Anda di halaman 1dari 15

DEMOKRASI DALAM ISLAM

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Pendidikan Agama Islam
Dosen Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf
Nama Mahasiswa : Muhammad Faiz Safaat (112150094)

PROGRAM SARJANA JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada Saat ini banyak sekali Negara yang menganut Sistem Demokrasi
sebagai sistem pemerintahannya. Demokrasi sendiri artinya sistem yang berasal
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi sering diartikan sebagai
penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan
keputusan, dan persamaan hukum. Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada
penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi pemerintah bagi dirinya sendiri dan
wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab terhadap
tugasnya. Oleh karena rakyat tidak mungkin rakyat mengambil keputusan karena
jumlah terlalu besar maka dibentuklah dewan perwakilan rakyat. Sistem ini popular
karena melibatkan masyarakat merupakan komponen utamanya.

Pemerintah dipilh langsung oleh rakyat yang berfungsi sebagai penyalur


aspirasi dan membuat kebijakan untuk kepentingan rakyat demi kesejahteraan
rakyat. Sistem Demokrasi juga digunakan di Indonesia dengan berdasarkan
Pancasila. Indonesia memiliki Badan Legislatif yang anggotanya merupakan wakil
rakyat. Rakyat juga berwenang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung. Dalam Islam, demokrasi sudah diajarkan oleh Rasulullah. Contohnya,
pada saat Perang Badar beliau mendengarkan saran sahabatnya mengenai lokasi
perang walaupun itu bukan pilihan yang diajukan olehnya. Pada saat ini, banyak
Negara yang mengadaptasi sistem Demokrasi yang berasal dari Negara Barat.
Padahal, sistem demokrasi tersebut belum tentu sesuai dengan kaidah-kaidah Islam.
Sistem Demokrasi di Barat memiliki tujuan-tujuan yang sifatnya duniawi dan
materialistis. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari Sistem Demokrasi yang
sejalan dengan aturan Islam.
B. Pengertian Demokrasi

Kata demokrasi yang bahasa Inggrisnya democracy berasal dari kata dalam
bahasa Yunani yaitu demos yang artinya rakyat, dan kratos berarti pemerintahan.
Dalam pengertian ini, demokrasi berarti demokrasi langsung yang dipraktikkan di
beberapa negara kota di Yunani kuno. Dengan demikian, demokrasi dapat bersifat
langsung seperti yang terjadi di Yunani kuno, berupa partisipasi langsung dari
rakyat untuk membuat peraturan perundang-undangan, atau demokrasi tidak
langsung yang dilakukan melalui lembaga perwakilan. Demokrasi tidak langsung
ini cocok untuk negara yang penduduknya banyak dan wilayahnya luas.

Secara etimologi demokrasi berarti “pemerintahan oleh rakyat”. Inilah yang


membedakan demokrasi dengan istilah-istilah pemerintahan lainnya di mana tidak
mempunyai hak paten dari rakyat. Amerika mendefinisikan demokrasi sesuai
dengan apa yang diucapkan oleh Presiden ke-16 mereka, Abraham Lincoln (1809-
1865) : “Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dengan kata lain
di dalam demokrasi terdapat partisipasi rakyat luas (public) dalam pengambilan
keputusan yang berdampak kepada kehidupan bermasyarakat.

Gagasan utama dalam demokrasi adalah bahwa semua kekuasaan diberikan


dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Hampir setiap gerakan politik
mengatasnamakan demokrasi sebagai hak asasi politik yang sakral dan luhur yang
harus terus-menerus diagungkan dalam peraturan politik.
Demokrasi adalah cerminan dari suatu proses budaya dalam menjabarkan
konsep kekuasaan dari masyarakat. Kebudayaan yang pada hakikatnya merupakan
upaya dialektis masyarakat untuk menjawab tantangan yang dihadapkan pada setiap
perkembangan peraturan, karena demokrasi memberikan gerak yang luas kepada
masyarakat. Demokrasi mendudukkan rakyat sebagai raja dalam politik dan kuasa
memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupan,
termasuk kebijakan negara. Demokrasi adalah menerapkan hak-hak politik
berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat atau menjalankan kedaulatan yang
mutlak berada di tangan rakyat.
Nurcholis Madjid memandang demokrasi sebagai pandangan hidup (way of
life). Berkaitan dengan pandangan tersebut, demokrasi sebaiknya bercirikan pada
tujuh substansi sebagai berikut :
1. Prinsip pentingnya kesadaran kemajemukan
2. Keinsyafan akan makna dan semangat musyawarah yang menghendaki atau
mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan untuk menerima
kemungkinan terjadinya kompromi atau bahkan kalah suara.
3. Sejalan dengan tujuan.
4. Masyarakat yang demokratis disyaratkan mempunyai nilai kejujuran dalam
proses pemusyawaratan.
5. Terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat.
6. Adanya kerja sama dan saling percaya antar warga negara untuk saling
mendukung secara fungsional.
7. Adanya pendidikan demokrasi yang sehat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Demokrasi dan Islam


Banyak kalangan non-muslim (individual dan institusi) yang menilai bahwa
tidak terdapat konflik antara Islam dan demokrasi dan mereka ingin melihat dunia
Islam dapat membawa perubahan dan transformasi menuju demokrasi. Robin
Wright, pakar Timur Tengah dan dunia Islam yang cukup terkenal menulis di
Journal of Democracy (1996) bahwa Islam dan budaya Islam bukanlah penghalang
bagi terjadinya modernitas politik.
Khaled Abou el-Fadl, Ziauddin Sardar, Rachid Ghannoushi, Hasan Turabi,
Khurshid Ahmad, Fathi Osman dan Syaikh Yusuf Qardawi serta sejumlah
intelektual dan sarjana Islam lain yang bersusah payah berusaha mencari titik temu
antara dunia Islam dan Barat menuju saling pengertian yang lebih baik berkenaan
dengan hubungan antara Islam dan demokrasi. Karena, kebanyakan diskursus yang
ada tampak terlalu tergantung dan terpancang pada label yang dipakai secara
stereotip oleh sejumlah kalangan.
Menurut Merriam, Webster Dictionary, demokrasi dapat didefinisikan
sebagai “pemerintahan oleh rakyat, khususnya oleh mayoritas pemerintahan di
mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan oleh mereka baik
langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang biasanya
dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodik,
rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik, tiadanya
distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan atau kesewenang-wenangan.
Realitasnya adalah bahwa Islam tidak hanya kompatibel dengan aspek-
aspek definisi atau gambaran demokrasi di atas, tetapi yang lebih penting lagi,
aspek-aspek tersebut sangat esensial bagi Islam. Apabila dilepaskan dari ikatan
label dan semantik, maka akan didapatkan bahwa pemerintahan Islam apabila
disaring dari semua aspek yang korelatif, memiliki setidaknya tiga unsur pokok,
yang berdasarkan pada petunjuk dan visi Alquran, Nabi dan empat Khalifah
sesudahnya (Khulafa alRasyidin) di sisi lain.
Pertama, konstitusional. Pemerintahan Islam esensinya merupakan sebuah
pemerintahan yang `’konstitusional”, di mana konstitusi mewakili kesepakatan
rakyat (the governed) untuk diatur oleh sebuah kerangka hak dan kewajiban yang
ditentukan dan disepakati. Bagi Muslim, sumber konstitusi adalah Alquran,
Sunnah, dan lain-lain yang dianggap relevan, efektif dan tidak bertentangan dengan
Alquran dan Sunnah.
Kedua, partisipatoris. Sistem politik Islam adalah partisipatoris. Dari
pembentukan struktur pemerintahan institusional sampai tahap implementasinya,
sistem ini bersifat partisipatoris. Ini berarti bahwa kepemimpinan dan kebijakan
akan dilakukan dengan basis partisipasi rakyat secara penuh melalui proses
pemilihan populer.
Ketiga, akuntabilitas. Kepemimpinan dan pemegang otoritas bertanggung
jawab pada rakyat dalam kerangka Islam. Kerangka Islam di sini bermakna bahwa
semua umat Islam secara teologis bertanggung jawab pada Allah dan wahyu-Nya.
Sementara dalam tataran praksis akuntabilitas berkaitan dengan rakyat. Oleh karena
itu, khalifah sebagai kepala negara bertanggung jawab pada dan berfungsi sebagai
Khalifah al-Rasul (representatif rasul) dan Khalifah al-Muslimin (representatif
umat Islam) sekaligus.
Prinsip demokrasi merupakan akibat dari adanya prinsip musyawarah.
Dalam musyawarah terdapat hal-hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan,
yaitu :
1. Berbagai pandangan dan pendapat yang berbeda.
2. Berbagai kepentingan politik yang beraneka ragam.
3. Tingkat kecerdasan intelektual dan emosional yang berbeda.
4. Cara dan strategi politik yang berbeda.
5. Keyakinan ideollogis yang berbeda.
6. Situasi dan kondisi yang berbeda.
7. Keberpihakan pada institusi politik yang berbeda.
Dalam konteks pollitik praktis di Indonesia, amanat demokrasi dalam
kemajemukan di atas dibangun dan diwujudkan ke dalam bentuk Pemilihan Umum
dengan sistem multi partai. Jika menengok ke belakang, yaitu sejarah Nabi
Muhammad yang telah membangun demokrasi melalui Konstitusi Madinah atau
Piagam Madinah, yakni dokumen politik yang diproduk oleh seorang pemimpin
besar. Dokumen politik yang amat penting tersebut dibuat oleh Nabi Muhammad
untuk kepentingan politik dalam upaya menyatupadukan hubungan persaudaraan
antara Yahudi, Nasrani dan Muslim. Tiga kelompok besar itu terdiri dari kaum
Muhajirin, Anshar dan Yahudi serta sekutu-sekutunya. Setelah disistematisasi
menjadi 47 pasal, kandungan maksud Piagam Madinah, lebih mudah dimengerti.
Didalamnya bukan sekedar konstitusi pasal demi pasal, tetapi menggambarkan
komposisi penduduk Madinah saat itu, bahkan menjadi bukti sejarah dengan situasi
dan kondisi saat itu.
Piagam Madinah merupakan undang-undang buatan Nabi yang diciptakan
untuk merekonsiliasi umat manusia saat itu, terutama di kalangan Muhajirin,
Anshar dan Yahudi. Di samping itu masyarakat Arab yang dikenal sukuistik
diarahkan pada integritas kepentingan politik yang menjamin kebersamaan dan
terlayaninya berbagai kepentingan.
Dengan pemahaman tersebut, Piagam Madinah dapat ditafsirkan seabagai
wujud dari upaya politik yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam
mendiskusikan dalam berbagai kepentingan sosisal politik yang pluralistik.
Kemajemukan suku-suku di Arab, agama yang berbeda-beda dan kepentingan
politik, diintegrasikan melalui Piagam Madinah. Oleh karena itu, piagam madinah
adalah alat demokratisasi.
Menurut Yusuf al-Qardhawi, substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal
ini bisa dilihat dari beberapa hal. Misalnya :
1. Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk
mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus
keadaan mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang
tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam menolak seseorang
menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum di belakangnya.
2. Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan
dengan Islam. Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan
nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam. Ketiga pemilihan
umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak
menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih
menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya
tidak layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan
kesaksian pada saat dibutuhkan.
3. Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan
dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam
syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus
memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan
suara terbanyak. Sementara, lainnya yang tidak terpilih harus tunduk dan
patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih
seseorang yang diunggulkan dari luar mereka. Yaitu Abdullah ibn Umar.
Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah
khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak
bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
4. Kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas
pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan
Islam. Menurut Salim Ali al-Bahnasawi, demokrasi mengandung sisi yang
baik yang tidak bertentangan dengan islam dan memuat sisi negatif yang
bertentangan dengan Islam. Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan
rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi buruknya
adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada
sikap menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram. Karena itu,
ia menawarkan adanya islamisasi demokrasi yaitu pertama, menetapkan
tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah. Kedua, wakil rakyat harus
berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya. Ketiga,
mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak
ditemukan dalam Alquran dan Sunnah. Keempat, komitmen terhadap islam
terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yangbermoral yang duduk
di parlemen.

B. Prinsip-Prinsip Demokrasi Dalam Islam


Prinsip-prinsip Demokrasi dalam Islam meliputi :
1. Syura
Merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan
yang secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an, diantaranya :
‘’Lalu dikumpulkan Ahli-ahli sihir pada waktu yang ditetapkan di
hari yang ma'lum.’’ (QS. Asy-Syuraa : 38)
‘’Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya.’’ (QS. Ali-Imran : 159)
Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang paling
dikenal sebagai pelaksana syura adalah ahl halli wa-l‘aqdi pada zaman
khulafaurrasyidin. Lembaga ini lebih menyerupai tim formatur yang
bertugas memilih kepala negara atau khalifah.
2. al-‘adalah
Adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum termasuk
rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara
adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti pentingnya
penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah
SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain :
‘’Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.’’ (QS. An-Nahl : 90)
‘’Allah berfirman : ‘’Jangan takut (mereka tidak akan
membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat
kami (mukjizat-mukjizat) sesungguhnya kami bersamamu mendengarkan
(apa-apa yang mereka katakan)‘’. (QS. Asy-Syuraa : 15)
‘’Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.’’ (QS.
Al-Maidah :8)
‘’Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.’’ (QS. An-Nisa’ : 58)
3. al-Musawah
Adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak yang merasa lebih
tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa
tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan
eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi
menghindari dari hegemoni penguasa atas rakyat.
‘’Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.’’ (QS. Al-Hujurat : 13)
4. al-Amanah
Adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang
kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus
dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau
pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat harus mampu
melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab.
Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil seperti ditegaskan Allah
SWT :
‘’Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.’’ (QS. An-Nisa’ : 58)
5. al-Masuliyyah
Adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa,
kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan
nikmat yang harus disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi seorang
pemimpin atau penguasa harus dipenuhi. Dan kekuasaan sebagai amanah
ini mememiliki dua pengertian, yaitu amanah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan Tuhan.
Seperti yang dikatakan oleh Ibn Taimiyyah, bahwa penguasa
merupakan wakil Tuhan dalam mengurus umat manusia dan sekaligus
wakil umat manusia dalam mengatur dirinya. Dengan dihayatinya prinsip
pertanggungjawaban (al-masuliyyah) ini diharapkan masing-masing
orang berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat
luas. Dengan demikian, pemimpin/penguasa tidak ditempatkan pada
posisi sebagai sayyid al-ummah (penguasa umat), melainkan sebagai
khadim al-ummah (pelayan umat). Dengan demikian, kemaslahatan umat
wajib senantiasa menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan
keputusan oleh para penguasa, bukan sebaliknya rakyat atau umat
ditinggalkan.

6. al-Hurriyyah
Adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap warga
masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan
pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan
memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam rangka al-amr bi-‘l-
ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa
untuk mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanya
kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan
kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol
dalam suatu masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela.
C. Persamaan dan Perbedaan antara Islam dan Demokrasi
Dr. Dhiyauddin ar Rais mengatakan, Ada beberapa persamaan yang
mempertemukan Islam dan demokrasi. Persamaannya adalah :
1. Jika demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas pemisahan
kekuasaan, itu pun sudah ada di dalam Islam. Kekuasaan legislatif
sebagai sistem terpenting dalam sistem demokrasi diberikan penuh
kepada rakyat sebagai satu kesatuan dan terpisah dari kekuasaan Imam
atau Presiden. Pembuatan Undang-Undang atau hukum didasarkan pada
alQuran dan Hadist, ijma, atau ijtihad. Dengan demikian, pembuatan
UU terpisah dari Imam, bahkan kedudukannya lebih tinggi dari Imam.
Adapun Imam harus menaatinya dan terikat UU. Pada hakikatnya,
Imamah (kepemimpinan) ada di kekuasaan eksekutif yang memiliki
kewenangan independen karena pengambilan keputusan tidak boleh
didasarkan pada pendapat atau keputusan penguasa atau presiden,
melainkan berdasarkan pada hukum-hukum syariat atau perintah Allah
Swt.
2. Demokrasi seperti definisi Abraham Lincoln: dari rakyat dan untuk
rakyat pengertian itu pun ada di dalam sistem negara Islam dengan
pengecualian bahwa rakyat harus memahami Islam secara
komprehensif.
3. Demokrasi adalah adanya dasar-dasar politik atau sosial tertentu
(misalnya, asas persamaan di hadapan undang-undang, kebebasan
berpikir dan berkeyakinan, realisasi keadilan sosial, atau memberikan
jaminan hak-hak tertentu, seperti hak hidup dan bebas mendapat
pekerjaan). Semua hak tersebut dijamin dalam Islam.
Perbedaannya adalah sebagai berikut :
1. Demokrasi yang sudah populer di Barat, definisi bangsa atau umat
dibatasi batas wilayah, iklim, darah, suku-bangsa, bahasa dan adat-adat
yang mengkristal. Dengan kata lain, demokrasi selalu diiringi pemikiran
nasionalisme atau rasialisme yang digiring tendensi fanatisme. Adapun
menurut Islam, umat tidak terikat batas wilayah atau batasan lainnya.
Ikatan yang hakiki di dalam Islam adalah ikatan akidah, pemikiran dan
perasaan. Siapa pun yang mengikuti Islam, ia masuk salah satu negara
Islam terlepas dari jenis, warna kulit, negara, bahasa atau batasan lain.
Dengan demikian, pandangan Islam sangat manusiawi dan bersifat
internasional.
2. Tujuan-tujuan demokrasi modern Barat atau demokrasi yang ada pada
tiap masa adalah tujuan-tujuan yang bersifat duniawi dan material. Jadi,
demokrasi ditujukan hanya untuk kesejahteraan umat (rakyat) atau
bangsa dengan upaya pemenuhan kebutuhan dunia yang ditempuh
melalui pembangunan, peningkatan kekayaan atau gaji. Adapun
demokrasi Islam selain mencakup pemenuhan kebutuhan duniawi
(materi) mempunyai tujuan spiritual yang lebih utama dan fundamental.
3. Kedaulatan umat (rakyat) menurut demokrasi Barat adalah sebuah
kemutlakan. Jadi, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi tanpa
peduli kebodohan, kezaliman atau kemaksiatannya. Namun dalam Islam,
kedaulatan rakyat tidak mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan-
ketentuan syariat sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi batasan-
batasan syariat, alQuran dan asSunnah tanpa mendapat sanksi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata demokrasi yang bahasa Inggrisnya democracy berasal dari kata dalam
bahasa Yunani yaitu demos yang artinya rakyat, dan kratos berarti pemerintahan.
Secara etimologi demokrasi berarti “pemerintahan oleh rakyat”. Piagam Madinah
merupakan undang-undang buatan Nabi yang diciptakan untuk merekonsiliasi umat
manusia saat itu, terutama di kalangan Muhajirin, Anshar dan Yahudi.
Kemajemukan suku-suku di Arab, agama yang berbeda-beda dan kepentingan
politik, diintegrasikan melalui Piagam Madinah. Oleh karena itu, piagam madinah
adalah alat demokratisasi.
Prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam meliputi :
1. syura,
2. al-‘adalah,
3. al-musawah,
4. al-amanah,
5. al-masuliyyah,
6. al-hurruriyah.

B. Saran
Lebih menambah wawasan tentang agama islam untuk memperbaiki system
demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Saebani Beni, Fiqih Siyasah Pengantar Ilmu Politik Islam


(Bandung : Pustaka Setia, 2007)
https://haryayaya.wordpress.com/2011/10/30/demokrasi-dalam-
pandangan-islam/
http://makalah-qitha.blogspot.com/2011/12/prinsip-prinsip-demokrasi-
dalam-islam.html

Anda mungkin juga menyukai