PERCOBAAN II
EKSTRAKSI
Tanggal Praktikum : 29 September 2014
Tanggal Laporan : 06 Oktober 2014
Kelompok/Shift : 1/A
Anggota Kelompok :
Fitriah Pattiiha 10060307052
Virgiana Rahmawati Putri 10060311150
Ajeng Sela Putri Suyono 10060312002
Cinderi Maura Restu 10060312009
Agnes Dwi Charina 10060312010
Wendy Wijaya 10060312018
Akmal Yuliandi Pratama 10060312030
Riri Indri Septiani 10060312033
Nama Asisten :
Laduna Aniq, S. Farm
EKSTRAKSI
I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui cara mengisolasi kandungan zat kimia dari rimpang kunyit
(Curcumae Domesticae Rhizoma)
2. Memisahan kandungan zat kimia dari rimpang kunyit (Curcumae
Domesticae Rhizoma) dengan bantuan pelarut organic etanol dengan
menggunakan metode maserasi
3. Melakukan pemekatan ektrak dari rimpang kunyit (Curcumae Domesticae
Rhizoma) dengan alat vaccum rotary evaporator
METODE EKSTRAKSI
Ada beberapa metode yang umum digunakan dalam pengerjaan isolasi
bahan alam. Berdasarkan energi yang digunkan dapat disebutkan antara lain
ekstraksi dengan cara dingin dan panas (Tim Penyusun, 2011).
1. Cara dingin
a. Maserasi: bahan yang mengadung musilago dan mengembang kuat
b. Perkolasi: kulit batang dan akar sebaiknya diperkolasi
2. Cara panas
a. Refluks: untuk mengisolasi senyawa tahan panas
b. Soxhlet: untuk simplisia yang mudah rusak karena panas
Berikut penjelasan dari metode tersebut,
A. Ekstraksi Dengan Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Istilah maceration
berasal dari bahasa latin macere, yang artinya “merendam”. Jadi maserasi
dapat diartikan sebagai proses dimana obat yang sudah halus memungkinkan
untuk direndam dalam menstruum sampai meresap dan melunakkan susunan
sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi
bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut
nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu
tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Depkes RI,
1995).
Prinsip Kerja Metode Maserasi
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel
dari tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan
yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut
dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel. Selama proses maserasi (biasanya berkisar 2-14 hari) dilakukan
pengadukan / pengocokkan dan penggantian pelarut setiap hari.
Pengocokkan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk
ke seluruh permukaan simplisia yang sudah halus. Endapan yang diperoleh
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ansel, 1989).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15º - 20º C dalam waktu
selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut (Ansel, 1989).
Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia
dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukkan kedalam bejana
kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan
selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah
5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambahkan cairan penyari
secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak
100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari
cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan.
Modifikasi Maserasi
Maserasi dapat dilakukan modifikasi, seperti :
Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,
yaitu pada suhu 40º - 50ºC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan
untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan
pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain :
Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan
berkurangnya lapisan-lapisan batas.
Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan
tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding
terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh
pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat
bila suhu dinaikkan.
Maserasi dengan mesin pengaduk
Dengan penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus,
waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
Remaserasi
Cairan penyari dibagi dua, seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan
cairan penyari pertama, sesudah diendap, dituangkan dan diperas, ampas
dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari
selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir
kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan
melarutkan zat aktifnya
Maserasi melingkar bertingkat.
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara
sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan
telah terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar
bertingkat.
Proses perkolasi:
Pengembangan bahan
Tahap maserasi antara
Tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak)
Keuntungan:
Tidak terjadi kejenuhan
Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga
zat seperti terdorong untuk keluar dari sel)
Kerugian:
Cairan penyari lebih banyak
Resiko cemaran mikroba u/ penyari air karena dilakukan secara
terbuka.
C. Ekstraksi Dengan Metode Soxhletasi
Untuk cara kerjanya (mekanisme kerja), hal yang pertama yang harus
dilakukan yaitu dengan menghaluskan sampel (untuk mempercepat proses
ekstraksi, karena luas permukaannya lebih besar, jadi laju reaksi libih cepat
berjalan) kemudian sampelnya dibungkus dengan kertas saring (agar
sampelnya tidak ikut kedalam labu alas bulat ketika diekstraksi), setelah itu
dimasukkan batu didih (untuk meratakan pemanasan agar tidak terjadi
peledakan) ke dalam labu alas bulat. Kemudian kertas saring dan sampel
dimasukkan kedalam timbal, dan timbalnya dimasukkan kedalam lubang
ekstraktor. Setelah itu pelarut dituangkan kedalam timbal dan disana akan
langsung menuju ke labu alas bulat. Kemudian dilakukan pemanasan pada
pelarut dengan acuan pada titik didihnya (agar pelarut bisa menguap),
uapnya akan menguap melalui pipa F dan akan menabrak dinding-dinding
kondensor hingga akan terjadi proses kondensasi (pengembunan), dengan
kata lain terjadi perubahan fasa dari fasa gas ke fasa cair. Kemudian pelarut
akan bercampur dengan sampel dan mengekstrak (memisahkan/mengambil)
senyawa yang kita inginkan dari suatu sampel. Setelah itu maka pelarutnya
akan memenuhi sifon, dan ketika pada sifon penuh kemudian akan dislurkan
kembali kepada labu alas bulat. Proses ini dinamakan 1 siklus, semakin
banyak jumlah siklus maka bisa di asumsikan bahwa senyawa yang larut
dalam pelarut juga akan semakin maksimal (Kusumardiyani,1992).
1. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari pada senyawa yang kita
ambil dari sampelnya karena akan berpengaruh pada struktur
senyawanya (ditakutkan strukturnya akan rusak oleh pemanasan).
2. Pelarut harus inert (tidak mudah bereaksi dengan senyawa yang kita
ekstrak)
3. Posisi sifon harus lebih tinggi dari pada sampelnya (karena ditakutkan,
nanti pada sampel yang berada diposisi atas tidak terendam oleh
pelarut)
Keuntungan metode ini adalah:
Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.
Digunakan pelarut yang lebih sedikit
Pemanasannya dapat diatur
Kerugian dari metode ini:
Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas.
Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.
Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti
metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah kondensor
perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang
efektif.
Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik jilid 2. Jakarta :
Erlangga.
Claus, E.P., Tyler V.E., Brady, L.R. 1970. Pharmacognosy 4th Ed. Febiger,
Philadelphia.