ST 2 Ep. 1 Pedoman PMKP
ST 2 Ep. 1 Pedoman PMKP
Hari :
Tanggal :
Disetujui oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Pengasih dan Pemurah karena atas
rahmat dan pertolongannya Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dapat
diselesaikan penyusunannya. Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien menjalankan
amanat Undang-undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang didalamnya mewajibkan
tiap rumah sakit untuk mengikuti dan melaksanakan akreditasi Rumah Sakit sebagai bentuk
Peningkatan Mutu dan Layanan yang berorientasi pada keselamatan pasien.
Pedoman ini akan dievaluasi kembali dan dilakukan perbaikan bila dalam perjalanan
implementasi program peningkatan mutu tidak sesuai dengan kondisi rumah sakit yang
berorientasi pada keselamatan pasien terkini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimaksih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang telah membantu dengan segala upaya demi tersusunnya pedoman
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Universitas Mataram.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan………………………….……………………………………………………..
a. Latar Belakang…………………………………………………………………………
b. Tujuan Pedoman……………………………………………………………………….
c. Ruang Lingkup Pelayanan……………………………………………………………..
d. Landasan Hukum……………………………………………………………………....
BAB II
STANDAR KETENAGAAN ………………………...........................................................
a. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
BAB III
STANDAR FASILITAS RS……………………………………………………………….
a. Denah Ruangan…………………………………………………………………………
b. Standar Fasilitas RS…………………………………………………………………….
BAB IV
Tata Laksana ........................................................................................................................
BAB V
Keselamatan Pasien………………………………………………………………………..
BAB VI
Keselamatan Kerja................................................................................................................
BAB VII
Manajemen Resiko…………………………………………………………………………
BAB VII
Prinsip Dasar Mutu Pelayanan……………………………………………………………..
BAB IX
RCA (Root Cause Analysis)……………………………………………………………….
Insiden Keselamatan Pasien………………………………………………………………..
BAB X
Penutup…………………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat
bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Menurut
WHO, Rumah Sakit adalah suatu badan usaha yang menyediakan pemondokan yang
memberikan jasa pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas
tindakan observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang
menderita sakit, terluka, mereka yang mau melahirkan dan menyediakan pelayanan
berobat jalan
Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain
itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat,
maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai
cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu
termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan
mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RS Universitas mataram secara
bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi
kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.
Rumah Sakit Universitas Mataram merupakan Rumah Sakit milik Kementerian Riset
dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang dikuasakan kepada Rektor
Universitas Mataram. Rumah sakit ini beroperasi sejak Februari 2016 sesuai Surat
Keputusan Walikota Nomor: 196/II/2016 Tentang Izin Operasional Rumah Sakit
Universitas Mataram di atas Luas Lahan ± 14.155 m2, dengan 3 gedung utama. Gedung
A dan B untuk pelayanan dan Gedung C untuk manajamen Rumah Sakit
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Universitas Mataram dapat seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS
Universitas mataram. Buku panduan tersebut merupakan konsep dan program
peningkatan mutu pelayanan RS Universitas Mataram, yang disusun sebagai acuan bagi
pengelola RS Universitas Mataram dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu
pelayanan Rumah sakit.
1.2 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Adapun maksud penyusunan pedoman agar tersedianya acuan atau panduan bagi
rumah sakit dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta
pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan rumah sakit.
b. Tujuan Khusus
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit secara efektif, efisien dan berkesinambungan serta tersusunnya sistem
monitoring pelayanan rumah sakit melalui indikator mutu pelayanan.
2. Risty Ayuningsih, A. Md. Rad 1. Dr. Yunita Hapsari, Sp. KK 1. Dr. M. Rizki
3. Satrina Yulistini, A. Md. Keb 2. Himayatil Aufa, A. Md. Gz 2. Daniel Nugraha, S. Tr. Gz
4. Siti Atikah, SE. M. Si. AK 3. Suhaidi Alfian, S. Kep. Ns 3. Melinda Apsari, Amd. Keb
2.1 VISI
Menjadi Rumah Sakit yang unggul dengan pelayanan yang komprehensif dan melibatkan
kegiatan multidisiplin untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat.
MISI
a. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan, penelitian dan pelayanan medis
dasar dan spesialistik secara komprehensif (Promotif,Preventif,Kuratif, dan
Rehabilitatif) yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat
b. Menjalankan kegiatan operasional secara efektif dan efisien serta sinergis sehingga
menghasilkan nilai tambah bagi stakeholders (pelanggan, pekerja, mitrakerja, pemilik
dan masyarakat).
FALSAFAH DAN NILAI
Rumah Sakit Universitas Mataram merupakan Rumah Sakit milik Kementerian Riset dan
Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemen ristek dikti) yang dikuasakan kepada Rektor
Universitas Mataram. Untuk memberikan layanan ditunjukkan dalam bentuk indikator
perilaku. Sedangkan perilaku yang diharapkan adalah Profesional, Ramah dan
Berkualitas.
1. Ramah
Bersikaphangat dan menunjukkan perilaku ramah dan memiliki sifa tempati dan
perhatian penuh kepada pelanggan.
2. Profesional
Dalam memberikan pelayanan selalu percaya diri, berpenampilan segar dan menarik,
sopan dan respek terhadap pelanggan (memahami etika sosial), disiplin terhadap
waktu, memberikan janji yang sesuai standar prosedur, berkomunikasi dengan gaya
bahasa dan gaya tubuh yang baik, bekerja sesuai standar profesional yang
telahditetapkanbahkanmelebihi standar.
3. Berkualitas
Menyediakan pelayanan kesehatan yang terpercaya dan aman bagi pelanggan dengan
berusaha secara berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas layanan. Rumah sakit
mampu bersaing untuk menjadi yang terbaik baik dari sisi manajemen, layanan
maupun penunjang lainnya.
2.2 STRUKTUR ORGANISASI
7. Risty Ayuningsih, A. Md. Rad 5. Dr. Yunita Hapsari, Sp. KK 4. Dr. M. Rizki
8. Satrina Yulistini, A. Md. Keb 6. Himayatil Aufa, A. Md. Gz 5. Daniel Nugraha, S. Tr. Gz
9. Siti Atikah, SE. M. Si. AK 7. Suhaidi Alfian, S. Kep. Ns 6. Melinda Apsari, Amd. Keb
Tugas dan Funsgi Komite Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai
berikut :
1. Fungsi
Menghimpun dan mengolah segala data dan atau permasalah mutu dan keselamatan
pasien Rumah Sakit serta terlaksananya penyuluhan, pengawasan, pelatihan mutu dan
keselamatan pasien Rumah Sakit.
2. Tugas
e. Prioritas program Rumah Sakit ini harus terkoordinasi dengan baik dalam
pelaksanaannya.
f. Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, serta sebagaimana alur data dan
pelaporan dilaksanakan.
g. Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta menyampaikan
masalah terkait program pelaksanaan mutu dan keselamatan pasien.
(SUPORTING SYSTEM)
Rumah sakit merupakan bagian penting dari system kesehatan. Rumah sakit
menyediakan pelayanan kuratif kompleks, gawat darurat dan berfungsi sebagai pusa
rujukan. Rumah sakit harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan
harapan pelanggan untuk meningkatkan kepuasan pemakai jasa.Sesuai dengan standard
pelayanan kesehatan Nasional, sebuah rumah sakit harus terakreditasi oleh pihak yang
diberikan kewenangan untuk melakukan akreditasi. Dalam rangka mendukung semua
tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadatim akreditasi, maka tim memerlukan
saran dan prasaranan pendukung untuk memenuhikebutuhan program kerja tim. Oleh
karena itu kami memandang perlu untuk membuat permohonan akan kebutuhan saran
dan prasarana pendukung kerja tim.
a. Denah Ruangan
b. Sarana Ruang Kerja : Computer, Laptop, Printer fotocopy, AC
No Sasaran kegiatan
Ya Tdk
3.3
A. DENAH RUANGAN
B. STANDAR FASILITAS
- Pelayanan Rawat Jalan di Rumah sakit universitas Mataram sebanyak 20 Poliklinik
yang diantaranya yaitu :
1. Poli Gynekologi 12. Poli Gigi dan Mulut
2. Poli obstetry 13. Cleft Center
3. Poli Penyakit Dalam 14. Poli Orthopedi
4. Poli Anak 15. Poli Urologi
5. Poli Bedah Umum 16. Poli Rehabilitasi Medik
6. Poli Paru 17. Poli Psikiarti dan Psikologi
7. Poli Syaraf 18. Poli Medical Check Up
8. Poli Mata 19. OK Minor
9. Poli THT
10. Poli Jantung & Pembuluh Darah
11. Poli kulit kelamin
- Pelayanan UGD 24 Jam : 6 Tempat Tidur
- Rawat Inap : 55 Tempat Tidur/TT
a) Kelas 1 : 8 TT
b) Kelas 2 : 9 TT
c) Kelas 3 : 20 TT
d) VIP : 2 TT
e) Ruang Bersalin & Nifas : 9 TT
f) ICU : 5 TT
g) NICU : 2 TT
- Hemodialisa : 3 unit
- Persalinan 24 Jam
- Ruang Operasi
a) Operasi Darurat (Cito) 24 Jam
b) Operasi Satu Hari Pulang (One Day Care)
c) Operasi Terencana
- Apotek/ Farmasi 24 Jam
- Laboratorium 24 Jam
- Radiologi 24 Jam
BAB IV
TATA LAKSANA
Di lingkungan Rumah Sakit Universitas Mataram Komite Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP) berada langsung dibawah pengawasan Kepala Rumah Sakit.
Seorang ketua komite, bertanggung jawab terhadap pengelolaan seluruh mutu pelayanan dan
risiko yang dilaksanakan di rumah sakit, yang juga mencakup Akreditasi rumah sakit dan
Standar Mutu Pelayanan (SMP). Dalam melaksanakan tugasnya Ketua Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien (PMKP) dibantu oleh koordinator bidang mutu dan risiko, dan koordinator
bidang keselamatan pasien, yang akan bekerja sama dengan semua unit kerja di rumah sakit.
1. Mekanisme Kerja
a. Penanggung Jawab
Penanggung jawab mutu Rumah Sakit Universitas Mataram adalah Kepala Rumah Sakit
b. Indikator Mutu
1) Kepala Rumah Sakit bersama Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
menentukan prioritas masalah yang akan dilakukan perbaikan, diambil dari indikator
mutu klinis, manajerial dan sasaran keselamatan pasien.
3) Setiap tahun prioritas akan di evaluasi, bila belum mencapai standar akan diteruskan,
dan bila telah mencapai standar akan digantikan dengan indikator yang lain.
c. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan oleh masing-masing unit atau bagian atau dapat juga
diambil langsung oleh staf Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien sesuai dengan
kebutuhan. Sedangkan frekuensi pengumpulan data tergantung kepada kegiatan atau
bidang yang diukur dengan mempertimbangkan jumlah data.
d. Validasi data
Data yang di validasi adalah data dari indikator mutu klinik dan indikator mutu
keselamatan pasien, untuk data mutu yang telah masuk JCI Library of Measurement tidak
dilakukan validasi data. Mekanisme validasi data atau elemen penting dari validasi data
yang terpercaya mencakup sebagai berikut :
1) Validasi data dilaksanakan dalam bentuk Ronde Kendali Mutu, dilakukan orang
kedua yang tidak terlibat dengan pengumpulan data sebelumnya dengan cara
menelusuri kelapangan untuk melihat bagaimana data dikumpulkan dan dicatat
apabila diperlukan.
2) Menetapkan Indikator yang akan di validasi
3) Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara survei dan data sekunder yang dilakukan
seluruh bidang atau dilaksanakan bagian disesuaikan dengan indikator PMKP
4) Menentukan sampel, jika responden lebih dari 500 (lima ratus) sampel maka
responden sebesar 10% .
5) Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan kembali.
6) Kalkulasi akurasi dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan dengan total
jumlah data elemen dikalikan dengan 100. Tingkat akurasi apabila nilai validasi ≥ firs
abstractor (%) dinyatakan valid dan apabila akurasi 90% adalah patokan yang baik.
7) Jika data yang ditemukan ternyata tidak sama, tidak diketahui sebabnya (seperti data
tidak jelas definisinya) dan tidak dilakukan koreksi.
8) Koleksi sample baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan
tindakan, menghasilkan tingkat yang diharapkan.
9) Validasi dilakukan bila :
a) Evaluasi baru yang dilakukan.
b) Terjadi perubahan sistem.
c) Terjadi perubahan sumber data.
d) Data yang berasal dari evaluasi yang ada berubahan, tanpa ada penjelasan.
e) Data yang akan dipublikasikan.
e. Analisa Data
1) Analisa data dapat dilakukan 1 bulan, 3 bulan, kepada kegiatan atau bidang yang di
ukur.
2) Proses analisa data dilakukan dengan perbandingan internal satu periode ke periode
selanjutnya, perbandingan antara Rumah Sakit Universitas Mataram dengan standar-
standar ilmiah yang ada.
3) Tujuan analisis data adalah untuk membantu Rumah Sakit Universitas Mataram
memenuhi perubahan dan penyebabnya yang tidak diinginkan dan membantu
memfokuskan upaya perbaikan.
f. Laporan
1) Disusun oleh staf Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di sampaikan
kepada Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien untuk di koreksi
serta dibuatkan analisa dan saran untuk perbaikan.
2) Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien menyampaikan laporan
yang telah di koreksi tersebut kepada Kepala Rumah Sakit.
3) Laporan tersebut disusun dalam format laporan Standar Mutu yang telah ditentukan.
4) Kepala Rumah Sakit beserta Ketua Komite/Kaintal/Kaunit memimpin rapat mutu
setiap bulan dan membahas hasil evaluasi dan penilaian indikator mutu serta
menentukan prioritas indikator mutu yang akan diperbaiki.
5) Hasil tersebut di atas akan disampaikan kembali ke masing-masing bagian untuk
ditindak lanjuti melalui PDSA, usul saran perbaikan.
6) Hasil perbaikan peningkatan indikator mutu di redesign dan dipublikasikan ke semua
unit kerja.
7) Sistem pelaporan standar mutu dilaksanakan setiap Triwulan kepada Direktur Rumah
Sakit Universitas Mataram
Staf Komite
PMKP
Ketua Komite PMKP
Instalasi /
Unit Kerja Tindak Rapat
Lanjut
Supra Sistem
Dalam megelola program mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit Universitas Mataram
menggunakan teknologi sederhana dengan menyediakan komputer dan software SPSS v.20 untuk
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
3. Informasi Perbaikan Mutu dan Keselamatan Pasien
Perbaikan mutu yang telah dilakukan diinformasikan kepada staf medis dan
paramedis/non paramedis antara lain, melalui :
a. Rapat Personel
b. Rapat Komite Medik (Rabu klinik)
c. Rapat SMF
d. Surat menyurat yang mudah dibaca karyawan dan staf medis.
Informasi yang diberikan kepada staf medis berisikan program perbaikan mutu yang baru,
sasaran keselamatan pasien, maupun pencapaian program perbaikan mutu di Rumah Sakit
Universitas Mataram
4. Diklat Mutu
Program pelatihan tentang mutu diberikan dalam 2 kelompok, yaitu kelompok staf dan
kelompok Tim Mutu.
Pelatihan untuk seluruh staf bertujuan untuk memperkenalkan konsep-konsep mutu yang
umum kepada seluruh staf.
Pelatihan untuk Tim Mutu disesuaikan dengan kebutuhan tim mutu. Pelatihan diberikan
oleh Tim mutu kepada seluruh staf dan oleh tenaga professional dan luar Rumah Sakit untuk
Tim Mutu.
5. Koordinasi Kerja
a. Hubungan antara Mutu dengan Tim Keselamatan Pasien
1) Koordinator bidang peningkatan mutu dan Koordinator bidang keselamatan pasien
adalah orang yang berbeda.
2) Koordinator bidang keselamatan pasien merupakan bagian dari Komite Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien.
3) Laporan keselamatan pasien dibahas bersama-sama dengan Komite Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien, dalam suatu rapat integrasi antara bidang peningkatan
mutu dan bidang keselamatan pasien.
b. Hubungan antara Mutu dengan Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2) Ketua Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan bagian dari Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
3) Hasil surveilans Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan bagian dari
indikator mutu RS.
Salah satu proses kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah untuk
mengurangi risiko dalam proses asuhan klinis antara lain dengan membuat :
2) Panduan praktik klinis dan clinical pathway dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
rumah sakit.
3) Review panduan praktik klinis dan clinical pathway setiap 2 tahun, dilakukan
perbaikan jika diperlukan.
6. Clinical Pathway
Clinical pathway dibuat Rumah Sakit Universitas Mataram setiap tahun dengan proses
penentuannya adalah berdasarkan High Cost, High Volume, High Risk.
3) Menyediakan perawatan klinis secara tepat waktu dan efektif dengan sumber daya
yang ada secara efisien.
b. Clinical pathway dibuat oleh masing-masing Kadep dikoordinir oleh Tim Clinical
Pathway / Komite Medik.
c. Evaluasi clinical pathway dilakukan dengan cara perbandingan sebelum dan sesudah
dilaksanakan clinical pathway.
d. Hasil penerapan clinical pathway dilaporkan kepada Ketua Komite Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien / Koordinator bidang peningkatan mutu.
BAB V
KESELAMATAN PASIEN
Maksud dan tujuan Keselamatan Pasien adalah untuk mendorong rumah sakit agar
melakukan perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti bagian-bagian
yang bermasalah dalam pelayanan rumah sakit dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus
para ahli atas permasalahan ini. Sistem yang baik akan berdampak pada peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien.
Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat menilai kemajuan yang
telah dicapai dalam memberikan asuhan yang lebih aman. Dengan tujuh langkah menuju
keselamatan pasien Fasilitas pelayanan Kesehatan dapat memperbaiki keselamatan pasien,
melalui perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh langkah ini akan
membantu memastikan bahwa asuhan yang diberikan seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu
hal yang tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat. Tujuh langkah ini juga bisa
membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan mencapai sasaran-sasarannya untuk Tata Kelola
Klinik, Manajemen Risiko, dan Pengendalian Mutu. Menurut permenkes no 11 tahun 2017,
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari :
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien, Ciptakan budaya adil dan terbuka
2. Memimpin dan mendukung staf.
Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh Fasilitas
pelayanan Kesehatan anda.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko.
Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan
terjadinya kesalahan
4. Mengembangkan sistem pelaporan
Pastikan staf anda mudah untuk melaporkan insiden secara internal (lokal ) maupun
eksternal (nasional).
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien.
Dorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang
bagaimana dan mengapa terjadi insiden.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau sistem. Untuk
sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk mencapai hal-
hal diatas dibutuhkan perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf
dalam waktu yang cukup lama.
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
Keselamatan Kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya
kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun yang
berhubungan dengan peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan lingkungan kerja, secara
langsung dan tidak langsung.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat K3RS adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya
manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit
melalui upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit sesuai permenkes
No.66 Tahun 2016 Pasal 4, SMK3 Rumah Sakit meliputi:
1. Penetapan kebijakan K3RS;
2. Perencanaan K3RS;
3. Pelaksanaan rencana K3RS;
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS; dan
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS.
Pelaksanaan rencana K3RS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
a. Manajemen risiko K3RS;
b. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit;
c. Pelayanan Kesehatan Kerja;
d. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja;
e. Pencegahan dan pengendalian kebakaran;
f. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja;
g. Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan
h. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.
BAB VII
MANAJEMEN RISIKO
Manajemen risiko menurut The Joint Commission On Acreditation Of Healthcare
Organizations adalah aktivitas klinik dan administratif yang dilakukan oleh RS untuk melakukan
identifikasi, evaluasi dan pengurangan risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien,
pengunjung dan institusi RS. Manajemen risiko merupakan bagian dari Tim mutu PMKP yang
berkoordinasi dengan seluruh unit kerja di RS.
A. Program manajemen risiko di lingkungan pelayanan meliputi :
1. Merencanakan semua aspek dari program
2. Melaksanakan program
3. Mendidik staf
4. Memonitor dan melakukan uji coba program
5. Melakukan evaluasi dan revisi program secara berkala
6. Memberikan laporan tahunan ke badan pengelola tentang pencapaian program
7. Menyelenggarakan pengorganisasian dan pengelolaan secara konsisten terus menerus
B. Program manajemen risiko di RS meliputi :
1. Identifikasi risiko
Sumber data dapat berasal dari komplain pasien, medication error, insident report, atau
telusur.
2. Prioritas risiko
3. Pelaporan risiko
4. Kelola risiko
5. Investigasi adverse event
6. Kelola klaim
SKOR DAMPAK
1 2 3 4 5
Insignificant Minor Moderate Major Catastropic
2. Atasan langsung melakukan grading risiko untuk semua jenis insiden keselamatan pasien.
Dalam waktu 1 minggu untuk risiko rendah dan 2 minggu untuk risiko sedang harus
dilakukan investigasi sederhana oleh atasan langsung beserta pimpinan departemennya
untuk kemudian melaporkan ke TMKPRS. Bila risiko grading termasuk tinggi dan
extreme maka atasan langsung melaporkan ke TMKPRS untuk dilakukan investigasi
secara intensif dalam waktu maksimal 45 hari.
3. Analisis secara sederhana dengan mendata kejadian, penyebab langsung dan hal-hal yang
berhubungan dengan kejadiannya.
4. Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis=RCA) untuk insiden keselamatan pasien.
a. Analisis akar masalah adalah analisis insiden dicari akar masalah dengan menyelidiki:
1) Identifikasi insiden yang akan diinvestigasi
2) Kumpulkan data
3) Petakan kronologi kejadian
4) Identifikasi masalah
5) Apa yang harusnya terjadi (kebijakan).
b. Analisis informasi/mengapa terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegahnya
agar tidak terjadi kembali. Penyebab insiden bisa terjadi karena:
1) Penyebab langsung yaitu kejadian-kejadian atau kondisi-kondisi yang terjadi
sebelum terjadinya insiden yang secara langsung menyebabkan kejadian tersebut.
2) Akar masalah adalah dasar penyebab yang tidak dapat diidentifikasi lagi
penyebab yang lain dan merupakan satu dari faktor multipel (kejadian, kondisi,
faktor organisasi) yang perlu digali yaitu:
a) Komunikasi
b) Faktor Tim : koordinasi, kinerja Tim
c) Faktor Staf : kompetensi, kehandalan/skill, kurang pelatihan
d) Faktor tugas : salah tulis unit/kuantitas, salah tulis resep, persiapan operasi
tidak memakai SOP, dsb
e) Faktor lingkungan kerja : alat rusak, TT tanpa penghalang (pasien jatuh)
f) Faktor Organisasi-Manajemen : keterbatasan SDM
g) Faktor Pasien : kerjasama kurang.
3) Bagaimana dapat diketahui tindakan yang dapat meningkatkan keselamatan
pasien (ukuran) berupa rekomendasi dan rencana kerja untuk perbaikan.
5. Analisis FMEA/HFMEA pada kasus-kasus KNC untuk mengurangi atau menghilangkan
KNC atau kejadian lain yang terkait yaitu melalui tahapan-tahapan proaktif: penentuan
diagram proses, kajian KNC dan menentukan efeknya pada pasien, menentukan prioritas
KNC yang ada, identifikasi akar masalah dari KNC dan desain ulang proses,
menganalisis dan menguji proses baru dan akhirnya implementasi dan monitor proses
baru.
6. Hasil analisis data digunakan untuk melakukan komunikasi efektif potensi perbaikan atau
untuk mengurangi (atau mencegah) KTD. Penilaian data secara rutin atau data yang
diperoleh dari hasil asesmen intensif menjadi dasar terhadap perbaikan yang perlu
direncanakan termasuk pemberian prioritasnya.Semua perbaikan yang dicapai
didokumentasikan perbaikan dan dipertahankannya.
7. Pengelolaan risiko dapat berupa :
a. Dihindari : tidak melaksanakan kegiatan yang menimbulkan
risiko
b. Direduksi : mengurangi / mengendalikan dampak yang
mungkin terjadi
c. Dipindahkan : mengatur agar pihak lain menanggung atau berbagi sebagian
risiko, melalui kontrak, kerjasama, joint venture
d. Diterima : beberapa risiko sangat ringan sehingga dapat diterima / dikelola
sendiri
D. Rancangan Proses Baru
1. Proses baru atau modifikasinya menggunakan unsur rancangan berasal dari sumber pihak
berwenang, termasuk undang-undang dan peraturan yang berlaku. Termasuk dalam
sumber yang berasal dari pihak berwenang ini adalah pedoman pelayanan klinis, standar
nasional, norma dan sumber informasi lain.
2. Rancangan proses yang baru atau modifikasinya mungkin juga memperoleh informasi
dari pengalaman orang lain dalam praktek klinis yang dianggap baik/lebih baik/sangat
baik. Praktek yang demikian dievaluasi oleh rumah sakit, dan praktek yang relevan dapat
digunakan serta diuji.
3. Rancangan proses yang baik adalah :
a. konsisten dengan misi dan rencana rumah sakit;
b. memenuhi kebutuhan pasien, keluarga, staf dan lainnya;
c. menggunakan pedoman praktek terkini, standar pelayanan klinis, kepustakaanilmiah
dan berbagai informasi berbasis bukti yang relevan dalam hal rancangan praktek klinis;
d. sesuai dengan praktek business yang sehat;
e. mempertimbangkan informasi dari manajemen risiko yang relevan;
f. dibangun pengetahuan dan keterampilan yang ada di rumah sakit;
g. dibangun praktek klinis yang baik/lebih baik/sangat baik dari rumah sakit lain;
h. menggunakan informasi dari kegiatan peningkatan terkait;
4. Rancangan proses baru diintegrasikan dari berbagai proses dengan sistem.
5. Bila sebuah rumah sakit merancang proses baru, maka harus ditentukan indikator yang sesuai dari
proses baru tersebut dan data harus dikumpulkan untuk mengetahui apakah proses berjalan sesuai
yang diharapkan.
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pencatatan Data Mutu
1. Data sensus harian dilakukan dan disimpan di unit kerja
Data kuesioner dilakukan dengan form kuesioner dan dilaksanakan oleh petugas humas
rumah sakit.
2. Data monitoring clinical pathways dilakukan dengan form clinical pathways yang
disimpan bersama dengan berkas rekam medis pasien.
3. Data monitoring panduan praktik klinis berdasarkan catatan medik di rekam medik
4. Data catatan indikator mutu klinis, indikator manajemen dan indikator mutu unit kerja
dilakukan dengan:
a. sensus harian di unit kerja yang bersangkutan untuk data yang dibutuhkan,
b. pencatatan sesuai kejadian bila data tidak terjadi setiap hari,
c. survey disesuaikan dengan data yang dibutuhkan.
Pelaporan
1. Laporan monitoring mutu dilakukan oleh penanggung jawab masing-masing dan
diserahkan ke Tim Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TMKPRS)) dalam
batasan waktu sesuai dengan ketentuan.
2. Pelaporan insiden keselamatan pasien
a. Pelaporan internal
Pelaporan internal adalah mekanisme/alur pelaporan keselamatan pasien di internal
rumah sakit yang bertujuan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem
dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang
(non blaming).
Empat Prinsip Penting Pelaporan Insiden:
1) Fungsi utama pelaporan insiden adalah untuk meningkatkan Keselamatan Pasien
melalui pembelajaran dari kegagalan / kesalahan.
2) Pelaporan Insiden harus aman. Staf tidak boleh dihukum karena melapor.
3) Pelaporan Insiden hanya akan bermanfaat kalau menghasilkan respons yang
konstruktif. Minimal memberi umpan balik ttg data KTD & analisisnya. Idealnya,
juga menghasilkan rekomendasi utk perubahan proses/SPO dan sistem.
4) Analisis yang baik & proses pembelajaran yang berharga memerlukan
keahlian/ketrampilan. TMKPRS perlu menyebarkan informasi, rekomendasi
perubahan, pengembangan solusi.
Setiap insiden sentinel, KTD dan KTC yang harus dilaporkan secara internal kepada
atasan langsung dalam waktu paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan seperti
tercantum pada lampiran
Setiap Kondisi Potensial cedera dan Insiden yang menimpa pasien, keluarga
pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit harus dilaporkan secara
internal kepada atasan langsung dalam waktu paling lambat 2x24 jam
TMKPRS melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan
kegiatan kepada Pimpinan RS setiap 3 bulan dan pada setiap kejadian yang
memerlukan tindak lanjut segera
b. Pelaporan eksternal adalah pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit dengan ketentuan:
1) Mencakup KTD, KNC, dan KTC setelah dianalisis dan mendapatkan rekomendasi
dan solusi dari TMKPRS.
2) Harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak
mudah diakses oleh yang tidak berhak.
c. Pelaporan sesuai dengan format terlampir
d. Pelaporan secara tertulis sesuai format laporan seperti tercantum pada lampiran dan
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) JANGAN melaporkan insidenlebih dari 48 jam.
2) JANGAN menunda laporan insidendengan alasan di follow up atau ditanda
tangani.
3) JANGAN menambah catatan medis pasien bila telah tercatat dalam laporan
insiden.
4) JANGAN meletakkan laporan insiden sebagai bagian dari rekam medik pasien.
5) JANGAN Membuat copylaporan insiden untuk alasan apapun.
6) CATATLAH keadaan yang tidak diantisipasi.
e. Yang bertanggung jawab melaporkan insiden adalah:
1) Staf RS yang pertama menemukan kejadian atau supervisornya.
2) Staf RS yang terlibat dgn kejadian atau supervisornya.
f. Alur Pelaporan Insiden
g. Informasi tentang keselamatan pasien rumah sakit disampaikan kepada staf rumah
sakit yaitu melalui rapat staf dan papan pengumuman secara reguler dan juga di
publikasikan ke website rumah sakit secara bertanggung jawab.
3. TMKPRS melakukan laporan khusus dan rekomendasi setiap saat ke Pimpinan rumah
sakit bila diperlukan adanya tindak lanjut segera.
4. TMKPRS membuat laporan semester untuk semua kajian mutu dan keselamatan pasien .
5. Pimpinan rumah sakit melaporkan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien
rumah sakit setiap tahun sekali.
6. Ulasan analisis dan umpan balik dari TMKPRS oleh pimpinan rumah sakit di lanjutkan
ke jajaran struktural dibawahnya sampai kepala unit untuk perbaikan berkelanjutan.
h. Alur Feedback insident report:
UNIT
DIREKTUR SELESAI
KERJA
SELESAI
j. Umpan balik dari Tim Mutu PMKP ke Gugus Tugas
1. Konsep Teori
Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses
kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality of customer’s satisfaction) yang dilakukan
oleh setiap orang dari setiap bagian di Rumah Sakit Tk.II Udayana.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan diatas mengacu pada siklus pengendalian
(control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Study-Action” (P-D-S-A). Pola P-D-S-A ini dikenal
sebagai “Siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart, yang
perkembangannya, metodologi analisis P-D-S-A lebih sering disebut “Siklus Deming”. Konsep ini
melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses perbaikan
kualitas (Quality Improvement) secara terus menerus tanpa berhenti tapi meningkat ke keadaan yang
lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi. Ada 6 langkah dalam PDSA.
Peningkatan
Pemecahan
A P masalah dan
S D peningkatan
Standar
A P
Pemecahan masalah
S dan peningkatan
D
Standar
Dalam gambar 2.1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian
sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang
terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus
menetapkan standar pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan dengan peningkatan perbaikan berdasarkan siklus P-
D-S-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-S-A Cycle) diperlihatkan dalam
gambar 2.2.
Plan Study
Do Action
Follow-Up
Corrective
Action
Improvement
Gambar 2.2 Relationship Between Control and Improvement Under P-D-S-A Cycle
Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi
berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan
dalam gambar 2.3 berikut
2. Definisi Mutu
Mutu adalah derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit secara wajar,
efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum
dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit dan masyarakat
konsumen.
3. Definisi Indikator
Indikator adalah suatu cara untuk menilai penampilan kerja suatu kegiatan dengan
menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan untuk memulai suatu
perubahan.
a. Indikator yang ideal
Menurut WHO indikator yang ideal mempunyai 4 kriteria yaitu :
1) Sahih (valid), yaitu benar-benar dapat dipakai untuk mengatur aspek yang akan
dinilai.
2) Dapat dipercaya (realible), yaitu mampu menunjukan hasil yang benar pada
penilaian yang dilakukan secara berulang kembali, artinya komponen indikatornya
tetap.
3) Sensitif, yaitu peka untuk digunakan sebagai bahan pengukuran
4) Spesifik, yaitu mampu memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas pada
suatu jenis kegiatan tertentu.
Dalam menyusun dan menetapkan indikator kinerja rumah sakit ditempuh dengan cara
menginventarisasi data apa saja yang tersedia di rumah sakit yang dapat dimanfaatkan untuk
diolah menjadi indikator mutu. Indikator untuk mengukur kinerja rumah sakit juga mengadopsi
indikator mutu pelayanan rumah sakit. Kemudian disusun definisi operasional dari setiap
indikator, setiap indikator dibicarakan dengan bidang/bagian/unit kerja.
b. Cara penggunaan indikator kinerja rumah sakit
Indikator kinerja rumah sakit dilaksanakan secara swa-nilai (self assessment). Penilaian
dilaksanakan setiap hari yang dikompilasi secara bulanan. Hasil penilaian ini dijadikan sebagai
bahan rapat bulanan peningkatan mutu oleh Manajemen Rumah Sakit dan Komite Medik. Bagi
kalangan medis, hasilnya dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan tindakan medik di beberapa
bagian/instalasi/departemen. Setiap analisis yang dilakukan dapat digunakan untuk menjawab
pertanyaan apakah kebutuhan dari bagian/instalasi/ departemen ruangan/perawatan telah dipenuhi
sehingga mutu pelayanan dapat terjamin.
c. Cara pandang area indikator
National health service (NHS) mengusulkan 4 area yang perlu disepakati untuk dijadikan
indikator kinerja rumah sakit, yaitu :
1) Clinical effectiveness and outcomes
2) Efficiensy
3) Patient/care experience, and
4) Capacity & capability
d. Indikator yang dipilih
1) Indikator lebih diutamakan untuk menilai output dari pada input dan proses
2) Bersifat umum, yaitu indikator untuk situasi dan kelompok bukan untuk perorangan
3) Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah Sakit lain, baik di dalam maupun
di luar negeri
4) Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor.
5) Didasarkan pada data yang ada (evidance based)
e. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator,
sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
f. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
1) Acuan dari berbagai sumber
2) Benchmarking dengan rumah sakit yang setara
3) Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
4. Indikator Kinerja Rumah Sakit Yang Berhubungan Dengan Mutu
a. Indikator Klinis
1) Asesmen Pasien
2) Pelayanan Laboratorium
3) Pelayanan Radiologi
4) Prosedur Bedah
5) Penggunaan Antibiotik
6) Kesalahan Medikasi & KNC
7) Penggunaan Anestesi & Sedasi
8) Penggunaan Darah dan Produk-produk darah
9) Ketersediaan, Isi dan penggunaan catatan tentang Pasien
10) Pencegahan dan pengendalian, pengawasan, serta pelaporan infeksi
11) Penelitian Klinis
b. Indikator Manajerial
1) Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat penting untuk memenuhi kebutuhan pasien
2) Pelaporan aktivitas yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
3) Manajemen Risiko
4) Manajemen Penggunaan Sumber Daya
5) Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
6) Demografi pasien dan diagnosis klinis
7) Manajemen Keuangan
8) Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi
keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf
5. Indikator Kinerja Rumah Sakit Yang Berhubungan Dengan Keselamatan Pasien (Standar
Akreditasi Rumah Sakit
Ketetapan identifikasi pasien
a. Peningkatan komunikasi yang efektif
b. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
c. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
d. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
e. Pengurangan risiko jatuh
6. Indikator Kinerja Rumah Sakit Yang Berhubungan Dengan Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit (Kepmenkes 129 / Menkes / SK / II / 2008) Bab III Lampiran 1
a. Gawat darurat l. Transfusi Darah
b. Rawat jalan m. Pelayanan GAKIN
c. Rawat inap n. Rekam Medik
d. Bedah o. Pengelolaan Limbah
p. Administrasi dan Manajemen
e. Persalinan Perinatologi
q. Ambulance/Kereta Jenazah
f. Intensif
r. Pemulasaran Jenazah
g. Radiologi
s. Pelayanan Pemeliharaan Sarana Rumah
h. Lab Patologi Klinik Sakit
i. Rehabilitasi Medik t. Pelayanan Laundry
k. Gizi
7. Sumber Informasi Dalam Upaya Peningkatan Mutu
Kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien, digerakan oleh data. Pengolahan data
dilaksanakan secara efektif dengan data-data dari area klinis dan area manajemen yang berbasis pada
bukti (evidence base).
8. Definisi KTD, KNC dan Sentinel (Permenkes 1691 / Menkes / Per / VIII / 2011)
a. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Suatu insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien, akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau
kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis yang
tidak dapat dicegah. Misalnya :
1) Semua reaksi transfusi yang terjadi di rumah sakit
2) Semua kejadian kesalahan obat, Semua kesalahan medis (medical error) yang signifikan
3) KTD atau pola kejadian yang tidak diharapkan dalam keadaan sedasi atau selama dilakukan
anestesi
4) Kejadian lain, seperti ledakan infeksi mendadak (infection outbreak)
b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Kejadian yang tergolong KNC dan
harus dilaporkan adalah kesalahan pemberian obat, kesalahan expertise, kesalahan laboratorium.
c. Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak timbul cedera. Misalnya : Darah
transfusi yang salah sudah dialirkan tetapi tidak timbul cedera/gejala inkompatibilitas. Obat salah
pasien terlanjur diberikan, tetapi tidak timbul cedera
d. Kondisi Potensial Cedera (KPC)
Suatu kondisi/situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden.
Misalnya : ICU yang sangat sibuk tetapi jumlah staf selalu kurang (understaff). Penempatan
Defibrilator standby di UGD ternyata diketahui bahwa alat tersebut rusak.
e. Kejadian sentinel
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Selain itu rumah sakit menetapkan definisi operasional dari kejadian sentinel yang meliputi :
1) Kematian yang tidak diduga yang tidak disebabkan oleh penyakit atau kondisi pasien
(misalnya, akibat bunuh diri)
2) Kehilangan fungsi utama (major) secara permanen yang tidak terkait dengan perjalanan
alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya
3) Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi, dan
4) Penculikan bayi atau bayi yang dipulangkan bersama orang yang bukan orang tuanya.
9. Metologi Penelitian
Metologi penelitian yang digunakan pada survei ini adalah metode deskriptif analitik,
penelitian deskriptif analitik ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang mutu pelayanan
Rumah Sakit Tk.II Udayana.
Proses pengambilan data yang digunakan melalui observasi dan kuesioner, untuk kuesioner
pertanyaan tertulis di ajukan kepada responden. Jawaban diisi oleh responden sesuai dengan daftar
isian yang diterima.
10. Materi Penelitian
a. Populasi, populasi penelitian adalah seluruh pasien yang datang berkunjung ke Poliklinik dan
atau yang dirawat di Rumah Sakit Tk.II Udayana dalam kurun waktu yang ditentukan.
b. Sample, pengambilan sample dilakukan secara acak pada pasien-pasien yang sedang atau telah
mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit Tk.II Udayana, pasien yang telah atau sedang dirawat di
Rumah Sakit Tk.II Udayana dan hal ini dilakukan sampai dengan jumlah sample mencukupi
untuk penelitian, jumlah sample diambil dari jumlah proporsi pasien dengan rumus :
Contoh :
Diketahui jumlah pasien rawat inap ada 109 orang dengan tingkat presisi ditetapkan sebesar 10%,
maka jumlah sampel yang akan diteliti adalah 52,15311
Maka jumlah sampel yang diteliti adalah 53 orang.
Menurut surakhmad apabila populasi hanya mencapai 100 orang maka sedikitnya diperlukan 50% dari
populasi yang dijadikan sampel.
BAB IX
RCA (ROOT CAUSE ANALYSIS)
ANALISA AKAR MASALAH
ANALISA AKAR MASALAH (Root cause Analysis/RCA) adalah sebuah alat kerja yang
sangat berguna untuk mencari akar masalah dari suatu insiden yang telah terjadi. Sedangkan
untuk menganalisa masalah yang belum terjadi, kta menggunakan alat yang disebut FMEA.
Menemuka akar masalah merupakan kata kunci. Sebab, tanpa mengetahui akar masalahnya,
suatu insiden tidak dapat ditanggulangi dengan tepat, yang berakibat pada berulangnya kejadian
insiden tersebut dikemudia hari. Berikut ini adalah tahap-tahap yang perlu dilakukan untuk
memulai suatu aktifitas RCA.
1. Klasifikasi Insiden
Tidak seluruh insiden atau masalah yang terjadi dilakukan prosedur lengkap RCA.
Masalah harus dilakukan klasifikasi dan prioritas. Tujuannya agar terjadi efisiensi dalam
pekerjaan. Hal ini karena prosedur lengkap RCA memerlukan sumber daya yang khusus,
jumlahnya terbatas di organisasi, dan memakan waktu yang tidak sebentar. Sehingga,
organisasi perlu menetapkan suatu metode klasifikasi dan prioritasmasalah. Hanya masalah
yang masuk kriteria saja yang dilanjutkan ke prosedur RCA. Sementara masalah lain yang
tidak masuk kriteria, tetap dilakukan analisa menggunakan prinsip-prinsip RCA tetapi tidak
seluruh urutan prosedur lengkap RCA dilakukan. Yang dimaksud prosedur lengkap RCA
adalah seluruh tahapan prosedur dilakukan.
Salah satu alat yang dapat dipakai untuk melakukan klasifikasi dan prioritas masalah
adalah membuat peringkat maslah berdasarkan konsekuensi dan likelihood. Lonsekuen
adalah seberapa dampak dari masalah itu, sedangkan likelihood seberapa sering masalah itu
terjadi, konsekuen dan likelihood di peringkat menggunakan angka dari 1 sampai 5. Makin
tinggi angka berarti makin berat atau makin sering, setelah angka nilai consecuen (C) dan
likelihood (L) di dapat, kedua angka tersebut dilakukan perkalian, angka hasil perkalian
itulah yang menentukan peringkatnya, makin tinggi angkanya, makin tinggi peringkatnya,
makin tinggi angkanya, makin tinggi peringkatnya. Kita dapat menggolongkan peringkat
menjadi empat golongan, yaitu ekstrim (15-25), besar (8-12), sedang (4-6), kecil (1-3).
Penjelasan tentang consequence dan likelihood dapat dilihat disini, organisasi dapat
membuat kebijakan bahwa hanya masalah yang mempunyai peringkat ekstrim (15-25) saja
yang dilakukan prosedur RCA. Contoh : perawat tertusuk jarum, konsekuensi dari insiden ini
adalah 4, karena dampak dari tertusuk jarum adalah berat (dapat tertular penyakit
HIV,Hepatitis B,C dll. Likelihood dari insiden ini adalah 5, karena insiden ini terjadi setiap
bulan. Sehingga, peringkat risikonya adalah : 4x5 = 20 (ekstrim). Peringkat insiden ini
memenuhi kriteria untuk dilakukan prosedur RCA.
Catatan :
Untuk kejadian yang berdampak berat (konsekuensinya 4-5, tetapi sangat jarang terjadi,
peringkat resikonya disamakan dengan ekstrim dan dilakukan prosedur RCA.
2. Membentuk Tim RCA
Membentuk tim RCA merupakan langkah berikutnya yang penting, tanpa tim yang
reprensetatif, hasil aktifitas RCA tidak akan valid, rekomendasi yang dihasilaknnya pun
tidak tepat. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus untuk menentukan siapa saja yang
dipilih untuk menjadi anggota tim. Sebagai pedoman, anggota tim haruslah orang-orang
yang kompeten dalam bidang yang akan dinahas. Kemudian, mereka juga harus dalam
posisi netral, bukan orang yang ada sangkut-pautnya langsung dengan masalah yang akan
dinahas. Jika diperlukan, dapat dtunjuk seorang ahli dari luar organisasi untuk menambah
bobot dari tim ini, jumlah anggota im jangan terlalu banyak, ukuran yang normal adalah
antara 5 sampai 8 orang.
3. Mengumpulkan data
Tim kemudian bekerja mengumpulkan data. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran subyektif mungkin atas peristiwa yang telah terjadi. Ingat, yang dikumpulkan
hanya data, bukan asumsi,kesan,atau tafsira. Sumber data dapat diperoleh dari :
a. Catatan Medis
b. Wawancara orang yang terlibat
c. Wawancara dengan seluruh saksi
d. Kunjungan ke lokasi kejadian
e. Peralatan yang terlibat
Data-data di atas diperlukan untuk melengkapi fakta yang terjadi. Disamping itu,
diperlukan juga pengumpulan data-data berikut ini :
a. Kebijakan dan prosedur interna organisasi
b. Peraturan atau perundang-undangan
c. Standar mutu
d. Referensi ilmiah terkini dll
Data-data diatas diperlukan untuk melihat kesenjangan (gap) yang terjadi antara
fakta yang terjadi dengan yang seharusnya dilakukan.
4. Memetakan informasi
Setelah seluruh data terkumpul, insiden yang terjadi direkonstruksi dengan
menggunakan data-data yang tersedia. Seluruh data disusun menurut urutan kejadiannya.
Ada beberapa alat yang dapat dipakai untuk memetakan urutan kejadian ini misalnya :
a. Narrative chronology
b. Time person grid
c. Timelines
d. Tabular timelines
Informasi perihal kapan masing-masing alat tersebut dipakai, kelebihan, kekurangan. Pada
kasusu tertusuk jarum seperti di atas, kita cukup menggunakan narrative chronology,
karena insiden tersebut merupakan peristiwa tunggal dan prosesnya tidak kompleks.
Contoh :
Nama : ...............................................................................
No MR : ..................................... Ruangan : .....................
Umur : …. Bulan …. Tahun
Keompok Umus* : 0-1 bulan > 1 bulan - 1 tahun
> 1 tahun - 5 tahun > 5 tahun - 15 tahun
> 15 tahun - 30 tahun > 30 tahun - 65 tahun
> 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Penanggung
biaya pasien : Pribadi Asuransi Swasta
Pemerintah Perusahaan*
BPJS Lain-lain
Tanggal Masuk
Rumah Sakit/
Fasyankes lain : ....................................... Jam : ......................
B. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden
.........................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
......................................
4. Jenis Insiden* :
Perbaikan mutu dan keselamatan pasien dilaksanakan berdasarkan data, dimana data
tersebut dapat dipergunakan secara efektif bila praktik-praktik klinis dan manajemen yang telah
terbukti dilaksanakan dalam konteks yang lebih luas. Upaya terus menerus merencanakan,
merancang, mengukur, menganalisis dan meningkatkan proses klinis maupun manajerial harus
diatur dengan baik dan membutuhkan kepimpinan yang jelas agar dicapai hasil maksimal.
Pendekatan ini telah memperhitungkan fakta bahwa sebagian besar proses perawatan klinis
melibatkan lebih dari satu departemen atau unit dan dapat melibatkan banyak individu.
Pendekatan ini juga memperhitungkan bahwa sebagian besar masalah klinis dan manajerial itu
saling berhubungan.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan proses tersebut harus dipandu dengan
kerangka kerja yang menyeluruh baik bagi kegiatan manajemen maupun kegiatan yang berkaitan
dengan perbaikan mutu di rumah sakit, juga dipantau oleh Komite Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien.