Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

PERCOBAAN II
EKSTRAKSI
Tanggal Praktikum : 29 September 2014
Tanggal Laporan : 06 Oktober 2014
Kelompok/Shift : 1/A
Anggota Kelompok :
Fitriah Pattiiha 10060307052
Virgiana Rahmawati Putri 10060311150
Ajeng Sela Putri Suyono 10060312002
Cinderi Maura Restu 10060312009
Agnes Dwi Charina 10060312010
Wendy Wijaya 10060312018
Akmal Yuliandi Pratama 10060312030
Riri Indri Septiani 10060312033
Nama Asisten :
Laduna Aniq, S. Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2014
PERCOBAAN II

EKSTRAKSI

I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui cara mengisolasi kandungan zat kimia dari rimpang kunyit
(Curcumae Domesticae Rhizoma)
2. Memisahan kandungan zat kimia dari rimpang kunyit (Curcumae
Domesticae Rhizoma) dengan bantuan pelarut organic etanol dengan
menggunakan metode maserasi
3. Melakukan pemekatan ektrak dari rimpang kunyit (Curcumae Domesticae
Rhizoma) dengan alat vaccum rotary evaporator

II. Teori Dasar


Ekstraksi merupakan tahapan awal untuk dapat mengisolasi kandungan zat
kimia dari simplisia tanaman obat. Untuk melakukan proses ekstraksi ini,
terlebih dahulu simplisia sikeringkan kemudian dirajang untuk memperluas
permukaan kontak dengan pelarut dalam ekstraksi (Tim Penyusun, 2011).
Selain itu, pemilihan plerut yang digunakan dalam ekstraksi juga memegang
pernan yang penting. Jika informasi tanaman obat yang akan diekstrak
berdasarkan persepektif etnobotani, maka proses ekstraksi harus disesuaikan
dengan pengunaannya secara tradisional. Kesalahan pada proses ekstraksi dapat
mengakibatkan kerusakan pada komponen zat aktif sehingga tidak aka
menghasilkan efek farmakologi (Tim Penyusun, 2011).
Ekstraksi tanaman obat adalah pemisan secara kimia atau fiska sejumlah
bahan padat atau cair dari tanaman obet, menggunakan pelarut. Pada dasarnya,
proses yang terjai seama ekstraksi adalah tercapainya kesetimbangan konsentrasi
antara pelarut dan residu padatan simplisia. Selama proses ekstraksi, terjadi 2
proses yang berlangsung secara pararel yaitu (Tim Penyusun, 2011):
1. Pembilasan senyawa-senyawa terekstraksi keuar dari sel tanaman
2. Melarutnya senyawa-senyawa terekstraksi keuar dari sel tanaman melalui
proses difusi yang berlangsung dalam 3 tahapan yaitu:
1. Penetrasi pelarut ke dalam sel-sel tanaman dan pengembangan sel
tanaman
2. Proses disolusi/melarutnya senyawa yang tertarik
3. Difusi senyawa terlarut untuk keluar dari sel-sel tanaman

METODE EKSTRAKSI
Ada beberapa metode yang umum digunakan dalam pengerjaan isolasi
bahan alam. Berdasarkan energi yang digunkan dapat disebutkan antara lain
ekstraksi dengan cara dingin dan panas (Tim Penyusun, 2011).
1. Cara dingin
a. Maserasi: bahan yang mengadung musilago dan mengembang kuat
b. Perkolasi: kulit batang dan akar sebaiknya diperkolasi
2. Cara panas
a. Refluks: untuk mengisolasi senyawa tahan panas
b. Soxhlet: untuk simplisia yang mudah rusak karena panas
Berikut penjelasan dari metode tersebut,
A. Ekstraksi Dengan Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Istilah maceration
berasal dari bahasa latin macere, yang artinya “merendam”. Jadi maserasi
dapat diartikan sebagai proses dimana obat yang sudah halus memungkinkan
untuk direndam dalam menstruum sampai meresap dan melunakkan susunan
sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi
bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut
nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu
tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Depkes RI,
1995).
Prinsip Kerja Metode Maserasi
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel
dari tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan
yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut
dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel. Selama proses maserasi (biasanya berkisar 2-14 hari) dilakukan
pengadukan / pengocokkan dan penggantian pelarut setiap hari.
Pengocokkan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk
ke seluruh permukaan simplisia yang sudah halus. Endapan yang diperoleh
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ansel, 1989).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15º - 20º C dalam waktu
selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut (Ansel, 1989).
Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia
dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukkan kedalam bejana
kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan
selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah
5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambahkan cairan penyari
secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak
100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari
cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan.
Modifikasi Maserasi
Maserasi dapat dilakukan modifikasi, seperti :
 Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,
yaitu pada suhu 40º - 50ºC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan
untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan
pemanasan akan diperoleh keuntungan antara lain :
 Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan
berkurangnya lapisan-lapisan batas.
 Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan
tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
 Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding
terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh
pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat
bila suhu dinaikkan.
 Maserasi dengan mesin pengaduk
Dengan penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus,
waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
 Remaserasi
Cairan penyari dibagi dua, seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan
cairan penyari pertama, sesudah diendap, dituangkan dan diperas, ampas
dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
 Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari
selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir
kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan
melarutkan zat aktifnya
 Maserasi melingkar bertingkat.
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara
sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan
telah terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar
bertingkat.

Gambar Alat Maserasi


Pelarut yang Digunakan dalam Metode Maserasi
Ekstraksi tergantung pada tekstur dan kandungan bahan dalam
tumbuhan. Senyawa / kandungan dalam tumbuhan memiliki kelarutan yang
berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Pelarut-pelarut yang biasa
digunakan antara lain kloroform, eter, alkohol, methanol, etanol, dan
etilasetat. Ekstraksi iasanya dilakukan secara bertahap dimulai dengan
pelarut yang nonpolar (kloroform atau n-heksana), semipolar (etilasetat atau
dietil eter), dan pelarut polar (methanol atau etanol) (Harbone, 1996).
Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi harus memenuhi dua
syarat, yaitu pelarut tersebut harus merupakan pelarut yang terbaik untuk
bahan yang diekstraksi dan pelarut tersebut harus terpisah dengan cepat
setelah pengocokkan.
Cairan penyari yang biasa digunakan dalam metode maserasi dapat
berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan
air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan
pengawet, yang diberikan pada awal penyarian (Depkes RI, 1986).
Keuntungan Maserasi
Keuntungan maserasi diantaranya adalah sebagai berikut :
 Unit alat yang digunakan sederhana, hanya dibutuhkan bejana
perendam.
 Biaya operasionalnya relatif rendah
 Prosesnya relatif hemat penyari
 Proses maserasi ini menguntungkan dalam isolasi bahan alam karena
selama proses perendaman sampel akan terjadi proses pemecahan
dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan
di luar selnya sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma
akan terlarut dalam pelarut organik dan senyawa akan terekstraksi
sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan.
Kelemahan Maserasi
Kelemahan maserasi diantaranya adalah sebagai berikut :
 Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja.
 Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
B. Ekstraksi Dengan Metode Perkolasi
Mekanisme kerjanya sebagai berikut, serbuk simplisia ditempatkan dalam
suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari
akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan
jenuh. Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan
cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk
menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa,adesi, daya
kapiler dan daya geseran (Harbone, 1996).

Proses perkolasi:
 Pengembangan bahan
 Tahap maserasi antara
 Tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak)
Keuntungan:
 Tidak terjadi kejenuhan
 Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga
zat seperti terdorong untuk keluar dari sel)
Kerugian:
 Cairan penyari lebih banyak
 Resiko cemaran mikroba u/ penyari air karena dilakukan secara
terbuka.
C. Ekstraksi Dengan Metode Soxhletasi

Nama-nama instrumen dan fungsinya :


1. Kondensor : berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat
proses pengembunan.
2. Timbal : berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil
zatnya.
3. Pipa F : berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari
proses penguapan.
4. Sifon : berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya
penuh kemudian jatuh ke labu alas bulat maka hal ini dinamakan 1
siklus
5. Labu alas bulat : berfungsi sebagai wadah bagi sampel dan pelarutnya
6. Hot plate : berfungsi sebagai pemanas larutan

Ekstraktor soxhlet adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk


mengekstrak suatu senyawa. Dan umumnya metode yang digunakan dalam
instrumen ini adalah untuk mengekstrak senyawa yang kelarutannya
terbatas dalam suatu pelarut namun jika suatu senyawa mempunyai
kelarutan yang tinggi dalam suatu pelarut tertentu, maka biasanya metode
filtrasi (penyaringan/pemisahan) biasa dapat digunakan untuk memisahkan
senyawa tersebut dari suatu sampel. Adapun demikian, prinsip kerja dari
ekstraktor soxhlet adalah salah satu model ekstraksi
(pemisahan/pengambilan) yang menggunakan pelarut selalu baru dalam
mengekstraknya sehingga terjadi ektraksi yang kontinyu dengan adanya
jumlah pelarut konstan yang juga dibantu dengan pendingin balik
(kondensor) (Kusumardiyani,1992).

Untuk cara kerjanya (mekanisme kerja), hal yang pertama yang harus
dilakukan yaitu dengan menghaluskan sampel (untuk mempercepat proses
ekstraksi, karena luas permukaannya lebih besar, jadi laju reaksi libih cepat
berjalan) kemudian sampelnya dibungkus dengan kertas saring (agar
sampelnya tidak ikut kedalam labu alas bulat ketika diekstraksi), setelah itu
dimasukkan batu didih (untuk meratakan pemanasan agar tidak terjadi
peledakan) ke dalam labu alas bulat. Kemudian kertas saring dan sampel
dimasukkan kedalam timbal, dan timbalnya dimasukkan kedalam lubang
ekstraktor. Setelah itu pelarut dituangkan kedalam timbal dan disana akan
langsung menuju ke labu alas bulat. Kemudian dilakukan pemanasan pada
pelarut dengan acuan pada titik didihnya (agar pelarut bisa menguap),
uapnya akan menguap melalui pipa F dan akan menabrak dinding-dinding
kondensor hingga akan terjadi proses kondensasi (pengembunan), dengan
kata lain terjadi perubahan fasa dari fasa gas ke fasa cair. Kemudian pelarut
akan bercampur dengan sampel dan mengekstrak (memisahkan/mengambil)
senyawa yang kita inginkan dari suatu sampel. Setelah itu maka pelarutnya
akan memenuhi sifon, dan ketika pada sifon penuh kemudian akan dislurkan
kembali kepada labu alas bulat. Proses ini dinamakan 1 siklus, semakin
banyak jumlah siklus maka bisa di asumsikan bahwa senyawa yang larut
dalam pelarut juga akan semakin maksimal (Kusumardiyani,1992).
1. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari pada senyawa yang kita
ambil dari sampelnya karena akan berpengaruh pada struktur
senyawanya (ditakutkan strukturnya akan rusak oleh pemanasan).
2. Pelarut harus inert (tidak mudah bereaksi dengan senyawa yang kita
ekstrak)
3. Posisi sifon harus lebih tinggi dari pada sampelnya (karena ditakutkan,
nanti pada sampel yang berada diposisi atas tidak terendam oleh
pelarut)
Keuntungan metode ini adalah:
 Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.
 Digunakan pelarut yang lebih sedikit
 Pemanasannya dapat diatur
Kerugian dari metode ini:
 Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas.
 Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.
 Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti
metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah kondensor
perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang
efektif.

D. Ekstraksi Dengan Metode Refluks

Ekstraksi refluks digunakan untuk mengektraksi bahan-bahan yang tahan


terhadap pemanasan. Prinsipnya yaitu penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat
bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan
penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari
kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya
berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Keuntungannya digunakan untuk
mengekstraksi sampel –sampel yang memiliki tekstur kasar. Kerugiannya
yaitu butuh volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi
operator (Voight, 1995).
Pada percobaan ekstrak digunakan rimpang kunyit. Kunyit merupakan tanaman
berbatang basah dan mempunyai tinggi sampai 1 meter. Tanaman inidapat
tumbuh di berbagai tempat. Kunyit (Curcuma Domestica Valet) termasuk dalam
klasifikasi sebagaiberikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma Domestica Valet
Rimpang kunyit mengandung 28% glukosa, 12% fruktosa, 8% protein, vitamin
C dan mineral kandungan kalium dalam rimpang kunyit cukup tinggi
(Rismunandar, 1998), 1,3-5,5% minyak atsiri yang terdiri 60% keton
seskuiterpen, 25% zingiberina dan 25% kurkumin berserta turunannya. Keton
Seskuiterpen yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah tumeron dan
antumeron, sedangkan kurkumin dalam rimpang kunyit meliputi kurkumin
(diferuloilmetana), dimetoksikurkumin (hidroksisinamoil feruloilmetan), dan
bisdemetoksi-kurkumin (hidroksisinamoil metana) (Stahl, 1985).
Rumus bangun kurkumin adalah sebagai berikut :

Kurkumin atau diferuloimetana pertama kali diisolasi pada tahun 1815.


Kemudian tahun 1910, kurkumin didapatkan berbentuk kristal dan bisa
dilarutkan tahun 1913. Kurkumin tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam
etanol dan aseton (Joe dkk., 2004; Chattopadhyay dkk., 2004; Araujo dan Leon,
2001). Sedangkan menurut Kiso (1985) kurkumin merupakan senyawa yang
sedikit pahit, larut dalam aseton, alkohol, asam asetat glasial dan alkali
hidroksida, serta tidak larut dalam air dan dietileter.

Kandungan kunyit berupa zat kurkumin 10 %, Demetoksikurkumin 1-5 %


Bisdemetoksikurkumin, sisanya minyak atsiri atau volatil oil (Keton
sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren, sabinen,
borneol dan sineil), lemak 1-3%, karbohidrat 3%, protein 30%, pati 8%, vitamin
C 45-55%, dan garam-garam Mineral (Zat besi, fosfor, dan kalsium) (Sharma
R.A, A.J. Gescher, W.P. Steward, 2005).

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut


organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang
terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam
dan di luar sel. Prinsip maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai
selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari
akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan
yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari
dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari
setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan
(Rachman, 2009)

Rotary evaporator adalah alat yang digunakan untuk melakukan ekstraksi,


penguapan pelarut yang efisien dan lembut. Komponen utamanya adalah pipa
vakum, pengontrol, labu evaporasi, kondensator dan labu penampung hasil
kodensasi (Rahayu, 2009). Prinsip rotary evaporator adalah proses pemisahan
ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran
dari labu, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya
disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa
vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami
kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung
dalam labu penampung. Prinsip ini membuat pelarut dapat dipisahkan dari zat
terlarut di dalamnya tanpa pemanasan yang tinggi (Rachman, 2009).

Gambar alat vacuum rotary evaporator


III. Alat dan Bahan
Alat Bahan
 Alat Maserasi  Rimpang kunyit
 Alat vacuum rotary evaporator  Etanol 96%
 Neraca analitik
 Water bath
 Cawan porselen
 Beaker glass 1000 mL
 Gelas ukur 500 mL
 Batang pengaduk kaca

IV. Presedur Percobaan


A. Maserasi
Alat maserator yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan dibilas
dengan etanol serta dipasang sumbatan kapas pada bagian bawat alat dan
pastikan saluran pada bagian bawah maserator tertutup. Kemudian simplisia
ditimbang sebanyak 500 g dan dimasukkan ke dalam alat maserator,
diratakan permukaan simplisia dalam maserator kemudian ditambahkan
pelarut etanol sebanyak 1,5 liter. Ditutup bagian atas maserator untuk
menghindari penguapan pelarut dan dibiarkan selama 24 jam. Disiapkan
wadah penampung, kemudian dibuka saluran pada bagian bawah maserator
untuk mengambil filtrate. Setelah filtrate tertampung, tutup kembali saluran
dan di ulangi prosedur sebanyak 2 kali.
B. Pemekatan Ekstrak
Ekstrak cair dimasukkan ke dalam vaccum rotary evaporator, kemudian
diatur suhu evaporator pada suhu kurang lebih 30-40 oC. Dijalankan vaccum
rotary evaporator. Setelah pelarut berkurang, maka ditambahkan lagi ekstrak
cair sehingga sampai diperoleh ekstrak yang pekat.
V. Data pengamatan & perhitungan
Prosedur Hasil Pengamatan

o Maserasi Berat simplisia 500 gr Rimpang Kunyit


Ditimbang berat simplisia (Curcumae domesticae Rhizoma)
sebanyak 500 gr dengan etanol Pelarut etanol 1,5 L.
1,5 L.
Dibilas alat maserator dengan Berat cawan kosong 1 : 57,77 g
etanol. Lalu dipasang sumbat Berat cawan kosong 2 : 69,3 g
kapaspada bagian bawah alat dan Berat cawan kosong 3 : 68, 19 g
sampai tertutup.
Lalu setelah semua simplisia Berat ekstrak sebelum pemekatan
beserta pelarut masuk kemaserator cawan berisi ekstrak 1 : 102,6 g
ditutup bagian atasnya selama 24 cawan berisi ekstrak 2 : 133,37 g
jam. cawan berisi esktrak 3 : 131,42 g
Lalu setelah 24 jam diambil filtrat
kewadah penampung sampai Berat ekstrak sesudah dipekatkan.
habis pelarutnya, lalu ditutup Berat cawan 1 : 79 g
saluran dan dilakukan dua kali Berat cawan 2 : 79 g
lagi maserasi dilakukan hal yang Berat cawan 3 : 116 g
sama.
lalu ekstrak cair tadi dimasukkan Berat total ektrak pekat
ke Vacum Rotary Evaporator Ekstrak Cawan 1 : 21,23 g
suhunya 30°C, lalu dijalankan 21,23 𝑔
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥 100 % = 4,246 %
vacumnya, lalu setelah pelarutnya 500 𝑔

berkurang menjadi sedikit Ekstrak Cawan 2 : 9,7 g


mengental, ditimbang berat cawan 9,7 𝑔
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥 100 % = 1,94 %
500 𝑔
kosong lalu cawan yang berisi
Ekstrak Cawan 3 : 47,81 g
ekstrak tadi. Dilalukan pemekatan
47,81𝑔
dengan cawan penguap diatas % 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥 100 % = 9,562 %
500 𝑔
penangas air sampai pekat.
Ditimbang berat ekstrak setelah
pemekatan.
VI. Pembahasan
Ekstraksi merupakan tahapan awal untuk dapat mengisolasi kandungan zat
kimia dari simplisia tanaman obat. Tujuan dilakukan proses ekstraksi adalah
untuk mendapatkan kandungan zat kimia dari tanaman rimpang kunyit dengan
menggunakan etanol 96%. Metode ekstraksi yang digunakan pada percobaan ini
adalah metode maserasi. Maserasi merupakan proses pengekstrakan simplisia
dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada suhu kamar. Metode maserasi digunakan untuk menyari
simplisiayang mengandung komonen kimia yang mudah larut dalam cairan
penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Prinsip metode maserasi
yaitu penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dalam cairan penyari yang sesuai pada temperatur kamar, terlindung dari cahaya.
Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar
sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh
cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut
berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan
di dalam sel.
Pada proses ini digunakan etanol sebagai pelarut dilakukan karena etanol
termasuk ke dalam pelarut polar, sehingga sebagai pelarut diharapkan etanol
dapat menarik zat-zat aktif yang juga bersifat polar. Proses ini sangat
menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman
sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat
perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder
yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi
senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan.
Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas
yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut
tersebut. Secara umum pelarut etanol merupakan pelarut yang banyak atau
pelarut universal digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam
karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder
Pada perobaan ini proses ektraksi dengan metode maserasi ini dilakukan
selama 3 kali dengan pengontrolan setiap 24 jam sekali untuk mengambil
ekstrak rimpang kunyit
Proses lanjut dari maserasi yaitu pemekatan dengan alat evaporasi untuk
diubah menjadi bentuk yang lebih pekat dari sebelumnya. Setelah dilakukan
evaporasi, ekstrak kemudian diuapkan hingga didapat ekstrak kental. Prinsip
dari evaporator yaitu memisahkan pelarut organic dengan zat kimia pada
tanaman obat berdasarkan penguapan dan tekanan
Pemilihan metode maserasi pada praktikum ini dilakukan karena pada
maserasi, tidak menggunakan alat-alat yang rumit dan waktunya pun lebih
efisien. Namun pada metode ini juga terdapat kekurangan yaitu waktu yang
dibutuhkan untuk mendapatkan ekstrak etanol dari simplisia lebih banyak selain
itu, pelarut yang digunakan juga sangat banyak sehingga butuh proses yang lama
untuk mendapatkan ekstrak pekat kental dari simplisia yang diinginkan serta
hasil ekstrak lebih sedikit dari pada menggunakan metode soxhlet, serta tidak
dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti
benzoin, tiraks dan lilin.
Pada proses pemekatan ekstrak didapatkan ekstrak kental rimpang kunyit
sebanyak :
- Ekstrak Cawan 1 : 21,23 g
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 4,246 %
- Ekstrak Cawan 2 : 9,7 g
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 1,94 %
- Ekstrak Cawan 3 : 47,81 g
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 9,562 %
Daftar pustaka

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwan Sudiro, Penerbit
ITB, Bandung.

Agoes. Goeswin, 2007, Teknologi Bahan Alam. Penerbit ITB: Bandung.

Departemen Kesehatan RI, 1980, Materia Medika Indonesia. Departemen


Kesehatan RI. Jakarta.

Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik jilid 2. Jakarta :
Erlangga.

Tjitrosoepomo, Gembong, (1995), "Morfologi Tumbuhan", UGM Press,


Yogyakarta.

Sudjadi, Drs., (1986), "Metode Pemisahan", UGM Press, Yogyakarta.

Claus, E.P., Tyler V.E., Brady, L.R. 1970. Pharmacognosy 4th Ed. Febiger,
Philadelphia.

Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4. Jakarta : UI-press.

Voight. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5. Yogyakarta : UGM-


press.

Anda mungkin juga menyukai