terhadap
reseptor dopamin tipe 2 (D2) lebih tinggi. Ia lebih banyak bekerja pada sistem dopamin
mesolimbik daripada striatum.(1)
2. Risperidone
3. Olanzapine
Merupakan obat yang aman dan efektif untuk mengobati skizofrenia baik simptom
positif maupun negatif. Efek sampingnya sangat ringan.(1)
4. Quetiapine
Terapi pemakaian anti depresan dalam pengobatan gangguan depresif pasca psikotik
dari skizofrenia telah dilaporkan dalam beberapa penelitian, kira-kira setengah dari beberapa
penelitian telah melaporkan efek yang positif dan setengah penelitian tidak melaporkan
adanya efek hilangnya gejala depresif. Medikasi antidepresan kemungkinan menghilangkan
gejala depresif pada beberapa pasien tetapi hasil campuran penelitian mencerminkan
ketidakmampuan sekarang ini untuk membedakan pasien mana yang akan berespons dan
pasien mana yang tidak berespons terhadap anti depresan. (7,9)
Terapi Psikososial
Selain terapi obat, psikoterapi keluarga adalah aspek penting dalam pengobatan. Pada
umumnya, tujuan psikoterapi adalah untuk membangun hubungan kolaborasi antara pasien,
keluarga, dan dokter. Melalui psikoterapi ini, maka pasien dibantu untuk melakukan
sosialisasi dengan lingkunganya. (5)
1. Terapi Perilaku
Rencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada kemampuan dan
kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. (1)
3. Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mugkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan atau suportif. Terapi kelompo efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan
skizofrenia.(1)
5. Prognosis
Prognosa Baik
- Onset lambat
- Faktor pencetus jelas
- Onset akut
- Riwayat sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid yang baik. (2)
- Gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif)
- Menikah
- Riwayat Keluarga gangguan mood
- Pendukung yang baik, gejala positif (2)
Prognosa Buruk
- Onset Muda
- Faktor pencetus tidak jelas
- Onset tidak jelas
- Riwayat social,seksual dan pekerjaan pramorbid yang buruk.
- Prilaku menarik diri,autistik
- Tidak menikah,bercerai artau janda/duda (2)
- Riwayat Keluarga skizofrenia
- Pendukung yang buruk
- Gejala negatif
- Tanda dan gejala neurologis
- Tidak ada remisi dalam 3 tahun,banyak relaps (2)
BAB III
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan jiwa serius yang bersifat psikosis sehingga penderita
kehilangan kontak dengan kenyataan dan mempengaruhi berbagai fungsi individu, seperti
afeksi dan kognitif. Penderita Skizofrenia juga dapat digolongkan dalam beberapa jenis
berdasarkan gejala khas yang paling dominan.
Tiap jenis selalu ditandai dengan gejala positif dan negatif yang berbeda porsinya.
Gejala positif adalah penambahan dari fungsi normal, contohnya halusinasi yaitu persepsi
panca indera yang tidak sesuai kenyataan. Sedangkan gejala negatif berarti pengurangan dari
fungsi normal seperti kehilangan minat dan menarik diri dari lingkungan sosial.
Hingga saat ini penyebab utama Skizofrenia masih menjadi perdebatan di kalangan
ahli psikiatri maupun psikologi. Karna itu untuk dapat memahaminya diperlukan
multiperspekif yaitu dari sisi biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan H.I, Sadok B.J. Sinopsis Psikiatri, Edisi ketujuh, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta,
1997 : 777-83
2. Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser, R.A.,Marder, S.R., Weinberger, D.R.
Psychiatry. 162:441–449.
3. Durand, V. Mark, & Barlow, David H. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi Keempat. Jilid
Pertama. Jogjakarta Pustaka Pelajar.
4. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III), Direktorat Kesehatan Jiwa
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993.
5. Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006. FamilySupport
Predicts Psychiatric Medication Usage Among Mexican AmericanIndividuals with
Schizophrenia. Social Psyciatry and Psychiatric Epidemology,41. 624-631.
6. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi
Kelima. Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga.
7. Bojana Avguštin, DEPRESSION IN SCHIZOPHRENIA – LITERATURE
OVERVIEW, University Psychiatric Hospital Ljubljana, Ljubljana, Slovenia, 2009. Page :
93-97
8. Pablo Jeczmien, Post-Psychotic Depression in Schizophrenia, Shalvata Mental Health Center,
Hod Hasharon and Geha Mental Health Center, Petah Tikva Faculty of Medicine, Tel Aviv
University, Israel. 2008. Page : 1-4
9.Murali, Kumar, Depression in Scizophrenia, Characterisation of depressionin patients with
schizophrenia. Indian J Med Res 2008; 127 : 544-50.
10. First ,Michael. CLINICAL GUIDE TO THE DIAGNOSIS AND TREATMENT
OF MENTAL DISORDERS, Department of Psychiatry and Behavioral Sciences
University of Louisville School of Medicine Louisville, USA. 2006. Page 219-222.