Anda di halaman 1dari 70

ANALISIS PERSOALAN OPTIMISASI KONVEKS

DUA TAHAP (TWO-LEVEL)

TESIS

Oleh

LASKER PANGARAPAN SINAGA


077021005/MT

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
ANALISIS PERSOALAN OPTIMISASI KONVEKS
DUA TAHAP (TWO-LEVEL)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara

Oleh

LASKER PANGARAPAN SINAGA


077021005/MT

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
Judul Tesis : ANALISIS PERSOALAN OPTIMISASI
KONVEKS DUA TAHAP (TWO-LEVEL)
Nama Mahasiswa : Lasker Pangarapan Sinaga
Nomor Pokok : 077021005
Program Studi : Matematika

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

(Dr. Tulus, M.Si) (Prof. Dr. Herman Mawengkang)


Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa. B, M.Sc)

Tanggal lulus: Juni 2009

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
Telah diuji pada
Tanggal Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Tulus, M.Si

Anggota : 1. Prof. Dr. Herman Mawengkang

2. Dr. Sutarman, M.Sc

3. Drs. Marwan Harahap, M.Eng

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
ABSTRAK

Persoalan program konveks dua tahap merupakan alat yang bermanfaat


untuk memecahkan permasalahan keputusan yang hirarkis. Program ini meng-
gunakan persoalan optimisasi dengan dua level yang hirarkis, dimana pengambil
keputusan pada level lebih tinggi (upper) dan level lebih rendah (lower) masing-
masing mempunyai kendala dan fungsi tujuan berupa fungsi konveks. Pembuat
keputusan pada level lower harus mengoptimalkan fungsi tujuan di bawah para-
meter yang diberikan oleh level upper. Tesis ini menunjukkan bahwa persoalan di
atas dapat dipecahkan dengan menggunakan kombinasi dari Metode Proyeksi Gra-
dien dan Metode Penalty, dengan membuat level lower berfungsi sebagai fungsi
penalty dari himpunan yang layak, untuk menunjukkan regulerisasi. Proses regu-
lerisasi ini dibutuhkan untuk menunjukkan analisis konvergensi barisan solusi ter-
batas yang dibangkitkan metode tersebut.

Kata kunci : Optimisasi konveks, metode proyeksi gradien, metode penalty.

i
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
ABSTRACT

The two level convex programming problems are useful tools for solving the
hierarchy decision problems. This programming problems are nested optimization
problems with two levels in a hierarchy, the upper level and lower level decision
makers who have their own objective functions and constraints are convex func-
tion. The decision maker at the lower level has to optimize its own objective
function under the given parameters from the decision maker at the upper level.
This paper will show that the above problem can be solved by using combination
of Gradient Projection Method and Penalty Method, corresponding to taking the
lower level function as penalty function of feasible set, for showing regularization.
Some regularity process is needed for showing convergence analysis of generated
bounded sequence of solutions of that methods.

Keywords : Convex optimization, gradient projection method, penalty method.

ii
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
KATA PENGANTAR

Tesis ini berjudul Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap

(Analysis of Two Level Convex Optimization Problems). Tesis ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program

Studi Magister Matematika, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam membantu menyelesaikan

berbagai persoalan optimisasi dua tahap bersifat konveks dengan memperlihatkan


proses penganalisisan kekonvergenan solusinya.

Penulis sangat sadar bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun besar

harapan bahwa tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan pada pengembangan

penelitian di bidang Operasi Riset.

Medan, Juni 2009

Penulis,

Lasker Pangarapan Sinaga

iii
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama penulis panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat, kasih dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Tesis ini

berjudul ”Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level)”. Tesis

ini merupakan persyaratan tugas akhir pada Program Studi Matematika Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan peng-

hargaan yang sebesar-besarnya kepada:

Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Univer-

sitas Sumatera Utara.

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk mengikuti Program Studi Magister Matematika di Sekolah Pascasarjana,

Universitas Sumatera Utara.

Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku Ketua Program Studi Magister Ma-

tematika, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara; Dr. Saib Suwilo,

M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Matematika, Sekolah Pascasar-

jana, Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu dalam penulisan

tesis ini.

Dr. Tulus, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang sangat banyak mem-

bantu penulis dengan banyak memberikan ilmu dalam penulisan tesis ini.

iv
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
Dosen-dosen Magister Matematika, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera

Utara : Prof. Dr. Herman Mawengkang, Dr. Saib Suwilo, M.Sc,

Dr. Tulus, M.Si, Prof. Opim Salim S, M.Sc, Phd, Drs. Marwan
Harahap, M.Eng, Dr. Sutarman, M.Sc, Drs. Open Darnius, M.Sc,

Drs. Sawaluddin, MIT, Dra. Mardiningsih, M.Si, Dra. Esther Naba-

ban, M.Sc, yang telah banyak memberikan masukan ilmu pengetahuan dalam

konsentrasi Matematika Operasi Riset (OR).

Seluruh rekan mahasiswa angkatan ke-6 (2007-2008) Program Studi Magis-

ter Matematika, Sekolah Pascasarjana USU, atas kebersamaanya selama perku-


liahan.

Seluruh pegawai Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, secara

khusus kepada Misiani, S.Si, selaku staf administrasi Program Studi Magister

Matematika, yang banyak membantu penulis dalam berbagai urusan administrasi

selama perkuliahan.

Pimpinan SSC-Medan, Ronald Backer Simanjuntak, yang memberikan

waktu bagi penulis untuk melanjutkan perkuliahan, dan juga kepada seluruh rekan

pengajar dan pegawai SSC-Medan atas kerjasamanya selama ini.

Secara khusus, kepada orang tua penulis: Edison Sinaga dan Relianna

Saragih Sumbayak, dan kepada mertua: Budiman Damanik dan Pittauli

Purba, serta kedua saudara penulis (Nenny D Sinaga dan David Saragih,

Aditia Irving Saragih) dan Selpiani Sinaga, S.E. yang memberikan du-

kungan doa kepada penulis.

v
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
Teristimewa kepada istri tercinta Fitri Yanti Damanik, S.E. yang banyak

memberikan pengertian dan dukungan sepanjang waktu.

Ucapan terima kasih kepada seluruh keluarga dan rekan-rekan yang tidak da-

pat penulis sebutkan namanya satu persatu pada kesempatan ini, atas dukungan

doa yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca

dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.

Medan, Juni 2009

Penulis,

Lasker Pangarapan Sinaga

vi
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
RIWAYAT HIDUP

Lasker Pangarapan Sinaga dilahirkan di Merek Raya (Simalungun) pada

tanggal 02 Agustus 1979 dan merupakan anak ke-2 dari 3 orang bersaudara dari

Ayah Edison Sinaga dan Ibu Relianna Saragih Sumbayak. Menamatkan Sekolah

Dasar (SD) Inpres Sihubu di Merek Raya pada tahun 1992, Sekolah Menengah

Pertama (SMP) Negeri 3 Merek Raya pada tahun 1995 dan Sekolah Menengah

Umum (SMU) Negeri 1 (Plus Partuha Maujana Simalungun Angkatan I) pada

tahun 1998. Tahun 1998 memasuki Perguruan Tinggi Negeri Universitas Suma-

tera Utara, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Jurusan

Matematika dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 2003. Pada Tahun 2003

bekerja sebagai tenaga pengajar Matematika SSC Medan. Tahun 2007 mengikuti

pendidikan Program Studi Magister Matematika di Sekolah Pascasarjana Univer-


sitas Sumatera Utara. Tahun 2008 menikah dengan Fitri Yanti Damanik, S.E.

vii
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i

ABSTRACT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

UCAPAN TERIMA KASIH . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv

RIWAYAT HIDUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . viii

DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . x

DAFTAR SIMBOL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xi

BAB 1 PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

1.3 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

1.4 Kontribusi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

1.5 Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7

BAB 3 KONTINUITAS DAN KONVEKSITAS . . . . . . . . . . . . 11

3.1 Analisis Matematika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

3.1.1 Fungsi Kontinu dan Fungsi Lipschitz . . . . . . . . . 11

3.1.2 Barisan (Sequence) . . . . . . . . . . . . . . . . . 13

3.2 Konveksitas Himpunan dan Fungsi . . . . . . . . . . . . . 14

3.2.1 Himpunan Konveks . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

viii
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
3.2.2 Fungsi Konveks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17

BAB 4 OPTIMISASI KONVEKS DAN OPTIMISASI DUA TAHAP


SERTA METODE PROYEKSI GRADIEN . . . . . . . . . . . 21

4.1 Optimisasi Konveks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

4.2 Optimisasi Dua Tahap . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24

4.3 Metode Steepest Descent . . . . . . . . . . . . . . . . . 26

4.4 Algoritma Proyeksi Gradien (Gradient Projection Algorithms) 27

4.5 Analisis kekonvergenan Metode Proyeksi Gradien . . . . . . 31

BAB 5 PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36

5.1 Formulasi Optimisasi Konveks Dua Tahap . . . . . . . . . 36

5.2 Regulerisasi Optimisasi Konveks Dua Tahap . . . . . . . . 37

5.3 Kondisi Optimal dari Solusi . . . . . . . . . . . . . . . . 42

5.4 Algoritma Proyeksi Gradien dan Analisis Kekonvergenan So-


lusi Optimisasi Konveks Dua Tahap . . . . . . . . . . . . 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . 52

6.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52

6.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53

ix
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1 Implementasi secara geometri fungsi kontinu . . . . . . . . . 12

3.2 Konveks dan tidak konveks . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

3.3 Polihedron P dengan irisan dari lima buah halfspaces dengan


vektor normal a1, . . . , a5 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

3.4 Sebuah convex cone: untuk setiap titik x1 , x2 ∈ C dan untuk


setiap 0 ≤ θ ≤ 1 maka θx1 + (1 − θ)x2 ∈ C . . . . . . . . . . 16

3.5 Sebuah hyperlane dengan dua halfspaces . . . . . . . . . . . 16

3.6 Sebuah ellipsoid dalam R2 . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16

3.7 Fungsi Konveks dan Fungsi Tidak Konveks . . . . . . . . . . 17

3.8 Jika f fungsi terdifferensialkan dan x , y ∈ dom f, maka


f (y) ≥ f (x) + ∇f (x)T (y − x) . . . . . . . . . . . . . . . . 18

4.1 Ilustrasi solusi global dan lokal . . . . . . . . . . . . . . . . 23

4.2 Contoh ilustrasi metode proyeksi gradien . . . . . . . . . . . 30

5.1 Himpunan solusi upper atau solusi optimisasi Su adalah bagian


dari solusi lower Sl . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37

5.2 Ilustrasi sederhana minimisasi Fσ (xu , xl ) dengan domain Su pada


optimisasi konveks dua tahap . . . . . . . . . . . . . . . . 40

5.3 Interpretasi kondisi optimal . . . . . . . . . . . . . . . . . 42

5.4 Ilustrasi solusi optimal pada Optimisasi Konveks Dua Tahap . 49

x
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
DAFTAR SIMBOL

∅ : Himpunan kosong f : Fungsi

C : Himpunan konveks fu : Fungsi objektif level upper

K : Konstanta Lipschitz fl : Fungsi objektif level lower

R : Bilangan Riel gu : Fungsi kendala level upper

N : Bilangan Asli gl : Fungsi kendala level lower

Rn : Ruang Euklidis n Su : Himpunan solusi level upper

∀ : Untuk setiap Sl : Himpunan solusi level lower


∃ : Terdapat/beberapa x̄ : Titik kumpul (cluster point)

→ : Mendekati/menuju k.k : Norm(2)

⊆ : Subset h·, ·i : Inner product

⊂ : Proper subset aT : Transpose a

{xk } : Barisan solusi x Df(x) : Differensial f (x)

Min : Minimize f 0 (x) : Differensial f (x)

Max : Maksimum ∇f (x) : Gradien

Inf : Infimum PC (x) : Proyeksi orthogonal pada C

Dist : Distance Fσ (x) : Regulerisasi F (x)

Dom : Domain f¯u : inf{fu (x)}

Lim : Limit f¯l : min{fl (x)}

xu : Variabel level upper Arg : argumen


xl : Variabel level lower L(c) : Fungsi level

xi
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah selalu dihadapi terus menerus di dalam kehidupan, sehingga setiap

orang dituntut untuk mencari solusi yang tepat dan cepat untuk menyelesaikan

setiap masalah tersebut. Setiap solusi yang diambil merupakan keputusan akhir

yang harus diambil seseorang dengan atau tanpa pertimbangan. Setiap pertim-

bangan seharusnya benar-benar dipikirkan oleh pengambil keputusan. Hal ini

dilakukan demi mengurangi risiko yang akan terjadi akibat keputusan yang diam-
bil tersebut. Ini bukanlah sebuah permasalahan yang mudah untuk diselesaikan,

karena keputusan yang tepat harus secepat mungkin diputuskan. Tentu jelas

sekali bahwa pengambil keputusan harus dapat menentukan keputusan terbaik

untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi secepat mungkin dengan tanpa

menimbulkan masalah yang lain akibat keputusan tersebut.

Ilmu matematika, secara khusus konsentrasi operasi riset (Research Opera-


tion) telah menanggapi dan berperan aktif dalam mengatasi masalah pengambilan

keputusan seperti permasalahan pengambil keputusan di atas. Persoalan pengam-

bilan keputusan sering diformulasikan sebagai persoalan optimisasi. Optimisasi

matematika akan memodelkan berbagai kasus masalah dan mencari cara atau

metode yang tepat dan cepat untuk menyelesaikannya. Optimisasi matematika

ditujukan pada metode untuk mendapatkan suatu solusi yang optimal. Pusat

permasalahannya adalah mendapatkan solusi yang memaksimumkan suatu fungsi

tujuan atau meminimumkan risiko.

1
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
2

Secara matematis, permasalahan optimisasi adalah sebuah abstraksi masalah

untuk mengambil sebuah pilihan vektor terbaik di Rn dari sekumpulan pilihan

vektor yang ada. Vektor terbaik berarti vektor yang dapat menjadi solusi dari
permasalahan optimisasi yang diberikan, yaitu solusi optimal yang memenuhi

fungsi tujuan dan kendala dari permasalahan optimisasi tersebut. Boyd dan Van-

denberghe (2004).

Penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa keputusan yang telah diambil

memang diharapkan dapat menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi tetapi

sering tidak terpikirkan bahwa keputusan tersebut dapat menyebabkan masalah


dibagian yang lain. Keputusan yang baik adalah keputusan yang dapat menye-

lesaikan permasalahan bersangkutan pada saat ini dan tidak menyebabkan per-

masalahan berikutnya di bagian yang lain. Kejadian seperti ini menstimulus

munculnya bentuk optimisasi multi tahap. Optimisasi ini diharapkan dapat mem-

bantu si pembuat keputusan dalam mengambil keputusan yang terbaik dalam

berbagai kasus berbentuk optimisasi dua tahap dalam kehidupan sehari-hari.

Bard, Plummer dan Sourie (1998).

Optimisasi dua tahap (Two Level Optimization) adalah bentuk optimisasi

multitahap dengan dua tahap. Sebuah himpunan yang memuat variabel yang

menjadi solusi awal dari masalah optimisasi ini akan menjadi parameter untuk

variabel lainnya. Hal ini berarti ada proses dua tahap (Level Upper dan Level

Lower) yang dilakukan yaitu dengan setiap keputusan pada level upper atau outer

problem maka ditentukan keputusan pada lower problem atau inner problem. Ye

(1999).

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
3

Secara umum, optimisasi dua tahap dituliskan dengan bentuk:

(Level upper)

Minimizexu ,xl fu (xu , xl) (1.1)

s. t. gu (xu ) ≤ 0 (1.2)

(Level lower)

Minimizexl fl (xu , ·) (1.3)

s.t. gl (xu , ·) ≤ 0 (1.4)

xu , xl ≥ 0 (1.5)

dengan

xu ∈ Rn , xl ∈ Rn ; fu , fl : Rn × Rn → R (1.6)

gu : Rn → R ; gl : Rn × Rn → R (1.7)

Vicente (1997) dan lihat juga Wang, Wan dan Lv (2008).

Jika untuk setiap nilai dari variabel upper maka didefinisikan himpunan so-

lusi yang meminimumkan kendala pada level lower yang bergantung pada solusi

level upper. Misalkan Su adalah himpunan solusi level upper dan Sl adalah him-

punan solusi level lower maka solusi dari bentuk optimisasi dua tahap di atas

dapat diformulasikan dengan himpunan solusi berikut:

S(xu , xl) ∈ Rn × Rn = {(xu , xl)|Su ∩ Sl )} (1.8)

Chio (2004) dan Audet, Haddad dan Savard (2006).

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
4

Seorang matematikawan, Chris Fricke dari Departemen Matematika dan

Statistika, Universitas Melbourne menjelaskan tentang optimisasi dua tahap terse-

but. Dia menerangkan bahwa perhitungan secara manual terhadap beberapa ka-
sus optimisasi dua tahap tidak menjamin keoptimalan solusi. Dengan demikian

perlu dilakukan penganalisisan yang lebih lanjut terhadap kasus ini untuk menun-

jukkan keoptimalan solusi dengan konvergensi barisan solusi oleh suatu algoritma

dan metode penalty.

1.2 Rumusan Masalah

Misalkan domain dan fungsi tujuan serta kendala pada bentuk optimisasi

dua tahap (1.1-1.7) dibatasi dengan bersifat konveks untuk masing masing level,

maka diperoleh kelas optimisasi yang lebih khusus yaitu optimisasi konveks dua

tahap (Two Level Convex Optimization).

Permasalahannya adalah bagaimana memformulasi atau memodelkan opti-

misasi konveks dua tahap tersebut ke bentuk yang sederhana dengan regulerisasi

dan menunjukkan penganalisisan kekonvergenan solusi dari barisan solusi layak

yang dibangkitkan oleh sebuah algoritma untuk menunjukkan keoptimalan solusi.

Proses ini memerlukan definisi, sifat dan teorema yang mendukung.

1.3 Tujuan Penelitian

Optimisasi konveks dua tahap mempunyai dua himpunan solusi yaitu him-

punan solusi level lower dan himpunan solusi level upper. Kedua himpunan so-

lusi tersebut adalah terbatas dan mempunyai titik kluster. Tujuan penelitian

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
5

ini adalah menunjukkan keoptimalan solusi optimisasi konveks dua tahap dengan

memperlihatkan bahwa apakah kedua titik kumpul pada kedua himpunan solusi

tersebut adalah titik yang sama atau berbeda.

1.4 Kontribusi Penelitian

Penelitian ini memberikan teori tentang penganalisaan optimisasi konveks

multitahap dengan pembatasan masalah pada dua tahap dan menyelesaikannya

dengan sebuah metode serta memberikan jaminan teori dalam memperlihatkan

keoptimalan solusi layak dengan suatu regulerisasi dan analisis kekonvergenan so-

lusi, sehingga sangat diharapkan dapat berguna untuk membantu dalam menye-

lesaikan berbagai kasus optimisasi pada lingkungan operasi riset atau teknik.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini dikerjakan dengan metode literatur dengan tahapan pelak-

sanaannya sebagai berikut:

1. Menjelaskan secara teori tentang konveksitas himpunan dan fungsi.

2. Menunjukkan bentuk optimisasi konveks dan optimisasi dua tahap.

3. Memformulasi bentuk optimisasi konveks dua tahap dan melakukan regule-

risasi fungsi dengan regulerisasi Tikhonov serta fungsi penalty.

4. Menganalisis konveksitas fungsi terregulerisasi dan eksistensi solusi dengan

menggunakan algoritma proyeksi gradien serta melakukan penganalisisan

kekonvergenannya pada kedua level (upper dan lower).

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
6

5. Menganalisis titik kluster pada kedua level dan menunjukkan apakah kedua

titik kluster tersebut sama atau berbeda.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Optimisasi konveks adalah sebuah kelas optimisasi yang mempunyai domain

fungsi dan fungsi objektif serta fungsi kendala yang bersifat konveks. Dilihat

dari segi modelnya maka optimisasi konveks jelas bersifat lebih umum daripada

optimisasi linear. Hal ini dijelaskan oleh Boyd dan Vandenberghe (2004).

Kemudian, jika ditinjau dari segi analisis kekontinuan fungsi tujuan dan
kendalanya maka jika f merupakan fungsi konveks maka f adalah Lipschitz lokal

sekitar titik elemen domainnya jika dan hanya jika terbatas pada lingkungan titik

tersebut. Hal ini telah dijelaskan oleh Borwein dan Lewis (1999).

Suatu masalah optimisasi dengan kasus minimisasi tidak berkendala dengan

fungsi objektif bersifat konveks, maka metoda steepest descent akan mempunyai

sifat kekonvergenan yang lebih kuat daripada masalah minimisasi dengan fungsi
tujuan yang bersifat nonkonveks. Konveksitas domain fungsi pada optimisasi

membuat proyeksi orthogonal sangat memungkinkan digunakan dalam menun-

jukkan arah yang layak dan descent, yaitu arah pergerakan gradien disetiap iterasi,

oleh Iusem (2003). Hal ini terjadi karena metode proyeksi gradien meminimisasi

sebuah fungsi terdifferensialkan dan kontinu f : Rn → R atas himpunan konveks

tak kosong dan tertutup C ⊂ Rn yang telah dijelaskan sebelumnya oleh Calamai

dan More (1987).

Algoritma atau metode pendekatan adalah cara terbaik untuk menyelesaikan

kasus optimisasi nonlinear. Berbagai algoritma untuk mendapatkan solusi opti-

7
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
8

misasi yang berkaitan dengan proyeksi telah dikembangkan, yaitu metode proyeksi

gradien oleh Rosen dapat dilihat pada Iusem (2006) dan metode proyeksi gradien

konjugasi, metode proyeksi gradien Quasi-Newton dan metode proyeksi gradien


Rosen-ParTan (Parallel Tangents) oleh Chio (2004).

Metode proyeksi gradien adalah sebuah generalisasi dari metode descent,

dimana gradien negatif diproyeksikan pada daerah terbatas dan mencari solusi di

sepanjang kurva. Luenberger (1974). Metode proyeksi gradien ini diperkenalkan

pertama sekali oleh Rosen (1960) dan digunakan untuk menyelesaikan program

nonlinear (Nonlinear Programming). Metode ini bekerja dengan membangkitkan


sebuah barisan solusi-solusi layak yang konvergen ke solusi optimal, oleh Zhu dan

Zhang (2006). Bentuk analisis kekonvergenan metode ini juga telah dijelaskan

oleh Calamai (1987).

Selain metode proyeksi gradien, ada sebuah metode lain yang digunakan

untuk menyelesaikan program nonlinear yaitu metode fungsi penalty. Metode ini

digunakan dengan prosedur descent orde pertama yaitu steepest descent, Luen-
berger (1974).

Kedua metode ini selalu digunakan sebagai kombinasi yang serasi karena

metode proyeksi gradien mempunyai proses kekonvergenan yang cukup lambat,

sehingga dengan kombinasi tersebut, proses kekonvergenan dapat dicapai dengan

cepat, oleh Zhu dan Zhang (2006).

Dengan demikian, tujuan dari setiap algoritma jelas untuk mendapatkan

bentuk kekonvergenan solusi dengan lebih cepat. Sebagai contoh, proses mini-

misasi yang berhubungan dengan masalah gradien yang dijelaskan oleh Polak,

Sargent dan Sebastian (1974).

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
9

Sehubungan dengan masalah kekonvergenan dari metode iteratif di atas

maka pendekatan regulerisasi (Tikhonov Regulerization) pada fungsi tujuan sangat

perlu dilakukan untuk menunjukkan kekonvergenan barisan solusi yang dibang-


kitkan algoritma pada optimisasi konveks, hal ini dijelaskan oleh Ali (2005).

Dari uraian diatas, perkembangan ilmu matematika berbanding lurus de-

ngan perkembangan masalah optimisasi serta metode-metode penyelesaiannya.

Sebagai contoh adalah kelas optimisasi dua tahap. Metode proyeksi gradien juga

digunakan dalam menyelesaikan optimisasi dua tahap (Bilevel Optimization) oleh

Solodov (2007). Kelas optimisasi dua tahap ini menampilkan aksi Leader-Follower
dalam membantu mengambil keputusan (Decision Making), oleh Bard, Plummer

dan Sourie (1998) dan Ye (1999).

Masalah program dua tahap adalah suatu masalah optimisasi dimana ken-

dala secara implisit ditentukan oleh masalah optimisasi yang lain. Dengan kata

lain, suatu optimisasi hirarkis yang terkandung dalam dua level. Di level per-

tama, pembuat keputusan (pemimpin) harus memilih pertama suatu strategi x


untuk meminimumkan fungsi sasaran, dan pembuat keputusan pada level kedua

(pengikut) harus memilih suatu strategi y untuk meminimumkan fungsi sasarannya

sendiri yang diparameteri x. Mengantisipasi reaksi dari pengikut, maka pemimpin

harus menemukan nilai-nilai variabelnya yang memenuhi sasarannya dan juga

memenuhi sasaran pengikutnya, oleh Ankhili dan Mansouri (2008).

Kondisi kelambanan dari level lower dimasukkan ke sasaran level upper


dengan suatu penalty. Kemudian menguraikan program dua level yang linier

ke dalam satu barisan program linier dan mendapatkan solusi optimal, Solodov

(2007).

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
10

Program dua tahap dapat diformulasi lebih sederhana dan analisis kebera-

daan solusi dengan menggunakan metode penalty yaitu dengan membuat level

lower sebagai penalty. Hal ini dijelaskan oleh Lv, et all (2007) serta Aboussoror
dan Mansouri (2005).

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
BAB 3

KONTINUITAS DAN KONVEKSITAS

3.1 Analisis Matematika

Analisis matematika membicarakan masalah kekontinuan suatu fungsi dan

kekonvergenan suatu barisan. Demikian halnya dengan analisis optimisasi berikut,

akan membicarakan tentang keoptimalan solusi dengan memperhatikan kekon-

tinuan fungsi serta kekonvergenan barisan solusi yang dibangkitkan oleh suatu
algoritma.

Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa definisi ataupun teorema yang

mendukung penganalisisan konveksitas sebuah fungsi dan kekontinuan serta kekon-

vergenan solusi layaknya, yang akan mendukung pembahasan pada bab berikut-

nya. Seperti operator norm, kekontinuan seragam, fungsi Lipschitz dan barisan

terbatas dan lain-lain.

3.1.1 Fungsi Kontinu dan Fungsi Lipschitz

Definisi 3.1.1 Norm adalah operator yang disimbolkan dengan k.k, yaitu sebuah

ukuran panjang dari dua buah vektor x1, x2 ∈ A ⊆ Rn , sehingga:

dist(x1, x2) = kx1 − x2k dan

dist(x1, A) = inf kx1 − x2k , ∀x2 ∈ A

11
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
12

Definisi 3.1.2 Sebuah himpunan A ⊂ R disebut himpunan terbuka jika dan

hanya jika untuk setiap x ∈ A terdapat lingkungan Q dari x sedemikian sehingga

Q ⊂ A.

Definisi 3.1.3 Sebuah fungsi f : Rn → Rm adalah kontinu pada x1 ∈ dom f

jika untuk setiap ε > 0 terdapat δ > 0 sedemikian sehingga:

x2 ∈ dom f kx2 − x1 k < δ ⇒ kf (x2 ) − f(x1 )k < ε

Misalkan saja lim f(x) = L (ada) sedemikian implementasi definisi di atas dapat
x→c

dijelaskan kembali secara geometri pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.1 : Implementasi secara geometri fungsi kontinu

Definisi 3.1.4 Sebuah fungsi f : A → R disebut fungsi kontinu seragam pada

A ⊆ R jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat δ(ε) > 0 sedemikian:

x1 , x2 ∈ A maka |x1 − x2| ≤ δ(ε) ⇒ |f (x1 ) − f(x2)| < ε

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
13

Definisi 3.1.5 (Fungsi Lipschitz) Misalkan A ⊂ R dan f : A → R disebut fungsi

Lipschitz jika terdapat K > 0 sedemikian sehingga:

kf (x1 ) − f(x2 )k ≤ K kx1 − x2 k , ∀x1, x2 ∈ A

Teorema 3.1.1 Jika f : A → R adalah fungsi Lipschitz maka f adalah fungsi

kontinu seragam pada A.

Bukti: Jika kondisi fungsi Lipschitz f : A → R dipenuhi dengan konstanta

K > 0, kemudian diberikan ε > 0 dan mengambil δ(ε) = ε/K sedemikian sehingga

untuk setiap x1, x2 ∈ A memenuhi

kx1 − x2 k ≤ δ(ε) ⇒ kf (x1 ) − f(x2 )k < K.ε/K = ε

3.1.2 Barisan (Sequence)

Definisi 3.1.6 Sebuah barisan bilangan riel R adalah sebuah fungsi pada him-

punan bilangan asli N dimana hasilnya berada dalam R.

Definisi 3.1.7 Sebuah barisan {xn }∞


n=1 konvergen ke sebuah bilangan riel x̄ jika

dan hanya jika ∀ε > 0 terdapat sebuah bilangan bulat n ≥ N sedemikian sehingga:

|xn − x̄| < ε

Definisi 3.1.8 Misalkan {xn } adalah sebuah barisan dalam X. Sebuah titik

x̄ ∈ X disebut titik kumpul (cluster point) dari barisan {xn } jika dan hanya jika,

untuk setiap lingkungan V , himpunan {n : xn ∈ V } adalah tak berhingga.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
14

Definisi 3.1.9 Sebuah barisan {xn } disebut terbatas jika terdapat sebuah bilangan

riel K > 0 sedemikian sehingga ∀n ∈ N, kxn k ≤ K.

Teorema 3.1.2 (Bolzano-Weierstrass) Setiap barisan terbatas di R mempunyai

sebuah sub-barisan yang konvergen.

Bukti: Misalkan {xn } adalah sebuah barisan terbatas di Rm dan ∀n ∈ N ,


(n) (n) (n)
kxn k ≤ K. Kemudian, untuk setiap n, misalkan juga xn = (x1 , x2 , . . . , xm ).
(n)
Barisan {x1 } adalah sebuah barisan pada bilangan riel dan karena ∀n ∈ N ,

(n)
x1 ≤ kxn k ≤ K maka barisan tersebut adalah barisan terbatas.
n o
n (k)
Pilih sebuah sub-barisan x1 1 adalah barisan yang konvergen, sedemikian
n o
n1 (k)
x2 ≤ xn1 (k) ≤ K dimana x2 2
n (k)
adalah barisan yang terbatas se-
n o
n (k)
hingga konvergen. Karena x1 2 adalah sub-barisan dari barisan konvergen
n o
n (k)
x1 1 maka akan konvergen juga. Dengan proses yang lebih umum maka sete-

lah langkah ke m sebuah barisan {nm (k)}∞


k=1 dari integer j = 1, . . . , m, masing-

masing barisan {xj m } konvergen ke xj . Karena xnm (k) − x → 0, k → ∞
n (k)

dengan x = (x1, x2, ..., xm)

3.2 Konveksitas Himpunan dan Fungsi

Obyek yang berperan utama dalam penelitian ini adalah himpunan dan

fungsi yang bersifat konveks. Berikut pendefinisian dan penjelasan secara teori

tentang bentuk konveksitas himpunan dan fungsi tersebut.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
15

3.2.1 Himpunan Konveks

Definisi 3.2.1 Himpunan C dikatakan bersifat konveks jika terdapat dua titik

dalam C yang membentuk segmen garis yang juga terletak dalam C.

Gambar 3.2 : Konveks dan tidak konveks

Bentuk kurva yang digambarkan di atas memperlihatkan bentuk konveks

dan tidak konveks suatu himpunan sesuai dengan definisi di atas. Secara ma-

tematis, bentuk definisi tersebut dapat dituliskan kembali dengan memberikan

setiap titik x1, x2 ∈ C dan untuk setiap 0 ≤ θ ≤ 1 maka θx1 + (1 − θ)x2 ∈ C.

Beberapa himpunan yang bersifat konveks adalah:

1. Polihedral

Gambar 3.3 : Polihedron P dengan irisan dari lima buah halfspaces dengan vektor
normal a1, . . . , a5

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
16

2. Cone

Gambar 3.4 : Sebuah convex cone: untuk setiap titik x1 , x2 ∈ C dan untuk setiap
0 ≤ θ ≤ 1 maka θx1 + (1 − θ)x2 ∈ C

3. Hyperplane/Halfspaces

Gambar 3.5 : Sebuah hyperlane dengan dua halfspaces

4. Bola Euklidis dan Ellipsoida

Gambar 3.6 : Sebuah ellipsoid dalam R2

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
17

3.2.2 Fungsi Konveks

Definisi 3.2.2 Sebuah fungsi f : Rn → R adalah konveks jika domain f adalah

himpunan konveks dan jika untuk setiap x1 , x2 ∈ Dom f dan untuk setiap
0 ≤ θ ≤ 1, f(θx1 + (1 − θ)x2 ) ≤ θf (x1 ) + (1 − θ)f (x2 )

Gambar 3.7 : Fungsi Konveks dan Fungsi Tidak Konveks

Pertidaksamaan pada Definisi (3.2.2) telah ditunjukkan secara geometri pada

gambar di atas, dengan arti bahwa ruas garis yang dibentuk oleh titik A(x1, f (x1 ))

dan B(x2, f(x2 )), disebut dengan chord dari titik A ke titik B.

Sebuah fungsi f dikatakan dapat didifferensialkan pada titik x jika terdapat

sebuah matriks Df(x) ∈ Rmxn sehingga memenuhi:

kf(z) − f (x) − Df (x)(z − x)k2


lim =0 (3.1)
z→x kz − xk2

dan sebuah fungsi affine dari z diberikan dengan bentuk:

f (x) + Df (x)(z − x) (3.2)

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
18

Misalkan f adalah fungsi yang bernilai riel f : Rn → R dan terdifferensialkan

maka Df (x) adalah sebuah matriks 1 × n, dimana transposnya disebut dengan

gradien:
 T
∂f(x) ∂f(x)
∇f(x) = ,..., = Df (x)T (3.3)
∂x1 ∂xn
dan gradien chord dari fungsi yang dimaksud dapat diformulasikan sebagai ap-

proksimasi barisan Taylor orde pertama yang merupakan fungsi affine dari x,

yaitu:

f (x) ' f(x0) + ∇f (x0 )T (x − x0) (3.4)

Kemudian, untuk x1, x2 ∈ C ⊆ Rn sedemikian f : Rn → R adalah fungsi kon-

veks maka kurva pada gambar di bawah ini merupakan fungsi konveks jika f

terdifferensialkan dan gradiennya ∇f (x) ada ∀x ∈ domf dan memenuhi:

f(y) ≥ f (x) + ∇f (x)T (y − x) (3.5)

Gambar 3.8 : Jika f fungsi terdifferensialkan dan x , y ∈ dom f, maka


f (y) ≥ f (x) + ∇f (x)T (y − x)

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
19

Pernyataan di atas disajikan kembali sebagai bentuk teorema di bawah ini

sehingga lebih terjamin dengan sebuah pembuktian sebagai berikut:

Teorema 3.2.1 Jika x1 , x2 ∈ C ⊆ Rn dan f adalah fungsi yang memenuhi

f (x2 ) ≥ f (x1) + ∇f (x1 )T (x2 − x1 )

maka f adalah fungsi konveks.

Bukti: Pilih x 6= y dan 0 ≤ θ ≤ 1 serta x + θ(y − x) ∈ domf . Misalkan

z = x + (1 − θ)y sedemikian sehingga:

f(x) ≥ f(z) + f 0 (z)(x − z) dan f(y) ≥ f (z) + f 0 (z)(y − z)

Dengan mengalikan pertidaksamaan pertama dengan θ dan pertidaksamaan kedua

dengan 1 − θ sehingga:

θf (x) ≥ θf (z) + θf 0 (z)(x − z) dan

f(y) − θf (y) ≥ f (z) − θf (z) + f 0 (z)(y − z) − θf 0 (z)(y − z)

Dengan menjumlahkan kedua pertidaksamaan tersebut maka diperoleh:

θf (x) + (1 − θ) ≥ f (z)

Hasil tersebut jelas merupakan bentuk fungsi konveks.

Teorema 3.2.2 Jika f : C → R adalah fungsi konveks maka f adalah fungsi

Lipschitz.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
20

Bukti: Fungsi f : C → R dan x1 , x2 ∈ C disebut fungsi konveks jika memenuhi:

f(x2 ) ≥ f (x1) + ∇f (x1 )T (x2 − x1 )

atau diformulasi menjadi: f (x1 ) − f (x2 ) ≤ ∇f (x1)T (x1 − x2 ), dengan menggu-

nakan operator norm maka

f(x1 ) − f(x2) ≤ ∇f (x1)T (x1 − x2)

sehingga kondisi tersebut memenuhi kondisi fungsi Lipschitz.

Beberapa jenis fungsi yang bersifat konveks adalah fungsi logaritma pada

R+ , fungsi eksponensial pada R, fungsi norm pada Rn , fungsi linear pada Rn ,

fungsi kuadrat pada Rn dan lain-lain.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
BAB 4

OPTIMISASI KONVEKS DAN OPTIMISASI DUA TAHAP


SERTA METODE PROYEKSI GRADIEN

Optimisasi matematika mempunyai bentuk secara umum:

Minimize f0 (x) (4.1)

s.t fi (x) ≤ 0 (4.2)

hi (x) = 0, (4.3)

Untuk i = 1, 2, . . . , m dan vektor x = (x1 , . . . , xn ) adalah variabel optimisasi

dan f0 : Rn → R adalah fungsi objektif serta fi , hi : Rn → R adalah pertidak-

samaan atau persamaan kendala. Nilai x disebut solusi layak (feasible solution)

jika memenuhi kendala tersebut. Jika C adalah himpunan solusi yang memenuhi

kendala di atas maka nilai optimal pada permasalahan optimisasi tersebut dino-

tasikan:

f0 (x) = f ∗ dengan f ∗ = inf f0 (x) (4.4)


x∈C

Penguraian bentuk (4.4) dapat dilihat pada Teorema 5.3.2.

Permasalahan optimisasi ini berkembang ke berbagai bentuk kelas opti-

misasi, seperti optimisasi linear, optimisasi nonlinear, optimisasi konveks, opti-

misasi tak konveks, optimisasi dua tahap, optimisasi bersifat stokastik, dan seba-

gainya.

21
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
22

4.1 Optimisasi Konveks

Optimisasi konveks adalah bentuk optimisasi dengan fungsi tujuan dan

fungsi kendala merupakan fungsi konveks. Masalah pendekatan konveksitas banyak

dipakai pada model program matematika karena bentuk kesulitan optimisasi bukan

dilihat dari bentuk kelinearannya tetapi berdasarkan konveksitasnya.

Optimisasi konveks dituliskan dengan bentuk:

Min f0 (x) (4.5)

s.t. fi (x) ≤ 0 (4.6)

dengan fi : Rn → R adalah fungsi konveks, untuk setiap ∀x ∈ Rn adalah

himpunan konveks. Adakah keistimewaan optimisasi konveks dibandingkan de-


ngan kelas optimisasi lainnya? Ada tiga alasan yang membuat bentuk optimisasi

konveks lebih istimewa dibanding kelas optimisasi lainnya, yaitu sifatnya yang

mempunyai solusi lokal yang juga merupakan solusi global (hal ini akan dibuk-

tikan lebih lanjut sebagai Teorema 4.1.1), teori dualitas dan kondisi optimalitas

serta metoda solusi yang sederhana (pada kasus ini akan menggunakan algoritma

proyeksi gradien).

Solusi layak yang optimal dari permasalahan optimisasi dibedakan atas so-

lusi optimal lokal dan solusi optimal global. Misalkan C adalah himpunan solusi

layak dari suatu permasalahan optimisasi yang diberikan, maka:

Solusi optimal lokal jika memenuhi:

x2 ∈ C, kx2 − x1 k ≤ R ⇒ f0 (x2) ≥ f0(x1 ), untuk terdapat R > 0 (4.7)

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
23

Solusi optimal global jika memenuhi:

x2 ∈ C ⇒ f0 (x2) ≥ f0 (x1 ) (4.8)

Perhatikan ilustrasi solusi optimal global dan lokal pada gambar berikut:

Gambar 4.1 : Ilustrasi solusi global dan lokal

Teorema 4.1.1 Pada permasalahan optimisasi konveks, solusi optimal lokal meru-

pakan solusi optimal global.

Bukti: Misalkan bahwa x1 adalah solusi optimal lokal, karena terdapat x2 ∈ C


dengan f0 (x2) ≥ f0 (x1) maka dilakukan sedikit langkah pergeseran yang sangat

kecil dari x1 menuju x2 yaitu z sehingga z = λx2 + (1 − λ)x1 dengan nilai λ > 0

adalah sangat kecil, sehingga z sangat dekat ke x1 dengan f0 (z) < f0 (x1). Hal ini

kontradiksi dengan pernyataan keoptimalan lokal.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
24

4.2 Optimisasi Dua Tahap

Optimisasi dua tahap adalah persoalan optimisasi yang bersifat hirarkis di-

mana sebuah himpunan bagian yang dibatasi menjadi solusi dari persoalan opti-

misasi yang diberikan, yang diparameteri oleh variabel lainnya. Hal ini menggam-

barkan bahwa untuk setiap keputusan yang diambil pertama sekali (level upper)

akan menjadi dasar untuk mengambil keputusan berikutnya (level lower). Dengan

demikian opimisasi ini terdiri dengan dua tahap yang disebut dengan level upper

sebagai tahap pertama dan level lower sebagai tahap kedua.

Secara matematis, untuk setiap variabel pada level upper akan ditentukan

beberapa variabel yang terbatas pada level lower (solusi pada level lower) pada

optimisasi tahap ganda tersebut. Struktur optimisasi hirarkis ini nampak secara

alami diberbagai applikasi ketika aksi dari level lower bergantung pada keputusan

level upper. Formula optimisasi dua tahap ini dituliskan dalam bentuk:

(Level upper)

Minimizexu ,xl fu (xu , xl ) (4.9)

s.t. gu (xu ) ≤ 0 (4.10)

(Level lower)

Minimizexl fl (xu , ·) (4.11)

s.t. gl (xu , ·) ≤ 0 (4.12)

xu , xl ≥ 0 (4.13)

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
25

dengan:

xu ∈ Rn , xl ∈ Rn ; fu , fl : Rn × Rn → R (4.14)

gu : Rn → R gl : Rn × Rn → R (4.15)

Secara umum, level upper sering disebut dengan outer problem sementara

level lower disebut dengan inner problem.

Untuk setiap nilai dari variabel xu pada level upper, kendala pada level lower

g(xu , ·) ≤ 0 mendefinisikan himpunan kendala Ω(xu ) dari persoalan level lower:

Ω(xu ) = {xl : gl (xu , ·) ≤ 0} (4.16)

Jadi Sl (xu , xl (xu )) adalah himpunan solusi dari level lower, dengan:

Sl (xu , xl (xu )) = {xl ∈ arg min{fl (xu , ·) : xl ∈ Ω(xu )}} (4.17)

Sehingga optimisasi dua tahap di atas dapat diformulasikan kembali menjadi

bentuk:

Minimizexu ,xl fu (xu , xl ) (4.18)

s.t. gu (xu ) ≤ 0 (4.19)

xl ∈ Sl (xu , xl) (4.20)

Bentuk di atas menunjukkan bahwa untuk setiap solusi level upper beraksi

pertama sekali atau sering disebut Leaders Problem, sementara level lower dibuat

untuk bereaksi untuk mendapatkan solusi xl secara optimal bergantung pada

pilihan xu atau Followers Problem. Kemudian himpunan solusi layak dituliskan

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
26

dalam bentuk:

S = {(xu , xl ) ∈ Rn×n : gu (xu ) ≤ 0, xl ∈ Sl (xu , xl )} (4.21)

Salah satu kelas optimisasi multitahap adalah optimisasi konveks dua tahap

yang akan dibahas pada bab pembahasan.

4.3 Metode Steepest Descent

Misalkan permasalahan optimisasi yang dibicarakan tidak mempunyai suatu

solusi analitis, sehingga harus digunakan suatu pendekatan atau algoritma nu-

merik (iteratif) untuk memecahkan masalah tersebut. Algoritma tersebut diha-

rapkan dapat dengan cepat mencapai kondisi konvergen ke solusi yang optimal.

Metode gradien descent menggunakan gradien negatif (−∇f ) untuk meng-

evaluasi titik xk secara berkelanjutan sebagai arah dari setiap langkah untuk se-

tiap iterasi algoritma. Kriteria yang memperlihatkan iterasi berhenti adalah jika

mencapai kondisi final:

k∇f k2 ≤ ε (4.22)

dimana ε adalah suatu nilai yang kecil dan positif. Metode gradien negatif men-

jamin arah setiap langkah pada algoritma adalah arah descent.

Misalkan f : Rn → R merupakan fungsi kontinu yang dapat didifferen-



sialkan, maka metode steepest descent membangkitkan sebuah barisan xk ∈ Rn

melalui:

xk+1 = xk − βk ∇f (xk ) (4.23)

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
27

dimana βk adalah sejumlah bilangan riel positif dan memenuhi:

αk
βk = (4.24)
k∇f (xk )k

dengan
X
∞ X

αk = ∞, α2k < ∞ (4.25)
k=0 k=0

Dasar dari kekonvergenan metoda gradien descent adalah pencarian garis

yang tepat (linesearch) atau pelacak Armijo, diperoleh dari teorema kekonverge-

nan global Zangwill dan teorema kekonvergenan global, serta pernyataan bahwa

setiap titik kumpul x̄ dari xk ∈ Rn bila ada, adalah stasioner, yaitu jika

∇f (x̄) = 0. Agar keberadaan titik kumpul tersebut dapat dipastikan, maka diper-

lukan sebuah asumsi bahwa permulaan iterasi x0 berada pada suatu himpunan

terbatas dari fungsi f . Situasi ini akan menjadi lebih baik jika f merupakan fungsi

konveks. Dengan konveksitas fungsi f maka sangat memungkinkan untuk mem-

buktikan kekonvergenan dari barisan yang dibangkitkan oleh algoritma tersebut.

Tetapi pengamatan yang lebih lanjut menyatakan bahwa kasus βk yang diberi oleh

(4.24) dan (4.25) pada metoda ini tidaklah menjamin bahwa f (xk+1 ) < f (xk ) un-

tuk semua k.

4.4 Algoritma Proyeksi Gradien (Gradient Projection Algorithms)

Metoda proyeksi gradien pertama sekali diperkenalkan oleh Rosen, 1960

dan menjadi salah satu metoda yang digunakan untuk menyelesaikan program

nonlinear. Metoda ini akan dipilih untuk menyelesaikan persoalan pada penelitian

ini.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
28

Adapun yang menjadi alasan untuk menggunakan metode ini adalah karena

didalam penerapan, metode proyeksi gradien mampu mengidentifikasi himpunan

solusi yang aktif dalam sejumlah iterasi terhitung. Setelah himpunan solusi terse-
but diidentifikasi dengan benar, algoritma proyeksi gradien mereduksi algoritma

descent pada subruang dari variabel-variabel bebas. Lebih jelasnya, metode ini

selalu digunakan bersama-sama dengan metoda lain untuk mendapatkan tingkat

kekonvergenan yang lebih cepat. Ada dua metode program nonlinear yang umum

dan terkenal yaitu metode proyeksi gradien dan metode fungsi penalty, yang di-

gunakan dengan prosedur descent orde pertama yaitu steepest descent.

Metode proyeksi gradien adalah sebuah generalisasi dari metode descent,

dimana gradien negatif diproyeksikan pada daerah terbatas dan mencari solusi

di sepanjang kurva sehingga metode ini bekerja dengan membangkitkan barisan

solusi-solusi layak.

Jika himpunan domain fungsi pada kasus ini adalah himpunan konveks C,

maka keadaan menjadi memungkinkan untuk menggunakan proyeksi orthogonal


pada C, yaitu menunjukkan arah pergerakan gradien disetiap iterasi. Hal ini

terjadi karena metode proyeksi gradien meminimisasi sebuah fungsi terdifferen-

sialkan dan kontinu f : Rn → R atas himpunan konveks tak kosong dan tertutup

C ⊂ Rn .

Definisi 4.4.1 .

1. hx1, x2i adalah perkalian dalam (inner product) dari x1 dan x2.

2. Jika C adalah himpunan konveks tertutup, maka PC (x) adalah proyeksi or-

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
29

thogonal titik x pada C, dan jarak x ke C:

dist(x, C) = kx − PC (x)k

PC (x) berperan untuk menunjukkan arah yang turun (descent) yang mungkin

pada setiap langkah iterasi yang dimulai dari x(k) dengan arah −∇f (x(k)).

Berikut adalah deskripsi dari algoritma proyeksi gradien yang dimaksud.

Inisialisasi: Ambil x(0) ∈ C

Iterasi: Jika x(k) adalah stasioner maka stop.

Iterasi bergerak dari z (k) ke z (k+1) dan dipilih parameter skalar

α(k)>0 sehingga:

z (k) = PC (x(k) − α(k) ∇f (x(k)))

kemudian pilih parameter skalar kedua λ(k) ∈ [0, 1] sehingga:

x(k+1) = x(k) + λk (z (k) − x(k) )

Approksimasi akhir algoritma ini bergantung pada nilai kedua

parameter tersebut.

 k
Nilai parameter λk (z (k) ∈ [0, 1] dari barisan solusi x ∈ Rn dapat di-

tentukan dari bentuk kemonotonan kondisi f (xk+1 ) < f (xk ). Parameter skalar

α(k) > 0 yang dipilih merupakan langkah atau iterasi dari algoritma di atas. Nilai

α(k) harus diseleksi sehingga diperoleh suatu nilai yang dapat menjamin sem-

barang limit titik x∗ dari barisan xk ∈ Rn yang memenuhi kondisi optimal

yaitu:

h∇f (x∗), x − x∗i ≥ 0, x ∈ C (4.26)

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
30

atau

∇f (z)T (x − z) ≥ 0, ∀x ∈ C (4.27)

Sembarang titik x∗ yang memenuhi kondisi keoptimalan di atas disebut dengan


titik stasioner dari kasus optimisasi yang akan diteliti (lihat Teorema 5.3.1). Jika

∇f adalah kontinu Lipschitz dengan konstan Lipschitz K dan α(k) memenuhi:

2
ε ≤ α(k) ≤
(1 − ε) (4.28)
K

dan untuk ε dalam (0,1), maka ada limit dari xk ∈ Rn yang merupakan titik
stasioner dari masalah minimisasi pada optimisasi tersebut.

Perhatikan gambar di bawah ini

Gambar 4.2 : Contoh ilustrasi metode proyeksi gradien

Proses pada ilustrasi di atas adalah kasus pada sebuah persamaan kendala

tunggal h(x) = 0. Pergerakan pertama adalah disepanjang garis yang ditunjukkan

dengan ∇f(xk ) ke arah permukaan kendala. Pergerakan berikutnya adalah bagian

yang paling utama yaitu arah dari gradien negatif yang diproyeksikan dari p (yang

mana sama dengan gradien negatif dari q). Pergerakan yang kedua ini identik

dengan menentukan gradien descent dan kemudian menggunakan garis pelacak.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
31

Bagaimanapun jika nilai α(k) > 0 adalah besar maka hasil dari pergerakan

pertama adalah z k yang berada pada permukaan kendala. Jadi cukup jelas bahwa

ide dari metode proyeksi gradien adalah meminimumkan fungsi f atas permukaan
S (kendala h(x) = 0) dari titik xk pada S bergerak ke arah xk+1 pada S dengan

arah yang ditentukan.

4.5 Analisis kekonvergenan Metode Proyeksi Gradien

Pada analisis kekonvergenan metode proyeksi gradien, konvergensi yang kuat

dari suatu solusi pada fungsi ditinjau dari bentuk kekontinuan uniformnya. Ber-

dasarkan algoritma proyeksi gradien maka dibangkitkan sebuah barisan solusi -

solusi layak {xn } yang konvergen ke solusi optimal. Berikut definisi dan teorema

yang membuktikan pernyataan berikut.

Definisi 4.5.1 Misalkan C 6= ∅ merupakan himpunan konveks tertutup maka:

1. Dipenuhi y = PC (x) jika dan hanya jika hx − y, z − yi ≤ 0 untuk setiap

z ∈ C.

2. Sebuah titik x̄ disebut pembuat minimum pada sebuah fungsi konveks f pada

himpunan C, jika dan hanya jika x̄ = PC (x̄ − αf 0 (x̄)), α > 0.

Teorema 4.5.1 Asumsikan bahwa permasalahan optimisasi di atas mempunyai

solusi. Kemudian algoritma proyeksi gradien membangkitkan sebuah barisan tak



hingga xk dan iterasi berhenti pada suatu iterasi k, yang mana xk adalah sebuah
solusi dari masalah optimisasi tersebut, yang konvergen ke solusi x̄.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
32

Bukti: Diasumsikan bahwa algoritma tersebut membangkitkan sebuah barisan



tak hingga xk . Jika iterasi berhenti pada iterasi ke-k maka xk adalah stasioner.

Karena f adalah konveks, titik stasioner merupakan solusi dari permasalahan.


Misalkan x̄ adalah solusi dari masalah optimisasi yang diberikan.
k+1 2 2 2

x − xk + xk − x̄ − xk+1 − x̄ = 2 xk − xk+1 , xk − x̄


= 2γk z k − xk , x̄ − xk

Sifat yang telah dijelaskan pada proyeksi orthogonal (Teorema 4.5.1) dapat

ditampilkan sebagai: hPC (u) − u, v − PC (u)i ≥ 0, u ∈ Rn , v ∈ C, sehingga




0 ≤ z k − xk + βk ∇f(xk ), x̄ − z k



= z k − xk + βk ∇f(xk ), x̄ − xk + z k − xk + βk ∇f (xk ), xk − z k

sehingga dengan ini:



k


z − xk , x̄ − xk ≥ βk ∇f (xk ), xk − x̄ − z k − xk + βk ∇f (xk ), xk − z k
 

≥ βk f(xk ) − f(x̄) + z k − xk + βk ∇f (xk ), z k − xk


≥ z k − xk + βk ∇f (xk ), z k − xk
2

= z k − xk + βk ∇f (xk ), z k − xk

dengan menggunakan pertidaksamaan gradien pada fungsi konveks f pada per-

tidaksamaan yang kedua, maka diperoleh:


k+1 2 2 2 h 2
i
x − xk + xk − x̄ − xk+1 − x̄ ≥ 2γk z k − xk + βk ∇f (xk ), z k − xk
2

= 2γk−1 xk+1 − xk + 2γk βk ∇f (xk ), z k − xk

dan dengan mengatur kembali, maka:


k+1 2 2 2

x − x̄ ≤ xk − x̄ + (1 − 2γk−1 ) xk+1 − xk − 2γk βk ∇f (xk ), z k − xk
2

≤ xk − x̄ − 2γk βk ∇f (xk ), z k − xk

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
33

dengan menggunakan kenyataan bahwa γk ∈ [0, 1] pada ketidaksamaan yang ke-

dua.

−σγj ∇f(xj )T (z j − xj ) ≤ f (xj ) − f(xj+1 )

(2βk )
dengan mengalikan dengan σ
, maka

εj ≤ 2βj γj ∇f (xj )T (z j − xj )

karena {f(xj )} tidak naik, diperoleh

2βj   2β̂  
εj ≤ f (xj ) − f(xj+1 ) ≤ f(xj ) − f(xj+1 )
σ σ

dengan o ≤ j ≤ k maka

X
k
2β̂   2β̂  
εj ≤ f(x0 ) − f(xk+1 ) ≤ f(x0 ) − f(x̄)
j=0
σ σ

P
k P
k
dan εj dapat dijumlahkan sehingga εj < ∞, maka
j=0 j=0

k+1 2 2
x − x̄ ≤ xk − x̄ + εk

Akhir perhitungan ini menunjukkan bahwa barisan solusi konvergen ke sebuah

titik stasioner.

Misalkan saja bahwa S adalah himpunan solusi dari permasalahan opti-



misasi pada kasus ini dengan x̄ ∈ S dan εk dapat dihitung sehingga xk adalah

konvergen ke S. Dengan teorema di atas maka xk adalah sebuah barisan yang
terbatas sehingga mempunyai suatu titik kumpul (cluster points) atau stasioner.

Dengan sifat konveksitas fungsi, maka titik kumpul yang dimaksud adalah solusi

dari masalah yang diberikan, dan barisan xk konvergen ke solusi tersebut.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
34

Teorema 4.5.2 Misalkan C ⊂ Rn adalah himpunan tidak kosong dan {xk } ⊂ Rn

merupakan sebuah barisan sedemikian sehingga:

k+1 2 2
x − z ≤ xk − z + εk

Untuk setiap z ∈ C dan untuk setiap k dimana {εk } ⊂ R+ adalah sebuah barisan

yang dapat dijumlahkan maka:

1. {xk } adalah terbatas

2. Jika sebuah titik kumpul (cluster point) x̄ berada di C, maka seluruh barisan

{xk } akan konvergen ke x̄.

Bukti:

1. Misalkan z ∈ C, maka diperoleh bahwa:

k+1 2 0 2 X
k−1
0 2 X

x
−z ≤ x −z +
εj ≤ x − z + εj
j=0 j=0

Karena {εk } adalah barisan yang dapat dijumlahkan maka {xk } adalah ter-

batas

2. Misalkan x̄ ∈ C adalah titik kumpul dari {xk } dan ambil δ > 0. Misalkan

{xk } adalah sebuah subbarisan dari {xk } yang konvergen ke x̄. Karena

{εk } adalah sebuah barisan yang dapat dijumlahkan, terdapat k0 sedemikian


P
∞ 2
sehingga εj < δ2 dan terdapat k1 sehingga lk1 ≥ k0 dan xlk − x̄ < δ2
j=k0
untuk k ≥ k1 .

Kemudian, untuk k > lk1 , dimiliki:

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
35

k+1 2 2 X k−1
2 X ∞
δ δ
x − x̄ ≤ xlk1 − x̄ + εj ≤ xlk1 − x̄ + εj < + = δ
j=l j=l
2 2
k1 k1

sehingga lim xk = x̄.


k→∞

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Formulasi Optimisasi Konveks Dua Tahap

Optimisasi konveks dua tahap (Two Level Convex Optimization Problem)

adalah kelas optimisasi dua tahap (Bilevel Optimization) yang mempunyai fungsi

tujuan maupun fungsi kendala bersifat konveks untuk kedua levelnya. Bentuk

optimisasi dua tahap yang telah diuraikan pada Bab 3 dapat ditampilkan kembali
dengan mengubah jenis himpunan domain, fungsi kendala dan tujuannya menjadi

himpunan dan fungsi bersifat konveks untuk kedua levelnya sehingga diperoleh

formulasi bentuk persoalan optimisasi konveks dua tahap sebagai berikut:

Minimizexu ,xl fu (xu , xl) (5.1)

s.t xl ∈ Sl (xu , xl) = arg min{fl (xu , ·)|(xu , xl) ∈ C} (5.2)

dengan

C ⊆ Rn adalah himpunan konveks tertutup, (5.3)

fu , fl : Rn × Rn → R adalah fungsi bersifat konveks. (5.4)

Berdasarkan bentuk di atas, untuk setiap variabel upper (xu ), terdapat va-

riabel lower (xl ) yang bergantung pada (xu ), yang dibatasi menjadi solusi dari level

lower dengan himpunan solusi Sl (xu , ·). Hal ini menjelaskan bahwa semua solusi

layak pada level upper, akan layak pada level lower tetapi akan lebih layak secara

umum pada optimisasi dua tahap jika didapatkan variabel x(xu , xl ) yang dapat

menyelesaikan kedua level. Dengan demikian, semua himpunan solusi yang layak

36
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
37

pada level lower dan level upper akan terbatas sedemikian sehingga pasangan ke-

dua variabel ini memenuhi optimisasi tahap kedua dan pertama atau dengan kata

lain, himpunan solusi tersebut merupakan solusi akhir dari persoalan optimisasi
konveks dua tahap dan dikumpulkan di dalam sebuah himpunan S(xu , xl ), yaitu:

S = {(xu , xl ) ∈ Rn×n (5.5)

Perhatikan implementasi pernyataan tentang hubungan antara solusi level

upper dengan solusi level lower di atas dengan contoh kasus yang sederhana pada

ilustrasi gambar berikut:

Gambar 5.1 : Himpunan solusi upper atau solusi optimisasi Su adalah bagian
dari solusi lower Sl

5.2 Regulerisasi Optimisasi Konveks Dua Tahap

Dengan formulasi optimisasi konveks dua tahap (5.1 - 5.4) yang telah di-

jelaskan, maka akan dilakukan regulerisasi fungsi dengan menggunakan metode

penalty dan regulerisasi Tikhonov.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
38

Definisi 5.2.1 (Fungsi Penalty) Misalkan P adalah sebuah bentuk optimisasi:

P : Minimizex f (x)

s.t. g(x) ≤ 0

x ∈ Rn

Sebuah fungsi p(x) : Rn → R disebut fungsi penalty pada P jika p(x) memenuhi:

1. p(x) = 0 jika g(x) ≤ 0

2. p(x) > 0 jika g(x) > 0

sehingga dengan program penalty, bentuk masalah P di atas menjadi:

P : Minimizex f (x) + δp(x), δ > 0

s.t. x ∈ Rn

Teorema 5.2.1 (Teorema Konvergensi Penalty) Misalkan f (x), g(x) dan p(x)

adalah fungsi kontinu. Misalkan xk adalah sebuah barisan solusi P (δ). Kemu-

dian x̄ dari xk sebagai solusi P (δ).


Bukti: Misalkan x̄ adalah limit dari xk . Dari sifat kekontinuan fungsi diperoleh

lim f(xk ) = f (x̄), dan q ∗ = lim q(δk , xk ) ≤ f (x∗), sehingga:


k→∞ k→∞
 
lim δk p(xk ) = lim q(δk , xk ) − f(xk ) = q ∗ − f (x̄)
k→∞ k→∞

Karena δk → ∞ maka lim p(xk ) = 0. Kemudian dari kekontinuan g(x) dan


k→∞

p(x), p(x̄) = 0 dan g(x̄) ≤ 0, berarti bahwa x̄ adalah sebuah solusi layak sehingga:

f (xk ) ≤ f(x∗ ) untuk setiap k dan f (xk ) ≤ f (x∗ ).



Kemudian x̄ dari xk adalah solusi dari masalah P (δ) tersebut.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
39

Definisi 5.2.2 (Regulerisasi) Misalkan P adalah sebuah bentuk optimisasi de-

ngan dua fungsi objektif kAx − bk dan kxk sebagai berikut:

P : Minimizex (kxk, kAx − bk)

s.t. x ∈ Rn

sehingga bentuk regulerisasi dari masalah P di atas dituliskan:

P (δ) : Minimizex δkxk + kAx − bk, δ > 0

s.t. x ∈ Rn

untuk sebuah barisan naik (increasing sequence) konstan δ dengan δ → +∞.

Kuantitas skalar δ disebut dengan parameter penalty.

Dasar dari approksimasi regulerisasi adalah mendapatkan suatu vektor x

yang bernilai kecil (jika mungkin) sedemikian sehingga nilai residu (Ax − b) juga

kecil.

Berdasarkan kedua definisi di atas, dan formulasi optimisasi konveks dua


tahap (5.1-5.4) yaitu fungsi objektif pada program dua tahap adalah fungsi kon-

tinu Lipschitz lokal pada titik-titik yang disebut dengan daerah kestabilan, yaitu

himpunan semua parameter (variabel upper) dimana solusi optimal pada level

lower tidak akan mendapat perubahan, dengan demikian (5.1-5.2) dapat diregu-

lerisasi.

Misalkan x = (xu , xl ) ∈ S ⊆ Rn×n sebagai solusi optimisasi konveks dua


tahap maka bentuk regulerisasi fungsi objektif dinotasikan dengan sebuah famili

fungsi yang berparameter σ sebagai berikut:

Fσ (x) = σfu (x) + fl (x), σ > 0 (5.6)

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
40

dimana σ berubah-ubah sepanjang iterasi, sehingga bentuk (5.1-5.4) dapat ditu-

liskan kembali menjadi:

Minimizex Fσ (x)

s.t. x ∈ C ⊆ Rn

Gambar di bawah ini adalah illustrasi kasus sederhana tentang optimisasi

tersebut.

Gambar 5.2 : Ilustrasi sederhana minimisasi Fσ (xu , xl) dengan domain Su pada
optimisasi konveks dua tahap

Dengan bentuk regulerisasi (5.6) berarti bahwa jika xk ∈ C adalah meru-

pakan iterasi ke-k dan σk adalah parameter ke-k sehingga terjadi iterasi proyeksi

gradien dari Fσ (x) ke titik xk , dengan σk dapat di up-date. Kekonvergenan algo-


ritma ke solusi persoalan optimisasi di atas akan menunjukkan:

X

lim σk = 0, σk = +∞ (5.7)
k→∞
k=0

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
41

Selanjutnya perlu dibuktikan kembali bahwa apakah fungsi regulerisasi Fσ (x)

tersebut dapat mempertahankan konveksitas fungsi objektif dan fungsi kendala

optimisasi awal atau tidak? Persoalan ini akan ditunjukkan dengan bentuk teo-
rema berikut.

Teorema 5.2.2 Misalkan fu (x) dan fl (x) adalah fungsi objektif bersifat konveks

dari masalah optimisasi dua tahap dan Fσ (x) adalah fungsi regulerisasi dengan

Fσ (x) = σfu (x) + fl (x), σ > 0 maka Fσ (x) adalah merupakan fungsi konveks.

Bukti: Misalkan Fσ : Rn → R ∀x1, x2 ∈ Rn ; ∀α, β ∈ R ; α + β = 1, α > 0, β > 0

sehingga

Fσ (αx1 + βx2) ≤ σfu (αx1 + βx2) + fl (αx1 + βx2)

≤ σ{αfu (x1) + βfu (x2)} + {αfl (x1) + βfl(x2 )}

≤ αFσ (x1) + βFσ (x2 )

Perhitungan akhir jelas menunjukkan bahwa sifat konveksitas (Definisi 3.2.2)

pada fungsi regulerisasi Fσ (x) sangat dipenuhi atau dapat dipertahankan.

Setelah meregulerisasi bentuk optimisasi dan membuktikan konveksitas da-

pat dipertahankan maka metode proyeksi gradien akan digunakan untuk menye-

lesaikan masalah tersebut. Tujuan dari metode ini adalah mendapatkan kekon-

vergenan barisan ke solusi optimal. Berikut adalah penjelasan tentang kondisi

optimal solusi.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
42

5.3 Kondisi Optimal dari Solusi

Teorema 5.3.1 Misalkan f : C → R adalah fungsi objektif bersifat konveks pada

suatu masalah optimisasi dan terdifferensialkan sehingga untuk setiap x1, x2 ∈ C


dan f (x2 ) ≥ f(x1 ) + ∇f(x1)T (x2 − x1) (Teorema 3.2.1) maka x1 adalah optimal

jika dan hanya jika x1 ∈ C dan ∇f (x1 )T (x2 − x1) ≥ 0, ∀x2 ∈ C.

Bukti: Pertama sekali misalkan x1 ∈ C memenuhi ∇f (x1)T (x2 − x1) ≥ 0, ∀x2 ∈

C kemudian jika x2 ∈ C maka ∇f (x1)T (x2 − x1 ) < 0. Misalkan bahwa titik

z(t) = tx2 + (1 − t)x1, dimana t ∈ [0, 1] adalah parameter. Karena z(t) adalah

chord antara x1 ∈ C dan x2 ∈ C dan himpunan layak adalah konveks maka adalah

z(t) layak. Nyatakan bahwa t sangat kecil, sehingga



d
f(z(t)) = ∇f (x1)T (x2 − x1 ) < 0
dt t=0

dan dimiliki f (z(t)) < f (x1 ), yang membuktikan bahwa x1 ∈ C tidak optimal.

Kondisi sebaliknya adalah optimal.

Perhatikan gambar di bawah ini!

Gambar 5.3 : Interpretasi kondisi optimal

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
43

Misalkan A adalah himpunan solusi layak yang ditunjukkan dengan daerah

arsiran dan terbatas pada daerah A, dan level kurva f (x) ditunjukkan dengan

garis arsir. Titik x dikatakan optimal, −∇f (x) mendefinisikan sebuah hyperplane
penyangga yang ditunjukkan dengan garis utuh pada A di x.

Teorema 5.3.2 (Weierstrass) Misalkan S ⊆ Rn adalah terbatas dan tertutup dan

F : Rn → R adalah fungsi kontinu maka minx∈S F (x) mempunyai solusi optimal.

Bukti: Karena himpunan S adalah terbatas, F (x) dibatasi pada S. Karena S

adalah himpunan tidak kosong, terdapat v = inf x∈S F (x). Dengan definisi bahwa

untuk ε > 0, Sε = {x ∈ S : v ≤ F (x) ≤ v + ε} adalah tidak kosong. Misalkan

saja ε → 0 dengan k → ∞ dan misalkan xk ∈ Sεk . Karena S adalah terbatas, ter-

dapat sebuah subbarisan dari {xn } yang konvergen ke titik x̄ ∈ S (Teorema 3.2.5).

Dengan sifat kekontinuan F (x), maka F (x̄) = lim F (xk ) dan v ≤ F (xk ) ≤ v + εk ,
k→∞

hal ini berarti bahwa F (x̄) = lim F (xk ) = v.


k→∞

5.4 Algoritma Proyeksi Gradien dan Analisis Kekonvergenan Solusi


Optimisasi Konveks Dua Tahap

Pada teori konvergensi global dari algoritma program nonlinear dibuktikan

dengan sebahagian titik limit atau kemungkinan semua titik limit dari barisan

yang dibangkitkan memenuhi kondisi dari kasus minimisasi berkendala. Demikian

halnya pada optimisasi konveks dua tahap berikut dengan algoritma proyeksi

gradien yang dijelaskan sebagai berikut:

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
44

Algoritma: Pilih parameter ᾱ > 0, θ ∈ (0, 1) dan η ∈ (0, 1)

Pilih x0 ∈ C dan σ > 0 dan set k = 0 sebagai awal

Diberikan xk , hitung xk+1 = z k (αk ) dimana,

z k (αk ) = PC (xk − αFσ0 k (xk ))

dan αk = η mk ᾱ dengan mk adalah bilangan bulat

non negatif m yang memenuhi:




Fσk (z k (η m ᾱ)) ≤ Fσk (xk ) + θ Fσ0 k (xk ), z k (η m ᾱ) − xk

Pilih 0 < σk+1 < σk dan set k = k + 1 dan ulangi!

Jika xk stasioner maka stop.

Berdasarkan Teorema 4.5.2 dan Teorema 4.5.3, algoritma proyeksi gradien


telah membangkitkan barisan solusi yang terbatas. Berikut adalah bentuk peng-

analisisan kekonvergenan barisan solusi yang dibangkitkan oleh algoritma tersebut

terhadap optimisasi konveks dua tahap.


Teorema 5.4.1 Misalkan xk adalah barisan yang dibangkitkan oleh algoritma

proyeksi gradien dan C adalah himpunan solusi x untuk setiap k. Jika xk dan z k

memenuhi algoritma tersebut maka xk berada pada C untuk setiap k.

Bukti: Dengan menggunakan induksi matematika maka untuk k = 0 telah

dipenuhi berdasarkan langkah awal (inisialisasi) sehingga x0 ∈ C. Asumsikan

bahwa xk ∈ C dan dengan z k (αk ) = PC (xk − αFσ0 k (xk )) maka disimpulkan bahwa

z k ∈ C. Kemudian, dengan pernyataan bahwa αk ∈ [0.1] dan approksimasi algo-

ritma xk+1 = z k (αk ) maka xk+1 ∈ C. Dengan demikian xk ∈ C.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
45

Misalkan himpunan konveks C adalah himpunan solusi yang memenuhi

fungsi objektif dan kendala suatu permasalahan optimisasi maka pada pengana-

lisisan kekonvergenan optimisasi konveks dua tahap, diasumsikan bahwa fungsi


objektif fu terbatas pada himpunan C sehingga:

−∞ < f¯u = inf{fu (x)|x ∈ C} (5.8)

Misalkan saja bahwa persoalan tersebut dapat diselesaikan maka fungsi tujuan

kedua juga secara otomatis terbatas pada C, sehingga:

−∞ < f¯l = min{fl (x)|x ∈ C} (5.9)

Regulerisasi pada fungsi tujuan digunakan untuk menunjukkan kekonverge-

nan. Dengan (5.11) dan (5.12) maka regulerisasi fungsi (5.6) menjadi:

Fσ (x) = σ(fu (x) − f¯u ) + (fl (x) − f¯l ), σ > 0 (5.10)

Asumsikan bahwa x = (xu , xl) ∈ Rn×n adalah solusi masalah optimisasi


tersebut. Berikut adalah penjabaran kekonvergenan fungsi Fσ (x) ke suatu solusi

x.


Teorema 5.4.2 Misalkan xk adalah barisan yang dibangkitkan oleh algoritma
 
tersebut. Jika xk adalah terbatas maka xk juga terbatas.

 k
Bukti: Dengan Teorema 4.5.2 dan Teorema 4.5.3 maka x adalah terbatas.

Jika k → ∞ maka ik → ∞. Perhatikan bahwa solusi S = Su 6= ∅ sedemikian



fungsi konveks φ : C → R, dengan φ(x) = max fl (x) − f¯l , fu (x) − fu (x̄) dan

sebuah himpunan terbatas L(c) = {x ∈ C|φ(x) ≤ c} , c ∈ R.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
46

Karena fu (x) − f¯u ≥ 0 untuk setiap x ∈ C dan σk+1 ≤ σk sehingga dipenuhi

Fσk+1 (x) ≤ Fσk (xk ) dan 0 ≤ Fσk+1 (xk+1 ) ≤ Fσk (xk+1 ) ≤ Fσk (xk ). Hal ini menun-

jukkan bahwa Fσk (xk ) adalah barisan tidak naik dan terbatas sehingga konver-

gen serta berarti bahwa fl (xk ) − f¯l adalah terbatas. Dengan c ≥ 0 sedemikian

sehingga fl (xk ) − f¯l ≤ c untuk setiap k. Karena fu (xik ) − f¯u (x̄) < 0 ≤ c maka

xik ∈ L(c) yaitu himpunan terbatas sedemikian sehingga {xik } terbatas.


Teorema 5.4.3 Misalkan xk adalah barisan yang dibangkitkan oleh algoritma

tersebut. Jika xk adalah tak berhingga, x̄ adalah titik kumpul dari barisan

tersebut dan permasalahan optimisasi di atas mempunyai solusi maka x̄ adalah

titik stasioner.

Bukti: Karena C adalah tertutup, x̄ ∈ C (oleh Teorema 5.4.1). Misalkan {xjk }



adalah subbarisan dari xk sedemikian sehingga lim xjk = x̄. Observasi bahwa
k→∞

{γk } ⊂ [0, 1]; lim βjk = β̄; sedemikian:


k→∞

0 < −σγk ∇Fσ (xk )T (z k − xk ) ≤ Fσ (xk ) − Fσ (xk+1 )


 
Bentuk di atas menunjukkan Fσ (xk ) adalah barisan turun karena xk ⊂ C

dan masalah optimisasi mempunyai solusi dan Fσ (xk ) dibatasi maka konvergen

sehingga:
 
lim Fσ (xk ) − Fσ (xk+1 ) = 0
k→∞

diperoleh
 
0 ≤ −σγ̂ ∇Fσ (x̄)T PC (x̄ − β̄∇Fσ (x̄)) − x̄ ≤ 0

dengan kekontinuan ∇Fσ dan PC sehingga perhitungan dipisah menjadi dua kasus:

Kasus 1. γ̂ > 0 dan ū = x̄ − β̄∇Fσ (x̄) sehingga:

∇Fσ (x̄)T [PC (ū) − x̄] = β̄ −1 (x̄ − ū)T [PC (ū) − x̄] = 0

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
47

berdasarkan (ū − x̄)T [PC (ū) − x̄] = 0, x̄ ∈ C, sifat proyeksi orthogonal:

x̄ = PC (ū) = PC (x̄ − β̄∇Fσ (x̄))

dan β̄ > 0 dan ∇Fσ (x̄)T (x − x̄) ≥ 0, ∀x ∈ C (Teorema 5.3.1) sehingga x̄ adalah

titik stasioner optimisasi.

Kasus 2. 0 = γ̂ = lim γjk , n ∈ N . Karena γjk = 2−l(jk ) , ∃kl(jk ) > n sedemikian:


k→∞

Fσ (xjk − 2−n (z jk − xjk )) > Fσ (xjk ) − σ2−n ∇Fσ (xjk )T (xjk − z jk )

dengan mengambil k → ∞ dan definisi z̄ = PC (x̄ − β̄∇Fσ (x̄)), diperoleh:

Fσ (x̄ − 2−n (z̄ − x̄)) ≥ Fσ (x̄) + σ2−n ∇Fσ (x̄)T (z̄ − x̄)

dengan

∇Fσ (x̄)T (x̄ − z̄) ≥ 0

diperoleh

Fσ (x̄)T (z̄ − x̄) = ∇Fσ (x̄)T (PC (ū) − x̄)

Kedua kasus ini mempunyai kesimpulan yang sama, sehingga berdasarkan Teo-

rema 5.3.1, maka kondisi tersebut optimal dan x̄ adalah titik stasioner.

Teorema 5.4.4 Dengan fu (x) dan fl (x) adalah fungsi yang bersifat konveks yang

derivatifnya adalah fungsi Lipschitz kontinu pada himpunan terbatas. Fungsi fu (x)

dibatasi pada himpunan konveks tertutup C dan himpunan Su adalah himpunan

solusi level upper yang tidak kosong dan terbatas.



Kemudian barisan xk memenuhi dist(xk , Su ) → 0, k → ∞.



Bukti: θ Fσ0 k (xk ), xk − xk+1 ≤ Fσk (xk ) − Fσk (xk+1 ) (dengan 5.8)

= σk (fu (xk ) − f¯u ) + σk (fu (xk+1 ) − f¯u ) + (fl (xk ) − f¯l ) + (fl (xk+1 ) − f¯l )

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
48

Dengan melanjutkan penjumlahan untuk k = 0, 1, . . . , k̄ maka diperoleh:

X


0 k k X
k̄−1
θ Fσk (x ), x − xk+1 0 ¯
≤ σ0 (fu (x ) − fu ) + (σk+1 − σk )(fu (xk+1 ) − f¯u )
k=0 k=0

− σk̄ (fu (xk̄+1 ) − f¯u ) + (fl (x0) − f¯l ) − (fl (xk+1 ) − f¯l )

≤ σ0 (fu (x0) − f¯u ) + (fl (x0) − f¯l )

Faktanya bahwa untuk setiap k, fu (xk ) ≥ f¯u dan fl (xk ) ≥ f¯l karena xk ∈ C dan

0 < σk+1 ≤ σk . Kemudian dengan memberikan k̄ → ∞, memberi kesimpulan:


P∞

Fσ0 k (xk ), xk − xk+1 ≤ θ−1 (σ0(fu (x0 ) − f¯u ) + (fl (x0 ) − f¯l )) < +∞.
k=0

Secara partikuler:

0 k k
Fσk (x ), x − xk+1 → 0, k → ∞


Teorema 5.4.5 Jika xk adalah sebuah barisan terbatas yang dibangkitkan al-

goritma proyeksi gradien maka semua titik akumulasinya berada pada Sl .


Bukti: Misalkan dimiliki barisan solusi xk di atas adalah terbatas (Teorema

4.5.3), Misalkan x̂ adalah titik akumulasi xk . Dengan memperhitungkan kekon-

tinuan dari operator proyeksi dan fakta σk → 0 dan 0 < β ≤ αk ≤ ᾱ untuk setiap

k, disimpulkan dari (xk − xk+1 ) → 0 dan xk − PC (xk − αk (σk fu0 (xk ) + fl0(xk ))) → 0,
k → ∞ maka

x̂ = PC (x̂ − α̂fl0 (x̂)), α̂ > 0

Berdasarkan Teorema 4.5.1(2) dan Teorema 4.5.2 maka x̂ adalah nilai pem-

buat minimum dari fl pada himpunan C dengan x̂ ∈ Sl ⊂ C atau semua titik

akumulasinya berada pada himpunan Sl .

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
49

Berdasarkan definisi dan Teorema 5.4.4 dan Teorema 5.4.5, perlu dianalisis

kembali kedua titik akumulasi tersebut. Misalkan x̂ adalah titik akumulasi pada

Sl dan x̄ adalah titik akumulasi pada Su maka akan diperiksa bahwa apakah setiap
titik akumulasi pada sl merupakan titik akumulasi pada su atau tidak?

Perhatikan gambar di bawah ini sebagai illustrasi pernyataan diatas.

Gambar 5.4 : Ilustrasi solusi optimal pada Optimisasi Konveks Dua Tahap


Teorema 5.4.6 Jika x̄ adalah titik akumulasi xk pada Su dan x̂ adalah titik

akumulasi xk pada Sl maka kedua titik akumulasi tersebut adalah sama.

Bukti: Misalkan x̄ ∈ Su 6= ∅, dan Fσk (x) konveks (Teorema 5.2.1), ditunjukkan:



0 k
Fσk (x ), x̄ − xk ≤ Fσk (x̄) − Fσk (xk )

= σk (fu (x̄) − f¯u ) + (fl (x̄) − f¯l ) − σk (fu (xk ) − f¯u ) + (fl (xk ) − f¯l )

≤ σk (fl (x̄) − fl (xk ))

dimana dengan menggunakan fakta bahwa fl (x̄) ≤ fl (xk ), karena x̄ ∈ Su ⊂ Sl

dan xk ∈ C. Selanjutnya dimiliki bahwa:

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
50

k+1 2 2
2
x − x̄ = xk − x̄ + 2 xk+1 − xk , xk − x̄ + xk+1 − xk
2 2

= xk − x̄ − xk+1 − xk + 2 xk+1 − xk , xk+1 − x̄

dengan,

k+1


x − xk , xk+1 − x̄ = xk+1 − xk + αk Fσ0 k (xk ), xk+1 − x̄ − αk Fσ0 k (xk ), xk+1 − x̄


≤ αk Fσ0 k (xk ), xk+1 − x̄



= αk Fσ0 k (xk ), xk − xk+1 + αk Fσ0 k (xk ), x̄ − xk


≤ ᾱ Fσ0 k (xk ), xk − xk+1 + αk σk (fl (x̄) − fl (xk ))


berdasarkan fakta Fσ0 k (xk ), xk − xk+1 ≥ 0 dan αk ≤ ᾱ sehingga:

k+1 2 2

x − x̄ ≤ xk − x̄ + 2ᾱ Fσ0 k (xk ), xk − xk+1 + 2αk σk (fl (x̄) − fl (xk )

Misalkan kasus ini dipisah atas dua kasus.

Kasus 1.

Terdapat k0 sedemikian sehingga fu (x̄) ≤ fu (xk ) untuk setiap k ≥ k0 sehingga

bentuk di atas menunjukkan:

k+1 2 2

x − x̄ ≤ xk − x̄ + 2ᾱ Fσ0 k (xk ), xk − xk+1

2 
Disimpulkan bahwa xk − x̄ konvergen sehingga xk terbatas.

Selanjutnya untuk menunjukkan bahwa lim fu (xk ) = fu (x̄) maka asumsikan


k→∞

bahwa bertentangan bahwa terdapat ε > 0 sedemikian sehingga fu (x̄) ≤ fu (xk )−ε

untuk setiap k ≥ k2 dan dipenuhi, bahwa:


k+1 2 2

x − x̄ ≤ xk − x̄ + 2ᾱ Fσ0 k (xk ), xk − xk+1 − 2βεσk
k 2 X
k

0 i i X
k
2
≤ x − x̄ + 2ᾱ Fσk (x ), x − xi+1
− 2βε σi
i=k2 −1 i=k2 −1

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
51

dengan k → ∞, sehingga:

X

2 X


0 i i
2βε σi ≤ xk2 − x̄ + 2ᾱ Fσk (x ), x − xi+1
i=k2 −1 i=k2 −1

Dimana kontradiksi dengan bentuk di atas. Dengan demikian dapat diambil ke-

simpulan bahwa lim fu (xk ) = fu (x̄). Karena barisan tersebut adalah barisan ter-
k→∞

batas maka terdapat sebuah titik akumulasi x̂ sedemikian fu (x̂) = fu (x̄). Karena

x̂ ∈ Sl maka dengan Bolzano diperoleh x̂ ∈ Su ⊂ Sl maka xk → x̂ ∈ Su ⊂ Sl .

Kasus 2.

Untuk setiap k, terdapat k1 ≥ k sedemikian sehingga fu (x̄) > fu (xk1 ) dan didefi-

nisikan:

ik = max i ≤ k|fu (x̄) > fu (xi ) , ik → ∞, k → ∞

dengan Teorema 5.4.2 maka {xik } terbatas dengan demikian:

fu (x̄) ≤ fu (xi ), i = ik + 1, . . . , k untuk k ≥ ik

sehingga dimiliki:

k X
k−1

0 i i
x − x̄ 2 ≤ xik − x̄ 2 + 2ᾱ Fσi (x ), x − xi+1
i=ik +1
2 X∞


≤ xik − x̄ + 2ᾱ Fσ0 i (xi ), xi − xi+1
i=ik +1

dengan ik → ∞, maka:

X


0 i i
Fσi (x ), x − xi+1 → 0, k → ∞
i=ik +


Karena semua titik akumulasi xk berada pada Sl dan untuk titik akumulasi

x̂ dari {xik } maka fu (x̄) ≥ fu (x̂) dan berarti juga bahwa semua titik akumulasi

{xik } adalah solusi dari masalah optimisasi.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Optimisasi konveks dua tahap adalah suatu kelas optimisasi yang hirarkis,

dengan dua level (level upper dan level lower). Variabel pada level upper akan

menjadi parameter untuk mencari solusi pada level lower sehingga variabel lower

bergantung pada variabel upper.

Optimisasi konveks dua tahap dapat diformulasikan dengan sederhana de-

ngan regulerisasi Tikhonov dan Metode Penalty, yaitu dengan membuat level

lower sebagai penalty, tanpa menghilangkan sifat konveksitas fungsi. Selanjut-

nya dengan Algoritma Proyeksi Gradien dapat ditunjukkan kekonvergenan solusi

optimisasi tersebut, yaitu titik akumulasi pada himpunan solusi level upper dan

titik akumulasi pada himpunan solusi level lower adalah titik akumulasi atau titik
kumpul (cluster point) yang sama atau titik pembuat minimum kasus optimisasi

konveks dua tahap tersebut.

6.2 Saran

Penelitian ini masih membicarakan kasus yang sederhana, maka perlu di-

lakukan penganalisisan ke tahap yang lebih tinggi atau meneliti dengan menggu-

nakan sudut pandang komputerisasi, aljabar topologi, dan lain-lain.

52
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
DAFTAR PUSTAKA

Aboussoror, A., Mansouri, A. (2005). Weak linear bilevel programming problems:


existence of solutions via a penalty method, Journal of Mathematical Analysis
and Applications. Vol. 304, 399-408.
Ali, M. S. S. (2005). Descent Methods for Convex Optimization Problems in Ba-
nach Spaces. International Journal of Mathematics and Mathematical Sci-
ence, Vol. 15, 2347-2357.
Ankhili, Z., Mansouri, A. (2008). An Exact Penalty on Bilevel Programs with
Linear Vector Optimization Lower Level, European Journal of Operational
Research, Journal Homepage: www.elsevier.com/locate/ejor.

Audet, C., Haddad, J., Savard, G. (2006). A Note on the Definition of a Linear
Bilevel Programming Solution, Journal of Applied Mathematics and Compu-
tation, Vol. 181, 351-355.
Bard, J. F., Plummer, J., Souie, J. C. (2000), A Bilevel Programming Approach
to Determining Tax for Biofuel Production, European Journal of Operational
Research, Vol. 12, 30-46.
Bartle, R. G., Sherbert, D. R. (1994), Introduction to Riel Analysis, Jhon Wiley
& Sons (SEA), INC, Singapore.
Borwein, J. M., Lewis, A. S. (1999), Convex Analysis and NonLinear Optimization.
Gargnano, Italy.
Boyd, S., Vandenberghe, L. (2004). Convex Optimization. Cambridge University
Press, Cambridge, USA.
Calamai, P, H., More, J, J,. (1987). Projected Gradient Methods for Linearly
Constrained Problems, Journal of Mathematical Programming, Vol. 39, 93-
116.
Chiou, S. (2004). Bilevel Programming for The Continuous Transport Network
Design Problem, Journal of Transportation Research, Part B Vol. 39, 361-
383.
Farag, M. H. (1996). The Gradient Projection Method for Solving an Optimal
Control Problem, J: Applicationes Mathematicae, Vol 24. No 2, 141-147.
Freund, R. M. (2004). Penalty and Barrier Methods for Constrained Optimization.
Massachusetts Institute of Technology, Massachusetts.
Gaughan E. D. (1987). Introducton to Analysis. Wadsworth Inc, Belmont, Pacific
Grove, California, USA.
Hindi, H. (2004). A Tutorial on Convex Optimization. Palo Alto Research Centre
(PARC), Palo Alto, California.

53
Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
54

Iusem, A. N. (2003). On the Convergence Properties of the Projected Gradient


Method for Convex Optimization. Journal of Computational and Applied
Mathematics, Vol. 22 No 1, 37-52.
Kleywegt, A. J., Shapiro, A. (2000). Stochastic Optimization. School of Industrial
and Systems Engineering, Georgia Institute of Technology, Atlanta, Georgia.
Luenberger, D. G. (1974). A Combined Penalty Function and Gradient Projection
Methods for Nonlienar Programming. Journal of Optimization Theory and
Applications, Vol. 14 No 5.
Luenberger, D. G. (1972). The Gradient Projection Methods along Geodesis. Jour-
nal of Management Science, Vol. 18 No 11.
Lv, Y., Hu, T., Wang G., Wan, Z. (2007). A Penalty Function Method Based On
KuhnTucker Condition for Solving Linear Bilevel Programming, Journal of
Applied Mathematics and Computation, Vol. 188, 808-813.
Polak, E., Sargent, R. W. H., Sebastian, D. J. (1974). On the Convergence of
Sequential Minimization Algorithms. Journal of Optimization Theory and
Applications, Vol. 14 No. 4
Rosen, J. B., (1960). The Gradient Projection Methods for Nonlinear Program-
ming. Part I, Linear Consraint. Siam Journal Applied Mathematics, Vol. 8,
181-217.
Shi, C., Lu, J., Zhang, G., Zhou, H. (2006). An Extended Branch and Bound
Algorithm for Linear Bilevel Programming, Journal of Applied Mathematics
and Computation, Vol. 180, 529-537
Solodov, M. (2007). An Explicit Descent Methods For Bilevel Convex Optimiza-
tion. Journal of Convex Analysis, Vol. 14, No. 2.
Tseveendorj, I. (2006). Reverse Convex Problems: An Approach Based On Opti-
mality Conditions. Journal of Applied Mathematics and Decision Sciences.
Vol. 2006, Article ID 29023, 1-16.
Vicente, L. N. (1997). Bilevel Programming. Journal of Global Optimization. De-
partemento de Matematica Universidade de Coimbra, 3000 Coimbra, Portu-
gal.
Wang, G., Wan, Z., Wang, X., Lv, Y. (2008). Genetic Algorithm Based on Simplex
Method for Solving Linear-Quadratic Bilevel Programming Problem. Journal
of Computers and Mathematics with Applications, Vol 56, 2550-2555.
Yang, J., Zhang, M., He, B., Yang, C. (2008). Bilevel Programming Model and
Hybrid Genetic Algorithm for Flow Interception Problem with Customer
Choice. Journal of Computers and Mathematics with Applications, Journal
Homepage: www.elsevier.com/locate/camwa.

Ye, J. J. (1999). Optimality Conditions for Optimization Problems with Comple-


mentarity Constraints. Siam Journal Optimization, Vol. 9 No. 2, 374-387.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.
55

Zhu Z., Zhang B,. (2006). A General Projection Gradient Methods for Linear
Constrained Optimization with Superlinear Convergence. Journal of Applied
Sciences, Vol. 6 No 5, 1085-1089.

Lasker Pangarapan Sinaga : Analisis Persoalan Optimisasi Konveks Dua Tahap (Two-Level), 2009.

Anda mungkin juga menyukai