Definisi pertumbuhan:
Perubahan bertahap progresif dalam ukuran dan morfologi
yang terjadi melalui pengembangan individu.
Pertumbuhan umumnya merupakan proses yang teratur yang melibatkan :
1. Peningkatan ukuran
2. Pencapaian tingkat pendewasaan.
Penuaan pada kerangka Sub – dewasa yaitu :
a. Kronologis vs umur Skeletal
b. Metode tergantung pada kategori usia
Janin / perinatal - metode metrik
Neonatal - metode metrik , pembentukan gigi
Bayi - metode metrik , gigi pembentukan / letusan , fusi pusat osifikasi
primer
Awal masa kanak-kanak - metode metrik , gigi : pembentukan / erupsi ,
fusi dari pusat osifikasi primer
Akhir masa kanak-kanak - erupsi gigi , fusi utama pusat osifikasi
Masa remaja - fusi epifisis.
c. Pertumbuhan dan Pembangunan Tulang dan Gigi
Semua tulang berkembang dari diferensiasi jaringan mesenchymal yang
dapat terjadi dalam dua cara yang berbeda yaitu pengerasan
intramembranous dan pengerasan endokhondral. Pusat osifikasi primer ,
baik intramembranous dan endokhondral bentuk mengeras dalam kehidupan
embrio atau janin.Sedangkan pada gigi manusia, terdapat dua jenis gigi,
yaitu gigi deciduous dan gigi permanen. Pada gigi primer atau deciduous
akan erupsi pada:
Central incisors : 6–12 months
Lateral incisors: 9–16 months
First molar: 13–19 months
Canine teeth: 16–23 months
Second molars: 22–33 months
Pada gigi sekunder atau gigi permanen, yaitu:
Maturitas Skeletal
Penilaian maturitas skeletal sangat penting di bidang ortodonti dalam membantu
menetapkan diagnosis dan merencanakan perawatan yang tepat. Maturitas
skeletal ditentukan dengan cara membuat gambaran radiografi dari daerah yang
terdapat banyak tulang dan diskus epifiseal seperti tulang pergelangan tangan
dari setiap usia anak yang spesifik normal, dipakai sebagai standar untuk
membandingkan kasus seseorang yang diperiksa. Gambaran standar yang
dipakai tersebut adalah radiografi carpal index (Gambar 1). Penggunaan
radiografi pergelangan tangan dapat mengetahui status maturitas skeletal
seseorang yang digunakan untuk memproduksi waktu pubertal growth spurt.
Selain itu dapat juga untuk mengetahui status maturitas skeletal pada pasien
dengan perawatan maloklusi skeletal seperti maloklusi skeletal. Klas II dan Klas
III yang memerlukan hubungan
maksilomandibular.
Maturitas Gigi
Evaluasi dari status gigi merupakan hal yang sangat penting untuk prognosa
pemeriksaan dari pertumbuhan gigi. Maturitas gigi sering dinyatakan sebagai
indikator maturitas biologis pada pertumbuhan anak-anak karena lebih relevan
dalam mempelajari gangguan pertumbuhan dan secara klinis dalam perawatan
ortodonti. Maturitas gigi dapat ditentukan oleh tahap erupsi dan kalsifikasi gigi.
Kalsifikasi gigi dipakai sebagai kriteria yang lebih realibilitas untuk menentukan
tahap maturitas gigi.
Penggunakan foto radiografi periapikal atau panoramik disebagian besar praktek
ortodontis dapat memudahkan pentahapan perkembangan gigi dalam penilaian
usia biologis tanpa harus menggunakan sebuah radiografi pergelangan tangan.
Penentuan usia tidak hanya bergantung pada tahapan akhir dari pembentukan
gigi, tetapi juga pada keseluruhan proses dari mineralisasi gigi. Prosedur ini
dapat digunakan secara keseluruhan pada periode gigi desidui dan bercampur,
dan tidak dipengaruhi oleh kehilangan dini dari gigi desidui. Perhitungan dibuat
dengan sistem evaluasi poin. Setiap gigi diberi poin menurut tahapan
pertumbuhan. Hasil dari poin individual menunjukkan nilai pertumbuhan yang
dapat dikonversi ke tabel standar maturitas gigi. Jumlah poin yang sedikit
menunjukkan usia gigi yang lebih muda, sebaliknya jumlah poin yang tinggi,
menunjukkan usia gigi yang lebih tua
.
Sumber : Kuliah Pakar : Hastuti, Janatin. 2015. Dental and Skeletal Growth. Palu
:Laboratory of Bio- & Paleoanthropology Faculty of Medicine
UGM.
Etiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebab penyakit itu terjadi.
Etiologi dari kejang adalah adanya gangguan pada aktivitas sinyal listrik dalam
otak. Pemicu utama gejala ini adalah epilepsi, tapi masih ada faktor-faktor lain
yang mungkin dapat menyebabkan gejala ini. Di antaranya:
Meski demikian, ada juga kejang yang terjadi tanpa akibat yang jelas. Kondisi ini
disebut kejang idiopatik dan dapat terjadi pada semua umur. Tetapi umumnya
dialami oleh anak-anak dan remaja.
Patofisiologi kejang adalah Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang
berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu
akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada
lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi diotak tengah,thalamus, dan
korteks serebellum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.Ditingkat
membran sel, focus kejang memperlihatkan bebebrapa fenomena
biokimiawi,termasuk yang berikut:
Perubahan perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energy akibat hiperaktivitas
neuron. Selama kejang,kebutuhan metabolic secara drastis meningkat lepas
muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000/detik. Aliran
darah otak meningkat, demikian juga respirasi danglikolisis jaringan. Asetilkolin
muncul dicairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang.Asam
glutamate mungkin mengalami deplesi selama aktifitas kejang.Secara umum,
tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang
hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada
faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada
metabolism kalium dan asetilkolin dijumpai diantara kejang. Fokus kejang
nampaknya sangat peka terhadap asetilkolin suatu neurotransmitter fasilitatorik;
fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkanasetilkolin
Dampak kedepan dari kejang adalah semakin lama dan semakin sering kejang
terjadi, akan menyebabkan sel-sel otak yang rusak akan semakin banyak.
Sumber : Suryanto . M. 2010. Etologi dan Patofisiologi Kejang dan Dampaknya.
Viewed 05 November 2015. From
<http://www.scribd.com/doc/77016303/bitstream/123456789/20
37/4/Chapter%20II.pdf>