Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN

GAGAL NAFAS
(RESPIRATORY FAILURE)

Arif RakhMAN
DEFINISI
• Adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2),
eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang
adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi, difusi
atau perfusi.
• Gagal nafas menyebabkan penurunan tekanan
oksigen arteri (PaO2) menjadi kurang dari 50 mm
Hg (hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbon
dioksida arteri (PaCO2) sampai lebih dari 50 mmHg
(hiperkapnia) dan pH arteri kurang dari 7,35.
Klasifikasi

• Gagal Nafas Akut (Acute Respiratory


Failure)
– Adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunya normal secara struktural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul.
• Gagal Nafas Kronik (Chronic Respiratory
Failure)
– Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru
hitam (penyakit penambang batubara)
Klasifikasi (etiologi organ)
• Kardiak
– Terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan
PaCO2 akibat edema paru yang disebabkan oleh
kegagalan fungsi jantung (disfungsi miokard),
peningkatan left ventricel end diastolic volume
(LVEDV) dan left ventricel end diastolic pressure
(LVEDP) sehingga terjadi aliran dari vaskuler ke
interstisial dan alveoli.
– Sebab disfungsi miokard: Infark miokard,
kardiomiopati, miokarditis
Klasifikasi (etiologi organ)
– Sebab peningkatan LVEDV dan LVEDP:
– Meningkatkan beban tekanan: aorta stenosis,
hipertensi, dan coartasio aorta
– Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi,
aorta insufisiensi, Atrial Septal Defek (ASD), dan
Ventrikular Septal Defek (VSD).
– Hambatan pengisian ventrikel: mitral stenosis dan
trikuspid insufisiensi.
• Nonkardiak
– Akibat obstruksi, emfisema, atelektasis,
pneumothorak, dan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS)
ETIOLOGI
• Gangguan Ventilasi
– Karena kelainan intrapulmonal (saluran napas bawah,
sirkulasi pulmonal, jaringan dan daerah kapiler
alveolar) maupun ekstrapulmonal (obstruksi akut
maupun obstruksi kronik).
– Obstruksi akut disebabkan oleh fleksi leher pada
pasien tidak sadar, spasme larink,atau oedema larink,
epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi
kronik, misalnya padaemfisema, bronkhitis kronik,
asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama
yang disertai dengan sepsis.
Etiologi
• Gangguan neuromuskular
– Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome,
miastenia gravis, cedera spinal, fraktur
servikal,keracunan obat seperti narkotik atau sedatif,
dan gangguan metabolik seperti alkalosis metabolik
kronik yang ditandai dengan depresi saraf
pernapasan.
• Gangguan/depresi pusat pernapasan
– Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat,
obat anastesi, trauma, infark otak, hipoksiaberat pada
susunan saraf pusat.
Etiologi
• Gangguan difusi alveoli kapiler
– Menyebabkan gagal napas hipoksemia, seperti pada
oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS,
fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia,
tumor paru, aspirasi, perdarahan masif pulmonal.
• Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi
(V/Q Missmatch)
– Peningkatan deadspace (ruang rugi), seperti pada
tromboemboli, emfisema, dan bronkhiektasis
Etiologi
• Gangguan pada sistem saraf perifer, otot
respiratori, dan dinding dada
– Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk
mempertahankan minute volume (mempengaruhi
jumlah karbondioksida), yang sering terjadi
padaguillain bare syndrome, distrofi muskular,
miastenia gravis, kiposkoliosis, dan obesitas
PATOFISIOLOGI
• Gagal nafas terbagi menjadi dua jenis
yaitu HIPOKSEMIA dan HIPERKAPNEA.
• Hipoksemia dan Hiperkapnea
menyebabkan gagalnya pertukaran
oksigen dalam darah sehingga tubuh
kekurangan oksigen
Patofisiologi
• Tekanan partial O2 yang dihirup (FiO2)
menurun.
– Terjadi pada dataran tinggi (high altitude)
sebagai respons menurunnya tekanan
barometer, inhalasi gas toksik, atau dekat api
kebakaran yang mengkonsumsi CO.
• Gangguan Difusi
– Akibat pemisahan fisik gas dan darah (pada
penyakit paru interstisial) atau menurunnya
waktu transit eritrosit sewaktu melalui kapiler
Patofisiologi
• Hipoventilasi
– Hipoventilasi akan menyebabkan retensi CO2
dan PaCO2 meningkat. Peningkatan PaCO2
dapat melebihi batas normal dapat
mengganggu sensitifitas medulla oblongata
untuk mengatur pernapasan dan apabila tidak
terkompensasi, dapat menyebabkan apnea.
Patofisiologi
• Ketidakseimbangan ventilasi/perfusi (V/Q
mismatch)
– Terjadi ketidak sesuaian ventilasi-perfusi
dimana beberapa area paru mendapat
ventilasi kurang dibandingkan banyaknya
aliran darah yang menuju area tersebut. Di
sisi lain area paru yang lain mendapat
ventilasi berlebih dibandingkan aliran darah
regional yang relatif sedikit
Patofisiologi
• Shunt
– Darah vena sistemik langsung masuk
kedalam sirkulasi arterial. Shunt dapat terjadi
intrakardiak yaitu pada penyakit jantung
kongenital sianotik right-to-left atau di dalam
paru darah melalui jalur vaskuler abnormal
(arterivena fistula).
– Penyebab paling sering adalah penyakit paru
yang menghasilkan ketidakseimbangan V/Q,
dengan ventilasi regionalnya hampir atau
sama sekali tidak ada.
Patofisiologi
• Pencampuran (admixture) darah vena
desaturasi dengan darah arterial.
– Dapat menurunkan PaO2 dan menyebabkan
gangguan di pertukaran gas intrapulmonal.
– Campuran saturasi O2 vena langsung dipengaruhi
oleh setiap imbalan antara konsumsi O2 dan
penyampaian O2
– Keadaan anemia yang tidak dapat diatasi oleh
peningkatan output jantung atau output jantung yang
insufisien untuk kebutuhan metabolisme, dapat
menyebabkan penurunan SVO2 dan PaO2.
MANIFESTASI KLINIS
• Tanda awal terkait dengan gangguan
oksigenasi: kegelisahan, kelelahan, sakit kepala,
dyspnea, air hunger, takikardia, dan
peningkatan tekanan darah.
• Saat hipoksemia: kebingungan, kelesuan,
takikardia, takipnea, sianosis, diaforesis, dan
apnea.
• Pengkaijan fisik: penggunaan otot bantu nafas,
suara nafas menurun, perubahan pola nafas.
KOMPLIKASI
• Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi
sekunder penggunaan ventilator (seperti,
emfisema kutis dan pneumothoraks).
• Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan
kardiak output, aritmia, perikarditis dan infark
miokard akut.
• Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung,
ileus paralitik , diare dan pneumoperitoneum.
Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
komplikasi
• Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama
sehingga sumsum tulang memproduksi eritrosit,
dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya
kurang dari normal).
• Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran
kemih, sepsis.
• Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan
elektrolit asam basa.
• Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang
berhubungan dengan pemberian nutrisi enteral
dan parenteral
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• LABORATORIUM
• Analisa gas darah (pH meningkat, HCO3-
meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2
menurun) dan kadar elektrolit (kalium)
– Hipoksemia
• Ringan : PaO2 < 80 mmHg
• Sedang : PaO2 < 60 mmHg
• Berat : PaO2 < 40 mmHg
Px Penunjang
• Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa
menyebabkan hipoksia jaringan,
polisitemia bisa trejadi bila hipoksia tidak
diobati dengan cepa.
• Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari
etiologi atau identifikasi komplikasi yang
berhubungan dengan gagal napas.
• Serum kreatininin kinase dan troponin I:
untuk menyingkirkan infark miokard akut.
Px Penunjang
• RADIOLOGI
– Rontgen toraks membantu mengidentifikasi
kemungkinan penyebab gagal nafas seperti
atelektasis dan pneumonia.
– EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas
akut disebabkan olehcardiac.
– Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi
gagal napas kronik (volume tidal < 500ml,
FVC (kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi
semenit (Ve) menurun
PENATALAKSANAAN
• Pemberian O2 yang adekuat
– Meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki
PaO2, sampai sekitar 60-80 mmHg cukup
untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan
hipertensi pulmonal akibat hipoksemia
– Pemberian FiO2<40% menggunakan kanul
nasal atau masker.
– Menurunkan kebutuhan oksigen dengan
memperbaiki dan mengobati febris, agitasi,
infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-
12g/dl.
Penatalaksanaan
• Ganguan pH dikoreksi pada hiperkapnia akut
dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar
dengan memberikan bantuan ventilasi mekanis,
memasang dan mempertahankan jalan nafas
yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan
mengontrol gagal jantung, demam dan sepsis.
• Atasi atau cegah terjadinya
atelektasis, overload cairan, bronkospasme,
sekret trakeobronkial yang meningkat, dan
infeksi.
Penatalaksanaan
• Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin.
Kortikosteroid Metilpretmisolon bisa digunakan
bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi
bronkospasme dan inflamasi. Monitor tingkat
kalium yang memperburuk hipokalemia yang
disebabkan diuretik. Penggunaan jangka
panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.
• Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi
posisi tegak meningkatkan volume paru
Penatalaksanaan
• Drainase sekret trakeobronkial yang kental
dilakukan dengan pemberian mukolitik, hidrasi
cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi,
vibrasi dada dan latihan batuk yang efektif.
• Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
• Bronkodilator diberikan apabila timbul
bronkospasme.
• Penggunaan intubasi dan ventilator apabila
terjadi asidemia, hipoksemia dan disfungsi
sirkulasi yang prospektif
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
• Airway
– Peningkatan sekresi pernapasan
– Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
• Breathing
– Distress pernapasan : pernapasan cuping
hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
– Menggunakan otot aksesori pernapasan
– Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis,
sianosis
Pengkajian
• Circulation
– Penurunan curah jantung : gelisah, letargi,
takikardia
– Sakit kepala
– Gangguan tingkat kesadaran : ansietas,
gelisah, kacau mental, mengantuk
– Papiledema
– Penurunan haluaran urine
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi
paru
• Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap
hipoventilasi
• Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
• Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah
jantung
INTERVENSI
• Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan
ekspansi paru
– Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan
serta pola pernapasan.
– Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam
dan prn
– Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg
atau PaO2< 60 mmHg
– Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan
humidifier sesuai dengan pesanan
Intervensi
– Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji
kecenderungan kenaikan PaCO2 atau
kecendurungan penurunan PaO2
– Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas
setiap 1 jam
– Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk
mengoptimalkan pernapasan
– Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam,
bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk
Intervensi
– Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan
diagpragma atau bibir
– Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60
mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi
5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada
60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan
keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi
sulit untuk diatasi.
Intervensi
• Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
– Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan
hiperkapnia
– Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap jam
dan laporkan perubahan tingkat kesadaran pada
dokter.
– Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya
kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau
penurunan dalam PaO2
Intervensi
– Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai
indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
– Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas
setiap jam
– Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian,
perhatikan peningkatan atau penyimpangan
– Pantau irama jantung
– Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
– Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator,
antibiotik, steroid.
– Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan
penurunan kebutuhan oksigen.
Intervensi
• Kelebihan volume cairan b.d. edema
pulmo
– Timbang BB tiap hari
– Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
– Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
– Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB ,
CVP
– Monitor parameter hemodinamik
– Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit
Intervensi
• Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan
curah jantung
– Kaji tingkat kesadaran
– Kaji penurunan perfusi jaringan
– Kaji status hemodinamik
– Kaji irama EKG
– Kaji sistem gastrointestinal

Anda mungkin juga menyukai