Anda di halaman 1dari 7

.

Aktif dan Pasif

Orang sering tidak menyadari bahwa kalimat-kalimat yang digunakan sebenarnya berada di garis batas
diantara bentuk aktif dan pasif. Sebuah pernyataan dikatakan kalimat aktif, tetapi tidak memenuhi syarat-
syarat sebagai kalimat aktif; dan dikatakan kalimat pasif, tetapi tidak memenuhi syarat kalimat pasif.
Berikut contoh kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai kalimat yang benar walaupun sering kita
temukan dalam pemakaian bahasa.

Saya sudah katakan bahwa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu tidak mudah.

Kalimat di atas menimbulkan ketaksaan; unsur manakah yang menjadi subjek kalimat tersebut. Apakah
saya atau bahwa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu tidak mudah. Jika saya sebagai subjek,
verba pengisi predikat kalimat di atas itu tidak benar. Verba itu seharusnya berbentuk aktif, yang ditandai
oleh awalan meng-, karena subjek kalimat berperan sebagai pelaku. Jadi, kalimat di atas`itu dapat
diperbaiki menjadi kalimat aktif dengan menambahkan awalan meng- pada verba katakan, seperti di
bawah ini.

Saya // sudah mengatakan // bahwa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu tidak mudah.

Kalimat tersebut dapat bersubjek bahwa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu tidak mudah.
Jika unsur itu merupakan subjek, bentuk predikat kalimat pertama itu tidak benar. Karena subjek
merupakan sasaran (bukan pelaku), predikat kalimat pertama itu seharusnyaberbentuk pasif. Predikat
pasif yang berpelaku pronominal (saya) ditandai oleh bentuk verba tanpa awalan di- yang didahului
pronominal. Di antara verba dan ponomina itu tidak disisipkan unsure lain. Jadi, dengan memindahkan
kata sudah ke depan pronomina, kalimat pertama itu menjadi kalimat pasif yang benar.

Sudah saya katakana // bahwa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu tidak mudah.

Atau, urutan kalimat di atas itu dapat diubah sehingga subjek terletak di depan dan predikat
mengiringinya, seperti terlihat di bawah ini.

Bahwa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu tidak mudah // sudah saya katakan.

B.Subjek dan Keterangan

Jika sedang asyik menulis, orang sering lupa memeriksa apakah kalimat-kalimat yang dihasilkan
memenuhi syarat atau tidak. Sebuah pernyataan cukup mudah dipahami informasi yang disampaikan,
tetapi setelah diperiksa, pernyataan itu tidak bersubjek. Dengan demikian, pernyataan itu tidak
memenuhi syarat sebagai kalimat. Hal itu sering terjadi jika orang memulai pernyataannya dengan unsur
keterangan yang kadang-kadang cukup panjang. Dengan penempatan unsur keterangan di depan,
seolah-olah unsur itu menjadi seperti subjek. Pada umumnya kalimat-kalimatyang tergolong ini adalah
kalimat-kalimat yang dimulai dengan kata seperti dalam, dari, di, kepada, pada, dan dengan. Berikut
contoh kalimatnya.
Dalam konfrensi tingkat tinggi negara-negara noblok tidak memutuskan tempat penyelenggaraan
konfrensi berikutnya.

Kalimat di atas menimbulkan ketaksaan ; apakah unsur dalam konfrensi tingka tinggi negara-negara
nonblok itu sebagai subjek ? Jika unsur itu sebagaisubjek, kata dalam yang mengawali kalimat itu
ditiadakan, seperti di bawah ini.

Konfrensi tingkat tinggi negara-negara nonblok tidak memutuskan tempat penyelenggaraan konfrensi
berikutnya.

Dengan demikian, unsur konfrensi tingkat tinggi negara-negara nonblok menjadi subjek kalimat.
Perbaikannya itu dilakukan jika subjek kalimat pertamaitu konfrensi. Jika unsur itu sebagai keterangan
benarlah pemakaian kata dalam di awal unsur itu. Dengan berfungsinya unsur dalan konfensi tingkat
tinggi negara-negara nonblok sebagai keterangan, kalimat pertama itu tidak bersubjek, siapa yang tidak
memutuskan tempat penyelenggaraan konfrensi berikutnya ? dari kalimat pertama itu tidak ditemukan
informasi yang dapat menjawab pertanyaan itu. Jika pelaku tidak ditemukan, kalimat itu diubah menjadi
bentuk pasif karena dalam kalimat pasif pelaku tidak wajib ada. Pengubahan itu dapat dilakukan dengan
mengubah verba predikat benrawalan meng- itu menjadi berawalan di-.

C.Pengantar Kalimat dan Predikat

Ungkapan pengantar kalimat (menurut, seperti, sebagaimana) yang disertai nomina pelaku sering
menimbulkan ketaksaan antara ungkapan pengantar kalimat dan predikat kalimat. Misalnya, ungkapan
menurut ahli geologi itu sering disertai kata menyatakan, seperti tampak pada contoh ini.

Menurut ahli geologi itu menyatakan bahwa perembesan air laut telah sampai di wilayah Jakarta pusat.

Kalimat di atas itu terjadi dari dua bentuk kalimat yang disatukan saja, yaitu sebagai berikut

Ahli geologi itu // menyatakan // bahwa perembesan air laut telah sampai di wilayah Jakarta pusat.

Menurut ahli goelogi itu, perembesan air laut // telah sampai // di wilayah Jakarta pusat.

Jika ahli geologi itu sebagai subjek di kalimat kedua penggunaan kata menurut itu tidak tepat karena
subjek tidak didahului preposisi seperti itu. Jika memang pernyataan menurut ahli geologi itu sebagai
keterangan, yang berupa ungkapan pengantar kalimat, perkataan menyatakan bahwa tidak tepat.
Perkataan itu ditiadakan dan predikat kalimat itu adalah telah sampai dan subjeknya perembesan air laut
seperti pada kalimat ketiga di atas.

D.Kalimat Majemuk Setara dan Kalimat Majemuk Bertingkat

Sering ditemukan kesalahan kalimat yang sebabkan oleh penggunaan konjungsi yang seolah-olah
merupakan konjungsi korelatif. Pemakaina konjungsi itu memnyebabkan ketaksaan gagasan yang
dituangkan dalam kalimat majemuk setara atau kalimat majemuk bertingkat. Yang di maksud ialah
pemakain pasangan kata, seperti meskipun, tetapi, walaupun, namun, dan biarpun, akan tetapi,
betapapun, tapi, sungguhpun. Namun sebagaimana tampak pada contoh berikut
Meskipun kita tidak menghadapi musuh, tetapi kita harus selalu waspada.

Dua informasi yang mempunyai pertalian perlawanan pada kalimat di atas itu apakah sederajat atau
yang satu merupakan informasi pokok dan yang lainnya sebagai informasi penjelas. Dengan kata lain
apakah kalimat di atas itu merupakan kalimat majemuk setara atau kalimat majemuk bertingkat. Sebagai
kalimat majemuk setara kalimat di atas itu harus menggunakan konjungsi tetapi saja sehingga kedua
unsur kalimat itu mempunyai pertalian yang sederajat. Perbaikan kalimat di atas

Kita tidak menghadapi musuh, tetapi kita harus selalu waspada.

Atau subjek kalimat setara kedua ditiadakan.

E.Induk kalimat dan Anak Kalimat

Di dalam kenyataan penggunaan bahasa, terdapat sejumlah kalimat yang cukup berhasil dalam
penyampaian informasi, tetapi di lihat dari segi kaidah, kalmat-kalimat tersebut tidak memenuhi syarat
sebagai kalimat yang benar. Kalimat-kalimat ituialah kalimat majemuk bertingkat yang tidak jelas unsur-
unsurnya.

Bagian mana yang menjadi induk kalimat dan bagian mana yang menjadi anak kalimat. Sebagaimana
dibicarakan sebelumnya bahwa anak kalimat didahului oleh konjungsi dan induk kalimat tidak didahului
oleh konjungsi. Konjungsi itu ialah pasangan kata, antara lain karena, maka, berhubung, maka, karena,
sehingga, jika, maka, dengan, maka dalam contoh-contoh berikut kedua unsur kalimat majemuk
bertingkat didahului konjungsi sehingga tidak diketahui unsur mana sebagai induk kalimat.

Karena nilai yang didapatkan lebih besar daripada batas penolakan, maka hipotesis nihil ditolak.Kalimat
contoh di atas itu terdiri atas dua unsur, yaitu (a) karena nilai yang didapatkan lebih besar dari batas
penolakan dan (b) maka hipotesis nihil ditolak. Unsur pertama diawali kata karena yang menyatakan
pertalian sebab dan unsur kedua diawali kata maka yang menyatakan pertalian akibat. Dengan demikian,
kedua unsur itu merupakan anak kalimat. Jadi, kalimat contoh di atas itu tidak mempunyai induk kalimat.
Padahal, di dalam sebuah kalimat majemuk bertingkat harus ada induk kalimat. Kalau begitu, satu
konjungsi harus ditiadakan supaya satu dari dua unsur itu menjadi induk kalimat. Jika unsur pertama
merupakan informasi pokok,kata karena ditiadakan sehingga unsur pertama itu menjadi induk kalimat.
Perbaikan kalimat di atas .

Nilai yang di dapatkan lebih besar dari batas penolakan // maka hipotesis nihil ditolak.Jika unsur pertama
merupakan keterangan, kata maka ditiadakan sehingga unsur kedua menjadi induk kalimat.

II.KESALAHAN DIKSI

Kesalahan diksi ini meliputi kesalahan kalimat yang disebabkan oleh kesalahan pemakaian kata. Berikut
dikemukakan beberapa diksi yang belum dibicarakan pada bab sebelumnya.

A.Penggunaan Kata tidak Tepat


Ada beberapa kata yang digunakan secara tidak tepat. Kata dari atau daripada sering digunakan secara
tidak tepat, seperti yang terdapat dalam contoh berikut.

Hasil daripada penjualan saham akan digunakan untuk memperluas Bidang Usaha.

Kalimat diatas itu seharusnya tanpa kata daripada karena kata daripada digunakan untuk
membandingkan dua hal. Misalnya, tulisan itu lebih baik daripada tulisan saya. Di dalam kalimat berikut
juga terdapat pemakaian kata secara tidak benar.

B.Pengunaan Kata Berpasangan

Ada sejumlah kata yang pemakaiannya berpasangan (disebut juga konjungsi korelatifa), seperti, baik …
maupun …, bukan … melainkan …, tidak … tetapi …, antara … dan …. Di dalam contoh-contoh berikut
dikemukakan pemakaian kata berpasangan secara tidak tepat.

Pemakaian kata berpasangan tidak tepat.

Baik pedagang ataupun konsumen masih menunggu kepastian harga sehingga tidak terjadi transaksi jual
beli.

Perbaikan.Baik pedagang maupun konsumen masih menunggu kepastian harga sehingga tidak terjadi
transaksi jual beli.

C.Penggunaan Dua Kata

Di dalam kenyataan terdapat pemakaian dua kata yang makna dan fungsi kurang lebih sama. Kata-kata
yang sering dipakai secara serentak itu, bahkan pada posisi yang sama, antara lain ialah adalah
merupakan, agar supaya, demi untuk, seperti misalnya, atau daftar nama-nama, seperti pada contoh
berikut.

Pemakaian dua kata yang tidak benar

Peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia adalah merupakan kewajiban kita semua.

Perbaikan peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia adalah tugas kita bersama.

D.Penghubung Antar Kalimat dan Kata Maka

Kata maka sering menyertai ungkapan penghubung antar kalimat, seperti sehubungan dengan itu maka,
oleh karena itu maka, dengan demikian maka, setelah itu maka, jika demikian maka, sebagai mana
terlihat padai contoh-contoh berikut

Sehubungan dengan itu maka suatu penelitian harus dibatasi secara jelas supaya simpulannya
terandalkan.
Oleh karena itu maka perencanaan penelitian harus disusun berdasarkan observasi lapangan.Dengan
demikian maka rencana yang disusun dapat dilaksanakan dengan baik.

Jika demikian maka peneliti tidak akan menemukan hambatan.

Setelah itu maka peneliti dapat menyusun rencana penelitian tahap berikutnya.

Contoh kalimat-kalimat itu banyak terdapat dalam ragam bahasa lisan. Kata maka kalimat-kalimat itu
ditiadakan dan digunakan tanda koma karena kata maka tidak menyandang fungsi, atau unsur
penghubung antar kalimat itu ditiadakan sehingga kata maka menjadi penghubung antar kalimat; dan
susunan kalimat menjadi gramatikal.

Perbaikan kalimat di atas

Sehubungan dengan itu, suatu suatu penelitian harus dibatasi secara jelas supaya simpulannya
terandalkan.Oleh karena itu, perencanaan penelitian harus disusun berdasarkan observasi
lapangan.Dengan demikian, rencana yang disusun dapat dilaksanakan dengan baik.Jika demikian,
peneliti tidak akan menemukan hambatan.

Setelah itu, peneliti dapat menyusun rencana penelitian tahap berikutnya.

E.Perniadaan Preposisi

Di dalam kenyataan penggunaan bahasa orang sering tidak menyatakan unsur preposisi yang menyertai
verba. Verba yang disertai preposisi itu kebanyakan berupa verba intransitif. Berikut dikemukakan contoh
verba tanpa preposisi

Mereka pergi luar kota beberapa hari yang lalu.

Mahasiswa di kelas ini terdiri 20 pria dan 25 wanita

Verba pengisi predikat kalimat-kalimat tersebut perlu dilengkapi dengan preposisi sehingga menjadi
lebih jelas pertalian maknanya dan kalimat itu menjadi gramatikal.

Perbaikan kalimat di atas

Mereka pergi ke luar kota beberapa hari yang lalu.

Mahasiswa di kelas ini terdiri atas 20 pria dan 25 wanita.

III.KESALAHAN EJAAN

A.Tanda Koma di antara Subjek dan Predikat

Ada kecenderungan penulis menggunakan tanda koma di antara subjek dan predikat kalimat jika nomina
subjek mempunyai keterangan yang panjang. Pemakaian tanda koma itu tidak benar karena subjek tidak
dipisahkan oleh tanda koma dari predikat kecuali pasangan tanda koma yang mengapit keterangan
tambahan atau aposisi.

Contoh:

Mahasiswa yang akan mengikuti ujian negara, diharap mendaftarkan diri di sekretariat.

Tanah bekas hak guna usaha yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, akan ditetapkan
kemudian pengaturannya.

B.Tanda Koma di antara Keterangan dan Subjek

Selain subjek, keterangan kalimat yang panjang dan yang menempati posisi awal juga sering dipisahkan
oleh tanda koma dari subjek kalimat. Padahal, meskipun panjang, keterangan itu bukan anak kalimat.
Oleh karena itu pemakaian tanda koma seperti itu juga tidak benar, seperti terlihat dalam contoh
berikut.

Dalam suatu pernyataan singkat di kantornya, pengusaha itu membantah bekerjasama dengan
penyelundup.

Untuk keperluan belanja sehari-hari, mereka masih bergantung pada orang tuanya.

C.Anda Koma di antara Predikat dan Objek

Objek yang berupa anak kalimat juga sering dipisahkan dengan tanda koma dari predikat. Pemakain
tanda koma seperti itu juga tidak benar karena objek tidak dipisahkan dengan tanda koma dari predikat.
Amatilah contoh berikut.

Tokoh pendidikan yang telah pensiun itu mengatakan bahwa kegiatan anak remaja harus diarahkan pada
pertumbuhan kreativitas.

Ibu tidak menceritakan, bagaimana si kancil keluar dari sumur jebakan itu.

Unsur kalimat yang mengiringi tanda koma itu, yang didahului oleh konjungsi bahwa dan kata tanya,
bagaimana, apakah serta kapan adalah objek. Oleh karena itu tanda koma dalam kedua kalimat tanya itu
dihilangkan, sebagaimana dikemukakan di atas diantara objek dan predikat tidak digunakan tanda koma,
kecuali tanda koma yang mengapit keterangan yang berupa anak kalimat atau tanda koma yang
memisahkan kutipan langsung dan predikat induk kalimat

Pejabat itu menegaskan, ketika menjawab pertanyaan wartawan, bahwa kenaikan harga sembilan bahan
pokok akan ditekan serendah-rendahnya.

Seorang pedagang mengatakan, sambil melayani pelanggannya, bahwa naiknya harga barang-barang
sudah dari agennya.

Tanda koma dalam kedua contoh pertama mengapit keterangan yang menyisip diantara predikat dan
objek. Jadi, tanda koma dalam kedua kalimat itu bukan pemisah objek dan predikat melainkan sebagai
pengapit anak kalimat keterangan. Oleh karena itu pemakain tanda koma itu benar. Di dalam kedua
kalimat terakhir tanda koma digunakan untuk memisahkan kutipan langsung dari induk kalimat.
Penggunaan tanda koma itu tidak benar. Penggunaan tanda koma tidak dibenarkan jika objek kalimat itu
bukan kalimat langsung, seperti pada contoh kalimat berikut.

Tokoh tiga zaman itu menegaskan, perkembangan teknologi melaju begitu cepat dalam dua dasawarsa
terakhir ini.

Dokter itu mengatakan, perkawinan usia muda membawa akibat pada keturunan.

Ada orang yang beranggapan bahwa tanda koma itu sebagai pengganti konjungsi bahwa yang mengawali
anak kalimat objek. Namun, hal itu menimbulkan pertanyaan apakah anak kalimat itu merupakan
kutipan langsung. Jika kutipan langsung, tentunya anak kalimat ditulis dengan tanda petik dan di bawah
jika bukan kutipan langsung, anak kalimat itu perlu diawali konjungsi bahwa dan tanda koma dihilangkan.
Jadi, penggunaan tanda koma, sebagai pengganti konjungsi bahwa dalam kedua contoh itu tidak benar,
yang benar adalah yang berikut.

Tohok tiga zaman itu menegaskan, “perkembangan teknologi melaju begitu cepat dalam dua dasawarsa
terakhir ini”.

Dokter itu mengatakan, “perkawinan usia muda membawa akibat pada keturunan”

Demikianlah contoh-contoh pemakain bahasa yang tidak benar, baik dilihat darisegi struktur (kaidah tata
bahasa) dari segi pilihan kata maupun dari segi ejaan.

Anda mungkin juga menyukai